Tumgik
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Alhamdulillah, Done
Segala puji hanya bagi Allah Swt. yang selalu memberi beragam karunia untuk hamba-Nya. Meski banyaknya nikmat itu justru sering terlupakan. Tidak terkecuali dengan nikmat sehat dan sempat. Alhamdulillah, hari ini genap 30 hari mendapatkan kesempatan bergabung di kelas menulis online 30 Days Writing Challenge (30 DWC). Satu bulan menempa diri untuk istiqomah menulis setiap hari.
Layaknya sebuah perjalanan akan selalu ada pelajaran, pun demikian dengan perjalanan selama mengikuti kelas 30 DWC. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil di kelas ini. Dari sekian kelas menulis yang pernah saya ikuti, kelas 30 DWC ini termasuk kelas yang memberi warna berbeda terhadap diri saya sendiri. Setidaknya ada beberapa alasan berikut ini  :
Bebas Menulis
Bagi penulis pemula, menulis bisa menjadi beban psikis apalagi harus menulis topik yang ditentukan. Namun, di kelas ini sejak awal idak ada topik khusus yang harus ditulis, sehingga penulis bebas ingin menulis apa saja sesuai dengan keinginannya. Metode ini sangat efektif untuk penulis pemula dalam perjalanan awalnya untuk menulis. Bahkan saya sendiri di fase ini selalu teringat dengan quote “mulai saja dulu, jangan menunggu sempurna untuk memulainya.” Lambat laun gaya freewriting ini cukup mengobati beban psikis.
200 Karakter
Selain kebebasan menulis, yang saya rasakan di kelas 30 DWC adalah porsi tugas menulis cukup representatif. Bagi pemula untuk menulis beberapa lembar mungkin kesulitan. Namun, tidak demikian jika hanya 200 karakter yang itu tidak sampai satu lembar ukuran A4. Secara tidak langsung beban yang bisa dibilang sedikit ini akan memberikan efek segera menyelesaikan tulisan karena terbilang sedikit, dari yang sedikit inilah lama kelamaan bisa menjadi beberapa halaman.
Habit Menulis
Tidak diragukan lagi, sesuai dengan nama kelasnya 30 DWC secara tidak langsung mengajarkan para fighter (sebutan yang ikut kelas 30 DWC) untuk membangun kebiasaan menulis setiap hari. Pendekatan ini menurut saya sangat powerful,  meski selama 30 hari, ternyata kebiasaan baru itu mampu dilakukan sebagai buktinya adalah tulisan ini yang hadir tepat di hari ke-30. Jika para fighter telah melalui fase ini, artinya sudah 30 hari membangun kebiasaan menulis. Sebagaimana beberapa hasil riset menjelaskan bahwa habit baru akan muncul kurang lebih membutuhkan waktu 21-30 hari.
Tiga hal di atas adalah pengalaman yang saya rasakan di kelas 30 DWC. Selain itu ada banyak insight yang bisa saya dapatkan dari rekan-rekan di squad (sebutan grup kelas kecil) dan empire (sebutan grup kelas besar). Salah satunya yakni lahirnya media sosial tumblr saya 😊. Bagaimana pun 30 DWC telah mewarnai pengalaman proses belajar menulis saya. Semoga ini bukan menjadi akhir dari pembelajaran meski kelas 30 DWC batch 24 telah berakhir. Pengalaman hanya sekedar pengalaman jika tanpa pemaknaan, semoga kita dapat memaknai setiap pengalaman sehingga mampu mengambil pelajaran di setiap perjalanan kehidupan. Tetaplah eksis dengan menulis.
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Kesadaran Menerima
Salah satu rukun iman adalah beriman kepada qadha dan qadr. Setiap orang beriman harus meyakini sekaligus menerima ketetapan Allah swt. yang telah ditetapkan sebelum semesta ini tercipta. Sikap yakin dan juga merima penting dimiliki oleh setiap hamba yang mengaku beriman kepada-Nya.
Menerima segala kejadian yang baik mungkin tidaklah berat. Namun, akan sangat berbeda bila kita harus menerima sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan kita. Meski, seringkali apa yang dipandang buruk bagi manusia belum tentu buruk dalam pandangan-Nya. Oleh karena itulah perlu menjaga keyakinan agar seorang hamba mampu berbaik sangka kepada Sang Pencipta.
Tidak selamanya kehidupan ini berjalan mulus. Selalu ada jalan yang naik, turun bahkan berliku yang semua itu harus dilalui semua manusia. Seiring perjalanan tersebut boleh jadi ada hal-hal yang tidak diinginkan hadir begitu saja menghampiri kehidupan kita. Jika hal tersebut terjadi, kita pun harus bijak menyikapi karena kehidupan ini tidak lain adalah tempat ujian keimanan.
Di antara kecakapan dalam beragama adalah perlunya mengasah sikap ridha (rela). Ridha terhadap segala pemberian-Nya (qanaah). Sikap ini sangat erat dengan penerimaan seorang hamba atas segala pemberian-Nya, entah itu yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Hamba yang baik akan selalu menerima perintah Sang Pencipta dengan segala kepatuhan. Berusaha untuk menjalankan perintahnya serta menjauhi segala larangan-Nya. Semua itu adalah wujud konsekuensi dari menerima.
Bagi hamba yang enggan menerima perintah agama, ia akan cenderung berbuat semaunya. Mengedepankan hawa nafsunya dari pada memperhatikan norma-norma yang telah ditetapkan agama. Maka dari itu, kesadaran diri sebagai hamba harus selalu ditingkatkan bahwa tiap saat Sang Pencipta selalu memberi beragam nikmat. Semua makhluk yang ada di semesta ini mendapatkan rezeki sesuai ketetapan-Nya.
Manusia sebagai makhluk yang tercipta sempurna, harusnya menjaga hak-hak Sang Pencipta dengan tidak lupa bersyukur atas beragam nikmat yang telah diterimanya dan tidak lupa untuk beribadah kepada-Nya. Inilah esensi keyakinan bahwa seorang hamba benar-benar menerima hakikat dirinya adalah menghamba kepada Sang Pencipta. Hal ini adalah puncak kesadaran yang membuat seorang hamba mampu bersikap ridha (rela) atas segala ketetapan Sang Pencipta.
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Bahagia dengan Memberi
Ada sebuah ungkapan berbahasa Arab, al yadu ‘ulya khairun min al yadu sufla artinya, tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah. Ungkapan tersebut mengandung arti memberi itu lebih baik dari pada menerima. Boleh jadi kita akan senang bila menerima sesuatu. Seperti menerima bingkisan lebaran, menerima hadiah dari sahabat atau pun menerima segala kebaikan dari orang lain. Hal ini adalah wajar karena memang pada dasarnya manusia itu suka diberi.
Meski dengan menerima pemberian dari orang lain kita merasakan bahagia. Namun, jika kita mampu memberi maka kebahagiaan itu akan terasa berbeda. Saat kita bisa memberi kepada orang lain, berbagi apa pun yang kita punya, bisa uang, tenaga, waktu, pikiran dan lain sebagainya. Kebahagian akan otomatis menghampiri kita, karena sejatinya bahagia itu memberi bukan menerima.
Seseorang yang gemar memberi, berarti ia memiliki jiwa kepedulian yang tinggi. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Tidak mudah memiliki jiwa seperti itu, karena hal itu harus dilatih setiap waktu. Berbagi kebaikan tidak akan pernah merugikan pelakunya, justru akan mengundang banyak kebaikan. Di samping itu, orang-orang yang gemar memberi akan disenangi oleh orang lain. Kehadirannya selalu diharapkan karena keberadaannya selalu membawa kemanfaatan.
Boleh jadi ada orang yang selalu berpikir matematis. Bila dirinya memberi maka akan berkurang apa yang ia miliki. Padahal konsep agama tidaklah demikian. Justru semakin banyak memberi, maka akan mendapat banyak pemberian dari Yang Maha Kuasa berupa banyak kenikmatan yang tidak akan pernah bisa dihitung banyaknya.
Coba lihat orang-orang yang gemar bersedekah. Apa yang ia berikan selalu berbalas dengan banyak kebaikan, karena yang demikian itu telah dijanjikan dalam ajaran agama. Orang-orang yang enggan memberi sejatinya patut dipertanyakan keberimanannya. Salah satu tanda beriman adalah menyakini dan mengamalkan ajaran agama. Jika agama memerintahkan agar gemar memberi. Maka sudah semestinya orang yang mengaku dirinya beriman suka dengan memberi. Sudahkah memberi hari ini?
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Jangan Lelah Meminta
Mendengar kata meminta boleh jadi ada orang yang tidak suka. Sebagai contoh bila ada yang suka minta-minta pastinya bisa illfeel. Walaupun begitu, ada juga yang bersikap biasa aja, biasanya orang yang seperti itu punya jiwa memberi yang tinggi.
Tidak selamanya meminta itu salah, karena boleh jadi meminta lebih baik dari pada mencuri. Namun jika keseringan meminta juga tidaklah elok, karena hal tersebut membuat seseorang enggan untuk berusaha, justru akan mengandalkan dari upaya meminta-minta.
Meminta juga bisa mejadi suatu kewajiban. Justru orang yang tidak meminta sejatinya ia termasuk orang yang sombong. Kok bisa? Konteks meminta yang justru menjadi kewajiban adalah, meminta kepada yang Maha Kuasa Allah swt. Yakni, berdoa kepada-Nya.
Orang yang selalu meminta pada sesama namun tidak pernah meminta kepada pencipta, bisa dikategorikan orang yang lalai. Bagaimana tidak? Bukankah sejatinya segala apa yang ada di semesta ini adalah pemberian Sang Pencipta? Manusia hanya punya hak mengelola bukan memiliki. Segala nikmat yang ada, hakikatnya milik Sang Pencipta. Maka dari itu, jika seseorang mengandalkan harapan kepada manusia, bisa berujung kecewa. Hal ini dikarenakan sebaik-baik pengharapan hanya kepada pencipta yang Maha Memiliki segalanya.
Orang yang gemar meminta kepada penciptanya (berdoa) adalah orang yang memiliki kesadaran diri yang tinggi. Hal ini bisa hadir jika seseorang memiliki keyakinan yang benar bahwa Sang Pencipta adalah Maha Pemberi. Oleh karena itu, dalam ajaran agama (Islam) perihal meminta ini menjadi suatu perintah tersendiri. Semakin seseorang taat, maka ia akan selalu meminta. Sebagai contoh, meminta diberi petunjuk ke jalan yang lurus.  Meminta diberi konsistensi dalam beribadah, meminta diberi kesabaran serta rasa syukur dan lain sebagainya.
Jadi tidak selamanya perihal meminta itu salah. Meminta yang tidak dibenarkan adalah bila seseorang enggan berusaha, hanya menjadikan meminta sebagai profesi, padahal sejatinya ia mampu untuk berusaha. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia menyukai seorang hamba bila meminta kepada-Nya. Sebaliknya Dia membenci orang-orang yang sombong (enggan berdoa). Oleh karena itu, miliki kesadaran bahwa diri sangat butuh dengan pencipta. Wujud kesadaran itu adalah selalu meminta kepada-Nya, sehingga tidak lupa untuk berdoa. Jangan lelah meminta, karena kita adalah hamba yang sangat butuh kepada Sang Pencipta
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Berani Memulai
Tidak mudah memang memulai sesuatu. Butuh keberanian yang besar untuk melakukan langkah awal. Lao Tzu pernah berkata, "seribu mil diawali dengan langkah pertama." Ada banyak hal yang membuat seseorang belum memulai langkah pertamanya. Salah satunya adalah banyaknya pertimbangan.
Saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh Isa Alamsyah, buku itu berjudul 101 Dosa Penulis pemula. Buku tersebut adalah satu-satunya buku yang ia tulis dalam kurun waktu satu minggu. Suami dari Asma Nadia ini menciptakan rekor untuk dirinya sendiri. Biasanya ia menyelesaikan buku dalam kurun waktu satu bulan. Di bab akhir buku tersebut, beliau tegas menyatakan, “Jadi saya nekat saja menulis buku ini. Buat saya ilmu yang bernilai 7 yang dibagikan masih lebih bagus dari pada ilmu bernilai 10 namun hanya disimpan sendiri.” Menurutnya, kenekaatan dirinya menerbitkan buku tersebut adalah bagian dari pembelajaran.
Keberanian memulai harus terpatri dalam diri. Tidak harus sempurna untuk memulai segalanya. Just do it, demikianlah tagline salah satu apparel olahraga. Jika tidak memulainya, sampai kapan pun akan terus tertunda.
Almarhum Bob Sadino, seorang pebisnis sukses yang selalu tampil apa adanya dengan celana pendek sebagai ciri khasnya, pernah ditanya tentang bisnis apa yang bagus. Bisnis yang bagus adalah bisnis yang segera dibuka, bukan ditanyakan terus, demikian jawabannya. Betapa memulai sesuatu itu perlu keberanian agar tindakan segera dieksekusi.
Parkinson Law, adalah sebuah istilah yang menggambarkan seseorang jika diberi waktu yang singkat dengan waktu yang lama. Maka waktu yang lama itu tidak ada bedanya dengan waktu yang singkat. Sebagai contohnya, ada dua orang yang diberi tugas menulis opini. Orang pertama diberi deadline selama dua hari. Orang kedua diberi deadline satu minggu. Bagi yang mendapat waktu hanya dua hari ia akan segera mengerjakannya, sedang bagi yang diberi waktu tujuh hari, orang tersebut bersantai-santai dengan kata lain tidak segera dikerjakan karena merasa masih memiliki banyak waktu. Barulah ia mengerjakan tepat dihari ke tujuh. Ini artinya waktu seminggu tidak ada bedanya dengan yang hanya dua hari. Mengapa hal ini sering terjadi? Lagi-lagi karena keengganan diri untuk segera memulai.
Dalam dunia menulis pun juga sama. Jika kita enggan memulai, karena menunggu sempurna keilmuan menulis. Maka dipastikan kita tidak akan pernah menghasilkan tulisan. Beragam alasan bisa hadir untuk membenarkan tindakan kita, bahwa tidak menulis karena belum punya ilmu menulis. Jadi, milikilah keberanian untuk memulai langkah pertama dan tidak perlu menunggu sempurna untuk memulainya.
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
No Excuse
“Lagi sibuk”
“Tidak punya waktu”
“Lagi tidak mood”  
Pernahkah kita mendengar pernyataan sebagaimana di atas? Atau berbagai alasan lain yang membuat seseorang tidak melakukan tindakan. Seringkali mudah mencari kambing hitam dari pada bersungguh-sungguh untuk memberanikan diri memulai sesuatu. Demikian halnya dalam menulis. Alasan kehabisan ide, bingung ingin menulis apa, belum dapat inspirasi dan lain sebagainya.
Adakalanya kita perlu meningkatkan keahlian dalam menentukan skala prioritas. Sesuatu yang tidak kunjung dikerjakan itu tandanya sesuatu tersebut tidak begitu penting. Boleh jadi kita belum menganggap menulis sebagai sesuatu yang penting. Sehingga, kita hanya menulis kalau sempat saja. Jika tidak sempat maka tidak menulis. Padahal sempat atau tidak, semuanya kembali kepada diri sendiri. Jika menulis telah menjadi kewajiban bagi diri, otomatis akan selalu menyediakan waktu untuk mengerjakannya.  
Sejenak kita perlu belajar pada wartawan. Baik wartawan harian umum maupun wartawan media online yang selalu dituntut untuk membuat berita, terkadang sehari bisa ditarget hingga lima berita. Apakah wartawan tersebut bisa berasalan kepada koordinator liputan serta pimpinan redaksinya, ketika ia tidak produktif menulis? Apakah dengan mudahnya sang wartawan berkata “Maaf, saya sedang tidak mood menulis. Jadi saya hari ini tidak membuat berita.” Jika ada wartawan seperti itu, siap-siap ia diberhenti tugaskan. No excuse dalam menulis. Demikianlah pembelajaran yang bisa kita ambil dari dunia pers.
Dalam suasana perang pun, jika wartawan ditugaskan untuk meliput, maka ia pun wajib menulis berita, meski keadaan sangat genting. Mengapa para wartawan itu bisa melakukannya? Karena hal itu telah menjadi kewajiban diri dalam melaksanakan tugas. Semangat itulah yang perlu kita adopsi. Sehingga menulis menjadi suatu kewajiban, bukan lagi sekedar mengikuti mood.
Layaknya ibadah salat yang diwajibkan oleh Allah. Orang yang mengaku beriman kepada-Nya akan selalu melakukannya dan tidak akan pernah meniggalkan, karena salat adalah kewajiban agama, sekaligus sebagai kebutuhan sebagai seorang hamba. Jika menulis telah menjadi kewajiban bagi diri, niscaya kita tidak akan mudah beralasan untuk  tidak menulis. No excuse. Wajibkan diri untuk terus menulis.
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Refleksi Diri
Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari sesuatu yang ada di sekitar kita. Dengan siapa pun orang kita berjumpa, kita pun bisa menjadikannya dia sebagai guru. Kehidupan selalu membawa pelajaran bagi siapa yang mau mengambil pelajaran. Jika kita mau analogikan, kehidupan adalah universitas ternama dan terbesar di dunia ini.
Meski kita bisa belajar dari semua hal yang di luar diri. Kita pun juga perlu belajar dari diri sendiri. Ada baiknya kita perlu belajar dari sebuah cermin yang mampu merefleksi apa saja yang ada di depannya. Demikian juga dalam hidup ini. Melakukan refleksi diri adalah upaya menengok kembali siapa diri kita. Belajar mengenali lebih dalam tentang hakikat diri.
Kehidupan ini akan selalu merefleksikan apa saja yang telah kita perbuat. Jika kita melakukan kebaikan maka yang kembali adalah kebaikan juga. Demikian juga bila kita berbuat keburukan. Maka yang kembali adalah keburukan. Semua itu bagian dari sunnatullah.yang berlaku di kehidupan.
Khalifah Umar bin Khattab pernah berpesan, “hasibu anfusakum qabla an tuhasabu” (hisablah dirimu, sebelum dirimu dihisab). Ini adalah sebuah pengingat, yang mengharuskan kita agar selalu melakukan refleksi diri. Sudahkah kehidupan yang kita jalani mengarah di jalan kebaikan atau justru jauh dari jalan kebaikan. 
Refleksi diri seperti halnya bercermin. Saat kita bercermin kita akan melihat bayangan diri. Banyak orang yang mudah menilai orang lain. Namun, tidak pandai menilai dirinya sendiri. Padahal menilai diri sendiri jauh lebih penting dari pada menilai orang lain.
Jika seseorang gemar melakukan refleksi diri, ia akan sering melakukan introspeksi. Berupaya untuk terus memperbaiki diri. Meskipun kita juga butuh orang lain dalam hal ini. Mengapa? Karena ada blind spot yang hal itu tidak bisa kita lihat namun bisa dilihat oleh orang lain. Dari saran orang lain itulah kita bisa berbenah.
Refleksi diri adalah upaya membangun kesadaran untuk melakukan kebaikan demi kebaikan dari hari ke hari. proses ini hendaknya menjadi kebiasaan diri, agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Sudahkah kita melakukan refleksi diri hari ini?
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Text
Mengenal Tuhan dari Lautan
Alam semesta beserta segala isinya adalah bukti kekuasaan Sang Pencipta. Sudah sepatutnya manusia sebagai makhluk-Nya yang sempurna mampu menjaga dengan sebaik-baiknya, bukan malah berbuat kerusakan di dalamnya. Adanya beragam tumbuhan, hewan, gunung dan lautan, semuanya telah Allah ciptakan untuk kehidupan manusia.
Segala ciptaan yang ada di semesta ini, secara tidak langsung menunjukkan betapa Dia Maha Besar dan Kuasa. Ilmu-Nya meliputi seluruh alam. Andaikan lautan itu menjadi tinta dan pepohonan itu menjadi pena. Niscaya, habislah lautan itu sebelum ilmu-Nya tertulis meski ditambah beberapa lautan lagi.
Semua manusia paham jika lautan itu sangatlah luas dan dalam. Namun seluas-luasnya lautan tidak ada apa-apanya dengan keluasan ilmu Allah. Oleh karena itu, Allah memberikan perumpaan tersebut, agar manusia mampu berpikir dan mengambil pelajaran dari segala apa yang ada di semesta, tidak terkecuali dengan terciptanya lautan.
Di samping itu, di antara bentuk kasih sayangnya Allah pada manusia adalah, Allah telah menundukkan lautan, sehingga adanya lautan itu bahtera-bahtera dapat berlayar sehingga manusia dapat berkatifitas tidak hanya melewati daratan tapi juga lautan. Tidak hanya itu, Allah juga berikan beragam kenikmatan dengan apa yang ada di dalam lautan. Beragam jenis ikan yang dapat dikonsumsi, beraneka gas alam, serta kekayaan lain yang terkandung di dalamnya.
Saat kita sedang menikmati keindahan lautan, seringkali kita hanya berdecak kagum dengan keindahannya dan lupa dengan penciptanya. Padahal, semestinya dibalik kekaguman itu hendaknya terpantik kesadaran untuk memuji-Nya. Bukankah tanpa kehendak-Nya, lautan itu tidak akan pernah ada? Maka dari itu sebagai orang yang beriman, sudah semestinya untuk selalu mengingat-Nya, kapan pun dan di mana pun berada.
Allah pun memberikan gambaran terjadinya hari akhir. Salah satu tandanya adalah, semua lautan akan meluapkan airnya, bintang gemintang berjatuhan, gunung-gunung berterbangan, gempa di mana-mana. Semua itu adalah gambaran hancurnya semesta kelak serta menegaskan bahwa hanya Dia penguasa hari akhir. Dari lautan kita mendapat banyak pelajaran. Tidak hanya sekedar menikmati keindahan, namun yang terpenting adalah membangun kesadaran ber-Tuhan.
0 notes
alifjatmiko · 4 years
Photo
Tumblr media
0 notes