Text
Seperti di Bulan Agustus
Rasanya seperti di bulan Agustus.
Dingin.
Hujan.
Secangkir air hangat.
Pop rock yang memekikkan telinga, dan
aroma buku.
Sepi sekali di kepala ku; padahal di luar sedang ramai.
Kenangan tentangmu kembali hadir.
Sedang apa kau di sana?
Sering sekali dulu kita habiskan masa
Berdua terdiam
Tenggelam diantara lembar-lembar buku
Sambil sesekali mata awas melihat sekitar
Takut pulang larut
Suatu hari seorang wanita pernah berkata padaku
“Waktu paling menyenangkan bagiku
ketika sedang duduk bersantai
menghadap pintu membaca buku
kala hujan dan cuaca sedang sendu”
Begitukah? Pikirku kala itu
Ternyata ia benar.
Mahal sekali rasanya bisa menghabiskan waktu
duduk membaca berlama-lama
Di usia sekarang.
0 notes
Text
karena Allah
kalau menikah itu untuk cari bahagia, akan banyak sekali titik di mana kamu ingin berhenti menikah. karena hati manusia itu terbolak-balik, nasib manusia juga bisa berubah-ubah.
kalau menikah itu untuk cari ladang ibadah, tidak terbersit di benakmu untuk menyerah. karena baik kesenangan maupun kesedihan adalah ujian dan kamu menjadikannya jalan menuju kebahagiaan yang hakiki.
berangkatlah menikah karena Allah. niscaya lurus tujuanmu.
tumbuhkan dan rawatlah rasa cintamu kepada pasanganmu karena Allah. niscaya ketenteraman hadir di tengah keluargamu.
jagalah kesetiaanmu karena Allah. niscaya Allah menjaga hati, pandangan, pendengaran, lisan, perbuatan, dan kemaluanmu.
bertahanlah karena Allah. niscaya hubungan kalian menjadi semakin kuat.
semoga kalian selalu kuat, dikuatkan, dimampukan, diberi kekuatan. selamat saling menguatkan.
450 notes
·
View notes
Text
Kita marah, kecewa, bahkan sampai putus asa ketika do'a-do'a yang kita panjatkan tak kunjung dikabulkan, sementara kita tak pernah bersyukur ketika dosa-dosa yang kita lakukan tidak langsung diberi hukuman.
©Fajar Sidiq Bahari (@fajarsbahh)
154 notes
·
View notes
Text
Ngelunjak
Aku nggak jadi tidur di kereta karena nemu kalimat yang menarik dari seorang ulama yang juga cicit Rasulullah, Syekh Ali Zainal Abidin. Ini nyambung dengan tulisanku sebelumnya tentang rasa fatal dan sense of severity.
Beliau bilang, "ahwa un-nadhirin," kita meremehkan-Nya.
Bayangkan ada seekor kucing yang melihat kita dan kita melakukan hal yang haram tertentu, apakah kita akan peduli.
Beginilah cara kita memperlakukan Allah.
Ketika kamu mengingat dosa-dosamu, ingatlah bagaimana kamu telah meremehkan Allah. Tanyakan pada dirimu, "mengapa saya begitu meremehkan Allah?"
Bersambunglah ke kutipan yang sangat indah yang sering dibaca di malam-malam Ramadhan. Kutipannya berasal dari doa Abu Hamzah Ats-Tsumali, sebuah doa panjang yang diriwayatkan dari Syekh Ali Zainal Abidin.
وَ يُحَمِّلُنِي وَ يُجَرِّئُنِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ حِلْمُكَ عَنِّي
Wa yuhammiluni wa yujarri’uni ‘ala ma’siyatika hilmuka ‘anni
"Dan (aku takut) kelembutan-Mu terhadapku membuatku terbiasa (berani) bermaksiat kepada-Mu."
Syekh berkata, "tahukah kamu mengapa kita tidak peduli kepada Allah? Mengapa kita tidak malu?"
Karena Allah itu toleran, kita berdosa dengan keyakinan yang begitu berani seolah-olah Allah tidak ada, karena kita tahu Allah itu Maha Penyayang. Kita tahu kesabaran-Nya dalam tidak langsung menghukum. Kita tahu Allah akan memberi kesempatan kedua dan ketiga dan sejuta kesempatan. Kita tahu Allah itu pemaaf dan kita memanfaatkan rahmat-Nya.
Kita memanfaatkan Allah. (damn..)
Bayangkan seseorang bersikap baik kepadamu. Setiap kali kamu tidak menghormatinya, dia tidak mengatakan apa pun, seolah-olah ketidakhormatanmu tak cukup berarti untuk mengusiknya. Awalnya, mungkin kau merasa seperti seorang penguasa yang bisa berbuat sesuka hati tanpa konsekuensi. Namun, semakin lama, kebaikan Allah yang tak tergoyahkan itu berubah menjadi cermin yang memantulkan seluruh keburukanmu.
Di situ aku pengen menyanggah bahwa aku nggak pernah menyengaja meremehkan-Nya. Aku nggak pernah bilang bahwa Allah itu nggak penting. Tapi kalau dipikir-pikir, inkonsisten juga ya, dengan tindakanku. Berarti itu udah cukup menjadi pernyataan.
Ternyata jadi shalihin itu susah banget. Lurusnya mulai dari niat, motif, ucapan, pemikiran, sampai tindakan. Hulu ke hilir harus konsisten. Pantesan termasuk "sebaik-baiknya teman" di jajaran setelah nabiyin, shadiqin, dan syuhada. Astaghfirullahal adziim.
اللهم إنك عفو تحب العفو فاعفو عنى
— Giza, jadi sampai kapan cenah bakal terus ngelunjak?
103 notes
·
View notes
Text
Tulisan Ramadan #12 : Keinginan
Puasa ramadhan mengajarkan kita satu hal. Bahwa sebenarnya apa yang kita konsumsi selama ini lebih banyak berasal dari hawa nafsu daripada kebutuhan kita yang sesungguhnya.
Sesederhana ini. Dalam sehari puasa kita makan sahur, bahkan ada yang tidak sempat sahur dan hanya minum teh manis hangat dan beberapa butir kurma, bahkan hanya ada yang sempat air putih saja mungkin.
Kemudian menjalani puasa hingga waktu berbuka sorenya. Makan pun tentu tidak akan muat tiga porsi (jika kita ukur 3 kali makan dalam sehari) sekaligus. Pasti hanya secukupnya kenyang, bahkan ada beberapa yang pada waktu berbuka hanya minum hangat dan beberapa butir kurma dan baru makan besar selepas tarawih.
Dan sesungguhnya, kebutuhan dan kecukupan kita adalah sebanyak itu saja.
Sementara di hari biasa kita makan kesana kemari, jajan ini itu, bahkan ketika makan pagi pun segera lekas lapar di siang hari atau lapar karena melihat makanan yang menarik. Dan itulah hawa nafsu yang selama ini kita turuti.
Kebutuhan kita tidak sebanyak itu, dan puasa menyadarkan bahwa apa yang kita butuhkan untuk menjalani hidup ini dengan baik dan sehat ya secukup itu saja.
Kalau kita memang berniat menuruti keinginan/hawa nafsu kita, tidak akan pernah ada habisnya bukan?
59 notes
·
View notes
Text
perasaan ringan
jangan pernah menuduh Allaah Ta'ala memberikan sesuatu yang buruk kepadamu dan membiarkan orang lain bersenang-senang. jangan pernah merasa menjadi manusia paling malang sedunia. jangan. setiap manusia mempunyai ujiannya masing-masing. kamu diuji sebagaimana orang lainpun diuji.
tapi ujian dia ringan. ujian dia mudah, buktinya dia masih banyak ketawanya dibanding sedihnya.
itu kan kata kamu sendiri. seseorang nggak bisa memilih ujian seperti apa yang ingin ia lalui.
ada orang yang diuji dengan anak-anaknya. ada orang yang diuji dengan tidak punya anak. ada orang yang diuji dengan pasangannya. ada orang yang diuji belum ketemu pasangannya. ada orang yang tidak mampu untuk beli makanan yang enak-enak, padahal dia sehat. ada orang yang mampu membeli makanan enak tetapi dia tidak boleh memakannya. ada orang yang diuji dengan sibuk kerja sampai-sampai waktu buat istirahat sejenak aja nggak bisa, nggak ada waktu. ada pula yang diuji belum juga mendapatkan pekerjaan hingga merasa sesak dan putus asa.
tidak ada kehidupan yang lengkap. tidak ada kehidupan yang sempurna dan ideal. tidak ada. semuanya melalui proses rasa sakit dan perjalanan yang berlika-liku. sebagaimana ujian datang kepadamu. maka dia juga datang kepada orang lain. sebagaimana ujian datang kepada para nabi. maka dia juga datang kepadamu. rasakan setiap prosesnya, maka akan ringan hati kita. sebab kita telah ridha atas yang sudah ditetapkan untuk kita sepahit dan semenyakitkannya bagaimanapun juga.
tidak ada kedzaliman dalam sebuah takdir, jika kita beriman. itu yang harus kita ingat lekat-lekat. bahwasanya Allaah tidak akan menguji kita diluar batas kemampuan kita. ketika kita diuji, itu artinya kita mampu dengan segala kekuatan, pengetahuan, dan semua hal yang kita miliki. tentu itu semua atas pertolongan Allaah dalam setiap proses melaluinya.
separuh Ramadhan telah berlalu || 03.57 || 17 Ramadhan.
123 notes
·
View notes
Text
Manja ke Allah
Makin manja, makin bergantung, makin sering merengek ke Allah, maka Allah makin sayang ke kita.
Tunjukkan segala kebutuhanmu ke Allah!!!
0 notes
Text
Note to Self: I can't control how other people receive my energy. Anything, and everything, I say will get filtered through the lens of what is happening in their life and their beliefs. Just keep doing what feels in alignment with your purpose and values with as much integrity and love as possible.
1K notes
·
View notes
Text
Hidup ini hanya bisa kita nikmati dengan beribadah. Tidak akan pernah kita temukan kenikmatan dalam hidup selain dengan menghamba kepada Allah; mengenalNya, mengingatNya, mencintaiNya, melaksanakan segala perintahNya, meninggalkan seluruh laranganNya dan rida terhadap segala ketetapanNya.
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl: 97).
©Fajar Sidiq Bahari (@fajarsbahh)
85 notes
·
View notes
Text
Kesalahan kita adalah sering kali merasa tahu padahal buta, merasa bisa padahal tidak, merasa kuat padahal lemah; bersandar pada diri sendiri padahal tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
"Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-An'am: 17)
©Fajar Sidiq Bahari (@fajarsbahh)
143 notes
·
View notes
Text
Melepas Benalu

Dari apa yang baru-baru ini saya baca, ketidakmampuan seseorang untuk memaafkan orang lain berasal dari rasa takut bercampur marah. Rasa takut bahwa orang yang melukainya tidak akan mendapat balasan yang setimpal atau rasa takut bahwa pengampunan Allah akan mencegahnya dari hukuman di dunia maupun akhirat.
Dia merasa bahwa dia yang paling tahu cara yang tepat untuk melakukan pembalasan. Dia menuntut keadilan, namun takaran adilnya tidak akan pernah sama dengan takaran adilnya Allah. Keraguan seperti ini tidak datang dari seseorang yang beriman kepada Allah.
Poin utama berdamai dengan kecamuk dalam diri adalah pemahaman dan keyakinan bahwa Allah Maha Adil, sedangkan adil versi Allah tidak sama dengan adil versi saya. Besar balasan, waktu yang tepat, dan bagaimana bentuknya tidak pernah jadi kuasa saya. Bukan urusan saya apa yang akan Allah lakukan kepada mereka.
Rasa gengsi tercipta sebagai bentuk defensif dari rasa bersalah yang terlalu larut. Meski begitu, mulailah perdamaian ini dengan berani menyalahkan diri sendiri secukupnya secara sukarela. Sekalipun orang-orang mengakui bahwa ini bukan sepenuhnya salahmu, kamu perlu mengakui bahwa dirimu sendiri punya andil yang besar untuk mengizinkan dirimu sendiri dilukai. Entah melalui pintu harap, bergantung, percaya, bercerita, maupun cinta.
Titik belum berdamai itu ketika kita merasa bahwa dunia ini tidak adil. Tapi.. that's life, iya kan? Semua manusia sama-sama merasa bahwa dunia tidak pernah adil, namun itulah letak Maha Adilnya Allah.
"Maka damaikanlah diriku dengan ketentuan-Mu."
"Dia yang jahat, mengapa saya yang menanggung trauma berkepanjangan?"
"Tidak adakah rasa bersalah dalam dirinya?"
Cara pandang seperti itu ternyata sempit sekali. Kau jadi luput tentang bagaimana kau memandang hubungan antara Allah dan diri sendiri. Lupakan mereka, sekarang kau harus melihat bagaimana perlakuanmu kepada Allah. Itu satu-satunya jalan damai.
Jadi, ini mungkin adil dan setimpal. Kau dibeginikan karena sudah jahat kepada Allah dan dirimu sendiri. Mengatur diri sendiri sambil merasa bahwa pengaturan diri sendiri adalah yang terbaik. Tidak memandang Allah sebagai Yang Maha Bijaksana atas segala keputusan.
Hanya karena Allah menjadikan mereka media untuk mengujimu, tidak serta merta kau harus menilainya jahat. Tentang mereka merasa bersalah atau tidak, itu sudah menjadi bagian mereka dan tidak perlu kau menuntutnya. Sebab pada akhirnya kau tahu, rasa bersalah sepanjang hidup mereka pun tidak akan pernah cukup dan tidak akan pernah setimpal untuk menebus lukamu. Menjadikan mereka hidup menanggung perasaan tersebut tidak akan pernah bisa jadi solusi.
Kau memaafkan, hingga terbebas dari benalu kebencian dan hasrat membalas dendam. Dalam waktu yang semakin menipis, kupikir kau lebih membutuhkan langkah dengan hati yang ringan untuk melanjutkan perjalanan. Berhentilah membawa emosi lama ke dalam pengalaman baru. Pemulihan yang sulit, pelik, dan hanya dimengerti oleh dirimu itu akan terasa nikmat jika kau mau bersama Allah.
Aku harap kau mampu bersyukur, berkat badai ini kau memperoleh hikmah mahal yang bahkan tidak orang lain dapatkan. Kau kehilangan orang-orang yang tidak memberikan manfaat untuk kehidupan akhiratmu, kau memiliki rambu-rambu yang semakin jelas, pengamanan hati yang semakin ketat, serta kewaspadaan diri yang terus meningkat.
Ternyata di dunia ini, setiap manusia memiliki sisi tertentu yang tidak bisa kita sepenuh itu pada mereka, dalam hal apapun. Bergantung, berharap, percaya, bercerita, maupun mencinta.
Sebuah kutipan dari @zarry-hendrik ini menandai titik perdamaianku pada mereka.
"Terima kasih sudah bersedia waktumu dipinjam Tuhan untuk membentuk aku, sehingga aku menyadari bahwa tanpa Tuhan aku bukanlah apa-apa."
— Lost and Found Journey: yang dari kehilangan, menemukan permata yang lebih berharga. Memang harus kehilangan dulu agar kebijaksanaan bisa memiliki tempat.
76 notes
·
View notes
Text
Habis baca komenan seseorang di Instagram:
Kalian tahu kenapa Allah menciptakan akhirat? Karena di dunia nggak ada keadilan.
What a deep words.
312 notes
·
View notes
Text
Balasan.
Kalau segala sesuatu yang terjadi di dunia harus dibalas di dunia, maka apa gunanya akhirat?
Tidak semua hal di dunia ini harus selalu adil menurut kacamatamu. Beberapa hal yang menurutmu tak adil justru terjadi agar dibalas Allah di hari akhir kelak. Hatimu lah yang harus belajar ikhlas dan banyak bersabar. Meski demikian, tetap doakan yang terbaik.
1 note
·
View note
Text
It’s all about your mindset
Bagaimana orang bersikap kepadamu, itu urusannya dengan Tuhan. Bagaimana kamu bersikap ke orang lain, itu urusanmu dengan Tuhan.
0 notes
Text
Sebagaimana Allah begitu mudah mengambil seseorang dari dirimu. Begitulah Dia dalam mendekatkan seseorang lainnya untukmu :))
Kamu hanya harus sadar, semua yang ada adalah milik-Nya yang akan Allah ambil sesuai kadar yang sudah Dia tentukan.
136 notes
·
View notes
Text
Hai.

Singkat sekali pertemuan kita
Setelah kami tahu keberadaanmu, setiap malam kami tidak lupa mengajakmu bicara dan berencana. Menceritakan bahwa memilikimu bersamaku merupakan pengalaman paling menggemaskan dalam hidupku. Aku mendadak jadi rajin masak dan beberes, berpikir berusaha membuatmu tumbuh dalam lingkungan paling baik sebisaku. Padahal setahuku aku salah satu spesies manusia mager-an sejagad raya. Aku mendadak jadi benci suamiku bersenandung, padahal biasanya aku selalu suka. Aku mendadak senang makan nasi goreng tiga kali sehari tanpa rasa bosan sedikitpun, padahal sebenarnya aku tidak begitu suka makan nasi.
Meski singkat tetapi terima kasih telah mau tumbuh denganku.
Biar tidak sedih-sedih amat, belajar percaya bahwa Takdir Allah jauh lebih baik daripada rencanaku.
Purworejo, 17 Oktober 2024.
Ummu Ibrahim
1 note
·
View note
Text
Ujub (Berbangga diri) yang paling dahsyat dan sulit diobati adalah ujub terhadap pola pikir.
Merasa "pandangan ku paling hebat", "saya paling cerdas, paling jenius" dampaknya sangat dahsyat karena menutup pintu nasihat dari orang lain.
— Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, sumber postingan (at)TheSpecialRay, Komunitas Muslim Support Muslim di X
157 notes
·
View notes