Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kebangun malam dan tak bisa tidur lagi.
Menyambut kenyataan yg benar benar baru.
Ketidak puasan yg baru.
Kritik kritik hidup yang baru.
Tak bisa aku tidur lagi, meskipun sedang hamil.
Padahal aku tahu ini bisa berpengaruh pada janinku, bukannya aku tak sayang aku memang tidak bisa tidur, nyamuk begitu mengganggu dan begitu juga keresahan keresahanku.
Hamil itu masalah klasik, diinginkan tapi begitu berat dijalani. Kenyataan bahwa dimasa ini tubuh lbh memilih untuk mendukung kehidupan baru ketimbang kebutuhan hidupku sendiri membuat aku merasa dikhianati didepan mata.
Rasanya menyedihkan menjadi yang lemah, selalu meminta bantuan karna kita sendiri sudah kepayahan. Komentar komentar tidak simpatik dari org terdekat bisa jadi pemicu bom kapan saja.
Kadang kita berpikir, "apa kita semembutuhkan itu untuk memiliki manusia baru lagi dimuka bumi ini?". Mengapa memiliki anak seperti keniscayaan yang slalu ada ketika manusia telah menjadi pasangan dan menikah?
Lalu kau akan berkata betapa memalukannya aku karna begitu sering melihatku menjilat ludah sendiri. Tentu saja, seperempat abad aku hidup telah memberi aku pelajaran bahwa harga diri itu kebanyakan hanya menyusahkan.
Aku resah kawan, aku benci kehidupan ini ketika aku ingin membencinya dan tidak puas pada apa yg ku jalani.
Rasanya membingungkan dan membuat perasaan buntu dan frustasi.
Mengapa demikian? Haruskah kujabarkan?
Kupikir tidak. Ya, perasaanku sedang tidak ingin dianalisis. Tidak ada gunanya karna saranmu hanya membuat kau seperti sok tau dan aku tidak akan menerimanya.
Orang yg kubutuhkan untuk berbagi pikiran terlalu pasif. Tidak tau apa motifnya tapi aku seperti mendengar desir pasir yg turun di jam pasir sebelum kesabaran ku benar2 habis.
Aku pikir bekerja sama dan menganggap manusia lain setara adalah dengan terbuka secara pikiran.
Udah ah.
Nyamuknya t*ik.
0 notes
Text
Sampai saat kita sudah tak disanjung lagi, aku harap kita masih punya kaki untuk menjejak.
Manusia, mereka hanya manusia.
Dan kita juga.
0 notes
Text
Semakin dewasa semakin mudah kita melarikan diri dari perasaan perasaan yang kita takutkan.
Lalu dengan itu menyadari betapa pengecutnya aku,
Karna sekarang rasanya aku sulit untuk banyak merasakan apapun lagi.
Seluruh kulit menjadi kapalan, kita akan banyak melakukan sandiwara sandiwara, sangat ahli karna sudah terlalu terbiasa (tapi aku tak pernah terbiasa dgn basa basi 🙄).
Aku tak tahu apa bedanya menjadi dewasa selain menjadi lebih tau tentang hidup saja, tapi tetap saja kadang dan seringnya t i d a k b e r d a y a .
0 notes
Text
Keraguan dan keyakinan
Seperti dua sisi mata koin.
Tak ada pertanyaan (keraguan) tanpa jawaban (keyakinan). Begitupun sebaliknya.
Jika yakin tanpa ada pertanyaan, maka keyakinan buta (yang bodoh). Jika ragu dan tak mendapat jawaban, maka hidupmu adalah kesengsaraan.
Aku tidak mengerti pada orang yg hidup begitu yakin, sedangkan aku tdk bisa berhenti merasa terus sengsara. Terlepas dari itu, aku pikir aku perlu ke psikolog karna aku punya anxiety. Mungkin kami bisa jdi filsuf bersama2.
ja ukA
0 notes
Text
Pasangan adalah cerminan diri.
Ketika dulu aku berpasangan dengan dia, aku terbuka, aku ceria, aku menantang, aku berani, aku vokal.
Ketika aku berpasangan dengan dia, aku tertutup, aku berhati hati, aku menahan diri, aku pasif dan aku pasrah.
Berapa kali tanpa ku sadari aku benci pasanganku hanya untuk melihat kenyataan aku kecewa dan frustasi pada diriku sendiri dan menyadari pasanganku tidak lbh baik dari itu.
?
otekteK
0 notes
Text
Hidup ini aneh.
Menyeruak sesak penyesalan yg tersiakan.
Dengan mata dingin hampa meninggalkan apa yang kita punya.
Kita itu sialan.
Tahun tahun yang dilalui tanpa rasa.
Dan detik detik yang membeku.
Jika ingat, bercucuran air mata membayangkan kenangan indah yg mungkin bisa terjadi.
Mengapa lbh mudah mengingat yg tak kita dapatkan daripada menyayangi yg kita miliki?
Mengapa lebih sulit menerima kenyataan daripada mempertanyakan kekurangan ?
Beberapa kali aku melakukannya, berharap tak lebih dari hiburan, dan lalu tak menghargai yg datang karna aku tak menginginkan.
Betapa itu tidak pantas.
Sering aku merasa jijik pada diriku sendiri.
Tapi aku selalu teringat kisah bapak tua itu, koreng luka akan selalu dibawa. Tidak hanya fisik, tapi juga rasa sakit yg dikenang.
0 notes
Photo
Like a cloud. I am soft. Like bamboo. I bend in the wind. Creeping slow. I’m at peace because I know. It’s okay to be afraid.
16K notes
·
View notes
Text
The most treason of the loved one can do are detain the growth of your individual self and makes u bondaged to them, don't willing you have happiness without the dependency after them.
0 notes
Text
Membuat ingatan baru.
Hari - hari ini terasa benar ada barang yang dipindah. Terasa benar ada yang sudah patut digeser. Terasa benar ada hal lain yang perlu disisihkan..
Ingatan-ingatan lama. Bukan ku pikir, aku pun tak tahu apakah segala ingatan ini layak untuk disebutkan ulang, untuk dikenang. Kalau merasa sekarang mungkin manusia tanpa ingatan juga tak apa. Karna perasaan yang dalam mengetuk dari kotak kaca didasar samudera, jika memang seyogyanya ada. (Mungkin bisa membuatmu teringat film Eternal Sunshine of The Spotless Mind?)
Jadi kembali lagi ke cerita awal, ah aku juga tak mengerti akan menulis apa, karena memang tak ada kerangkanya.
jadi, kembali lagi ke cerita awal tentang..
Membuat ingatan baru.
Aku tak tahu entah sejak kapan aku telah mengunci pikiranku dengan satu nama. Seperti buku yang tak selesai ditulis, seorang pembaca membolak-balik ceritanya tanpa henti, tanpa bosan. Membelai-belai lembaran kosong di akhir seakan bisa tiba-tiba muncul huruf baru. Membawanya kemana-mana. Membicarakannya kemana-mana. Sampai kumal, sampai rusak sebagian. Buku itu seperti legenda. Iya, pembaca itu memang keterlaluan. Sedikit keterlaluan.
Seperti semua pohon teduh yang nyaman dilalui saat berkendara, sore itu aku merasa hangat. Cukup untuk membuat diri ini merasa bangun dari kesunyian diiringi riuhnya kupu-kupu yang terbang. Sore itu, daun-daun dari pohon tua terlihat lebih hijau, seperti tersenyum kembali menjadi benih yang awal tumbuh. Sore itu aku tahu, mungkin kita tidak menyadarinya bahwa kenangan ini akan menjadi kenangan manis. Sore itu setelah banyak aku coba kerjakan sesuatu dalam hubungan ini aku merasa terhargai. Aku menggeser pelan-pelan sendiri lemari lusuh tempat semua buku-buku tua agar yang lain bisa mengisi.
0 notes
Text
Sekotak Pizza Berdua
Kamis sore selepas kerja. ditengah jalan aku menuju lokasi pembelian pizza take away yang tidak jauh dari tempat kerjaku. hujan rintik masih tersisa setelah seharian penuh hujan terus menerus dikota hujan, mendung menggantung, pukul 4 sore benar-benar menjadi muram.
Ku buka kembali ponsel dan melihat kembali posting diskonan khusus hari valentine yang kusimpan di akunku. diskon sebuah pizza box ukuran personal seharga Rp. 20.000,- diskon yang menyayangi kaum khusus yang tak memiliki atau memikirkan satu pasangan terikat untuk diberi coklat, kisah yang sedang didewakan untuk hari ini.
Pizza telah dipesan dan aku langsung berjalan cepat menuju stasiun kereta lokal untuk segera pulang, pizza benar-benar tak menyenangkan untuk dimakan dingin! air hujan semakin deras, akhirnya aku harus meneduh sementara didepan ruko kosong yang sedang tutup, ada bangku kecil panjang sehingga aku bisa duduk didepannya.
15 menit berlalu aku tabah menunggu hujan, seorang anak kecil perempuan berlari menuju tempat ku meneduh, kuyup. dia menyandar diujung kursi tempatku duduk. 5 menit berlalu, dia akhirnya duduk dan menatap ke arahku, aku memalingkan muka ke arah lain, hujan masih saja deras. kenapa aku bisa tahan? tidak, aku tidak sedang bermain hp karena baterainya sudah dibawah 20% dan aku harus memikirkan ketahanannya sampai aku naik kereta nanti.
5 menit berlalu lagi, aku ingin menangis karna pizza ku sudah dingin. aku buka pizzaku dan ku tekan-tekan jariku pada pinggiran rotinya yang sudah membeku seperti mayat yang baru saja dicabut nyawanya. anak kecil menatap kearah hujan, kakinya bergerak kesana kemari sambil sedikit menggigil. aku juga menatap hujan.
Aku berpikir karena gigilan akan mengeluarkan banyak kalori, tubuhnya yang basah dan udara dingin akan membuat tubuhnya bekerja lebih keras untuk mengeluarkan panas tubuh lebih maka dia pasti akan lapar, jadi aku menatapnya. agak lama sampai dia menatapku juga, tapi aku tak tau harus berkata apa jadi aku menatap hujan lagi.
Aku diam, dia juga diam. aku tidak bisa memikirkan aku memakannya sendiri, aku bisa mendengar gigiku mengunyah begitu keras suaranya sampai aku muak sendiri dalam pikiranku.
Ku buka lagi kotak pizzanya, aku menengadah, hujan sudah mulai menyurut, aku hela nafas cukup panjang dan ku palingkan wajahku melihat dia lagi, dia melihatku juga. aku tersenyum kecut. dia diam.
Aku mendekat pizza ku buka, dingin, tidak bernafas, benar-benar seperti mayat. ku bagi dua, aku melihatnya dan tersenyum,"makan berdua yuk!" dia diam, matanya kosong seperti mayat.
2 notes
·
View notes
Quote
Hari berjalan begitu cepat. Nafas tersengal. Mimpi berlari terus tak terkejar. Kata orang di zaman ini kita mudah dapat bahan untuk menjadi orang, tapi juga berlomba dengan lari roda kendaraan besar yang bisa membunuh kapan saja. Tetaplah menjadi diri sendiri. Kalau kau lupa, kau hilang, mati, lenyap, digilas kerumunan.
DH
0 notes
Quote
Aku. Kau biarkan aku menyebut AKU seakan itu milikku sendiri. Tidak aku merampasnya dengan perlakuan paling tidak menyenangkan
DH
0 notes
Text
Apa yang menarik kita?
Aku tidak pernah menjadi realis sebenarnya. Aku selalu menjadi pemimpi. Cahaya gemerlap yang selalu ada setiap aku menutup mata itulah sebenarnya kenyataanku.
Aku ingin melakukan sesuatu setidaknya sebelum mati. Akupun tak mengerti kenapa, karena meski semua arti itu mengambang, pecah dan lalu hancur dalam sekejap dengan pertanyaan, “Buat apppaaaa?!”, aku hanya tetap melakukannya.
Aku bahkan tak terlalu mengerti mengapa beberapa kali aku bilang untuk bertahan kepada diriku sendiri setiap kali pikiran untuk mengakhiri hidup itu muncul. Aku tidak mengerti mengapa aku bilang,”setidaknya bertahan sehari lagi saja..”
Untuk satu kali lagi kesempatan yang telah kuberi pada diriku sendiri, pada kotak kosong yang harus isi, aku hanya ingin memanfaatkan yang ku punya, mengambil yang hanya ku butuhkan dan mengusahakannya sekuat tenaga untuk cahaya gemerlap yang tak henti ku lihat itu.
Aku tak bertanya lagi ini jam berapa, karena perjalanan ini memang tak akan pernah berakhir.
Aku ingin habis hangus dalam peradaban ini. Aku ingin menjadi nama yang memudar. Aku ingin menjadi bayang-bayang yang tak pernah benar-benar dikenal namanya.
0 notes
Text
Api Unggun
Semua orang tahu setiap hari ada hewan - hewan berdarah panas yang berkeliaran dimalam hari, ditengah hutan yang telah mereka hapal sejak lahir. Setiap malam, ketika hanya ada bulu - bulu yang ditinggalkan genetiknya untuk membuat mereka tidak begitu banyak mengeluarkan energi dari apa yang baru saja mereka makan hanya agar mereka tidak menggigil kedinginan. Meski telah diselimuti rapatnya pepohonan, rimbunnya dedaunan yang terus bernafas seperti mendengungkan bahasa bahasa lain yang mereka kenal tapi tidak mereka mengerti, udara dingin tetap berhembus melewati setiap helai bulu.
Itulah mengapa beberapa dari mereka membuat koloni, beberapa yang lain menyendiri bersembunyi. Ancaman bisa saja merambat melalui daun daun yang gemerisik seperti berbicara dibelakang, menggunjingkan, menambah perasaan kesepian.
Lalu jika si penyendiri ini salah melangkah atau kurang berhati hati mungkin nafas yang terus dia hidupi entah karena apa itu berhenti, dan seluruh dunia rasanya akan meratapi kehidupan-kehidupan yang entah kenapa baru merasa berharga tepat ketika mereka telah mati, membuat penyesalan, mencari-cari kesalahan.
Pernah suatu malam Si penyendiri merasakan kehangatan, bukan dari makhluk yang sama dengannya atau dari terangnya rembulan ketika cahayanya serasa menusuki sela sela dedaunan. Dia melihatnya hanya hidup, hangat, dan bercahaya. Makhluk itu mengeluarkan suara gemericik-gemericik seperti terus menggeram menggumamkan kata umpatan seolah dia terpenjara tapi tak bisa melakukan apapun. Si penyendiri melihatnya dari jauh, semakin didekati semakin panas dan tidak nyaman, dan umpatan-umpatan itu juga rasanya tidak perlu banyak didengar. Beberapa makhluk bergerak disekelilingnya seperti menjaga agar dia tidak kabur kemanapun. Mereka tinggi dan bergerak maju dengan dua kaki, seperti pohon-pohon yang berjalan namun tanpa daun daun yang rimbun, dan mereka sangat berisik. Kepada makhluk hangat ini, si penyendiri merasa kasihan.
Duduk bersembunyi dibalik benda berbentuk prisma segiempat yang berjajar menghadap makhluk mempesona itu, sambil merasakan kehangatan tidak biasa yang seperti matahari, dengan setia dia mendengarkan rintih-rintih umpatan yg terdengar samar setiap kali penjaga itu melemparnya dengan sisa batang pohon.
Dia ingin menghitung masa, tapi dia tidak mengerti dan dia juga tidak pernah peduli, hanya baru kali ini ketika fragmen-fragmen itu terasa berharga yang rasanya perlu dibungkus dan dibawa kemanapun dia pergi. Sayangnya ketika itu, dia hanya bisa merasakan kenyataan dari apa yang didapatnya.
Malam perlahan semakin hening, para penjaga tidak lagi begitu berisik, dan mereka menghilang satu persatu kedalam benda prisma segiempat. Si penyendiri masih setia menemani makhluk itu yang dengan tenang meliuk sambil memercik sedikit-sedikit. Seperti perlahan mulai kehilangan nyawa, hangatnya menurun dan si penyendiri mulai menghampiri, umpatannya tidak begitu banyak terdengar lagi. Si penyendiri membisik, "Maaf aku tak bisa banyak membantumu".
Dia menciumi tanah hitam yang terasa hangat, ah betapa dia merasa makhluk ini sangat berharga.
"Aku akan disini dulu sebentar menemani, sampai kau merasa kuat lagi dan bisa melarikan diri sebelum para penjaga itu keluar dan memukulmu dengan sisa pohon lagi", lalu dia merasa makhluk itu tersenyum seperti menjawab apapun yang dia katakan, hangat masih terus memancar mengenainya sampai ke ujung kaki. Si penyendiri tidak merasa lemah malam itu, tidak perlu mencari sudut-sudut gelap yang tersembunyi hanya agar bisa beristirahat dengan tenang. Rasanya dia bisa hidup selamanya dengan perasaan aman ini, "Bagaimana aku bisa menemukan matahari di dingin dan gelapnya malam hari?" pikirnya, "Aku benar-benar beruntung, dia benar-benar mengagumkan".
Esok hari ketika dingin benar-benar terasa menusuk dia baru menyadari bahwa makhluk itu sudah tidak ada lagi, hidungnya mencium bau embun yang segar, tapi bukan perasaan hangat dan terang makhluk itu. Dia mengitar-ngitari bekas tempat makhluk itu sebelumnya berada, tanah yang hitam itu telah menjadi basah. Dia melolong ketika telah memastikan makhluk itu benar-benar tidak ada, tanpa jejak, tanpa dia sama sekali tau kapan dan bagaimana dia beranjak.
"Jika memang dia benar-benar pergi tanpa memberitahuku, bagaimana bisa?Apakah itu benar? tapi apa tanah yang menghitam ini? Apakah dia kehabisan nyawa dan aku tak tahu sama sekali?”, dia melolong, melolong, melolong lagi dan lagi, sambil terus mengitari gundukan tanah hitam yang basah itu.
Tubuhnya terpelanting, tanpa dia sadari para penjaga sudah ada disekitarnya, dan salah satu kaki penjaga itu menubruknya serta merta, beberapa batu mengenai tubuhnya. Dia masih kebingungan, para penjaga membuat suara berisik yang memekakkan telinga, dia pergi berlari dengan perasaan panik dan tidak mengerti. Sampai sejauh dimana dia tidak mendengar suara berisik para penjaga itu lagi, dia mulai melambatkan larinya dan berjalan gontai. "Mungkin malam nanti aku bisa melihatnya lagi ditempat yang sama", pikirnya dan mulai mencari buah buah beri untuk dimakannya hari ini.
Di hari hari selanjutnya dia mengunjungi tempat itu beberapa kali diwaktu yang sama, tapi makhluk itu tak pernah muncul lagi. "Aku pikir dia abadi, ketika aku menyentuh perasaannya untuk pertama kali, perasaan itu seperti jatuh memenuhiku".
Si penyendiri tidak lagi membicarakan soal itu pada pohon pohon tempat biasa dia berteduh, tidak lagi mencoba mengingat percikan umpatan yang membuat malam itu menjadi ramai, atau warna liukan makhluk hangat yang seperti tersenyum tapi terus merasa resah itu. Hanya setiap kali malam terasa lebih dingin atau kaki kecil nya terasa lebih berat dia tahu, bahwa dulu pernah ada yg begitu hangat yang memberinya banyak alasan, sekaligus juga pernah ada harapan untuk langkah yang lebih ringan.
0 notes