"Menulis untuk merawat rasa yang tak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasa" dengarkan versi suara tulisan ini di podcast 'Coretan Kata' (Spotify )
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
awalnya cuma like.
cerita-cerita ringan di instastory yang dia sapa lewat ketukan kecil: tombol hati.
berikutnya, ada komentar masuk.
aku balas, dia jawab.
dan tanpa aku sadari, kami berbincang, walau hanya sebentar, di dalam ruang yang terlalu ramai tapi terasa sepiDM.
entah kenapa, dari situ perasaanku mulai campur aduk.
ada degup yang tak biasa.
aku salting, merasa bodoh sendiri, tapi juga bahagia.
ada kupu-kupu yang menari di dadaku.
aku ngerasa... pintu hatiku kebuka gitu aja.
padahal aku nggak gampang buka hati.
padahal aku tahu, aku cuma salah satu dari banyaknya nama di following-nya.
dan setelah aku tahu dia memang friendly ke siapa aja, suka nyapa ini itu,
aku sadar mungkin aku bukan siapa-siapa.
mungkin hanya salah satu dari “asrama putri” yang sempat dia sapa.
mungkin cuma numpang lewat di notifikasinya.
jadi aku pergi.
aku unfollow. aku hapus dia dari pengikutku.
buat kebaikan hatiku.
buat menghentikan rasa bertanya-tanya yang melelahkan.
tapi sekarang, sejujurnya,
aku ngerasa kosong.
nggak ada lagi notif yang aku tunggu.
nggak ada lagi yang diam-diam bikin aku senyum cuma karena satu like.
nggak ada lagi yang bikin aku berharap, padahal dari awal aku tahu,
ini bukan kisah yang seharusnya kupercaya.
aku nggak tahu,
dia pernah serius atau cuma basa-basi manis yang biasa dia lakukan.
tapi aku tahu satu hal:
aku pernah membuka hati.
dan untuk aku yang berani jatuh,
aku peluk diriku sendiri karena akhirnya, aku memilih sembuh.
0 notes
Text
Hari ini aku belajar banyak hal,
di sebuah pernikahan sederhana yang terasa begitu syahdu dan hikmat. Akad hingga resepsi, semua dibalut nuansa putih aesthetic ala Melayu. Seperti potongan dari mimpi yang lama kusimpan diam-diam.
Yang paling menyentuh bukan hanya dekorasinya,
tapi bagaimana cinta akhirnya menemukan jalannya.
Mempelai wanita berjodoh dengan teman semasa SMP-nya,
yang dulu mungkin hanya diam-diam ia sukai,
dan siapa sangka ia kini menggenggamnya dengan sah.
Begitu pun sang pria,
keduanya benar-benar MasyaAllah.
Hari ini aku belajar…
bahwa takdir Allah selalu datang dengan cara paling tak terduga. Yang tak pernah kita sangka, bisa jadi bagian dari takdir yang lama disiapkan untuk kita.
Bahwa hati yang dulu tak saling sapa, bisa Allah gerakkan untuk saling cinta. Dan orang yang dulu hanya lewat sekilas, bisa jadi tempat pulang yang paling tenang.
Tak perlu sibuk menerka siapa jodoh kita kelak
cukup perbaiki diri,
karena yang datang padamu nanti adalah cerminan dari prosesmu hari ini.
Jika pun tak jadi, bukan karena kamu kurang layak dicintai, tapi karena Allah tahu mana yang paling pantas untukmu. segala yang ditulis oleh-Nya, selalu hadir tepat waktu.
0 notes
Text
Surat yang Tidak Pernah Kukirim
Untuk kamu,
yang pernah menetap tanpa pernah benar-benar hadir…
Aku nggak tahu kamu sadar atau nggak, tapi kehadiranmu pernah jadi jeda paling indah di hari-hariku. Bukan karena kamu banyak bicara, bukan karena kamu banyak memberi, tapi justru karena kamu cukup diam untuk kurindukan.
Lucu ya, aku bisa terus inget kamu cuma dari jejak like di story, atau dari satu pertemuan samar di sela-sela keramaian. Tapi memang, rasa nggak butuh alasan besar untuk tumbuh. Kadang cukup satu senyum, satu suara, atau satu sore yang kebetulan kita nikmati di langit yang sama.
Aku nggak marah kamu pergi. Aku cuma... masih terbiasa menengadah langit dan menyebut namamu dalam hati. Masih suka berharap kamu juga menatap langit yang sama, meski tanpa tahu ada namamu di doaku.
Tapi hari ini, aku mulai paham. Mungkin memang kamu bukan untuk tinggal. Mungkin kamu hanya datang untuk mengajari bagaimana cara menyayangi tanpa menggenggam.
Jadi kalau nanti kamu baca ini entah lewat semesta, atau cuma lewat desir angin senja, aku cuma mau bilang:
Terima kasih pernah mampir.
Dan maaf, aku masih sering menyebutmu…
walau hanya dalam hati yang sudah belajar mengikhlaskan.
Dari aku,
yang akhirnya belajar mencintai langit tanpa menunggu namamu turun darinya.
0 notes
Text
Jika bukan sekarang, Mungkinkah nanti?..
Aku heran… bagaimana bisa kita tinggal di kota yang sama, namun semesta seolah begitu mahir menjauhkan kita dari kemungkinan untuk sekadar berpapasan?
Sudah berkali-kali aku melewati jalan yang bahkan mendekat ke tempat tinggalmu. Bukan karena mencarimu, tidak. Ada urusan yang harus kuselesaikan, teman yang harus kutemani. Tapi tetap saja, pikiranku diam-diam berharap… barangkali kali ini, aku akan bertemu kamu, walau hanya sekilas.
Nyatanya tidak.
Kesempatan itu datang berulang-ulang, tapi tak sekalipun takdir membiarkan kita bertemu.
Kadang aku bertanya sendiri, apakah semesta sedang tidak mengizinkan?
Atau memang belum saatnya?
Lalu… kalau bukan sekarang, kapan?
Aku lelah membawa harapan yang hanya bisa kutitipkan dalam doa.
Setiap kali aku menatap langit, bayanganmu muncul begitu saja.
Setiap rintik hujan yang jatuh, seolah membawa ingatanku padamu.
Setiap senja yang tenang, mengapa kamu yang pertama terlintas?
Padahal kamu tidak setinggi itu untuk kuimpikan. Tapi entah kenapa, hatiku tak bisa membohongi bahwa kehadiranmu yang bahkan tak pernah benar-benar hadir, sudah seperti bagian dari kehidupanku.
Kalau pada akhirnya kamu memilih untuk diam, untuk menjauh, untuk rehat dari semua hal, aku bisa mengerti.
Kita semua butuh ruang.
Mungkin, kamu sedang berproses. Dan aku hanya bisa berharap dari jauh…
Semoga kamu jadi pribadi yang lebih baik, seperti yang diam-diam selalu aku doakan.
Dan semoga aku pun, menjadi lebih baik… agar bisa ikhlas, bahkan jika akhirnya bukan kamu.
0 notes
Text
Entah perasaan apa ini.
Rindu kah diriku?
Atau hanya bayang-bayang masa lalu
yang masih enggan pergi dari pelupuk ingatan?
Rasanya aneh,
sedih dan galau berbaur jadi satu,
tak karuan,
saat kamu tiba-tiba berpamitan,
entah pada siapa,
entah dengan maksud apa.
Padahal tak ada janji yang kita ikat,
tak ada kata yang benar-benar mengikat,
hanya hadir…
dan diam-diam menjadi kebiasaan.
Kamu jadi titik semestaku kala itu,
tempat segala rindu berlabuh,
meski tak pernah benar-benar tahu,
apakah kamu merasa yang sama.
Aneh ya,
rasa ini tumbuh dari sunyi,
dari ketidakhadiran,
dari minimnya interaksi,
dan bahkan tanpa sapa.
Namun justru di situlah letak sedihnya
karena aku jatuh pada seseorang
yang tak pernah benar-benar hadir,
tapi cukup kuat untuk menempati ruang
di dalam hatiku.
Jika kau tanya, apa yang kurindu?
Mungkin bukan hanya kamu,
tapi versi diriku
yang menemukan ketenangan saat menatapmu,
meski hanya dari jauh.
0 notes
Text
Untuk hati yang diam diam jatuh cinta🤍
Aku pernah punya daftar panjang tentang seperti apa lelaki yang kuinginkan—tinggi, rapi, berwibawa, penuh gaya. Aku pernah bermimpi tentang cinta yang datang seperti di cerita fiksi: penuh kejutan, penuh pesona.
Tapi ternyata… hati tak selalu mengikuti skenario.
Ternyata, tanpa aku minta, hadir seseorang yang tak sesuai dengan semua kriteria itu. Tapi justru membuat hatiku terasa hangat. Tak banyak bicara, tak pernah menyapa, hanya hadir di sela-sela IG story dan mungkin doa yang tak pernah terdengar.
Aku tak tahu apakah dia benar melihatku. Tak tahu apakah dia sadar aku ada. Tapi rasa ini tumbuh begitu diam, lalu menyebar seperti embun di pagi hari. Dingin, tapi menenangkan. Sederhana, tapi nyata.
Aku suka dia. Tapi lebih dari itu… aku ingin bersabar.
Karena aku tahu, cinta yang kupilih bukan yang tergesa, bukan yang hanya memenuhi rasa. Tapi cinta yang siap dibawa pulang, dikenalkan ke orangtuaku, dan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Aku ingin cinta yang berjalan bersama mimpi-mimpi: menyelesaikan kuliah, membangun karier, dan ketika waktunya tiba—membangun rumah dengan pondasi iman dan arah yang jelas: sama-sama menuju Jannah.
Maka jika perasaan ini hanyalah ujian, ya Allah… cukupkan aku dengan kesabaran. Tapi jika ini adalah awal dari takdir-Mu… tuntun aku untuk menjaganya dengan cara yang Engkau ridhai.
0 notes
Text
Yang tak jadi Kita, Tapi masih Tinggal.
Aku tidak tahu sejak kapan rasa ini tumbuh,
tapi ia tak pernah benar-benar pergi.
Ada jeda yang kau beri setelah kuucapkan keberatan,
ada jarak yang tumbuh setelah aku jujur soal prinsip.
Tapi aku masih di sini,
mengingat siapa yang dulu paling cepat melihat setiap cerita yang kubagikan.
Dan sekarang,
kau hanya melihat… tanpa meninggalkan jejak.
Mungkin aku sudah tidak lagi menunggu.
Tapi saat kau muncul di layar kecil itu,
jantungku masih melakukan sesuatu yang aneh.
Mungkin aku sudah tidak lagi berharap.
Tapi setiap kalimatmu masih ingin kuta’birkan jadi puisi.
Ini bukan cinta yang tumbuh,
ini rasa yang belum selesai.
Yang tak jadi kita, tapi masih tinggal… dalam diam yang panjang.
1 note
·
View note