it is difficult to be patient but to waste the rewards for patience is worse
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kenapa kita mudah menyerah daripada berserah?

Kenapa kau lebih mudah menyerah atas beberapa upaya besar yang gagal; harapan yang tidak jadi nyata; dan mimpi-mimpi yang mustahil terwujud.
Kenapa kau lebih memilih membesarkan rasa takut, daripada meluaskan baik sangka. Lalu menjatuhkan diri ke dalam lubang gelap bernama menyerah itu. Kau lebih memilih menyendiri dan berbalik arah—daripada berlari dan berserah pada Allah.
Ketika jalan itu buntu, cahaya harapan padam dan mimpi itu seakan sukar di jangkau...mengapa kau lebih memilih menyerah daripada berserah?
Padahal, Allah adalah Tuhan kita yang Maha kuasa, penulis takdir terbaik dan sebaik-baiknya penolong. Tetapi kau lebih sering mengandalkan diri sendiri daripada memohon pertolongan pada Allah.
Jalan yang buntu itu, tidak selamanya akan tertutup.
Langit yang gelap itu, tidak selamanya akan gulita.
Dalam kesempitan, ada keimanan yang di uji.
Dalam kegelapan, ada kesabaran yang di tempa.
Dan dalam segala kesulitan, selalu ada pengingat besar yang berharga.. bahwa kita ini hanyalah seorang hamba yang berjalan di atas garis takdir-Nya dan kita sungguh tidak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya. Jangan menyerah ya!
Sepucuk harapan, 16 Juni 2025 17.21 wita
250 notes
·
View notes
Text
Agar Kamu Tidak Bersedih
Ternyata di Qur'an tuh banyak banget kalimat-kalimat yang "aneh" dalam artian, "pasti ada maksudnya nih, ini mah bukan buatan manusia."
Jadi tadi aku notice potongan ayat, bagus banget.
"— karena itu Allah menimpakan kepadamu kesedihan demi kesedihan, agar kamu tidak bersedih hati (lagi) terhadap apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpamu—"
Respons pertama saat baca kalimatnya adalah: Hah? 😧 Bentar.. nggak salah nih? Kesedihan demi kesedihan supaya nggak sedih? Hah? Gimana ceritanya? Memang istilah bahasa Arab yang dipakainya apa?
Ternyata untuk kesedihan demi kesedihan diksinya tuh "غَمًّا بِۢغَمٍّ" , sementara untuk bersedih hati pakai diksi "تَحْزَنُوْا". Berarti ada kesedihan yang berbeda kan?
Apa perbedaan antara: الحزن (al-huzn), الغمّ (al-ghamm), dan الهمّ (al-hamm)?
Huzn (الحزن) berkaitan dengan hal-hal yang telah berlalu (masa lalu).
Ghamm (الغمّ) berkaitan dengan hal-hal yang sedang terjadi (masa kini).
Hamm (الهمّ) berkaitan dengan hal-hal yang akan datang (masa depan).
Secara literal, "غَمّ" berarti menutupi, menyelubungi, atau menekan. Dalam konteks emosional, "ghamm" menggambarkan perasaan yang menutupi hati seseorang dengan beban berat.
Di ayat lain, "غَمّ" juga berarti awan/kabut yang meliputi. Cukup masuk akal, ketika di dalamnya kita jadi tidak dapat melihat ke depan maupun ke belakang. Di ayat lainnya lagi, bentuknya "غُمَّةً" artinya dirahasiakan. Masuk akal juga, karena ketika kita mengalaminya, kita nggak pengen dunia tau apa yang terjadi pada kita. Kita akan merahasiakannya serapat mungkin and act like everything is fine.
Aku menemukan bahwa "غَمّ" digunakan di 4 cerita di dalam Qur'an:
Nabi Musa setelah membunuh seseorang secara tidak sengaja dan menyadari dampak serius dari tindakannya yaitu menjadi buronan dan menghadapi risiko yang besar serta konsekuensi yang mungkin timbul.
Nabi Yunus setelah menyadari bahwa meninggalkan misi dakwah dan melarikan diri dari tanggung jawabnya telah menyebabkan dirinya berada dalam situasi yang sangat sulit, yaitu dalam perut ikan. Perasaannya mencekam dan tertekan akibat kesadaran atas kelalaian dan dampaknya terhadap tugas yang diberikan Allah.
Pasukan pemanah Uhud yang meninggalkan posisi mereka di medan perang Uhud menyadari bahwa ketidakdisiplinan mereka menyebabkan kekalahan yang fatal bagi seluruh pasukan dan mereka cemas terhadap hasil dari tindakan mereka.
Penghuni neraka yang merasakan cambuk dari besi dan berusaha keluar dari siksaan neraka.
Ada pola menarik dalam penggunaan ghamm di 4 cerita itu:
Semua terjadi karena kesalahan manusia itu sendiri (baik disengaja atau tidak). Jadi ghamm datang sebagai wake-up call dari Allah setelah tindakan yang membawa konsekuensi nyata. Kayak.. membangkitkan rasa fatal.
Gham muncul saat sadar akan akibatnya. Ghamm lebih dari sedih atau takut biasa, yang muncul karena "aku melakukan sesuatu, dan sekarang aku harus menanggungnya". Berarti ghamm hanya dapat terjadi pada orang yang taklif dan memahami konsekuensi atau hukum sebab-akibat.
Gham membuka jalan untuk reframing, taubat, dan perubahan (kecuali yang di neraka). Musa dan Yunus segera memohon ampun dan berdoa. Pasukan Uhud menerima koreksi dan pelajaran keras dari Allah. Bahkan penghuni neraka ingin keluar, tapi sudah terlambat.
Gham adalah kemurahan Allah sebelum hukuman akhir. Allah izinkan ghamm menimpa seseorang agar ia tidak terus terbuai, agar hatinya mencicipi "penyempitan" sebelum terlambat. Tapi jika tidak direspons dengan sadar dan taubat, barulah ia bisa berujung pada hukuman.
Jadi bayangin, ghamm itu kayak, "damn moment" yang rembetan konsekuensinya gede dan fatal.
"Gue udah ngelakuin ini, dan sekarang semuanya runtuh."
"Gue sadar banget salahnya, tapi gue juga belum tau harus gimana."
"Ini bukan sekadar sedih. Ini dada gue sempit, kalut, gelap, dan berat."
"Gue menyesal, tapi ga ada waktu untuk menyesal di tengah-tengah himpitan ini."
Dia beda dari Huzn (sedih karena masa lalu) yang lebih lembut, reflektif. Dan beda juga dari Hamm (cemas akan masa depan) yang lebih ngawang, belum terjadi. Tapi dia bisa jadi adalah gabungan dari Huzn dan Hamm 🤯
Terus gimana ceritanya ghamm dapat mencegah huzn?
Jawabannya satu kalimat: luka lama dilampaui oleh luka kini. Sejujurnya meringis sih pas ngetiknya, kayak.. tega banget 😅 tapi dipikir-pikir cukup masuk akal.
Allah menggantikan luka yang membeku dengan luka yang bergerak. Huzn membuat kita stuck, menyesal, menoleh ke belakang, dan menyalahkan diri, sementara Gham membuat kita sadar, bangkit, bergerak, bertahan, dan berserah. Allah lebih memilih menimpakan kesedihan yang "aktif" agar kita selamat dari kesedihan yang "membeku."
Menariknya, Menurut Lazarus & Folkman, coping dibagi dua:
Problem-focused coping: usaha menyelesaikan masalah.
Emotion-focused coping: usaha mengelola perasaan.
Kalau huzn mungkin fokusnya di emosi dan masih punya keluangan mental dan waktu untuk mendalami rasa sesal. Kalau ghamm benar-benar harus switch ke problem focused coping. Jadi, kesedihan baru (ghamm) yang mengharuskan seseorang bergerak, ternyata bisa mengaktifkan mekanisme coping yang sebelumnya tidak muncul saat larut dalam huzn.
Selain itu, dalam psikologi kognitif, ada konsep Cognitive Load Theory yang menyatakan bahwa otak manusia hanya mampu memproses sejumlah informasi atau emosi secara bersamaan. Dalam tekanan yang aktual dan mendesak (ghamm), otak akan secara otomatis mengalihkan sumber daya mentalnya ke situasi itu. Alhasil, grief (huzn) yang tadinya mendominasi bakal terdorong ke latar belakang karena otak sedang sibuk survive di "sekarang". Kayak.. untuk bersedih pun tidak sempat.
Tapi, karena Allah Maha Mengetahui cara jiwa bekerja lebih dari siapa pun, maka penempaan jiwa melalui penimpaan ghamm itu hakikatnya adalah penyelamatan. Allah mungkin nggak serta merta hapus luka dalam waktu cepat secara ajaib. Allah lebih pilih menempa kita, saking bangga dan percayanya Dia, bahwa kita bisa lebih kuat. Dan akan ada saatnya "ketenangan" Dia turunkan sebagai imbalan, di kondisi kita yang semakin pantas untuk menerima ketenangan itu.
— Giza, masih terus mencoba melakukan pendekatan lewat jalur apapun. Mungkin pendekatannya selama ini ada aja yang keliru, tapi bisa dianulir seiring bertambahnya iman dan ilmu.
614 notes
·
View notes
Text

Mengilhami Keikhlasan dan Mengamini setiap Takdir
“Allah akan iya, ketika engkau sudah ikhlas pada semua yang tidak” - Cak Nun
Ketika engkau tidak lagi menggenggam dengan cemas, melainkan melepaskan dengan ridha. Saat itulah, langit mendekat dan bumi menjadi teduh.
Cak Nun mengingatkan kita bahwa kadang “iya”-Nya Allah tak muncul saat kita sedang ngotot, tapi saat kita tunduk dan berkata: “Jika bukan ini yang terbaik, aku pun siap dituntun ke yang lebih hakiki.”
Dalam penolakan, dalam kehilangan, dalam kegagalan—di situlah Allah sedang mengasah ruh kita untuk mengenal makna cinta yang sejati: cinta tanpa syarat, pasrah yang tidak pasif, tapi penuh iman.
Barangkali yang sekarang tertutup bukanlah pintu, melainkan mata hati kita. Dan ikhlas itu bukan menyerah, melainkan mempercayakan kendali pada Dia yang lebih tahu arah. Sebab jalan Tuhan seringkali terlihat sunyi, tapi justru di sanalah damai abadi bersembunyi.
Ketika ikhlas sudah sepenuhnya hadir pada semua yang “tidak”, di situlah semesta mulai mengamini doamu yang diam-diam dipeluk langit. Satu per satu, "iya" akan datang—bukan karena kau memaksa, tapi karena ikhlasmu mengetuk pintu-pintu arasy-Nya.
Sebab Allah tak pernah menjauh, hanya menunggu kau benar-benar pulang. Dan dalam pulang itu, tak ada yang lebih suci dari hati yang mengilhami keikhlasan dan mengamini setiap takdir,
Maka sekali lagi, biarlah nasehat Cak Nun ini meneduhkan langkahmu: “Allah akan iya, ketika engkau sudah ikhlas pada semua yang tidak.” Dan itu cukup, lebih dari cukup, untuk terus berjalan.
-Kaderiyen || Yogyakarta, April 2025
520 notes
·
View notes
Text
"Dek, hidup itu adalah proses perjalanan panjang untuk menemukan niat yang hakiki. Bersabarlah. Pada ketidaksempurnaan saat ini, kelak akan kamu temukan kebenaran yang semestinya."
Begitu kiranya nasihat yang saya titipkan pada salah satu adik binaan saya yang datang dengan keluh kesahnya perihal rasa hampa pada amal-amalnya.
Hidup itu adalah proses perjalanan panjang untuk menemukan niat yang hakiki.
Budaya diri itu tidak tercipta seketika. Ada proses panjang yang harus dilalui. Ibarat pahatan yang berkelas, ia terbentuk dari ide, niat yang tulus, kemauan yang hebat, konsistensi dan persistensi untuk meramu hasil terbaik. Yang harus kita tahu, bahwa untuk meraihnya itu semua butuh waktu.
Maka dari itu, untuk memulai langkah yang hebat tidak apa jika kita belum mampu sepenuhnya menyerahkan hanya kepada Allah. Mungkin tadinya karena dipaksa, merasa tidak enak pada lingkungan orang-orang taat mau nggak mau ikut-ikutan, dan lain sebagainya.
Yang terpenting dari itu adalah kita sadar bahwa amalan yang kita upayakan itu, yang masih tertatih kita upayakan itu, memang belum sempurna, tetapi kita punya keinginan untuk terus memperbaikinya. Mulai dari awalnya, lalu pada pertengahannya dan menjaga konsistensi niat kita kepada Allah hingga penghujungnya.
Kemauan untuk terus megoreksi diri itu adalah hal yang mahal. Ia tidak akan hadir jika Allah tidak memberikan hidayah dan taufiq-Nya, maka dari itu sikap terbaik dalam menyambut kebaikan Allah itu adalah dengan menjaga dan mengupayakannya dengan maksimal.
Sehingga nanti dipenghujung pada pencarian itu akan kita sadari bahwa hanya dan untuk Allah-lah amalan-amalan ini mestinya tertuju, bukan untuk apa dan sesiapa selain-Nya. Semoga Allah memberikan kita semua kekuatan dan kemauan untuk terus belajar, menjadi hamba terbaik dalam menjemput ridho-Nya.
Aamiin yaa Rabbal 'alamin.
132 notes
·
View notes
Text
Setiap hari adalah belajar. Belajar ketika ada suatu hal yang menyenangkan hati, pun ketika ada suatu hal yang membuat sesak di dada.
Iya, setiap hal membawa pelajaran bagi siapa saja yang mau mengambil hikmah di baliknya. Karena sesungguhnya Allah menghadirkan suatu perkara di dalam hidup kita bukan tanpa sebab. Namun karena ada hikmah di dalamnya yang dapat dipetik dan dijadikan pelajaran hidup.
Sungguh, siapa saja yang mengambil hikmah dalam setiap perkara hidupnya, maka niscaya ketenangan akan senantiasa menyertai. Sebab ia tahu bahwa semua sudah menjadi bagian dari skenario dari Rabb pemilik alam semesta. Masyaallah
43 notes
·
View notes
Text
Menjalani kehidupan tidak selamanya baik baik saja. Didalam menjalaninya, selalu saja ada hal yang begitu tidak mengenakkan.
Tentang semua hal yang membuatmu menangis. Tentang semua hal yang membuatmu kecewa. Dan tentang semua hal yang menjadikanmu patah berkali-kali.
Tetaplah kuat. Karena memang banyak kejadian berjalan tidak sesuai prediksi kita. Kejadian selalu memberikan suprisenya sendiri.
Hidup yang kamu jalani, yang kita jalani sudah mentakdirkan setiap momen setiap kejadian adalah proses pendewasaan kita.
Terlepas bagaimana kita merayakan itu semua.
73 notes
·
View notes
Text
Kalo perjalananmu mudah, semua orang bisa jadi kamu. Justru karena perjalananmu tidak mudah Allah percaya cuma kamu yg bisa menghadapinya..
156 notes
·
View notes
Text
#selfreminder
Untukmu diri,
Sering-seringlah bertanya apa kabar imanmu?
Pernahkah begitu nelangsa terbangun di kala adzan shubuh sudah berkumandang. Hilang sudah kesempatan untuk tunduk sujud bermesraan di sepertiga malam.
Kemudian, tergesa-gesa membersihkan diri untuk menuju masjid. Sesampainya di sana, iqamah pun sudah selesai dikumandangkan. Hampir saja menjadi masbuk, dan tentu saja dua rakaat sebelum shubuh hanya menjadi angan. Hilang sudah kesempatan memiliki dunia dan seisinya.
Pernah tidak begitu sebal karena lupa menyempatkan diri untuk menunaikan shalat dhuha di sela-sela aktivitas kerja. Atau benar-benar tidak memiliki kesempatan, karena sebuah perjalanan jauh, terjebak macet, atau terjebak di dalam sebuah meeting di pagi hari. Hilang sudah makna menjemput rezeki yang sesungguhnya.
Pernah tidak begitu malu di kala mengajak teman-teman untuk pergi ke kantin, demi untuk memenuhi keinginan perut. Sudah waktunya makan siang. Tapi, beberapa orang menolak dengan sopan karena sedang berpuasa sunnah. Sedangkan kamu sendiri sampai lupa hari, ini rabu atau kamis. Mereka lebih memilih mengisi jam istirahat bertadarus menggenapi onedayonejuz.
Kemudian, jum'at ke jum'at selalu terlewati begitu saja tanpa Al-kahfi, tanpa shalawat. Begitu merasa nelangsa melihat orang lain selalu bisa menyempatkan waktu untuk berlomba-lomba menambah pundi-pundi kebaikan.
Padahal satu harinya sama 24 jam. Pun sama dengan kesibukannya. Pun sama nikmat sehatnya. Dan dirimu bertanya-tanya, sebenarnya apa yang membuat jadi berbeda?
Keberkahan waktu.
Dan perasaan nikmat beribadah kepada-Mu.
Pernahkah senelangsa itu harimu? atau rasanya biasa saja, tidak merasa rugi apa-apa.
Untukmu diri,
Sering-seringlah menanyakan apa kabar imanmu?
Sepanjang waktu, agar tidak semakin jauh dirimu tertinggal.
@quotezie
1K notes
·
View notes
Text
Buat Kita yang Hidupnya Lagi Ada Aja Ujiannya
"Orang yang tumbuh dalam keadaan serba mudah", nasihat Ibnu Qayyim suatu hari, "ia tak akan merasakan apa yang dihadapi oleh mereka yang terbiasa dengan ujian."
Orang yang biasa nyaman, kena masalah ringan rasanya terombang-ambing. Orang yang sudah biasa, ya sudah terbiasa.
Ini bukan tentang cari-cari masalah. Jangan berharap dapat ujian. Itu yang Rasul ajarkan.
Tapi, hakikatnya hidup ini adalah gelombang ujian demi ujian. Allah ciptakan seperti itu, justru agar kita bertumbuh dan makin kuat. Allah menyayangi kita dengan menguatkan kita; lewat diuji.
Orang yang sudah biasa menjalani hidup yang penuh tantangan; ia lebih cermat, hidupnya dinamis, dan ia belajar dari pengalamannya.
Dan berpindahlah kita dari mentalitas berbunyi "kenapa aku yang diuji?", menjadi mentalitas: "apa yang Allah ingin ku pelajari dari ujian ini?"
—ceritaedgar, Founder Gen Saladin
355 notes
·
View notes
Text
Bertumbuh🍃
Setiap hari usia kita terus berkurang, tetapi jiwa kita terus bertumbuh. Di tempa oleh berbagai ujian hidup dan ragam takdir yang menghampiri.
Pada satu titik di tengah perputaran waktu. Kita menyaksikan dan menyadari, bahwa diri kita hari ini bukanlah diri kita di masa lalu lagi.
Bertumbuh mendewasa telah mengubah banyak hal dalam perspektif kita dan mengajarkan kita agar lebih mudah menerima kenyataan, lebih pandai mensyukuri apa yang telah Allah berikan dan tidak terlalu banyak komentar atau berkeluh kesah terhadap apa-apa yang tidak sesuai dengan harapan kita.
Tidak segala rencana akan terwujud sama persis. Tidak semua harapan selalu menjadi kenyataan. Tetapi di tengah kepahitan mendewasa yang ditelan, selalu lebih banyak nikmat Tuhan untuk diingat dan disyukuri.
Konon, kehidupan dewasa ini pun tidak lagi seramai masa remaja. Pun corak warnanya tidak lagi penuh warna-warni dan diiringi oleh berjuta rasa. Hanya ada sedikit teman dekat yang masih kita tahu kabarnya, hanya ada satu dua warna yang kita ingin lihat sehari-hari (warna langit pagi yang cerah dan gemerlap bintang sebagai penawar lelah) dan hanya satu dua rasa yang paling kita cari-cari; yaitu rasa tenang dan rasa cukup dalam menjalani kehidupan ini.
Oktober yang hujan, 10 2024 15.31 wita
117 notes
·
View notes
Text
Seringkali, air mata itu lebih menenangkan daripada dunia yang kita harapkan, jatuhnya ia ke bawah seperti membawa beban yang tidak bisa dilihat. Barangkali, yang sebenarnya kita butuhkan hari ini adalah air mata.
Dariku, yang ingin merasa lebih dekat dengan Tuhanku, di waktu antara malam dan pagi. Menceritakan segala hal tentang dunia yang becanda dan manusia yang seringkali mengingkari.
Selega itu ternyata.
414 notes
·
View notes
Text
Di balik setiap yang tertunda, perpisahan, dn setiap hati yang patah, pasti ada kebaikan di sana. Lelah? Capek? Sama, semua orang pasti merasakan itu.
Yang membedakannya hanya rasa bersandarmu pada Allah dan prasangka baikmu pada-Nya.
Setiap kita ada lelahnya masing-masing, ada istirahatnya masing-masing, begitu pula lika-liku hidup yang pasti berbeda. Yang membuat kita sama adalah rasa percaya kita pada Tuhan yang mengatur alam semesta, dan yang membedakan kita dengan yang lainnya adalah kita menyandarkan segala urusan ini pada pemilik takdir.
Jika sandaran kita pada Tuhan pemilik hidup dan mati, bukankah itu sudah cukup? Sebab Dia mustahil menelantarkan kita, membiarkan kita begitu saja, Dia pasti tau jalan dan alur terbaik untuk kita.
Semangat ya, gapapa, semua ada waktunya kok :')
Kuningan, 7 September 2024
@jndmmsyhd
343 notes
·
View notes
Text
Maka, Aku Ridho
Dalam kajiannya, Hubabah ummu zain Al-Junaid mengatakan bahwa “salah satu kebiasaan perempuan-perempuan di tarim ketika mendidik anaknya ialah mengajarkan ;
رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ
pada kalimat pertama yang harus ia ajarkan untuk diucapkan anaknya”
رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ
“Aku ridho Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasulku”.
Aku terdiam, kepalaku mendongak menatap wajahnya dengan menelaah segala hal yang beliau ucapkan dengan harapan tidak ada yang tertinggal satu kalimat pun dari beliau.
Tauhid ..
iya, Poin dari semua hal yang beliau sampaikan ialah memperkuat pondasi tauhid .
Karna memang benar, semakin aku mempelajari kehidupan ini, semakin dibenturkannya dengan segala hal yang membentuk keridhoan.
Allah beri penundaan doa, aku belajar ridho atas kehendak-Nya dalam mengabulkan doaku .
Allah beri aku rasa kehilangan, duka, luka dan kecewa, aku belajar ridho bahwa memang sedari awal semua itu hanya sesuatu hal yang dititipkan-Nya kepadaku.
Pun hari itu aku putuskan ..
Yaa Rabbku, alih-alih mengomentari, kini aku sedang berusaha meminta dan menerima. Sekalipun hal2 yg datang diluar pinta. Izinkan aku menilainya sebagai perlindungan dari hal-hal yang menyakitkan.
Karna untuk seluruh yang hilang telah aku ikhlaskan, seluruh yang rumit telah aku relakan . Segala yang telah membebani telah aku lepaskan. Segala yang pergi tak kan ku tahan .
Lalu, takdir mana yang harus aku perdebatkan ? Jika sesungguhnya segala ketentuan hanya milik-Mu .
248 notes
·
View notes
Text
"Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya".
(QS. An-Najm: 39)
Ikhtiar itu lebih penting daripada hasil. Maka berjuang itu lebih penting daripada berhasil. Maka berusaha itu lebih penting daripada sukses.
Hasil itu memang datang dari pertolongan Allah dari arah yg tidak disangka-sangka dan kita harus yakin bahwa pertolonga Allah itu dekat.
Kota Bogor, 07 Mei 2024
200 notes
·
View notes
Text
Kalau kita lelah mengikhtiarkan sesuatu; capek karena terkadang yang kita harapkan belum juga menemukan titik terangnya. Mungkin.. kita sedang diingatkan agar berdoa, meminta, dan memperbanyak sujud pada-Nya
Semoga kita tidak lupa, sebesar apapun usaha kita, sesungguhnya tiada kekuatan dan kebesaran lain, selain Ia—Pencipta
Pena Imaji
529 notes
·
View notes
Text
Kalau dapet ujian, resapi benar-benar perasaan beratnya, sakitnya, ga enaknya. Supaya saat ujiannya selesai, kita sadar betapa mahalnya nikmat yang Allah berikan, yang mungkin selama ini kita take for granted.
415 notes
·
View notes
Text
Kamu tahu? Sederas-derasnya hujan yang ditunggu-tunggu, daun yang basah itu tetap saja akan merindukan matahari yang terik, untuk mengeringkan dan menghangatkannya.
Pun juga dengan kelamnya masa lalumu, sekelam apapun masa lalu itu, terkadang kita juga butuh untuk mengingatnya, untuk diambil pelajarannya, bukan diulangi kesalahannya. Daun yang basah itu mungkin aku, bisa juga kamu.
Tidak ada yang betah berlama-lama dalam hujan, tidak ada pula yang tahan berlama-lama dalam teriknya matahari, segala sesuatu itu sesuai dengan porsi dan juga kebutuhannya.
Kadang kamu butuh hujan, kadang kala kamu juga butuh matahari. Keduanya berkolaborasi untuk menyeimbangkan hidup.
Semangat itu perlu, sebab ia perihal masa depan yang kita impikan dan juga sedang kita perjuangkan, tapi terkadang juga butuh untuk mengerem dengan kembali mengingat dan belajar pada apa yang pernah kita lalui, masa lalu.
Benar, tidak ada yang ingin masa lalunya yang buruk itu terjadi lagi, bahkan beberapa di antara kita juga ada yang enggan untuk mengingatnya. Tetapi, percayalah, mengingatnya untuk mengambil peringatan dan pelajaran itu juga perlu, agar kita bisa memiliki rambu-rambu dalam perjalanan kita hari ini.
Ingat seperlunya, ambil pelajaran sebanyak-banyaknya. Agar langkah kaki tidak lagi menginjak perangkap yang dulu kita pernah terkena dan memasukinya.
Selamat bertumbuh.
Menanti reda, untuk hujan yang cukup lama.
Kuningan, 3 Januari 2023.
@jndmmsyhd
404 notes
·
View notes