Tumgik
#30DWCJILID35
gagascahaya · 3 years
Text
Menyikapi Penggunaan Imbuhan Meng- yang Keliru
Awalnya, saya membaca sebuah postingan status salah satu nomor kontak di aplikasi Whatsapp. Dalam statusnya, dia menulis dengan penggunaan kata mengsenja. Saya senyum-senyum saja. Saya berpikir, dia sedang berkreasi dan saya yakin dia mengetahui bahwa itu adalah penggunaan kata yang salah. Namun, lambat laun, beberapa status berikutnya mulai menggunakan imbuhan meng- itu pada kata-kata yang lain. Tentunya ada kaitannya dengan yang saya berkreasi tadi.
Sejujurnya, saya mulai terusik dengan fenomena penggunaan meng- yang keliru ini saat kami berdiskusi di grup ‘Empire of Writer #35’. Ini grup yang saya ikuti dalam rangka kegiatan tantangan menulis tiada henti selama 30 hari yang dikenal dengan 30DWC. Nah, di grup inilah, ada salah satu peserta yang menyampaikan fenomena penggunaan imbuhan meng- ini. Rupanya, fenomena ini sudah lama merebak. kata-kata seperti mengsedih, mengkesal, mengsenja sepertinya sudah lama berkeliaran di jagat maya. Iseng-iseng saya pun mem-posting sebuah status di aplikasi Whatsapp untuk menyikapi fenomena ini. Responpun bermunculan. Seorang teman dari Batam mengirim pesan yang isinya menyebutkan bahwa fenomena itu sudah terjadi. Siswa saya juga ikut mengirim pesan, meminta pendapat saya tentang fenomena ini. Ah, saya benar-benar ketinggalan, begitu pikir saya. Entah siapa yang memulainya. Fenomena penggunaan imbuhan meng- yang keliru di kalangan masyarakat, khususnya remaja itu sudah merebak begitu saja. Apalagi jika ditopang dengan percepatan teknologi informasi saat ini. Berbagai respon muncul dengan menyikapi fenomena ini. Kita dengan mudah bisa menemukannya dengan menggunakan mesin pencari semacam Google, misalnya. Ada yang sedih, ada yang khawatir. Saya pribadi menyikapi hal ini dengan ‘membiarkan’ saja terjadi. Sengaja diksi membiarkan itu saya beri tanda petik. Mudah-mudahan itu dipahami tidak secara tekstual saja. Bagi saya, fenomena ini bagaikan sebuah tren. Yang namanya tren tentu ada masanya, ada zamannya. Artinya, suatu saat ini akan berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Selain itu juga, para pemakai imbuhan meng- yang keliru ini berada di kalangan tertentu. Selama itu tidak menyebar di segala kalangan, itu masih bisa dikatakan relatif ‘aman’. Bahasa itu berkembang secara dinamis. Ada kalanya, kata-kata yang berkembang itu dapat menyumbangkan perbendaharaan kata dalam kamus. Namun demikian, tentulah kita memerlukan pemahaman keilmuan di bidang bahasa agar berbagai kemunculan fenomena bahasa. dapat  ditanggapi secara proporsional.
2 notes · View notes
berbagi-pesan · 3 years
Photo
Tumblr media
Menjaga Komitmen
Menyelesaikan apa yang sudah kita mulai, bukanlah suatu hal yang mudah. Terlebih untuk berkomitmen menyelesaikan, apapun yang terjadi. Bukan karena ingin dilihat manusia lain, namun lebih kepada ingin memenuhi janji pada diri sendiri. Kita tidak sedang berpacu dengan orang lain, namun dengan diri sendiri. Membangun kebiasaan yang positif untuk menghasilkan sebuah karya.
Dalam menulis, kita belajar banyak hal. Bagaimana menyalurkan emosi, mengolah kata, dan menyampaikan makna dari pembelajaran. Selain itu, dalam menulis juga kita sedang mengabadikan suatu pembelajaran sehingga manfaat dari pembelajaran tersebut juga bisa dinikmati oleh orang lain, manfaatnya tidak berhenti di kita. Tulisan kita pun, sangat berpotensi menjadi amal jariyah kita menyampaikan pesan-pesan cinta-Nya. Jasad kita akan mati dan meninggalkan dunia ini, namun karya kita semoga bisa terus hidup serta menjadi amal jariyah.
Dalam setiap detik kejadian di hidup ini, semuanya mengandung pembelajaran yang Allah titipkan untuk kita. Hanya saja, memang butuh ilmu untuk bisa melihat hal itu. Butuh kerendahan hati yang mau dialiri oleh ilmu. 
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191).
Semoga Allah Al Hadi senantiasa membimbing kita untuk selalu berada dalam kebaikan dan menyampaikan kebaikan. Menuliskah, buat karya, sampaikan keindahan Islam pada seluruh manusia. Jadilah hamba Allah yang Rahmatan Lil Alamin.
Salah satu pelajaran terbaik yang saya dapatkan melalui pembelajaran di  30DWC ini yaitu komitmen. Sebaik apapun niat, tanpa diiringi oleh aksi dan komitmen, maka akan menjadi sebuah harapan semu. 
Dengan bimbingan mentor Rezky Firmansyah Adm dan kak Rizka Amalia Shofa.
Beserta superteam kak Jamal Irfani dan kak Stephanie Prisca Dewi.
Terima kasih juga pada kak Aisyah Nuur Fitri yang selalu setia mengingatkan kelompoknya untuk mengumpulkan tulisan serta teman-teman seperjuangan dalam kelompok Two Gank. Semoga Allah berikan keberkahan dalam setiap langkah. Aaamiin
0 notes
pine-atd · 3 years
Text
Janji Penuh Luka
Dalam kehidupan, kita tidak pernah tahu kapan dan siapa yang akan membuat kita merasa kecewa, sedih, dan terluka.
Terkadang orang yang melukaimu adalah orang yang kamu kenal, orang terdekatmu. Kesakitan yang mereka buat menjadi pengalaman pahit dan terkenang sepanjang masa.
Begitu yang dialami oleh Yugi. Salah satu teman baiknya, Maria, telah membuatnya belajar kehidupan. Yugi memang tidak pernah pelit kepada siapa saja yang membutuhkan bantuannya, terlebih jika itu adalah orang terdekatnya.
"Gi, bolehkah aku pinjam duitmu? Aku betul-betul butuh buat biaya pengobatan anakku. Kalau anakku sudah sehat, aku akan bayar secepatnya," ucap Maria saat bertemu dengan Yugi di sebuah kafe.
"Gimana yah, Mar. Aku sendiri butuh dana juga. Gajiku bulan ini belum dibayarkan dari perusahaan tempatku kerja. Aku tidak punya banyak simpanan," balas Yugi dengan tidak enak hati.
"Please, Gi. Anakku tidak tertolong nanti. Dia aku tinggalkan di rumah sakit sekarang demi bertemu denganmu. Kali saja kau mau membantuku. Tolong aku!" seru Maria menangis terisak-isak.
"Hmm, baiklah. Mana mungkin aku membiarkanmu susah, Mar. Kau kan teman baikku. Tapi tolong nanti setelah anakmu sehat dan kau sudah punya uang, jangan lupa dikembalikan. Uang ini benar-benar simpananku yang terakhir. Ngomong-ngomong, berapa yang kau butuhkan?" tanya Yugi.
"Tidak banyak, kok. Hanya lima juta rupiah. Buat biaya selama di rumah sakit. Kau ada kan uang sebanyak itu?" tanya Maria dengan wajah serius.
"Wah, aku enggak punya segitu. Hmm, gini. Ayo kita ke ATM. Aku ambilkan seluruh simpananku untukmu dulu. Kau sangat butuh," kata Yugi sambil mengeluarkan kartu debitnya.
Maria dan Yugi berjalan menuju ATM centre terdekat dari kafe. Yugi menarik semua uang yang ada dalam tabungannya. Dia tidak pernah berpikir yang bukan-bukan terhadap Maria. Uang Yugi pun berpindah tangan ke dompet Maria. Maria menerimanya dengan senang hati dan meninggalkan Yugi sendirian di depan kafe dengan alasan dirinya sudah terlalu lama meninggalkan anaknya di rumah sakit.
Itulah terakhir kali Yugi bertemu dengan Maria. Sebulan telah berlalu, Yugi pun menelpon Maria menanyakan kabar Maria dan anaknya. Akhirnya berlanjut ke pembicaraan pinjaman uang yang pernah dijanjikan Maria kepada Yugi. Awalnya pembicaraan itu baik-baik saja. Namun, tiba-tiba Maria menjadi kesal dan membalas perkataan Yugi, "Alah, duit tiga juta saja kamu kayak gini sama aku. Nanti pasti Aku bayar. Kamu enggak percaya amat sih, Gi." Telepon kemudian dimatikan sepihak oleh Maria. Yugi hanya bisa terdiam. Dia tidak menyangka Maria akan seperti itu.
Bulan berganti tahun, Yugi tidak pernah lagi menghubungi Maria. Dia hanya melihat status media sosial kawannya itu yang sekarang sudah melancong ke luar negeri bersama dengan anaknya. Setiap ststus media sosial Maria selalu dipenuhi dengan foto travelling-nya atau foto ulang tahun anaknya.
"Ah, kau sudah lupa dengan janjimu, Maria. Semoga saja kau bahagia" batin Yugi mengikhlaskan perbuatan Maria kepadanya.
#30Dwcjilid35
#squad6
#day27
2 notes · View notes
ahmadsabilalfaqih · 3 years
Text
Apakah semua mimpi harus diceritakan (2)
Pernah dengar kisah seorang pemuda yang bermimpi bertemu bidadari? Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, seorang sahabat Nabi yang tertidur menjelang shalat dzuhur (qailula) dan bermimpi bertemu wanita paling cantik bernama Ainul Mardiyah.
Pagi menjelang siang hari pada bulan Ramadhan, Rasulullah memberi semangat kepada para sahabatnya untuk berperang. Saat itu, suasana dalam persiapan akan berjihad menghadapi musuh.
Tumblr media
Untuk membangkitkan ghirah para sahabatnya Nabi menyampaikan bahwa kelak bagi yang syahid (meninggal dalam medan jihad) akan mendapatkan bidadari bermata jeli, Ainul Mardiyah. Kecantikannya tak terkira. Berpuluh kali lipat dari wanita lainnya. Nabi menegaskan bahwa yang akan mendapatkannya hanya yang syahid.
Menjelang waktu dzuhur tiba. Semua sahabat diberi waktu untuk istirahat (qailula atau tidur sunnah). Dalam istirahat itu seorang sahabat bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan wanita cantik di surga.
Singkat cerita. Dia melewati beberapa lapis pagar wanita yang sangat cantik. Setiap melewati satu pagar, wanita berikutnya lebih cantik dari sebelumnya. Sampailah ia ke wanita terakhir yang sangat anggun dan cantik parasnya.
"Apakah kamu Ainul Mardiyah?" tanya pemuda itu dengan penuh takjub.
"Iya. Sayalah Ainul Mardiyah," balas wanita itu.
Dengan tidak sabar pemuda ini ingin sekali menyentuh dan menggapainya.
Seketika itu pula Ainul Mardiyah menghindar dan berkata, "jangan sentuh aku. Aku hanya boleh disentuh oleh mujahid yang mati syahid," ujarnya.
Pemuda ini pun terbangun dari tidurnya dan menceritakan mimpinya kepada sahabat yang lainnya. Ia menceritakan kisah pertemuannya dengan wanita yang cantik jelita tiada tara, Ainul Mardiyah.
Setelah perang berkecamuk pemuda itupun syahid. Sahabat lainnya menceritakan kepada Rasulullah terkait mimpi sahabat yang syahid tersebut. Rasulullah mengatakan bahwa sahabat itu telah bertemu dengan Ainul Mardiyah.
***
Ainul Mardiyah
Terinspirasi dari kisah ini grup Nasyid Unic pun membuat sebuah lagu sebagai berikut :
Dirimu pembakar semangat perwira
Rela berkorban demi agama
Kau jadi taruhan berjuta pemuda
Yang bakal dinobat sebagai syuhada’
Itulah janji pencipta yang Esa
Engkaulah bidadari dalam syurga
Bersemayam di mahligai bahgia
Anggun gayamu wahai seorang puteri
Indahnya wajah bermandi seri
Menjadi cermin tamsilan kendiri
Untuk melakar satu wacana
Buatmu bernama wanita
Ainul Mardhiah
Kau seharum kuntuman di taman syurga
Menanti hadirnya seorang lelaki
Untuk menjadi bukti cinta sejati
Oh Tuhan
Bisakah dicari di dunia ini
Seorang wanita bak bidadari
Menghulurkan cinta setulus kasih
Di hati lelaki bernama kekasih
#day6
#30dwcjilid35
#squad1
#ichiban
2 notes · View notes
avianysblog · 3 years
Text
Sandal Mamak, Obat Terbaik.
“Hi, Mamak apa kabar, minta uang dong” tiba-tiba Anna datang dari balik pintu.
“Uang, maksudnya? “Baru juga datang sudah bicara uang” Mamak balik bertanya.
“Aku perlu healing, Mak. Belanja gitu lah. Stress banget rasanya” ujar Anna sambil menaruh peralatan kuliahnya.
“Healing, healing ..apa pula itu? Mamak seperti tak paham.
“Memang kamu sakit apa, perasaan mamak lihat kau baik-baik aja? Timpal Mamak tak memberi kesempatan buat Anna menjelaskan.
Anna bergegas mengambil piring, sendok dan gelas. Lapar sekali tampaknya. Beban kuliah belakangan hari ini cukup padat. “Pasti banyak tugas ini bocah” batin Mamak yang kadang masih menganggap Anna adalah anak kecilnya.
“Makanya enggak jelas begitu” batin Mamak lagi. Terus saja Mamak mikir, jangan sampai merogoh kocek untuk hal yang tak masuk logikanya.
“Anna, perlu ketenangan jiwa, Mak. Udah hectic banget ini” jelasnya.
“Memangnya Kau sakit apa. Orang yang memerlukan healing adalah orang yang punya luka batin, punya rasa cemas, khawatir, sedih atau dengan kata lain ada masalah dengan emosinya. Sedang kau masih cengengesan macam tu “ jelas Mamak.
“Wah keren juga Mamakku, ternyata update juga” batin Anna
“Aku kesal Mak, teman-teman kuliah pakai barang branded dari tas, sepatu, pakaian. Hmm, aku tak tahan jadi kepengin juga kayak mereka. Aku pengen punya duit banyak, kek crazy rich itu lah, Mak. Duitnya tak berseri. Bisa
Mamak terus saja diam, memperhatikan topik pembicaraan Anna yang masih terus mengunyah makanannya. Sedari tadi Mamak perhatikan, masakan hari ini sepertinya cocok dengan selera Anna. Jadilah tak sadar Ia tambah terus nasi dan lauknya. Dalam hati Mamak bersyukur, karena Anna masih terbuka terhadap apa yang sedang dia rasakan. “Daripada curhat sama orang lain, mending sama Aku” batin Mamak.
Sejurus Anna selesai dengan makanannya. Dia taruh bekas piring dan gelas makannya ke dapur. Tapi tetap saja mulut itu meracau tentang crazy rich tak karuan. Mamak ambil ancang-ancang.
“Jadi begitu ya, Mak. Itu lah arti sebenarnya healing. Pergi belanja, foya-foya, barulah hilang stress ini, Mak” tukas Anna sambil mengerlingkan matanya ke arah Mamak. Dan mamak sudah geram sedari tadi.
“Anna” panggil Mamak. Anna menengok sambil kaget lihat air muka Mamak.
“Kalau masih ngoceh tak jelas macam tu, mau kulempar sandal kau? jerit Mamak.
“Kau mau crazy rich, kerja sana, usaha, bukan cuma halu macam itu! Dan mamak sudah bersiap dengan sandalnya.
“Ampun mak, ampun” jawab Anna sambil berlari kekamar terkekeh kegirangan karena sudah berhasil nge-prank si Mamak. “Kaburrr, kalau kena sandal mamak alamak lumayan beratnya” batin Anna.
“Dasar bocah” batin mamak tertawa puas tapi kesal.
Anna tertawa keras dikamar, hahaha. Hmm, ternyata Mamak adalah penyembuh terkeren. Seketika Anna merasa semua tugas kuliah itu terasa ringan.
Emak…I love youuu…
#30dwc
#30dwcjilid35
#day 29
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Sebuah Awal
Tumblr media
bersambung
Selamat mengomentari ☺️
2 notes · View notes
gagascahaya · 3 years
Text
Reuni: Sembuh dari Luka
Kali ini mentari terbit dengan lebih cerah seakan mewakili perasaan Dita. Pelan-pelan ia mulai bisa beradaptasi dengan kegudahan yang pernah mampir. Seperti yang ia bisikkan tadi malam, apakah luka itu ada obatnya, Dion? Ada, Dita menjawab sendiri pertanyaannya. Sesederhana itu, akhirnya Dita mulai merasakan hatinya lebih baik.
Pagi ini Dita sudah bersiap-siap pergi ke kampus. Tidak ada yang ia tunggu. Dion? Ah, sementara ini Dita sedang tidak berharap banyak. bukankah sudah berapa pagi ini, Dion sudah jarang menanmpakkan tubuhnya? Lagipula, biasanya sebelum dia datang menjemput, malamnya dia akan kirim pesan melalui WA. Dan tadi malam, pesan itu tidak ada.
Namun, baru saja Dita hendak memesan ojek online, tiba-tiba di pagi yang mentarinya terbit lebih cerah itu, sosok Dion muncul dengan motor khasnya. Deruman motornya membuat Dita menoleh ke arahnya. Entah mau bahagia atau marah, yang jelas kehadiran Dion pagi itu membuat Dita terkejut.   
“Dion!” teriak Dita. Sepertinya ia tidak menyembunyikan bahagianya. Mendadak Dita sendiri menjadi heran. Mengapa dia begitu bergembira atas kehadiran Dion pagi ini. Apakah itu berarti dalam beberapa hari ini, ia telah kehilangan sosok lelaki itu?
“Kangen, ya?” tanya Dion menggoda saat motornya sudah berada di samping Dita. Dita cemberut senang. Lalu sebuah cubitan tanpa diduga sudah mendarat di pinggi lelaki itu.
“Aduh!” Dion meringis tapi setelah itu senyumnya melebar.
“Kamu ke mana saja, sih?”
“Kamu yang ke mana saja?”
“Maksudnya?”
“Dit, jujur ya. Sudah sejak dulu aku mencarimu. Sekarang aku baru ketemu kamu.”
“Terus?”
Dion terdiam sesaat. “Pas ketemu, ternyata kamu sudah kepunyaan Bram.”
“Bram? Siapa itu?”
“Ayolah, aku serius.” wajah Dion tiba-tiba berubah. Matanya menatap tajam.
“Dion, kamu tahu kan Bram sudah mengkhianatiku.” sesaat Dita menarik nafa. “Aku sudah putuskan untuk tidak melanjutkan hubungan dengannya.”
Setelah itu ada kegirangan yang kini mengelilingi perasaan Bram. Rasanya ingin segera ia mendekap gadis itu dan meneriakkan isi hatinya ke penjuru dunia. Ada rasa aneh yang kini menjalar di sekujur tubuhnya. Padahal baru beberapa hari yang lalu ia merasa terluka dan sekarang seolah-olah ia menemukan obat kesembuhan lukanya.
“Hei, kok melamun! Ayo, ah kita ke kampus!” Dita segera menepis pundak Dion sekaligus menepis lamunan sesaatnya.
“Eh, iya, ya. Ayolah kalau begitu!” balas Dion agak terkejut.  
Setelah memastikan tubuh Dita sudah di atas motornya, Dion segera menarik tuas gas dan melaju dengan semangat. Rasanya sepanjang perjalanan ke kampus pagi itu, diikuti dengan penuh  taburan bunga. Pagi itu benar-benar pagi yang berbunga bagi keduanya. 
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Reuni: Merawat Hati
“Apakah luka itu ada obatnya, Dion?” 
Ah, pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di kepala Dion. Sejak di pantai itu. sejak keduanya menatap senja yang memucat, sejak ia tahu jika Dita ternyata sudah punya kekasih. Jujur saja, Dion tidak punya jawaban atas pertanyaan itu. Sebab dia sendiri sedang berusaha untuk melupakan Dita.
Sungguh, Dion sama sekali tidak menyangka. peristiwa reuni ini begitu cepat berujung luka. Baru saja rasa itu tumbuh, langsung patah dengan mudahnya. Bisa saja ia masuk ke hati Dita. Bukankah sekarang gadis itu sedang terluka karena kecewa pada Bram. Boleh jadi ini ada akses masuk ke hati Dita. Namun, rasa tidak enak itu langsung menyergapnya.
Sejak itu, Dion mulai mengurangi instensitasnya bertemu dengan Dita. Tentu ini membuat gadis itu menjadi heran. Biasanya, setiap pagi Dion sudah menunggunya di depan pagar rumahnya untuk sama-sama ke kampus. Atau di malam-malam seperti ini, lelaki yang pernah menjadi teman seperjalanannya waktu pulang sekali di kala SD dulu, akan mengirim pesan melalui aplikasi WA untuk sekadar menanyakan sudah tidur atau belum.
Padahal dalam kondisi ini, Dita sangat perlu seseorang yang bisa menentramkan kegundahan hatinya. Hubungannya dengan Bram bukanlah terbilang baru. sudah dua tahun lebih. Selama waktu itu, ia berusaha menjaga hatinya. Namun, Bram tidak melakukan hal yang sama.
Rasanya Dita ingin sekali melupakan Bram. Ia benar-benar benci pada Bram. Baginya, apa yang dilakukan Bram adalah sebuah pengkhianatan. Dan itu adalah tindakan. yang tidak bisa terima. Hanya saja, untuk melupakan bukanlah perkara mudah. kenangan selama ini sudah begitu melekat di dinding hatinya. Dita sadar, untuk melupakan itu butuh waktu. Untuk itulah, ia butuh Dion. Sayangnya lelaki yang ia harapkan dapat membantunya melupakan Bram itu malahan menghindar darinya. Panggilan teleponnya kadang tidak diangkat. Pesan WA yang kirim tidak segera dibalas.
Aku mau sendiri dulu. Begitu terakhir balasan yang Dita terima dari Dion. Sebenarnya Dita kecewa atas sikap Dion itu. Namun, ia tidak bisa memaksa keinginannya. Boleh jadi Dion juga punya masalah yang sedang menghinggapinya. Dita pun berusaha untuk tidak lagi menghubungi Dion. Bagi Dita, boleh jadi sikap Dion itu sebagai upaya memberi ruang dan waktu agar ia bisa merawat hatinya atas kekecewaannya pada Bram. Dita sendiri berharap, ia masih punya sisa-sisa tenaga untuk bisa bangkit. Ia sadar bahwa life must go on!
“Apakah luka itu ada obatnya, Dion?” Begitu tanyanya yang pernah ia lontarkan pada Dion. 
“Ada,” Dita menjawab sendiri pertanyaannya lalu segera melelapkan matanya dalam tidur nyenyaknya.
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Reuni: Sebuah Luka
Mendadak saja Dita meletakkan kepalanya di lengan atas kiri Dion. Lelaki itu seketika tersentak. Bagai sengatan listrik, ada keterkejutan luar biasa yang mengalir ke sekujur tubuhnya. Baru kali ini Dion merasakan sensasi aneh itu. Sesaat ia kehilangan arah. Kebingungan menyelimutinya. ia sedang memikirkan respon apa yang akan ia berikan. Ingin rasanya meliukkan jemarinya, menyisir helai demi helai rambut Dita. Namun ada ragu yang menepis. Akhirnya ia diam, membiarkan kepala gadis itu meneduhkan gundahnya. Sementara di sana senja yang pucat, pelan-pelan menepi. Dita, temannya sejak duduk di bangku sekolah dasar dulu. Waktu telah mempertemukan mereka kembali. Di kota ini, keduanya diterima di universitas yang sama, hanya beda fakultas saja. Namun, Dion masih menyimpan wajah itu. Makanya mudah bagi Dion untuk menebak secara pasti seorang gadis yang sama-sama antre dengannya untuk registrasi ulang di gedung rektorat.
“Dita?” sergahnya. Gadis yang dipanggil Dita itu memicingkan matanya. ia sedikit heran ada sosok asing yang memanggil namanya.

“Dita, kan?”

“Iya.”

“Dita yang dulu pernah sekolah di SD 39?”

“Iya. Kamu siapa?”

“Aku Dion. Teman seperjalanan kalau pas pulang sekolah. Ingat?” Dion mencoba membangkitkan memori gadis itu. Sesaat wajah Dita berubah semringah. Sepertinya, ingatannya mulai terbangun. “Ah, aku ingat!” kini wajah Dita diriasi senyum lebar. “Bagaimana kabar kamu?” “Menurutmu bagaimana?”

“Tidak berubah, terutama cantiknya.”

“Ah, kamu.” balas Dita senyum malu.
Sayangnya, Dita belum menangkap maksud gombalan Dion. Padahal sejak pertemuan itu, Dion mulai merasakan benih-benih rasa ingin lebih dekat dengan Dita. Hanya pada pertemuan pertama yang tidak lain adalah sebenarnya sebuah reuni. Rupanya, sejak dulu rasa itu sudah ada. sayangnya itu tidak berlangsung lama. apalagi, Dita sendiri tiba-tiba pindah domisili.
Sekarang kesempatan itu ada melalui reuni yang tidak disangka-sangka. Betapa girang Dion. Ternyata pencariannya tertambat di kota yang awalnya bukan tujuannya. Semula, ia hendak studi di jurusan desain komunikasi visual. Entah bagaimana, akhirnya ia mengikuti juga arahan mamanya untuk mengambil fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.
Hari demi hari Dion berusaha mendekati Dita seakan ingin mengulang masa-masa SD dulu. Dita sendiri tidak keberatan dengan kehadiran Dion. Keduanya tampak akrab. kadang ada kesempatan keduanya bersama pergi ke kampus. Adakalanya menikmati senja di tepi pantai atau sekadar menyeruput kopi terbaik di kota itu.
Sayangnya, ketika rasa itu semakin tumbuh, Dion baru menyadari bahwa hati Dita sebenarnya sudah terpaut dengan seseorang di kota lain. Hanya saja, sekarang hati Dita sedang terluka. Ia mendapati lelaki pujaan hatinya itu sedang menjalin asmara dengan gadis lain. Kegundahah itulah yang tumpahkan ke Dion.
“Dion, kamu punya kekasihkah?”
“Mengapa bertanya itu?”

“Aku hanya ingin bertanya, apa kamu pernah terluka?”
 Dion tidak menjawab. Sepertinya dia kecewa. Namun tidak elok rasanya ia katakan itu saat Dita sendiri sekarang sedang dilanda kegusaran.

“Apakah luka itu ada obatnya, Dion?” Ucap Dita pelan seakan tanpa tenaga. Dion masih tidak menjawab. Karena ia sendiri sedang mencari obat luka.
 Kini, keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Sambil menatap senja yang memucat, mendadak saja Dita meletakkan kepalanya di lengan atas kiri Dion. Seketika itu Dion tersentak.
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Bahasa Tubuh dan Keterampilan Guru
Saya pernah menonton sebuah film Hollywood. Sayangnya, saya sudah lupa apa judulnya. Bahkan pemainnya pun saya lupa. Ini bukan berarti saya tidak berkesan dengan film tersebut. Dari beberapa film yang saya tonton ada yang menarik, ada sekali lewat, ada yang sampai terngiang-ngiang. Saya tidak bermaksud mengatakan film yang saya lupa itu masuk kategori sekali lewat. Namun, jujur saja saya lupa tanpa pretensi apapun. Yang saya ingat dari film itu, entah itu melalui narasi atau dialog tokohnya, lagi-lagi saya lupa, dikatakan bahwa 75% manusia menggunakan bahasa isyarat. Sementara di salah satu buku, tepatnya di bagian kaver belakang itu dikatakan studi menyebutkan bahwa sekitar 80% komunikasi manusia dilakukan secara nonverbal.
Anda terkejut? Tidak? Ya, sudah tidak apa-apa. Ini hanya informasi saja. Dari sini, saya hendak menyampaikan bahwa kita sebagai manusia dalam berkomunikasi itu menggunakan berbagai media. Tentulah bahasa lisan, bahasa tulisan sesuatu yang sangat familiar. Ada satu media yang tanpa kita sadari itu juga mengabarkan ada pesan tersembunyi dari kita kepada lawan bicara. Walau kita tidak menyampaikan itu tapi lawan bicara kita tahu. Itu tidak lain bahasa tubuh atau body language.
Melalui bahasa tubuh, kita atau lawan kita mengetahui apa sebenarnya yang terjadi pada diri kita. Misalnya, apakah kita sedang gelisah, sedang sedih, sedang gembira, sedang tidak jujur, atau bahkan sedang tidak ingin berkomunikasi dengan lawan bicara kita. Tentulah untuk bisa membaca bahasa tubuh, kita perlu belajar dulu. Ini tidak lain agar kita tidak salah menduga apa yang sesungguhnya sedang terjadi.
Di kelas, murid-murid saya sangat antusias kalau saya mulai mengangkat pembicaraan, semisal bahasa tubuh ini. Padahal sebelumnya bahasa tubuh mereka menunjukkan keengganan untuk menyimak materi pelajaran yang sebelumnya saya sampaikan. Apalagi saat itu sedang jam-jam rawan yang sangat berpotensi menimbulkan kantuk secara massal. Nah, di sinilah fungsinya kita sebagai guru perlu menguasai bahasa tubuh.
Ketika saya melencengkan materi, bahasa tubuh mereka langsung berubah. Ya, semacam ice breaking-lah. Awalnya para murid menunjukkan keengganan, malas-malasan, mendadak berubah haluan. Bayangkan kalau sang guru di kelas tidak bisa membaca situasi murid melalui bahasa tubuh mereka. Kita bisa menebak, apa kira-kira yang akan terjadi.
Bagi saya, menjadi seorang guru itu perlu banyak keahlian. Bukan cuma kemampuan pada penguasaan materi. Keahlian semacam mampu membaca bahasa tubuh, itu juga perlu dikuasai. Sehingga, di kelas kita bisa berimprovisasi agar pembelajaran tetap menarik, murid-murid tetap menunjukkan semangatnya sehingga dua jam pelajaran di kelas itu rasanya jadi kurang banyak bagi murid-murid. Hehehe.
1 note · View note
gagascahaya · 3 years
Text
Menulis Puisi dengan Teknik Akrostik
Saya pribadi kadang ditanya, bagaimana cara membuat puisi. kalau ditanya dengan pertanyaan ini, jujur saja saya probadi bingung menjawabnya. Mengingat saya belajar menulis puisi dari menelaah beberapa karya puisi dan kadang mengintip juga beberapa referensi tentang penulisan puisi. Salah satunya teknik akrostik.
Sebelum kita mengenal lebih lanjut tentang teknik ini, ada baiknya kita mengenal dulu kata akrostik ini, Akrostik berasal dari bahasa Yunani, akrostichis. Artinya sajak yang huruf awal dari setiap baris menyusun sebuah kata atau kalimat secara vertikal dari atas ke bawah. Misalnya ada sebuah judul puisi Kita.  Nah, kita memulai menulis puisinya berawal dari huruf kata K, I, T, dan A yang membentuk kata kita itu.
Untuk lebih jelasnya, mari perhatikan contoh berikut!
Kita
Kau dan aku Indah dalam satu Tak terpisah Asalkan terus bersama
Kalau kita perhatikan contoh puisi di atas, huruf-huruf awalnya merupakan pembentuk kata kita itu menjadi huruf awal kata dari setiap baris puisi tersebut. Dengan penggunaan teknik ini, akan membantu bagi para pemula yang ingin membuat puisi. Biasanya, bagi pemula akan mengalami kebingungan untuk memulai kata apa yang akan ditulis.
Menurut saya, sebagai guru bahasa Indonesia, teknik ini juga bisa diterapkan dalam materi menulis puisi. Pengalaman saya menjadi guru, materi menulis puisi termasuk materi berat sekaligus menyenangkan. Nah, karena berat jangan sampai materi yang juga berstatus menyenangkan ini menjadi terabrasi hanya gara-gara tidak tahu tekniknya.
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Surat dari Lelaki Naif
Dear kamu,
Akhirnya kita bisa bertemu. Setelah belasan tahun berlalu bagai jeruji besi yang memberi spasi bagi tubuh untuk bertemu. Aku tidak tahu apakah kamu tahu bahwa aku telah mengelilingi buana untuk mendapati di mana dirimu berada. Rasanya, aku ingin tertawa menyadari kamu tidaklah jauh sesuai sangkaku.
Facebook akhirnya mempertemukan kita. Tidak sabar, aku segera jelajahi postingan statusmu, dan foto-foto yang termuat di akunmu. Menatapmu penuh senyum sungguh membuat aku semringah. Kau tidak berubah sedikitmu. Ah, senyum itu membuat aku melayang-layang teringat di awal-awal kita bertemu. Kamu duduk di sebuah halte. Aku kemudian datang. Kamu senyum seakan sambut hadirku.
Hingga tibalah di satu foto yang membuat aku seperti ditarik tali besar. Aku terjengkang manakala mendapati foto-foto mesramu dengan balutan gaun pengantin. berwarna putih Kau tampak bahagia bersama pria yang kutaksir umurnya jauh di atasmu.  Apakah itu artinya kamu sudah menikah? Aku berusaha menolak kenyataan itu. Aku cermati lagi, termasuk komentar-komentar yang menyertai foto-foto itu. Komentar-komentar itu semua berisi ucapan selamat. Selamat, ya akhirnya kamu temukan tautan hatimu. Begitu tulis salah satu komentar itu. 
Ah, rupanya kamu benar-benar sudah menikah! Namun, sebentar. Heiii! Sepertinya kamu baru-baru ini melangsungkan pernikahan. Kuperhatikan tanggal postingannya. Apa! Ternyata baru dua minggu yang lalu. Ini membuat aku semakin terjengkang. Sungguh darahku terasa mengering. Aku hilang tenaga! Mendadak aku tak bersemangat lagi untuk melanjutkan penjelajahan akun Facebookmu.
Andai. Ah, mengapa kata andai ini yang muncul. Bukankah pencarianku baru berhasil pada hari ini saja. Hari-hari yang lalu, aku telah mencarimu tetapi belum juga kudapati dirimu yang ternyata membuat nama akun Facebook dengan nama yang berbeda dengan namamu.
Gadis Setia itu ternyata nama akunmu. Nama yang anggun sebenarnya. Namun, mengapa nama itu yang kamu pilih? Oh, aku jadi teringat dengan nama itu. Itulah nama samaran yang pernah kau buat saat menitipkan secarik kertas dengan tulisan kutunggu di gerbang! Mendadak aku menyesali kebodohanku yang tidak cerdas membaca tanda-tanda yang kauberikan.
Baik, baik aku yang bodoh, aku yang naif, aku yang salah. Aku yakin kamu sudah berusaha menungguku tapi sayang waktu yang tepat belum bisa mempertemukan kita. Aku sadar sekian tahun tanpa kabar membuatmu harus membuat sebuah keputusan besar tanpa kamu tahu aku sendiri sedang mencari kabarmu.
Sekarang, aku harus menyiapkan mental atas kenyataan yang terjadi. Baik-baik, ya. sebagaimana aku juga mengucapkan hal yang sama pada diriku sendiri. Sesungguhnya, akulah yang lebih perlu dengan kata-kata itu. Ya, sudah. Aku sudah mendapati kabarmu. Kini giliranku untuk kembali melanjutkan penjelajahan ke buana yang lain. Siapa tahu ada gadis setia dalam versi yang lain yang sedang menungguku.
Salam,
Lelaki Naif
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Terluka (Lagi)
Rasanya baru kemarin kejadian itu kualami. Lukanya sama sekali belum mengering. Sungguh, walau kejadiannya itu sudah berlangsung beberapa tahun ke belakang, tetapi aku masih belum berhasil melupakan betapa kecewanya aku pada murid yang sejak awal sebagai satu-satunya yang kunominasikan untuk mewakili sekolah dalam lomba monolog tahun ini. Bakat terpendamnya sudah kuincar sejak ia duduk di kelas Sepuluh. Aku melihat anak ini mempunyai potensi bagus. Cocok untuk diikutsertakan dalam kegiatan FLS2N tahun ini.
Seperti tahun-tahun yang lalu, agenda Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) itu selalu diadakan dengan menyertakan berbagai bidang lomba. Monolog, baca puisi, nyanyi solo, gitar solo, tari berpasangan. Aku sendiri adalah guru yang biasa menjadi langganan dalam membimbing para siswa. Biasanya aku mendapat jatah di cabang baca puisi dan monolog.
Nah, di tahun ini, belajar dari tahun-tahun lalu, aku berusaha untuk tidak kecolongan, khususnya cabang monolog. Di tahun sebelumnya, jarak kami baru menerima informasi lomba, hampir berdekatan dengan pelaksanaannya. Akibatnya, persiapan kami relatif kurang. Apalagi kalau menyangkut cabang monolog. Ini tidak lain, untuk cabang ini, siswa perlu menghafal dulu teksnya yang relatif panjang. Setidaknya, menurutku tidak cukup sehari atau dua hari untuk bisa menghafal teks tersebut.
Makanya, aku berusaha lebih awal untuk  mencari tahu info lomba. Kali ini aku bersyukur karena info lomba berhasil aku dapati lebih awal. Bagiku cukup untuk mempersiapkan siswa untuk mengikuti lomba monolo. Mulai dari membaca dan memahami isi teks, menghafalnya, melatih aktingnya, termasuk juga untuk siswa yang akan kubimbing pada lomba baca puisi. Aku kira, cukup memadai waktu yang tersedia.
Aku langsung menghubungi siswa yang kumaksud di awal. Siswa yang memang sudah kuincar untuk bisa melanjutkan tradisi sekolah kami yang biasanya disegani untuk cabang monolog ini. Tahun sebelumnya, kami sempat mewakili kabupaten ke tingkat provinsi melalui cabang monolog ini. Tahun kami nangkring di juara 2. 
Anak itu tidak keberatan dengan ajakanku untuk mengikuti lomba tersebut. Betapa girang hatiku mendapati ia menerima tanpa ragu. Biasanya, ada saja siswa yang sebenarnya bisa tetapi karena tidak percaya diri untuk mengiyakan tawaranku. Akhirnya, teks lomba monolog sudah berada di tangannya.
Nah, ketika lomba tinggal dua pekan lagi akan dilaksanakan, tiada hujan, tiada badai, tiba-tiba siswa yang kuandalkan itu tidak lagi memberi kabar. Kupanggil ia tidak datang, ku kirim pesan lewat WA, nomornya sudah berganti. Aku mulai gelisah. Pikiran negatif mulai menyeruak di batok kepalaku. Aku khawatir, tahun ini kami tidak bisa mengirimkan perwakilan. 
Seperti yang sudah kukhawatirkan, dari temannya aku mendapati kabar bahwa ia tidak berselera lagi untuk meneruskan latihan dan menyatakan mundur. Betapa terkejutnya aku! Jelas itu membuat aku marah, kecewa, dan terluka. Orang yang aku andalkan ternyata telah mengkhianati kepercayaanku. Kepalaku terasa berat bagai berisi muatan yang ingin pecah. Hingga sekarang, aku sama sekali tidak tahu mengapa ini terjadi. Anak itu sama sekali berusaha menjauh dariku.
Sekarang, peristiwa serupa kembali terjadi. Seorang anak yang besoknya akan ikut lomba mendadak mengundurkan diri dengan alasan yang aku kira dibuat-buat.  Walau bukan lomba monolog tetapi sikap itu seakan kembali membuat lukaku mengangga. Aku benar-benar dibuat kecewa. Aku bingung, mengapa sikap-sikap kurang satria ini muncul di saat-saat genting dan penting. Mudah-mudahan saja ini bisa menjadi pelajaran penting dan bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Sekolah yang Menyenangkan
Sekolah adalah sebuah institusi pendidikan. Tentu sepakat untuk masalah ini. Membayangkan institusi ini adalah sebuah tempat agung dalam mendidik dan mengajar anak bangsa untuk menjadi orang-orang yang akan meneruskan tongkat estafet perjuangan di kemudian hari.
Tidak bisa dihindari, kehadiran sekolah di tengah-tengah pusaran persoalan bangsa ini, diharapkan bisa menjawab carut-marut benang kusut pendidikan kita. Ternyata, jangankan menjadi institusi suci, seolah malah menjadi tempat yang tidak aman dan menyenangkan bagi murid. Ini tidak lain karena faktor kekerasan yang telah mencoreng wajah pendidikan kita.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Anak dan Perempuan (Simfoni-PPA) tahun 2020, sekolah menduduki urutan keempat sebagai tempat terjadinya kekerasan. Dari data ini menunjukkan bahwa sekolah masih menjadi tempat yang rawan bagi murid. Ini sekaligus menjadi kabar buruk yang membuat murid merasa  tidak aman, dan tidak nyaman. Bagaimana dengan orang tua? Boleh jadi itu membuat orang tua murid menjadi tidak nyenyak tidur.
Apapun bentuk kekerasan itu, entah mempermalukan seseorang, menuliskan komentar yang menyakitkan di media sosial, mengancam, menakut-nakuti, menyebarkan cerita bohong, yang intinya membuat orang lain tidak nyaman, itu adalah tindakan yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi korban. Kerugian itu bukan cuma persoalan fisik saja tapi psikis dan ketidaknyamanan dalam kehidupan sosialnya.
Untuk itu, persoalan kekerasan yang terjadi di institusi sekolah ini jangan sampai membuat kita abai. Ini perlu dibicarakan secara serius dengan melibatkan berbagai unsur. Kita menginginkan sekolah menjadi institusi yang memberi rasa aman dan nyaman, sekaligus ramah dan menyenangkan. Bisa saja, kekerasan yang terjadi di sekolah disebabkan masih adanya aspek dalam pendidikan dan pengajaran yang belum terkaver secara utuh. Apalagi jika menyangkut persoalan perilaku. Aspek kognitif saja, tentulah tidak memadai untuk diandalkan dalam membuat perilaku murid menjadi baik. Perlu ada aspek lain. Salah satunya adalah aspek kompetensi sosial dan emosional.
Aspek sosial dan emosional ini sangat berpengaruh terhadap perilaku murid itu sendiri entah kepada dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Untuk mengembangkan aspek sosial emosional ini pada murid, dapat dilakukan melalui pembelajaran sosial emosional.
Dalam pembelajaran sosial emosional ini, dikembangkanlah proses keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal murid dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, pembelajaran sosial emosional ini dapat dijadikan langkah awal penanaman pendidikan karakter kepada murid.
Ada beberapa kompetensi kunci pengembangan dalam aspek sosial emosional murid, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan kemampuan berelasi, dan pembuatan keputusan bertanggung jawab. Kompetensi-kompetensi ini penting dikembangkan untuk menanamkan keterampilan sosial sekaligus emosional. Penanaman ini akan berimplikasi pada terbentuknya karakter-karakter unggul. Pada gilirannya, jika murid-murid sendiri sudah memiliki karakter unggul maka akan berdampak bukan saja pada kehidupan pribadi mereka tetapi juga pada kehidupan sosial, khususnya di lingkungan sekolah.
Jika para murid sudah memiliki keunggulan karakter tentu menjadi sinyal baik bagaimana indahnya interaksi yang terjadi dalam miniatur kehidupan yang ada di sekolah. Masing-masing saling menghormati. Tidak ada perudungan atau bentuk kekerasan yang membuat para murid merasa tidak aman dan nyaman. Mengapa ini terjadi? Karena mereka sudah memiliki kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan relasi, dan keputuan bertanggung jawab Kalau ditanya, apakah ini hanya perlu dimiliki murid? Tentu tidak jawabannya. Para guru dan unsur-unsur yang ada di sekolah perlu juga memiliki kompetensi sosial dan emosional ini agar terjadi sinergi Bersama yang bermuara pada kebahagiaan, terutama kebahagiaan murid.
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Gerakan Satu Kata Sehari
Di tulisan sebelum ini, penulis pernah menampilkan tulisan dengan judul Gerakan Seribu Sehari. Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengangkat topik yang memiliki kemiripan secara tipikalnya. Cuma di sini, berbeda pada kontennya.  
Ide ini berawal dari kegelisahan saya mendapati beberapa murid kami di sekolah yang kosakata bahasa Inggrisnya masih minim. Di usia mereka sekarang ini yang telah duduk di bangku SMA, beberapa kosakata yang seharusnya sudah sangat familiar ternyata mereka sama sekali belum tahu apa arti kata tersebut dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya, kegelisahan ini bukan saja karena mereka sudah berseragam putih abu-abu tetapi ini berkenaan dengan status pulau kami yang merupakan salah satu destinasi wisata di Indonesia.
Saya sendiri bukanlah guru bahasa Inggris. Saya guru bahasa Indonesia. Namun demikian, murid-murid harus menguasai juga bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Itulah mengapa saya tertarik untuk mencari cara, bagaimana  agar murid-murid kami ini menguasai bahasa Inggris melalui penguasaan kosakatanya.  
Teringat dengan Gerakan Seribu Sehari, saya jadi tercetus ide dengan Gerakan Satu Kata Sehari. Artinya, setiap hari, murid diminta menguasai satu kata bahasa asing, bahasa Inggris dalam hal ini. Itu adalah jumlah minimal. Dengan demikian, ilustrasinya jika satu tahun terdapat 365 hari maka itu artinya dalam satu tahun itu, para murid sudah menguasai 365 kata bahasa Inggris. Setelah 3 tahun di SMA, setidaknya mereka sudah menguasai kosakata bahasa Inggris di atas angka seribu kata. Itu baru satu kata sehari. Bagaimana jika dua kata, tiga kata, empat kata, atau sepuluh kata? Wah!
Sayangnya, ide tersebut baru saya cetuskan sekadar untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya menguasai kosakata pada saat di kelas saja. Artinya, itu belum diprogramkan secara khusus. Saya sendiri tidak mengecek secara serius, apakah ide saya tersebut dijalani para murid atau tidak. Tentunya, saya berharap mereka bisa menerima dan mengaplikasikan ide saya itu. Bagaimanapun itu untuk kebaikan mereka sendiri.
0 notes
gagascahaya · 3 years
Text
Ah, Sudahlah!
Tanpa pikir panjang lagi, aku bergegas menuju pintu lift saat membaca sebuah pesan yang dikirim teman melalui aplikasi perpesanan Whatapps. Kelas sudah dimulai, buruan! Begitu bunyi pesannya. Duh, gawat kalau telat. Mana instrukturnya killer lagi. Bisa kena hukum ni, batinku.
Kemarin saja, salah satu peserta dihukum sang instruktur gara-gara salah omong. Ceritanya, dalam sebuah sesi, si instruktur menyebut mi goreng. Eh, ada peserta yang nyeletuk ‘mi oyeng’. Kelas jadi gerrrrrr dong. Kecuali si instruktur. Bagi instruktur, itu jerlas-jelas tidak lucu. Nah, ini yang membuat pucat peserta. Bagaimana kabar yang nyeletuk? Dia bukan hanya pucat tapi pucat pasi!
Kalau mau dibanding-bandingkan, perlakuan instruktur di kelas kami berbanding terbalik dengan kelas sebelah. Instrukturnya gokil dan asyik. Diam-diam aku jadi cemburu pada kelas yang salah satu pesertanya bernama Mr. Y itu. Eh, eh, eh tunggu, tunggu! Memangnya siapa Mr. Y ini? Ah, sudahlah! Abaikan saja! Anggap saja ini tokoh mau numpang lewat alias numpang ngetop di cerita ini.
Singkat ceritanya, aku sudah tiba di muka pintu lift. Untungnya sedang tidak ramai antrean. Biasanya kalau kelas akan dimulai seperti ini, para peserta banyak yang akan turun. Untungnya lagi, menunggu giliran lift tiba pas di lantai yang kutempatipun, tidak lama.  Pintu lift-pun terbuka. Taraaaaaa! seorang perempuan berbaju putih ada di dalamnya. Aku senyum padanya. Anehnya senyumku bertepuk sebelah tangan. Ah, sudahlah, tidak penting, batinku. Yang paling penting aku harus masuk kelas.
Tidak sampai dalam hitungan semenit, lift turun dengan sempurna di lantai yang kuinginkan. Aku segera meluncur ke luar. Sementara perempuan berbaju putih itu masih di dalam. Tanpa curiga sedikitpun padanya, aku langsung saja melenggang hingga masuk ke dalam kelas.
Alangkah terkejutnya aku! Ternyata kelas masih sepi! Belum ada seorangpun peserta pelatihan di dalam ruangan kecuali di meja instruktur. Kulihat sudah ada seseorang yang aku duga keras itu adalah instruktur kelas kami. Tentulah aku berpikir demikian. Bukankah beliau adalah seorang yang sangat disiplin? Jadi Wajar dong berada di kelas lebih awal.
Cuma, aku jadi bertanya-tanya dengan pesan yang dikirim teman tadi. Apakah ingin mengerjai aku atau bagaimana? Katanya kelas sudah dimulai. Apa aku salah ruangan atau …? Ah, sudahlah, pikirku dalam hati. Aku memilih duduk paling depan. Itu memang sudah menjadi kebiasaanku dari sekolah dasar dulu. Bagiku duduk di depan itu mengasyikkan. Bisa lebih fokus dalam belajar dan konon kabarnya itu tanda orang yang percaya diri.
Aku sudah duduk dengan agak manis. Aku diam saja. Kugerakkan kursi agar menimbulkan bunyi. Maksudnya mau mencari perhatian, memberitahu bahwa sudah ada seseorang yang telah hadir. Mau berdehem atau mengucapkan ‘selamat malam’ rasanya tidak berani. Apalagi, sejak aku masuk tadi, posisi duduk si instruktur masih membelakangi kelas. Tentu aku tidak mau berkasus seperti halnya dengan temannku yang pernah nyeletuk mi oyeng.
Tidak berapa lama tubuh si instruktur tampak bergerak. Agaknya, dia mulai menyadari kehadiranku. Sementara itu, kelas masih juga sepi. Belum ada sama sekali tanda-tanda akan kedatangan peserta lain. Mencekam sih tidak! Apalagi lampu tampak terang-berderang. Cuma, cara orang yang di kursi instruktur itu membalikkan tubuhnya yang membuat aku jadi dag dig dug ser.
Dag dig dug ser itu semakin menjadi-jadi, saat aku sadari bahwa orang yang aku duga si instruktur itu, ternyata bukan! Jadi siapa? Ayo tebaaaaak? Yup, tebakan kamu benar! Dia adalah perempuan yang berbaju putih di dalam lift tadi! Coba horor, enggak?
“Heran, ya?” Malah bertanya dia padaku. “Enggak.” Jawabku santai, padahal tidak demikian. “Lho, kok bisa?” Tanyanya lagi. Malahan dia yang heran. “Sudah biasa yang begini. Enggak asyik.”Jawabku sekenanya.
Si perempuan berbaju putih tampak berpikir. Sepertinya berpikir keras. Entah sekeras apa. Ah, sudahlah. Abaikan saja! Itu tidak penting! Sekarang yang terpenting, bagaimana caranya agar aku bisa lari dari ruangan ini. Ditambah lagi celanaku sudah basah kuyup. Tentulah tahu apa sebabnya. Entah apa kata orang nanti jika mendapati aku dalam keadaan begini. Ah, sudahlah!
0 notes