Tumgik
Tumblr media
486 notes · View notes
Alternative to platonic love
Aristotelian Love – Your partner completes you.
Newtonian Love – There’s a strong attraction between your bodies.
Freudian Love – They’re the partner of your dreams.
Lacanian Love – You want them to want you.
Foucauldian Love – You like to discipline and punish.
Hegelian Love – There’s this whole master-slave dynamic.
Shakespearean Love – Sometimes you pretend to be other people in bed.
Joycean Love – Sometimes you see other people.
Arthurian Love – One partner is married.
Schrödingerian Love – On the verge of collapse.
Heisenbergian Love – Moving fast but you don’t know where it’s going.
Heideggerian Love – When you can’t be without your partner.
Homeric Love – You’re cousins.
Lovecraftian Love – Horrible and indescribable.
4K notes · View notes
Apa yang Diinginkan Paman Sam (Noam Chomsky, 1992).
Noam Chomsky membedah dominasi Amerika Serikat terhadap dunia dalam karyanya Apa yang diinginkan Paman Sam (1992). Karya ini terangkum dalam satu jilid buku “How the world Works”. Dalam tulisannya ini, Chomsky menyederhanakan persoalan yang begitu kompleks sehingga analisisnya begitu ringan dan mudah dipahami.
Sejarah mencatat belum ada suatu kekuasaan yang dapat mendominasi dunia selain Amerika Serikat. Bahkan kekuasaan imperium Makedonia yang membentang dari laut Lonia hingga pegunungan Himalaya itu tidak seberapa dibanding dengan dominasi AS pada abad ke-20 hingga sekarang. Secara harfiah, teritori AS hanyalah sebagian belahan benua Amerika Utara (tidak termasuk Meksiko dan Kanada), tetapi ia menguasai 50% kekayaan dunia dan mengontrol dua sisi dari kedua samudra. Bahkan pada saat Perang Dunia II teritori AS tidak pernah mendapatkan serangan dari pihak lawan. AS telah menjadi kekuatan ekonomi yang dominan walaupun 20 tahun terakhir ini ekonomi AS relatif mundur. Tetapi tak dapat dipungkiri, secara mutlak kekuatan militer AS tidak dapat tertandingi.
Pasca Perang Dunia II AS memetakan dunia dengan sebuah rancangan Grand Area yaitu wilayah yang harus tunduk dan menopang perekonomian AS. Grand Area ini termasuk belahan bumi bagian bagian barat yaitu Eropa Barat, Timur jauh bekas imperium Britania, Timur tengah sebagai sumber energi, negara-negara Dunia Ketiga yang penuh akan sumber daya dan bahan mentah, wilayah Indochina atau jika itu memungkinkan, seluruh penjuru bumi. Semua wilayah memiliki fungsi spesifik masing-masing, yaitu wilayah jangkauan pasar AS atau wilayah eksploitasi sumber daya yang dibutuhkan.
Dominasi AS terhadap dunia merupakan pembenaran dari peristiwa Perang Dingin. Melalui Perang Dingin, AS memiliki dalih untuk mengontrol dan menjalankan perang terhadap negara-negara dunia ketiga serta mengendalikan sekutunya di Eropa Barat. Sedangkan Perang Dingin bagi Uni Soviet ialah kesempatan untuk menjaga pengaruh imperiumnya pada negara-negara satelitnya.
Chomsky dalam tulisannya ini menyinggung mengenai era tahun 1970an yang ketika dunia bergeser ke dalam situasi tripolarism atau dunia tiga sisi yaitu blok ekonomi yang mendominasi dunia.  Blok pertama ialah Jepang dengan berbasis Yen sebagai sentral beserta bekas koloni-koloni Jepang (Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya). Konflik AS dengan Jepang timbul ketika Jepang ingin menggunakan kontrol yang sama dengan AS di wilayah Grand Area. Namun, setelah Jepang porak poranda akibat Perang, AS merekonstruksi kawasan Asia. Jepang tetap mengeksploitasi kawasan Asia tetapi tetap termuat dalam lingkup dominasi AS. Blok kedua ialah Eropa Barat dengan Jerman sebagai Basis perdagangan. Dengan jumlah penduduk yang banyak dan terdidik, Blok Eropa menjadi kompetitor AS yang cukup kuat. Blok ketiga ialah Amerika Serikat sebagai sentral dengan berbasis Dolar. Blok ini meliputi Kanada, Meksiko, kawasan Amerika Latin, dan sebagian dari Asia Tenggara.
Dari pembacaan saya, AS memiliki beberapa pendekatan agar dapat mendominasi tatanan global. Pertama, AS menjalin kerja sama dengan penguasa tinggi sayap kanan negara-negara ataupun pihak-pihak yang bersengketa (pemberontak atau gengster) yang termuat dalam racangan Grand Area. Peran intelijen militer dan keterlibatan mafia kriminal sangatlah efektif untuk operasi intelijen di Amerika Latin dan wilayah lainnya. Tercatat beberapa nama para penguasa yang menyokong kepentingan AS, seperti Samoza di Nikaragua, Manuel Noriega di Panama, Duvalier di Haiti, Trujillo di Republik Dominika, Ferdinand Marcos di Filipina, Soeharto di Indonesia, Ceausescu di Romania, dsb. AS merestorasi tatanan dunia menjadi wilayah yang kondusif akan dominasi bisnis, pro-investasi, dan hancurnya gerakan buruh yang kian terpecah belah.
[ AS senantiasa menjalin hubungan erat dengan militer negara lain, lantaran itu merupakan salah satu cara menumbangkan pemerintahan yang keluar jalur. (1992: 27) ]
Ada beberapa pemerintahan yang digulingkan dengan sokongan AS yaitu Iran 1953, Guatemala 1954, Republik Dominika 1963 dan 1965, Brasil 1964, Indonesia 1965, Cile pada 1973, dan di wilayah-wilayah lainnya. AS menghancurkan demokrasi di negara-negara tersebut karena tidak adanya iklim kondusif bagi AS untuk menjalankan kepentingannya. Ada juga kasus dimana AS memasok senjata kepada gerakan-gerakan kudeta di dunia, seperti aliran senjata CIA ke Rezim Khoemeni melalui Israel. Motif diplomasi AS ini ialah untuk merestorasi aturan-aturan yang berlaku dibawah Shah.
[ Saya kira, dari kacamata hukum, ada kasus yang sangat solid untuk mendakwa setiap presiden Amerika sejak Perang dunia kedua bertanggung jawab atas berbagai peristiwa berdarah di seantero dunia. Mereka semua merupakan penjahat perang atau setidaknya terlibat dalam kejahatan perang yang serius. (1992: 28) ]
Maka dari itu AS menekankan keberadaan kelompok-kelompok fasis untuk membungkam pihak-pihak yang kontra terhadap kepentingannya, seperti serombongan gengster sepanjang Amerika Latin. Gengster ini tidak hanya berperan sebagai ‘perampok orang-orang miskin’ tetapi juga membungkam pergerakan mereka.
Kedua, dalam mempertahankan dominasi global, AS tak kadang melakukan intervensi persoalan dalam negeri wilayah-wilayah yang temuat dalam Grand Area yang tak kadang juga menggunakan kontrol dan represi. Chomsky menjelaskan yang menjadi ancaman bagi AS ialah gerakan nasionalisme atau ultranasionalism dan gerakan anti-fasis yang independen. Ultranasionalism merupakan penghambat bagi AS untuk menjalankan kepentingan-kepentingannya di negara dunia ketiga. Teori domino merupakan analogi yang paling cocok untuk merefleksikan kondisi seperti ini. Sebab jika suatu wilayah yang termuat dalam Grand Area menggapai kekuasaan yang independen akan mempengaruhi wilayah-wilayah lain disekitarnya. Maka dari itu, AS akan bergegas membasmi ultranasionalism dengan melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung. Seperti Perang Vietnam 1954, Penyaliban Gerakan Kerakyatan di El Salvador 1970an, konfrontasi AS terhadap gerakan Sandanista di Nikaragua, dsb.
[ Terkadang digunakan cara-cara kekerasan yang ekstrem, tetapi pada saat lain tekanan dilakukan dengan cara-cara yang lebih lunak, seperti mengganti hasil pemiihan umum dan menimbun persediaan pangan sehingga terjadi krisis pangan. ]
Ketiga, cara yang paling ampuh yang digunakan AS ialah melalui kerangka hukum dan politik pada rezim internasional. AS merupakan negara adikuasa dan memiliki hak veto dalam menyusun kebijakan-kebijakan dalam PBB. Kebijakan institusi-institusi ekonomi internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, G8, dsb tidak dapat terlepas dari kepentingan-kepentingan AS. Melalui institusi-institusi tersebut sangat efektif dalam menciptakan iklim kondusif dalam ekspansi modal-modal besar AS maupun sekutunya.
Perang Perbatasan Afrika Selatan dan Namibia pada tahun 1960-an dianggap tindakan ilegal oleh Mahkamah Internasional dan PBB, tetapi AS melakukan ‘diplomasi tenang’ atau ‘keterlibatan konstruktif’ selama bertahun-tahun. AS memfasilitasi penyelesaian masalah secara damai yang berat sebelah dan memberikan keuntungan lebih banyak kepada Afrika Selatan. Hal ini kemudiannya mendatangkan keuntungan bagi kepentingan bisnis internasional bagi AS. AS juga tak kadang memblokade kebijakan-kebijakan perdamaian PBB di Timur Tengah. Contoh konkretnya ialah konfrensi Internasional dan pengakuan atas hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Konfrensi tersebut disetujui oleh 144 negara berbanding 2 (AS dan Israel).
Dengan IMF, institusi yang menyediakan dana untuk negara mana yang ingin meminjam dana mensyaratkan adanya ‘liberalisasi’ pada penetrasi modal asing, pengurangan layanan sosial untuk masyarakat, dsb. sehingga menciptakan ranah yang sangat menguntungkan bagi investor-investor besar AS dan sekutunya.
Kondisi seperti itu memungkinkan terciptanya pasar yang belum dijangkau kini dapat dijamah AS. Misalnya, pada tahun 1994 AS menciptakan ranah perdagangan bebas NAFTA (North America Free Trade Area) dengan tidak adanya hambatan atau tarif dalam ekspansi modal dan terciptanya pasar-pasar baru. Hal ini memicu terjadinya perlawanan dari gerakan Zapatista yang menolak proyek neoliberalisme tersebut. Dalam konflik AS dengan gerakan rakyat Sandinista di Nikaragua, AS mendesakkan tekanan dahsyat yang memaksa Bank Dunia dan Bank Pembangunan Inter-Amerika untuk menghentikan proyek dan bantuan untuk Nikaragua.
Dari pembacaan saya akan buku ini, saya menarik sebuah kesimpukan mengenai bagaimana AS manjalankan dominasinya, bahwa setiap kebijakan luar negerinya ia memiliki motif tertentu yang melatarbelakanginya: kepentingan-kepentingan yang dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya, baik menggunakan kekuatan, kontrol maupun cara-cara ‘cantik’ melalui kerangka politik dan hukum internasional. Apa yang kiranya dipaparkan Chomsky dalam bukunya ialah bukan sekedar serentetan peristiwa masa lalu saja. AS hingga sekarang masih menjalankan dominasinya terhadap dunia.
0 notes
Tumblr media
Era after era.
0 notes
Resume Buku Peradaban dan Kekecewaan Manusia (Freud, 1930)
“Bisa dikatakan bahwa niat membuat manusia “bahagia” tidak pernah masuk dalam rancangan penciptaan jagat”
-          Sigmund Freud
Civilisation (n). Human society with its well developed social organizations, or the culture and way of life of society or country at a particular period in time. (Cambridge Dictionary).
Melihat salah satu definisi peradaban (Civilisation) dari Cambridge Dictionary, mungkin kita telah dapat menandai garis besar dari penjelasan mengenai peradaban. Peradaban selalu ditandai dengan adanya kemajuan akal budi (logos) manusia, seperti pola-pola teratur interaksi manusia, kemutakhiran teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan, seluruh bentuk institusi yang semakin kompleks, moralitas, perkembangan tata pemenuhan kebutuhan manusia (ekonomis maupun psikis), dan lain sebagainya. Semuanya merupakan elemen-elemen pembentuk peradaban hari ini. Melalui peradaban, manusia lah yang menjadi makhluk jinak pertama di bumi ini dan yang membedakannya dari sekedar hominid pada perkembangan awalnya.
Kebahagiaan dan Penderitaan
Freud telah menyinggung  ̶ bahwa apa yang paling manusia dambakan adalah mencapai kebahagiaan  ̶ meskipun kebahagiaan merupakan hal yang kadar subjektivitasnya begitu tinggi dan sangat bergantung bagaimana peradaban mengonstruksinya.
Menurutnya, sumber penderitaan datang dari tiga arah. Sumber penderitaan yang pertama berasal dari dalam diri sendiri, yang dengan sendirinya akan menjadi rapuh dan mati sebab secara alamiah manusia memiliki ketangguhan yang sangat terbatas. Yang kedua adalah dari dunia luar (alam) yang dengan ganasnya dapat menghancurkan manusia sekejap tanpa adanya belas kasihan. Dan yang terakhir adalah dari relasi antar manusia itu sendiri (peradaban). Ia berpendapat bahwa kita cenderung menganggap sumber yang terakhir itu adalah yang paling menyakitkan sebab kita akan senantiasa berpendapat bahwa itu hanyalah ketidaksengajaan dan kebetulan, ataupun bahkan menganggap hal itu memang sebagaimana adanya.
Mengenai kebahagiaan, dalam artian sempit, ia timbul dari pemuasan terhadap kebutuhan atau keinginan lama yang tak terpenuhi dan mencapai intensitas yang besar. Manusia diatur oleh program kerja eros (pleasure principle) untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan, tetapi sepertinya program tersebut tak akan pernah berjalan sesuai sebab sangat berlawanan dengan segala yang ada (realitas). Insting yang mendapatkan ruang untuk pemuasannya akan berbuah menjadi kebahagiaan, dan ia akan menjadi penderitaan ketika otoritas luar tak membiarkan insting mendapat kepuasan. Maka dari itu, manusia cenderung membatasi pengungkapan dan pengejawantahan dari semesta instingtualnya.
Setidaknya ada beberapa opsi dalam mencari celah kepuasan di tengah tuntutan-tuntutan peradaban: deseksualisasi (sublimasi) energi kepada kesibukan minat atau kerja estetis dan intelektual, segala perangkat pemuasan pengganti,  dan penggunaan bahan-bahan intoksikasi (memabukkan).
Semesta insting: Eros dan Thanatos
Dalam menggapai kepuasan  ̶ selain eros ̶ ada bentuk insting yang lain, yaitu insting maut atau thanatos. Keduanya sama-sama bekerja mecari celah kepuasan tetapi pada alur yang berbeda. Jika eros bersifat mempertahankan substansi organik dan mengakumulasinya, maka thanatos bersifat menghancurkan dan berusaha menggapai substansinya yang inorganik. Perbedaan antara substansi organik dan inorganik ini tetap berangkat pada muara dan berusaha mencapai tujuan yang sama: kepuasan.
Thanatos adalah dorongan-dorongan dalam diri untuk kembali ke rahim ibu dengan kekekalan yang utuh dan lestari. Ketika dalam kehidupan yang penuh penderitaan, tak ada atau hanya sedikit kesempatan bagi eros untuk merealisasikan dirinya, maka agresi ataupun mati adalah salah satu opsi kepuasan.
Hipotesis Freud mengenai thanatos bahwa tak kadang insting ini menjadi terarah ke dunia luar dan menampakkan dirinya sebagai insting agresi dan bersifat destruktif. Thanatos dapat melebur bersama eros dengan ditandai bahwa seseorang harus menghancurkan sesuatu, baik hidup ataupun tidak, agar ia tidak menghancurkan dirinya sendiri.
Freud mengindikasikannya pada binatang yang insting inorganiknya (thanatos) memang sulit dideteksi atau mungkin perkembangan ilmu pengetahuan kita belum dapat menjelaskannya. Namun, ia menjelaskan lebih dalam mengenai sadisme dan masokhisme dalam kehidupan erotis manusia.
Kita dapat mengidentifikasi sadisme sebagai kasus dimana eros dan thanatos beriringan dan mengarah ke dunia luar atau objek seksual. Sedangkan mashokisme juga memiliki pengertian yang sama tetapi mengarah ke dalam diri atau subjeknya.
Asal Usul Peradaban
Peradaban adalah sesuatu yang membedakan manusia dari spesies lainnya. Ia telah menjinakkan manusia dengan menuntut segala kepatuhan, keindahan, kebersihan, kedisiplinan, dan ketertiban. Ia adalah sesuatu yang berkenan dengan hubungan sosial antar manusia.
Freud menekankan bahwa dalam mengetahui perkembangan peradaban, kita dapat melihatnya pada ranah individu dalam perkembangannya menuju kedewasaan.
Kita bisa melacak asal usul peradaban pada awalnya bagaimana timbulnya tuntutan-tuntutan dalam kehidupan bersama (alturistik). Tepatnya ketika dalam suatu entitas (keluarga, marga, atau komune) mulai tercipta persatuan antar individu yang kemudian memiliki kekuatan atau otoritas yang lebih ketimbang individu tunggal. Dengan terciptanya entitas ini, pemuasan insting individu kini telah dibatasi sebab ia berhadapan dengan kekuatan yang lebih besar ketimbang ia. Setiap individu kini memiliki tanggungjawab dan mulai melepaskan segala kepentingan dalam memenuhi semesta instingtualnya.
Freud awalnya menjelaskan pengekangan hasrat seksual manusia oleh peradaban. Seksualitas telah ditabukan dengan segala bentuk-bentuk larangan dan hanya ditujukan sekedar kepentingan reproduksi. Tabu seksualitas itu sendiri berbentuk seperti incest, homoseksual, poligami maupun poliandri dan lain sebagainya dan kewajiban untuk hexogami dan heteroseksual. Hal-hal itu kembali berdasarkan bagaimana setiap peradaban memerlakukan individunya.
Peradaban telah menstandarisasi kehidupan seksual untuk menciptakan adanya kesamaan identik dalam pemenuhanan hasrat seksual tanpa mempedulikan sifat bawaan dan struktur mental individu. Ia telah mengambil banyak energi dari insting seksual dan menjadikannya sebagai organ yang paling pasif dan mati. Jika saja seksualitas tak memiliki fungsi reproduksi, maka tak ada lagi sepetak ruang dalam peradaban baginya.
Ada lagi yang dituntut oleh peradaban: cinta terhadapnya dan persamaan identitas. Mengapa peradaban menuntut kedua hal tersebut? sebab dari dalam diri manusia juga terdapat insting agresi yang tak kadang mengarah ke luar. Freud menggambarkan bahwa manusia bukanlah makhluk yang baik hati dan bersahabat, melainkan ia juga melihat segala sesuatu yang hidup maupun mati itu sebagai kesempatan mengekspresikan insting agresinya (thanatos) yang mengarah ke dunia luar.
Maka dari itu, peradaban akan selalu menuntut adanya cinta individu yang universal untuk menciptakan adanya kesamaan identitas dalam hidup bersama dan mengikatnya dalam suatu ikatan libido yang manifes (kebudayaan, suku, ras, negara). Insting destruktif itu dikembalikan kepada ego dan disublimasi sehingga tercipta hambatan demi hambatan dalam pengekpresiannya.
Kita mungkin telah dapat menarik sebuah konklusi ̶ bahwa sudah menjadi hal yang pasti ̶ peradaban tak akan mengalami sebuah perkembangan tanpa adanya segala bentuk pengekangan dan sublimasi insting pada individu. Pengekangan oleh peradaban inilah yang mendominasi seluruh bidang dalam hubungan sosial.
Rasa Bersalah dan Superego
Dalam buku ini tidak sedikit juga menyinggung soal rasa bersalah. Mengapa sang individu merasa bersalah atau yang disebut kaum relijius sebagai berdosa? Freud sama sekali tidak puas jika jawabannya adalah sang individu telah melakukan perbuatan yang dianggap sebagai ‘jelek’. Sebab rasa bersalah itu sendiri bukan hanya menyoal perbuatan saja tetapi juga niat akan melakukannya. Orang-orang saleh tentu akan tetap merasa bersalah jika ia sekedar berniat tanpa sempat melakukannya.
Asal usul rasa bersalah ̶  yang di rujuk Freud ̶ adalah karena ketakutan sang individu akan kehilangan cinta dan perlindungan atas otoritas luar. Lalu mengapa perbuatan dapat disetarakan dengan niat? Sebab otoritas luar itu sendiri tidak hanya berada ‘di luar’ individu, tetapi juga telah terinternalisasi dan menjadi Superego di dalam diri. Superego inilah yang berperan sebagai pengadilan yang bengis dalam diri setiap individu pada ranah kesadaran dan bahkan ketidaksadarannya.
Superego dalam mengadili individu, mendapatkan agresivitas dari energi insting agresi individu yang sebelumnya ingin mengarah ke dunia luar, tetapi kemudian diserap oleh superego, yang kemudian berbalik arah ke individu itu sendiri. Ia telah mengintegral di setiap relung dalam diri individu. Maka dari itu ̶ subjek yang dikatakan ‘normal’ oleh peradaban ̶ insting agresi individu selalu dalam keadaan terkekang, baik dari dalam maupun dari luar.
Mungkin tulisan ini terlalu singkat untuk merangkum pembahasan Freud yang begitu kompleks. Namun dalam buku ini, setidaknya kita dapat menggarisbawahi, bahwa penderitaan-penderitaan yang dihasilkan oleh peradaban tentunya tetap dapat dikurangi atau setidaknya diringankan.
Setalah membaca buku ini ̶  mungkin  ̶  Rene Descartes dengan cogito ergo sum-nya kita bisa sebut hanyalah salah satu pembenaran dari setiap penindasan insting. Dongeng sebelum tidur mengenai makhluk yang dengan akal budinya adalah otonom dari segala bentuk ketidaksadarannya adalah kebohongan besar, dan Freud adalah salah satu yang membuktikan kebohongan itu. Peradaban pada taraf apapun itu, walau dengan kesahihan logos-nya, tetap tidak dapat membunuh semesta insting manusia.
Tumblr media
Judul : Peradaban dan Kekecewaan Manusia
Penulis : Sigmund Freud
Penerbit : Pustaka Pelajar, 2007.
Tebal : 142 Halaman
0 notes