Tumgik
hahahihinotes ¡ 2 years
Quote
Not everyone can become a great artist (writer), but a great artist (writer) can come from anywhere.
Ratatouille (2007), Film
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Quote
Saat kamu menyuruh seseorang menunggu, selalu ada kutukan yang tersembunyi: Kamu, sebagai orang yang mengatakannya, lupa cara mendatangi orang lain. Lalu, orang yang disuruh menunggu lupa caranya pergi.
“Kokdu: Season of Deity” (episode 5), K-Drama
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Quote
Tak semua cinta harus jadi nyata. Terkadang kita juga lebih suka memikirkan cinta yang semacam itu (cinta yang tak nyata). Tapi jika jadi nyata, orang yang paling kita sukai tiba-tiba jadi gangguan terbesar dalam hidup kita.
“Interest of Love” (episode 16), K-Drama
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Text
Kupu-Kupu dan Rajutan
“Mau membuat apa?” Tanya ibu. Tampaknya ibu mulai penasaran. Hari ini aku menemukan barang lamaku, alat rajut dan benangnya. Sempat aku gemar merajut pada saat tinggal di asrama dulu. Memang menyenangkan rupanya. Ketagihan! Haha. Dulu, merajut diperuntukkan bagi santri peserta ekstrakulikuler handicraft. Meskipun aku bukan bagian dari peserta, tapi teman seasramaku yang baik hati bersedia mengajariku tata cara merajut. Jadi, sedikitnya sekarang masih ingat dasar-dasarnya, meski samar-samar. Sangat samar hingga perlu bantuan Youtube “How to crochet for beginner” haha. 
“Enggak tahu bu, gimana jadinya aja.” Ya, aku merajut tanpa tujuan. Entah akan kujadikan apa benarng-benang cantik ini. Meski begitu, aku menikmati. Setiap juluran benang yang kukaitkan pada simpul benang lainnya, betapa indah dan terasa menyenangkan. Padahal, dulu, aku sangat anti merajut--tepatnya anti melakukan sesuatu jika tanpa tujuan. Tetapi kini, meski tak tahu apa jadinya, aku sangat menikmati setiap langkahnya. Tenang rasanya.
Hidupku sekarang bagai benang rajut ini. Entah akan jadi apa, entah bagaimana kedepannya, aku hanya perlu melalui apa yang harus kulalui, aku hanya perlu menghadapi apa yang menjadi rintangku. Mungkin akan berat, mungkin juga akan ringan seringan sayap laron yang sekali dihempas berhamburan. Tetapi tetap saja, bagaimanapun hidup harus menyenangkan dan membahagiakan. 
Sudah lama, mungkin sejak dua atau tiga tahun kebelakang aku hidup tanpa perencanaan. Anehnya aku tidak cemas, malah hidup terasa semakin menyenangkan. Tidak ada target tertentu. Meski terkadang terbesit ‘aku ingin A aku ingin menjadi B’ tetapi hanya kilasan yang kemudian terlupakan. 
Mungkin bagi sebagian orang hidup tanpa perencanaan sepertiku terlihat buruk. Tetapi bagi kupu-kupu yang baru mampu terbang, itu sudah menjadi sebuah pencapaian. Pencapaian yang mungkin hanya dapat dilihat dan dirasakan oleh kupu-kupunya itu sendiri. 
Meski tanpa perencanaan hidup yang jelas, aku tidak mengabaikan hal-hal yang harus kulakukan. Aku tidak meninggalkan apa yang perlu kukerjakan. Aku tidak melupakan apa-apa yang perlu kuingat juga. Aku hanya melepaskan segala sesuatu yang tidak perlu. Aku hanya membiarkan pergi apapun yang membuatku sedih dan tertekan agar aku bisa menjadi kupu-kupu yang mampu menggunakan sayapnya. Terbang.
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Text
Acceptance
Mungkin tidak sekarang. Mungkin esok hari atau satu bulan kemudian. Atau mungkin sepuluh tahun kemudian. Yang jelas banyak hal-hal yang tidak bisa kukisahkan sekarang. Nanti, dan kau cukup menanti saja. Jika sudah siap akan kukisahkan semua yang ingin kau ketahui. 
‘Biar waktu yang menjawab’. Kalimat klise tetapi dalam maknanya. Dan baru kupahami makna kalimat tersebut setelah peristiwa ini. Barangkali nanti, jika aku sudah siap berkisah, takkan lagi ada tekanan ketika menuturkannya. Tetapi kini, mungkin aku lebih memilih untuk menghilang dari alam semesta daripada harus menuturkan kekelaman yang entah kapan akan bertemu cahaya.
Semuanya, mengenai kegagalan dan penolakan. Mengenai keputusan yang berakhir pada keputusasaan. Semuanya takkan dapat kau mengerti kecuali kau mengalami hal serupa. Bukan, maksudku bukan peristiwanya, tetapi perasaannya. Karena terkadang, peristiwa yang terjadi boleh sama, tetapi perasaan si penyintas belum tentu serupa. Kau sendiri juga lebih paham bahwa perasaan manusia itu rumit. 
Kukira, aku akan siap menuturkan kisah itu ketika keadaanku sudah lebih baik (?) Namun entahlah, sudah kukatakan bahwa ‘biar waktu yang menjawab’ dan kau cukup menunggu. Lagipula takkan terasa. Belakangan ini waktu berlari lebih cepat. Dan semakin cepat waktu berlalu, maka semakin cepat penderitaan ini sirna. Jadi, jangan pernah memaksaku untuk mengisahkan kepiluan ini, dan tunggu saja semuanya berakhir.
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Photo
Tumblr media
‘Good Boys Doing Feminism’ book review~
‘Good Boys Doing Feminism’ itu judul buku yang sedang aku baca--iya, jadi belum selesai baca, tapi udah gak sabar pengen review wkwk. Btw ini buku udah aku beli pas akhir tahun 2020. Itu saat-saat aku lagi sangat tertarik dengan hal berbau feminisme. Kenapa aku baru baca dan berencana menyelesaikan buku itu sekarang? Karena dulu aku nggak paham isinya lol. Meskipun aku tertarik dengan isu-isu feminisme, tapi ketika tersaji sebuah literatur tentang hal itu--atau tentang apapun itu--aku nggak ngerti :( Iya, jadi dulu kemampuan literasi aku tuh minus banget, karena jarang baca. Soalnya dulu aku pikir membaca itu adalah hal yang membosankan--apalagi baca artikel jurnal dan sejenisnya. Dulu aku cuma suka buku dan gak suka baca, tapi seiring berjalannya waktu--awalnya karena terpaksa supaya bisa ngisi tugas-tugas matkul--aku rasa kemampuan literasiku meningkat.
Buku ‘Good Boys Doing Feminism’ itu berisi kumpulan artikel yang ditulis oleh Nur Hasyim dalam rentang waktu 12 tahun, yang isinya tuh kurang lebih tentang perjalanan penulis untuk menjadi laki-laki pro perempuan.
Aku baru baca dua bab sih, tapi udah dapet banyak banget insight. Seperti misalnya banyak hal di sekitar kita yang nggak kita sadari mengenai hubungan kehidupan antara laki-laki dan perempuan. Seperti misalnya, patriarki (sistem sosial yang menempatkan laki-laki lebih unggul daripada perempuan) yang memberikan banyak keuntungan bagi laki-laki juga ternyata memberikan banyak kerugian bukan hanya bagi perempuan tetapi juga bagi laki-laki. Dengan adanya sistem patriarki, laki-laki selalu dituntut untuk menjadi laki-laki ideal--seperti laki-laki harus kuat, laki-laki tidak boleh menangis, dll. Dengan tuntutan tersebut laki-laki sangat mungkin untuk merasa tertekan. Bahkan menurut survei, persentase angka kematian laki-laki yang bunuh diri itu lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Boleh jadi banyaknya laki-laki yang memutuskan bunuh diri itu merasa tertekan oleh berbagai tuntutan untuk menjadi laki-laki ideal.
Dalam buku juga disebutkan bahwa patriarki juga mengakibatkan banyaknya laki-laki yang terlibat dalam kasus kekerasan maupun kejahatan dalam berbagai aspek--baik kejahatan di publik maupun domestik. Hal tersebut membangun citra laki-laki yang sedemikian rupa di masyarakat--padahal kan nggak semua laki-laki jahat, banyak juga laki-laki yang baik dan anti-kekerasan. Tetapi ini semua karena resiko sistem patriarki, ya jadinya begini :(
Sedikit cerita. Setiap pulang malam kalau naik angkutan umum-angkot--aku selalu merasa khawatir kalau penumpangnya kebanyakan laki-laki, apalagi kalau penumpangnya aku (yang perempuan) sendirian. Aku memikirkan berbagai skenario buruk yang kiranya bakal dilakukan para laki-laki tersebut kepadaku, apalagi tidak jarang kasus rudapaksa yang terjadi di angkutan umum. Aku selalu menyiapkan pulpen kosong dengan tutup terbuka yang kugenggam erat di tangan untuk berjaga-jaga jika saja di antara mereka ada yang melakukan perbuatan jahat kepadaku, maka akan langsung kutusuk dengan pulpen tersebut.
Tetapi berbeda jika penumpangnya kebanyakan perempuan, aku merasa lebih tenang, tidak pernah berpikiran buruk sejauh yang kupikirkan jika naik angkutan umum dengan banyak penumpang laki-laki. Padahal boleh jadi diantara perempuan-perempuan tersebut yang hendak berbuat jahat dan sebagainya. Dan boleh jadi semua laki-laki yang bersamaku di angkutan umum itu adalah orang-orang baik. Ya, itu terjadi karena aku telah termakan sistem, sistem patriarki.
Dalam diskusi kelas, pernah ada kawanku yang bertanya, mengapa sekarang kebanyakan pelaku kejahatan itu perempuan? Atau perempuan dijadikan alat untuk berbuat kejahatan. Pertanyaan itu mengingatkanku pada film ‘Sayap-Sayap Patah’ dimana seorang wanita dijadikan alat oleh seorang teroris (laki-laki) untuk melakukan bom bunuh diri.
Lalu, sekitar 3-4 lalu, ada kasus percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang wanita yang mengaku gila di angkutan umum. Kebetulan perstiwa ini terjadi di dekat daerah tempat tinggalku. Dan ternyata setelah pelaku tertangkap, ternyata ada orang di belakang pelaku wanita tersebut yang merupakan seorang laki-laki.
Mengapa demikian semua itu ramai dewasa ini? Karena (kemungkinan) perempuan memiliki citra yang lebih baik (seperti lembut dan bebas kekerasan jika dibandingkan dengan laki-laki) di masyarakat, sehingga perempuan minim dicurigai. Maka, hal itu semacam memberi kesempatan bagi para laki-laki yang hendak melakukan kejahatan untuk menggunaka perempuan sebagai alat atau perantara.
Begitulah kira-kira patriarti bekerja di masyarakat.
Isu mengenai kesetaraan gender selalu menjadi pembahasan menarik.
Mungkin sekian reviewku tentang buku ‘Good Boys Doing Feminism’. Oya, karena belum selesai kubaca, mungkin akan ada review susulan (?)
Terima kasih yang sudah menyempatkan membaca hingga akhir.
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Text
Cinta ≠ Birahi
Beberapa hari yang lalu aku baru saja menyelesaikan novel “Cinta itu Luka” karya Eka Kurniawan. Hmm, bagiku atau bagi siapapun yang semula penikmat novel yang bernuansa Islami, mungkin novel tersebut akan terasa sedikit vulgar, karena ada beberapa adegan yang hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah (menurut kepercayaan Islam). Meskipun begitu, aku dapat banyak insight dari novel tersebut. Aku suka gaya penulis menyampaikan ceritanya, sarkas. Akupun cukup menikmatinya. 
Lucunya, dari novel yang menurutku vulgar tersebut aku malah jadi paham alasan agama Islam menganjurkan konsep ta’arruf dalam perkenalan antar pria dan wanita yang hendak menjalin hubungan. Selain itu, aku yang semula berpikir bahwa perjodohan dalam pernikahan itu adalah hal yang kurang manusiawi, kini jadi berpikir bahwa perjodohan itu secara logika lebih baik daripada memilih pasangan sendiri (?)
Aku dulu sempat berpikir bahwa orang zaman dahulu atau mungkin orang masa kini yang menjalani proses pernikahan melalui perjdohan pasti akan menjadi pasangan yang tidak bahagia seumur pernikahannya, karena pernikahannya tidak didasari dengan perasaan cinta. Namun, ternyata aku salah menilai. Mereka yang kemudian menikah melalui jalan perjodohan juga bisa mencapai rumah tangga yang bahagia. Semisal sebelum menikah kedua belah pihak tidak saling mengenal sama sekali, tetapi seiring berjalannya waktu, jika kedua belah pihak saling menerima, saling memperlakukan layaknya manusia memperlakukan manusia, saling memberi kasih sayang, dan belajar saling memahami, maka rasa cinta yang semula tidak ada diantara keduanya akan timbul dengan sendirinya. Berlaku juga bagi dua manusia yang mulanya saling mencintai tetapi kemudian keduanya tidak melakukan hal-hal baik di diatas, maka seiring berjalannya waktu, kebencian akan timbul. Karena begitulah sifat hati manusia--mudah berubah. Sehingga tidak sedikit orang yang pernikahnnya diawali dengan rasa cinta, tetapi ketika melangsungkan rumah tangga, mereka tidak mampu menjalaninya dengan baik dan kemudian memutuskan untuk berpisah karena mereka rasa sudah tak mampu untuk hidup bersama.
Dan yang belakangan aku baru pahami dan sadari adalah bahwa hubungan seksual itu tidak selalu dapat dilakukan karena adanya rasa cinta, melainkan atas dasar suka sama suka, mau sama mau, atau biasanya disebut dengan consent--persetujuan. Sehingga orang yang tidak saling mencintai pun dapat melakukannya. Jika hubungan seksual hanya dapat dilakukan karena adanya rasa saling mencintai, maka takkan ada pegawai seks komersial (PSK) dan bahkan yang kini populer adalah friends with benefit (FWB). Kemudian, tidak akan ada juga yang namanya marital rape (pemerkosaan dalam pernikahan). Ahh, lagi pula cinta itu tidaklah sama dengan birahi. Temanku pernah berkata “tubuh manusia itu sebenarnya menjijikan, kamu tidak akan pernah bisa melakukan ‘hal semacam itu’ jika tidak mencapai tingkatan birahi yang tinggi.” “jika manusia sedang dalam keadaan sadar (tidak birahi) mereka pasti akan berpikir bahwa ‘hal semacam itu’ adalah hal yang menjijikan.”--jika dipikir lebih jauh memang benar perkataannya, bahwa tubuh manusia itu menjijikan, mungkin seproporsional apapun tubuh seseorang, tubuh tetaplah tubuh, seonggok daging yang menjijikan (sekalipun terbalut kulit). Maka dari itu tubuh perlu ditutupi dengan pakaian.
Jika flashback ke zaman dulu, kebanyakan perkawinan didasarkan atas alasan politik atau bisnis--mungkin sekarang juga hal itu masih berlaku. Hmm sepertinya zaman dahulu perasaan pribadi itu sangat dikesampingkan ya. Meskipun begitu, mereka berhasil memiliki anak dan rumah tangganya juga tidak sedikit yang berlangsung dengan baik dan langgeng. Mengagumkan. 
Jika saja hubungan seksual hanya dapat dilakukan dengan adanya rasa cinta, maka mereka yang menikah melalui perjodohan atau yang dalam rumah tangganya tidak ada cinta, kemungkinan tidak akan pernah memiliki keturunan.
Kira-kira begitulah cara kerja hidup yang menghadirkan bermacam kejutan, yang salah satunya adalah tentang cinta dan benci.
Sekian random thought hari ini.
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Quote
Faktor jarak dan waktu sudah membebaskan saya dari beban masa lalu
“Pelurusan Sejarah Indonesia” Book by : Asvi Warman Adam
0 notes
hahahihinotes ¡ 2 years
Text
We’re Important
Dulu sempat aku curhat sama teman dekatku “Aku ingin jadi seorang penulis dan kelak kalau aku jadi penulis aku akan menyisipkan sepenggal kisahku di dalam karya tersebut.” Kalian tahu apa yang ia katakan? “Memang kamu sehebat apa? Memang kamu sepenting apa?” Mungkin kalimat itu terdengar sepele, tapi bagiku yang baru saja berbagi impian dengannya, kalimat itu terdengar agak tajam di telingaku.
Akupun memikirkan kalimat itu hingga sampai di kesimpulan “Oh ya, aku ini bukan siapa-siapa, aku memang bukan orang penting, aku bukan orang hebat yang telah mengukir prestasi di sana-sini, dan aku bukan orang yang telah berjasa atas banyak orang.” Hingga semakin hari kesimpulan itu semakin mengerucut menjadi “AKU TIDAK BERGUNA.” yang berujung pada keinginan untuk mengakhiri semuanya, karena apa gunanya hidup jika tak berguna? Cuma ngaheurinan (bikin sempit) muka bumi. And mental illness detected.
Tiga kalimat itu terus bersarang di kepalaku untuk beberapa waktu (yang menurutku tidak sebentar). Mengurung diri di kamar, enggan berbicara dengan siapapun yang menyebabkan memburuknya hubunganku dengan manusia lain (dengan orang-orang rumah khususnya). Menangis? Sudah barang tentu, tetapi tiap kali ibu datang dan masuk ke kamarku, aku selalu berpura-pura tertidur. Rasanya malas mengerjakan segala hal dan tidak ada gairah hidup sama sekali. Keluar kamar hanya untuk makan, mandi, dan melaksanakan kewajiban (shalat maksudku). Rasanya gelap sekali masa depanku. Aku sudah tak berharap banyak pada hidup ini dan telah memikirkan banyak cara untuk mengakhiri perjalanan usia ini. Namun, aku masih sempat memikirkan “kalau suicide takut masuk neraka.” 
Perasaan AKU TIDAK BERGUNA juga dipicu oleh postingan-postingan kawanku yang menunjukkan berbagai percapaian dengan wajahnya terpancar kebahagiaan dan bayangan masa depan yang cerah. Sementara aku hanya bisa memandang layar ponsel menjadi seorang penonton yang tidak bisa (?), atau tidak mau (?) melakukan apa-apa. Arrgghh what a suck this life!
Singkat cerita, entah kapan (aku benar-benar lupa) aku mulai membaik, dan entah apa (aku juga lupa) yang menjadikan keadaanku membaik. Tetapi yang jelas kini aku merasa bersyukur masih bisa bertahan dan tidak berlaku gegabah saat itu.
Yang kuingat adalah bahwa aku bisa bertahan dan kembali merasa berguna karena aku mulai sedikit demi sedikit menghargai sekecil apapun pencapaianku. Contohnya seperti, aku  merasa senang karena mulai bisa makan dengan teratur layaknya orang normal. Pokoknya sekecil apapun pencapaian atau pekerjaan yang berhasil kulakukan, aku akan menghargainya. Seperti misalnya, aku berhasil membantu ibu memasak. Kegiatan menolong atau membantu orang lain merupakan hal yang bermanfaat. Maka artinya aku telah menjadi orang yang memberi manfaat pada orang lain, aku telah berguna bagi orang lain. Dan aku merasa masih pantas untuk hidup dan berpijak di muka bumi ini. Semakin banyak pencapaian atau pekerjaan-pekerjaan kecil yang kuapresiasi, maka semakin terisi tangki kebahagiaanku. Dengan itu aku merasa hidup kembali.
Dahulu ketika aku masih di asrama, ketika pemilihan pengurus organisasi santri, guru pembimbingku selalu mengatakan “Jika kalian menganggap diri kalian sebagai orang yang penting, maka kalian adalah orang yang penting.” Aku yang sedikit lambat (lemot) ini baru menyadari betapa menghiburnya dan menyembuhkannya kalimat itu ketika kita merasa bukan siapa-siapa dan ketika kita merasa bukan orang yang berguna.
Kembali ke awal mengenai cita-citaku yang sempat kubagikan pada kawanku itu. Mungkin dahulu aku belum bisa menjawabnya dengan baik. Tetapi kini mungkin aku bisa melakukannya, dan aku hanya ingin mengatakan (semoga teman yang kumaksud menyempatkan diri atau kebetulan membaca sepenggal jawaban ini) bahwa semua orang adalah orang penting. Semua kisah mengenai perjalanan hidup seseorang itu pantas didengar karena selalu ada pelajaran atau hikmah yang dapat diambil. Siapapun ia, ia adalah orang yang hebat karena telah mampu menghadapi berbagai hiruk pikuk dunia ini.
Ada satu hal yang memperkuat pendapatku mengenai pentingnya semua orang (terlepas dari siapapun ia). Baru-baru ini aku dapat mata kuliah Sejarah Lisan (salah satu cabang ilmu sejarah). Tujuan adanya sejarah lisan adalah untuk merekam jejak perjalanan kehidupan manusia yang tidak sempat terekam oleh dokumen (yang identik dengan tulisan). Biasanya perjalanan hidup orang yang terekam oleh dokumen (khususnya pada zaman dahulu) merupakan perjalanan hidup orang-orang besar, seperti pemimpin dari suatu komunitas manusia dan orang-orang yang masyhur atau dikenal banyak orang (yang biasanya mereka berasal dari kalangan bangsawan, karena pada zaman dahulu orang-orang yang mampu baca tulis hanyalah kalangan bangsawan dan sebagainya). Sehingga dokumen umumnya tidak (atau jarang sekali) menampung berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan rakyat jelata. Maka salah satu jalannya adalah menggunakan wawancara dan membiarkan mereka yang rekam jejak kehidupannya tidak tercatat di dokumen untuk memaparkan apa yang telah mereka alami, apa yang telah mereka lihat, apa yang telah mereka dengar, dan apa yang telah mereka rasakan.
Rakyat jelata juga manusia yang menjadi komponen hadirnya suatu peradaban. Masalah seberapa hebat perjalanan hidup seseorang, bagiku hal itu relatif. Belum tentu orang-orang besar lebih hebat perjalanan hidupnya, mana tahu orang yang terlihat remeh memiliki perjalanan hidup yang lebih mengagumkan. 
Kesimpulannya adalah, jangan pernah merasa tidak berguna. Ketika kita masih diberi kesempatan hidup, maka Tuhan percaya pada kita bahwa kita masih mampu bermanfaat dan berguna bagi diri kita sendiri bahkan bagi banyak orang. Untuk meminimalisir perasaan AKU TIDAK BERGUNA itu dapat dilakukan dengan menghargai sekecil apapun hal baik yang telah kita lakukan, agar kita merasa lebih berharga dan pantas untuk berada di sekitar oranng-orang, khususnya orang yang kita sayangi.
1 note ¡ View note