Tumgik
#Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945
Text
Fatwa Haram Salam Lintas Agama, Anwar Abbas: Untuk Jaga Akidah
Waketum MUI Anwar Abbas
Anwar Abbas. Foto: mui.or.id
Jakarta -
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan haram hukumnya mengucapkan salam lintas agama. Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menilai hal tersebut dilakukan untuk menjaga akidah umat Islam.
"Jika kita bicara tentang Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang terkait dengan masalah salam lintas agama, itu konteksnya sudah jelas untuk menjaga akidah dan agama dari umat Islam sendiri agar mereka tidak terseret kepada hal-hal yang tidak disukai oleh Allah SWT," kata Anwar dalam keterangannya, Kamis (13/6/2024).
Anwar menjelaskan, salam dalam Islam yang berupa "assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" merupakan ibadah. Oleh karena itu, kata dia, Islam memerintahkan pemeluknya untuk mengucapkan salam dengan bunyi tersebut kepada sesama muslim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, untuk salam yang ditujukan kepada nonmuslim perlu dilakukan ijtihad, karena kata Anwar, tidak ada tuntunan yang jelas dalam Islam tentang hal ini. Anwar menegaskan dalam ijtihad tidak boleh merusak akidah.
"Dalam berijtihad tersebut yang harus menjadi pedoman bagi kita bagaimana caranya supaya kita dalam menyampaikan salam tersebut jangan sampai merusak akidah dan keyakinan kita sendiri," jelasnya.
"Untuk itu salah satu hal yang harus kita jaga dalam menyampaikan salam tersebut bagaimana caranya supaya ketika kita menyampaikan salam tersebut kita tidak mempersekutukan Allah SWT karena Dia sangat marah dan murka kepada orang-orang yang mempersekutukan-Nya," sambungnya.
Wakil Ketua MUI ini kemudian menjelaskan bentuk salam kepada saudara nonmuslim bisa dengan ucapan yang bukan berupa ibadah dan bukan tradisi dari pemeluk agama lain.
"Contohnya adalah salam-salam yang juga sudah biasa diucapkan oleh warga bangsa di negeri ini seperti selamat pagi, selamat siang dan selamat malam dan atau salam sejahtera untuk kita semua. Meskipun di dalamnya tetap terkandung doa tetapi secara syar'i orang yang mengucapkannya sudah terhindar dari mempersekutukan Allah SWT," paparnya.
Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan ini menganggap hal tersebut perlu diperjelas agar pengucapan salam lintas agama tidak dilakukan dengan dalih menegakkan Pancasila dan toleransi. Ia menegaskan pentingnya memahami sila pertama Pancasila dan amanat dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.
"Dari pasal 29 ayat 1 dan 2 ini sudah jelas bahwa sebagai warga bangsa kita tidak boleh mengabaikan ketentuan dari ajaran agama dan juga setiap penduduk dan warga negara di negeri ini juga dijamin kebebasannya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu." paparnya.
Seperti diketahui, Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia yang digelar di Bangka Belitung pada 28-31 Mei 2024 menghasilkan sejumlah putusan, salah satunya larangan mengucapkan salam lintas agama.
Dalam fatwa bertajuk Fikih Salam Lintas Agama dikatakan pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.
Fatwa tersebut juga menetapkan pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.
Simak Video "Respons Ketum PBNU Terkait Salam Lintas Agama"
(kri/lus)
0 notes
sneider · 2 years
Text
Apa Makna "Setiap Anak Berhak Mendapatkan Pendidikan yang Layak"
Tumblr media
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan mansia dalam hidupnya. Banyak manfaat yang akan dirasakan dari hal terkecil yang sebelumnya tidak tahu menjadi lebih mengerti. Hingga dari segi sosial dalam bermasyarakat membantu seseorang untuk dapat mempelajari bahasa, berinteraksi dengan sesama dan memiliki keahlian untuk mendukung karir di masa depan. Atau bahkan dalam segi global berkontribusi untuk bangsa, negara hingga dunia. Pendidikan menjadi hal yang fundamental untuk mempersiapkan setiap manusia.
Menurut KBBI, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara ialah berupa “Sistem Among”, ialah suatu sistem yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan dua dasar yaitu, kodrat alam dan kemerdekaan. Pendidikan berarti memberikan kemerdekaan bagi manusia atau suatu bangsa. Hal ini sesuai pula dengan pembukaan UUD 1945 alinea pertama, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Kemerdekaan menjadi hak bagi setiap bangsa, sedangkan kemerdekaan juga tidak dapat diraih apabila tanpa perjuangan dan pendidikan.
Pentingnya pendidikan kemudian dikuatkan dengan adanya Pasal 31  UUD 1945 ayat 1-5 tentang Hak dan Kewajiban Pendidikan. Isi dari Pasal 31 yaitu:
Pasal 31 ayat 1 dan 2(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.Pasal 31 ayat 3(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.Pasal 31 ayat 4(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenihi kebutuhan penyelengaraan pendidikan nasional.Pasal 31 ayat 5(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Makna Pendidikan berdasarkan Pasal 31 UUD 1945
Isi dari Pasal 31 UUD 1945 ayat 1-5 dimaknai bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang tertera pada ayat 1. Sedangkan kewajiban dalam memberikan pendidikan berkualitas merupakan tanggung jawab pemerintah selaku pemegang keputusan maupun pihak yang diamanahi kekuasaan yang disampaikan di ayat 2. Kedua ayat di awal Pasal 31 UUD 1945 menegaskan mengenai hak warga negara dan kewajiban memberikan pendidikan yang layak kepada warga negaranya.
Pada ayat berikutnya dijelaskan lebih lanjut mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang digunakan untuk mengatur dan mengelola pelaksanaan pendidikan di Indonesia pada ayat 3. Pada ayat ke-4 menegaskan kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan pendidikan, kemudian di ayat 5 ditegaskan kembali selain berkewajiban dalam tata laksana pendidikan, pemerintah juga bertanggung jawab memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Hal tersebut terutama memastikan bahwa pemerintah mendukung pelaksanaan pendidikan yang layak agar tercipta sumber daya manusia berkualitas, profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan serta memiliki akhlak budi pekerti luhur yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
Dilihat dari bagaimana negara memandang pendidikan yang ditegaskan dalam UUD 1945, tersirat bahwa pendidikan yang layak merupakan hak asasi bagi setiap anak. Pendidikan yang layak berarti kemudahan dalam mengakses pendidikan, seperti kegiatan belajar dasar secara gratis, fasilitas dan perlengkapan dalam pembelajaran yang terjangkau dan memadai, sarana prasarana yang baik, kebebasan dalam mengembangkan bakat, minat dan potensi hingga mendapatkan pengajar dengan kompetensi profesional atau mumpuni. Dengan begitu anak bisa menjadi warga negara yang dapat mengembangkan dirinya, mampu berfikir, berpendapat dan bertindak secara merdeka, bisa bersosialisasi, mengimani agama atau keyakinan yang sesuai dengan dirinya dan lain-lain.
Di era saat ini, anak dapat mengakses pendidikan yang layak dari berbagai sumber. Salah satunya melalui platform pembelajaran di https://kejarcita.id/. Siswa dapat belajar dari berbagai materi pembelajaran yang menarik, mengerjakan contoh soal AKM yang sesuai dengan jenjang kelasnya, karena sudah tersedia bank soal hingga 80.000+.
Selain itu, ada pula rangkuman materi yang memudahkan siswa untuk memahami pembelajaran. Bagi guru juga dapat terbantu dengan mengakses contoh rpp merdeka belajar, PPT pembelajaran interaktif, video materi hingga berbagai Contoh soal AKM. Yuk tunggu apa lagi? Akses mudah cukup ketik "kejarcita" di kolom pencarian, semua akses pembelajaran untuk mendukung kualitas pendidikan yan layak sudah dapat diperoleh dengan mudah lho! Buruan coba!
1 note · View note
hunterviews575 · 3 years
Text
Contoh Rab Rkb 4 Lokal
Tumblr media
Pembukaan UUD 1945 secara tegas mengatakan bahwa salah satu visi Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan Bangsa Penjabaran Visi tersebut telah tercantum, pada pasal 31 ayat (1) yang berbunyi Tiap Warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan ayat (2) menyatakan “ pemerintah mengusahakan dan menyelanggrakan suatu sistem pengajaran Nasaional yang diataur dalam undang. Atau Rencana Anggaran Biaya. RAB sendiri merupakan penghitungan banyaknya biaya yang nantinya diperlukan untuk alat dan bahan yang diperlukan bahkan upah pegawai, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek, baik secara kasar/taksiran maupun secara teliti. Berikut contoh RAB untuk suatu jaringan komputer.
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Dan
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Dalam
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Mk
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Desa
Dalam sebuah proyek penting wawasan tentang pengadaan barang dan jasa sangat diperlukan gaes, kali ini saya berikan contoh rab dengan anggaran 200 juta. Bagaimana cara menyusun RAB atau rencana anggaran biaya dengan besaran anggaran 200 juta rupiah?
Daftar isi
2. Contoh PL (Penunjukan Langsung)
1. Penjelasan Pengadaan Barang dan Jasa
Biasanya dalam satu proyek ada semacam level nominal dalam pengadaan, mulai dari pengadaan dibawah 50 juta, diatas 50 juta hingga diatas 200 juta sampai dengan miliaran, masing masing berbeda gaes mekanisme pengadaan barang dan jasa dengan nominal yang saya sebutkan diatas.
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Dan
Nah disini kita akan membahas poin pada pengadaan barang dan jasa dengan harga perkiraan sendiri HPS 200 juta rupiah, mekanisme nya dengan penunjukan langsung ke pihak penyelenngara dari pihak pertama.
Bagaimana dengan pekerjaan Miliaran rupiah, anggap 3 miliar apakah mekanisme yang di tempuh, ini tergantung kebijakan dari pengguna anggaran cara mana yang lebih efektif dan efisien. Bisa saja dengan mekanisme lelang 3M atau swa kelola dengan pihak ketiga (swakelola type 3) berupa yayasan atau asosiasi non profit dengan jumlah 3M.
2. Contoh PL (Penunjukan Langsung)
Baiklah itu tadi sekilas tentang proyek pengadaan barang dan jasa, kita masuk pada topik sesuai judul contoh RAB dengan nominal 200 juta. Kita anggap kali ini mekanisme nya penunjukan langsung untuk membuat satu booth mewah untuk event fashion standar Internasional di dalam negeri.
Dalam hal ini saya sebagai pihak pertama (pemilik anggaran) akan menunjuk langsung satu perusahaan XX untuk melaksanakan pekerjaan ini berkontrak dengan mekanisme PL (penunjukan langsung), kenapa karena untuk booth yang saya ingingkan hanya perusahaan XX yang mampu melaksanakan dengan standar Internasional disamping itu perusahaan XX yang saya tunjuk sudah berpengalaman mengerjakan booth di luar negeri dan sudah diakui kualitasnya.
Tumblr media
Merencanakan sebuah booth yang diperlukan biasanya kontruksi dan sewa lahan:
I Kontruksi Booth Spesial Design (Rp 80.000000)
Material
Design
Tumblr media Tumblr media
II Sewa Lahan ( Rp 60.000.000)
III Man Power (Rp 50.000.000)
IV. Total 190juta dari pagu anggaran 200 juta.
Sekarang kita susun dalam Excel agar lebih mudah dalam penjumlahan semua kebutuhan dalam membangun sebuah booth standar Internasional dengan spesial design.
4. Berikut Contoh RAB Dengan Anggaran 200 juta
Dari RAB atau Rincian Anggaran biaya diatas anda sudah bisa mengajukan dua PL, pertama materi cetak atau belanja materi promosi cetak. Jika pagu 200 juta bukan berarti kita mentookin sampe 200 juta mendekati saja tidak apa.
BACA JUGA: Contoh Rab Event
Yang kedua untuk produksi Booth nya snediri termasuk didalamnya design dan lighting sampai jadi dah itu booth, dalam hal ini masih bisa di breakdown lagi details rinciannya yang diatas hanya contoh saja.
5. Kesimpulan dan Penutup
Demikian yang dapat saya jelaskan tentang RAB atau di sebut juga Rincian Anggaran Biaya atau Rencana Anggaran Biaya deengan alokasi Pagu anggaran 200jta plus pajak.
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Dalam
Semoga membantu, jika ada pertanyaan atau masukan jangan sungkan untuk memberikan komentarnya pada kolom komentar yang tersedia.
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Mk
Jika butuh yang perlu excel silahkan komen, atau follow IG kampretnews lalu DM
Contoh Rab Rkb 4 Lokal Desa
Silahkan bagikan ke teman atau saudara anda yang sedang butuh referensi dalam menyusun RAB event atau RAB kontruksi desain booth.
Tumblr media
Related posts
Tumblr media
1 note · View note
dianadlnr · 2 years
Text
PEMBANTAIAN ENAM LASKAR FPI ATAU TRAGEDI KM 50 TERMASUK PELANGGARAN HAM?
Diana Lutfiah Nur Ramadhani
Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H, M.H.
Pembantaian 6 syuhada laskar FPI pengawal imam besar Habib Rizieq Shihab atau dikenal dengan sebutan tragedi KM 50 merupakan kasus pelanggaran HAM?
Enam pengawal Rizieq Shihab tewas akibat tembakan senjata api oleh polisi yang terjadi di Rest Area Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Desember tahun 2020 silam. Kasus tersebut bermula ketika adanya iring-iringan yang mengawal Rizieq Shihab dikuntit sejumlah mobil. Pengawal Rizieq yang dinamakan Laskar FPI melakukan perlindungan kepada Rizieq Shihab. Atas insiden tersebut, kontroversi mengemuka. Ada perbedaan pernyataan antara pihak FPI dan kepolisisan mengenai sebab musabab penembakan. Polisi kukuh mengatakan bahwa mereka diserang dengan senjata api dan melakukan tindakan tegas sehingga menewaskan pengawal Rizieq Shihab. Sedangkan pihak FPI membantah klaim polisi tersebut. Mereka mengatakan bahwa tak ada pengawal Rizieq Shihab yang membawa senjata api. Kemudian mana pernyataan yang benar?
Karena mendengar pernyataan polisi yang dianggap telah memutar balikan fakta, maka Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI menyampaikan bukti adanya pelanggaran HAM berat dalam kasus Km 50. TP3 mengaku memiliki bukti-bukti tersebut. "Sebagian besar, 90 persen, data sudah kami miliki," kata Ketua TP3 Abdullah Hehamahua. Mantan Penasihat KPK itu juga mengungkapkan TP3 selanjutnya akan menyerahkan bukti-bukti pelanggaran HAM berat yang dimilikinya kepada kejaksaan, Komnas HAM, hingga kepolisian. Mahfud Md sebelumnya juga meminta TP3 membawa bukti yang dimilikinya ke kejaksaan dan Komnas HAM jika ragu akan profesionalisme kepolisian. Kembali kepada peristiwa penembakan diatas, peristiwa penembakan yang diduga dilakukan oleh sekelompok orang yang melibatkan kepolisian tersebut merupakan sebuah pelanggaran HAM dimana telah terjadi penghilangan nyawa beberapa orang dengan cara yang tidak manusiawi dan dilakukan di ruang publik.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, telah membentuk Tim Penyelidikan untuk melakukan investigasi atas kasus tersebut sesuai dengan mandat Komnas HAM Pasal 89, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Merujuk pada kasus tersebut, ada beberapa ketentuan mengenai pelanggaran HAM berat, diantaranya yaitu :
Amandemen UUD 1945 telah dilakukan 4 kali, yakni pada 1999, 2000. 2001, dan 2002. Sebelum amandemen, persoalan HAM diatur sebagai hak dan tugas warga negara yang memuat nilai-nilai hak asasi manusia dan termaktub dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 34 UUD 1945, juga dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/I998 tentang Hak Asasi Manusia. Sebagai tindak lanjut pasal-pasal dan TAP MPR tersebut, pada 23 September 1999 ditetapkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM (UU HAM) .
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), khususnya Pasal 1 angka 6 mengatur mengenai pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik yang dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Pelanggaran HAM sendiri terdiri dari dua jenis, yakni ringan dan berat. Apa saja jenis pelanggaran HAM yang termasuk di dalamnya? Jenis pelanggaran HAM pada umumnya dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
1). Pelanggaran HAM ringan, yang biasanya cukup disebut sebagai pelanggaran HAM. Jenis pelanggaran HAM ringan adalah pelanggaran yang tidak mengancam nyawa seseorang namun merugikan orang tersebut.
2). Pelanggaran HAM berat, yaitu meliputi kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan. Terdapat empat jenis pelanggaran HAM berat, yang dimana keempat jenis pelanggaran HAM berat tersebut berdasarkan Statuta Roma dan Undang-undang RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yaitu antara lain : Kejahatan Genosida (Genocide), Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity), Kejahatan Perang (War Crimes), dan Kejahatan Agresi (Aggression).
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memusnahkan atau menghancurkan seluruh atau sebagian dari kelompok bangsa, kelompok etnis, kelompok agama, dan ras. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan atau kehancuran secara fisik baik seluruh maupun sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sementara itu, kejahatan kemanusiaan seringkali diartikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan dengan serangan yang meluas dan sistematis. Adapun serangan yang dimaksud ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
a). Pembunuhan.
b). Pemusnahan.
c). Perbudakan.
d) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
e). Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan.
f). Penyiksaan.
g). Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan kehamilan, pelacuran secara paksa, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
h). Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, kebangsaan, ras, budaya, etnis, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
 i). Penghilangan orang secara paksa.
 j). Kejahatan apartheid, penindasan dan dominasi suatu kelompok ras atau kelompok ras lain untuk mempertahankan dominasi dan kekuasaannya.
Bila ditelusuri lebih jauh istilah HAM memang tidak disebutkan secara tersurat dalam Alquran, akan tetapi bila dilihat dari perspektif makna dan orientasinya dalam Alquran terdapat banyak istilah yang mengarahkan kita pada pengertian HAM. Menurut Said Aqil Siroj, HAM dalam perspektif Islam dikenal dengan sebutan al’adl (keadilan). Al-‘adl berarti keseimbangan, harmoni dan keselarasan. Esensi agama Islam adalah teciptanya keadilan. Dan umat Islam dirodong untuk menegakkan keadilan.
Mengenai keadilan dapat dilihat di antaranya dalam Q.S. An-Nahl/16 : 90.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Hak untuk melenyapkan hidup seseorang itu oleh Allah hanya diberikan kepada kekuasaan negara (pemerintah) saja, sesuai dengan hukum tindak pidana. Kepentingannya ialah semata-mata untuk kemaslahatan masyarakat dan melindungi hidup setiap jiwa yang ada. Dalam Q.S. Al-Baqarah/2 : 179, dijelaskan “Dan dalam qishas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa. Pelanggaran atas kehidupan seseorang tanpa haq adalah merupakan pelanggaran terhadap seluruh masyarakat. maka dari itu adanya balas atau qishas daripada si pelanggar tadi untuk melindungi kehidupan masyarakat seluruhnya”.
Maka dari itu, hak menghidupkan dan mematikan memang hanya di tangan Allah, dan kehidupan itu sendiri menjadi hak manusia yang telah dianugerahkan Allah SWT yang tak seorangpun diizinkan untuk dilanggar, terkecuali ada sebab-sebab tertentu yang menurut syariat dapat diizinkan seperti adanya hukum qishas.
1 note · View note
fkksmpmuhammdiyahsb · 3 years
Text
Tumblr media
PERNYATAAN SIKAP
TERHADAP PERMENDIKBUD NOMOR 6 TAHUN 2021 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH REGULER
Salah satu kalimat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan bahwa “....Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa....”. Mendasarkan pada amanat konstitusi tersebut, maka menjadi tugas Pemerintah untuk memastikan setiap anak bangsa wajib mengikuti pendidikan selama 12 tahun. Selain itu, mewujudkan pendidikan yang berkualitas juga menjadi salah satu indikator ketercapaian tujuan pembangunan milenium (MDGs) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Pendidikan merupakan tulang punggung untuk mengukir masa depan bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kontribusi dan partisipasi berbagai pihak dalam mewujudkan cita-cita mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa senantiasa harus diupayakan secara optimal. Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, Persyarikatan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Lembaga Pendidikan Katolik, Tamansiswa, PGRI, dan komponen lainnya telah berbakti kepada Ibu Pertiwi melalui pendidikan. Peran kontribusinya secara kontinyu terus dilakukan hingga saat ini. Keberadaan berbagai organisasi yang berkontribusi nyata dalam pendidikan tersebut sangat membantu Negara mewujudkan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Namun patut disayangkan, kebijakan Kemendikbudristek melalui Permendikbud RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler bertolak belakang dengan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945, diskriminatif, dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. Sebagaimana Permendikbud tersebut terutama Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan “memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir”. Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi Negara. Oleh karena itu, kami yang selama ini telah banyak berkontribusi membantu Negara dalam pendidikan menyatakan sejumlah catatan kritis terhadap kebijakan tersebut sebagai berikut.
1. Dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan, Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2. Pasal31ayat(1)danayat(2)menyatakanbahwa“Setiapwarganegaraberhakmendapatpendidikan dan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Oleh karena itu Pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik karena ini merupakan hak konstitusional warga Negara.
3. Berdasarkan butir 1 dan butir 2, kami Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan menyatakan: a. Menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS
Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.
b. MendesakMendikbudristekmenghapusketentuanPermendikbudNomor6Tahun2021tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.
c. Mempertegas kebijakan Pendidikan Nasional yang berlandaskan filosofi kebudayaan Indonesia dan menjauhkan praktik diskriminasi serta sesuai dengan ketentuan utama Pendidikan Nasional, Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945, dan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2).
Demikian pernyataan sikap Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan agar menjadi perhatian dan ditindaklanjuti.
Majelis Dikdasmen PP Muhmamadiyah
Dr. Sungkowo Mudjiamano,M.Si
Taman Siswa
Jakarta, 03 September 2021 LP Ma’arif PBNU PB PGRI
Z. Arifin Junaidi Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
Majelis Nasional Pendidikan Katolik
Ki. Prof. Drs. H. Pardimin, M.Pd, Ph.D Dr. Vinsensius Darmin Mbula, OFM
1 note · View note
yukeeis · 3 years
Text
Inklusivitas dalam Praktik Pendidikan
“Inclusion is a right, not a privilege for a select few.” – Gregory Geary
Jika diberikan pilihan rentang nilai 1 hingga 10 untuk mengukur seberapa setujunya saya dengan pernyataan tersebut, maka skor 10 akan mewakili jawaban saya bahwa inklusi harus dirasakan oleh semua orang dalam setiap kelompok sosial. Inklusi merupakan hak setiap orang, bukan hak istimewa yang hanya dapat dimanfaatkan oleh sebagian orang.
Sebagai makhluk sosial, manusia adalah individu yang memiliki kecenderungan untuk berkumpul dengan individu lain dan membentuk kelompok sosial. Contoh dari kelompok sosial di antaranya geng, komunitas, massa, hingga persatuan organisasi. Dalam suatu kelompok sosial, anggota kelompok saling menumbuhkan rasa kebersamaan karena adanya persamaan ideologi yang memunculkan pola perilaku tertentu pada suatu kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah anggota kelompok. Hal tersebut menjadikan pengakuan dari anggota lain sebagai salah satu kebutuhan anggota kelompok. Anggota kelompok akan memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok karena merasa kehadirannya dihargai dan diperhitungkan dalam kelompok.
Fenomena itulah yang dimaksud dengan inklusivitas. Inklusivitas berasal dari kata Bahasa Inggris, inclusivity. Dalam kamus Bahasa Inggris Cambridge, inklusivitas memiliki arti yaitu usaha untuk memasukkan (including) jenis-jenis individu yang berbeda-beda serta memperlakukan mereka semua dengan adil dan setara. Setiap anggota dengan identitas apapun yang melekat pada dirinya akan diikutsertakan atas dasar inklusivitas.
Esai ini ditulis untuk membahas inklusivitas dalam lingkup pendidikan di Indonesia, baik secara yuridis maupun implementatif, dari teori yang mendasari lahirnya peraturan untuk mengatur inklusivitas di lingkungan pendidikan hingga komponen yang disiapkan untuk menerapkan inklusivitas dalam setiap satuan pendidikan.
Idealisme yang dibangun oleh masyarakat dunia terkait pendidikan sebagai hak asasi manusia telah muncul sejak tahun 1948 dengan disepakatinya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa “setiap orang mempunyai hak atas pendidikan”. Idealisme tersebut menjadi dasar ditetapkannya peraturan-peraturan yang lebih khusus hingga istilah inklusivitas atau pendidikan inklusif semakin populer seperti saat ini.
“Apakah dalam pendidikan inklusif berarti anak-anak penyandang disabilitas diikutsertakan dalam proses pendidikan reguler?”
Pengertian pendidikan inklusif tentunya tidak sesempit itu. Dalam Salamanca Statement (1994) disebutkan bahwa pendidikan inklusi mengakomodasi semua anak tanpa memandang keadaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi-kondisi lain. Termasuk anak-anak yang menyandang disabilitas, anak-anak berbakat, pekerja anak, anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-anak dari kelompok etnik atau bahasa minoritas, serta anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat.
Hak pendidikan bagi warga negara Indonesia adalah salah satu amanah konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat (1) dan ayat (2). Hingga enam dekade kemudian, pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Peraturan tersebut mewajibkan pemerintah kabupaten/ kota untuk menunjuk paling sedikit 1 sekolah dari setiap jenjang unit pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Dengan hadirnya kebijakan mengenai pendidikan inklusif, setidaknya terdapat empat komponen yang harus disiapkan oleh pemerintah. Keempat komponen yang bersifat krusial dan berperan sebagai pilar untuk menyokong penerapan pendidikan inklusif tersebut antara lain penyediaan sumber daya pendidikan inklusif, peningkatan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi sumber daya pendidikan inklusif, perangkat sistem pendidikan inklusi, serta pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif. Penjabaran dari empat komponen tersebut akan dibahas pada uraian berikut.
Teknis penyediaan sumber daya pendidikan inklusif diatur dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif dalam pasal 6 dan pasal 10. Pemerintah tingkat kabupaten/ kota dan pemerintah provinsi bertanggung jawab dalam penyediaan sumber daya pendidikan inklusif. Pemerintah kabupaten/kota menyediakan guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk, sedangkan pemerintah provinsi membantu dan menyediakan tenaga pembimbing khusus bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. Untuk itu, sekolah yang ditunjuk sebagai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif diinstruksikan untuk menyusun Profil Belajar Siswa (PBS), yaitu gambaran informasi siswa, terutama untuk siswa penyandang disabilitas. Informasi yang tergambar dalam PBS menjadi dasar bagi Dinas Pendidikan setempat untuk memetakan dan memenuhi kebutuhan guru pendidikan khusus dalam sebuah satuan pendidikan.
Profil belajar siswa yang disusun oleh sekolah juga dijadikan sebagai acuan dari program peningkatan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi sumber daya pendidikan inklusif yang menjadi tanggung jawab dari pemerintah tingkat kabupaten/ kota dan pemerintah tingkat provinsi.
Perangkat sistem pendidikan inklusi meliputi sistem penerimaan peserta didik, silabus pendidikan inklusif, hingga Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pendidikan inklusif. Sekolah yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi harus memiliki sistem penerimaan peserta didik baru yang mengakomodir Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) sebagai peserta didik di satuan pendidikan tersebut. Dalam proses pembelajaran, silabus dan RPP juga harus mengakomodir keberadaan PDBK.
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif pasal 10 menetapkan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sebagai tanggung jawab pemerintah. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai dengan kewenangannya.
Optimalisasi keempat komponen untuk mendukung pendidikan inklusi di Indonesia tentunya terus dilakukan secara kontinyu, namun beberapa masalah masih timbul dalam implementasi pendidikan inklusi, di antaranya kesetaraan dalam pendidikan belum mendapat perhatian para praktisi pendidikan karena alasan teknis, keberagaman kondisi dan karakteristik peserta didik yang masih terabaikan, praktisi pendidikan yang kurang/ belum memiliki kompetensi yang memadai tentang konsep dan akomodasi yang layak dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, satuan pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK) yang menerima PDBK namun belum melibatkannya dalam setiap kegiatan pembelajaran, serta satuan pendidikan yang belum memberikan layanan yang optimal dalam proses pembelajaran.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah harus menggiatkan sosialisasi dan bimbingan teknis tentang pendidikan inklusif untuk satuan pendidikan yang ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan inklusi. Dengan terus memperbaiki berjalannya empat komponen penyokong pendidikan inklusi, diharapkan budaya inklusif dalam pendidikan dapat tercipta dan berjalan dengan baik sesuai amanah konstitusi dan idealisme inklusivitas di Indonesia.
Esai ini ditulis untuk Essay Competition by Open Access Indonesia tahun 2019
Penulis: Salsa Billa Yuke Islami
Daftar Pustaka
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/inclusivity diakses 23 September 2019
http://sosiologis.com/kelompok-sosial diakses 23 September 2019
Kemendikbud. Panduan Guru: Penyusunan Profil Belajar Siswa (PBS)
Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Kota Administrasi Jakarta Timur. 2019. Kebijakan Pendidikan Inklusif. Disampaikan dalam pelatihan Pendidikan Inklusif di P2PTK2 Jakarta Timur
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif
Stubbs, Sue. 2002. Pendidikan Inklusif (Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber) Terj. The Atlas Alliance Global Support to Disabled People
1 note · View note
ayojalanterus · 3 years
Text
TWK KPK Konstitusional, Novel Baswedan: Beda Masalah
Tumblr media
 KONTENISLAM.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam permohonan yang diajukan KPK Watch itu menyinggung soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dianggap inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945. Meski begitu, ada empat hakim MK menyampaikan alasan yang berbeda (concuring opinion) atas putusan permohonan judicial review tersebut. Salah satu hakim konstitusi, Saldi Isra menyampaikan bahwa  pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi pegawai ASN dengan alasan apapun, termasuk TWK. Menanggapi itu, penyidik nonaktif KPK Novel Baswedan menyebut putusan MK bukan yang diajukan oleh pihaknya. "Putusan MK bukan atas yang kami ajukan, dan hal yang diputuskan oleh MK merupakan norma, tidak ada masalah dengan itu," kata Novel kepada awak media, Selasa, 31 Agustus 2021. Novel mengatakan justru pihaknya mempermasalahkan terhadap serangkaian perbuatan melawan hukum, yang dilakukan secara sistematis, terselubung dan ilegal yang berakibat terjadinya pelanggaran HAM. "Itu yang terjadi, telah diperiksa dengan ditemukan fakta-fakta dan bukti-buktinya sebagai masalah yang serius," kata Novel. Menurut Novel, meski MK telah memutus bahwa TWK konstitusional, bukan berarti jika ada pelanggaran dalam proses TWK kemudian dapat dibenarkan. Ia memandang, MK hanya memeriksa norma yang diuji dengan konstitusi. "Sebab dari hasil pemeriksaan mendalam yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Komnas HAM, ditemukan bahwa banyak perbuatan melanggar hukum dan melanggar HAM, yang dilakukan dengan maksud penyingkiran terhadap 75 pegawai KPK. Tentunya itu masalah yang berbeda dengan pemeriksaan di MK," kata Novel. Novel menambahkan, dari temuan pemeriksaan mendalam yang dilakukan oleh Komnas HAM dan Ombudsman RI, diketahui bahwa perbuatan melawan hukum atau norma yang dilakukan oleh pimpinan KPK dengan bersiasat bersama pihak-pihak tertentu. Hal itu dilakukan dengan maksud untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK. "Inilah inti masalah yang sebenarnya," ujar Novel. Mantan perwira polisi itu menegaskan dalam normanya baik dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perkom atau aturan lainnya, tidak ada satupun dasar hukum yang menyatakan ada proses yang menyatakan lulus atau tidak lulus. "Atau pun (menyatakan) pemberhentian," imbuh Novel. Sebelumnya, MK yang dipimpin Ketua Mahkamah Anwar Usman menolak permohonan pemohon seluruhnya, dan menyatakan permohonan pemohon terkait legalitas TWK pegawai KPK tidak beralasan menurut hukum. Lima hakim MK memutuskan Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK yang menjadi pokok gugatan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sementara hakim konstitusi lainnya, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih menyatakan alasan yang berbeda. Mereka menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK sebagaimana putusan MK sebelumnya, yakni MK Nomor 70/PUU-VXII/2019, menegaskan bahwa pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi pegawai ASN dengan alasan apapun. "Posisi hukum kami, karena proses peralihan status itu sebagai hak, peralihan dilaksanakan terlebih dahulu dan setelah dipenuhi hak tersebut baru diikuti dengan penyelesaian masalah-masalah lain, termasuk melakukan promosi dan demosi sebagai pegawai ASN di KPK," kata Hakim Saldi Isra saat membacakan alasannya di pengadilan MK, Selasa, 31 Agustus 2021. Menurut Saldi, berdasarkan pertimbangan hukum putusan MK Nomor 70/PUU-VXII/2019, peralihan status pegawai KPK menjadi ASN bukanlah proses seleksi calon pegawai baru yang mengharuskan diadakannya seleksi sehingga sebagiannya ada yang dinyatakan 'memenuhi syarat' dan ada yang 'tidak memenuhi syarat'. Apalagi, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK, dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan lagi. "Ketentuan Pasal 69B ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK harus dipandang, dimaknai, dan diposisikan sebagai peralihan status bagi penyelidik, penyidik, dan pegawai menjadi pegawai ASN, sehingga disain baru institusi KPK tetap memberikan kepastian hukum bagi penyelidik, penyidik dan pegawai KPK," paparnya. Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan judicial review atau uji materi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK yang diajukan KPK Watch menyangkut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Dalam permohonannya KPK Watch meminta MK menyatakan tes TWK inkonstitusional. Selain itu, KPK Watch juga meminta MK untuk memerintahkan BKN dan KPK agar menarik kembali pegawai KPK yang diberhentikan karena tidak lolos TWK "Mengadili. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan putusan dikutip Youtube MK, Selasa, 31 Agustus 2021.[viva]
from Konten Islam https://ift.tt/38qM9MQ via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/09/twk-kpk-konstitusional-novel-baswedan.html
0 notes
thiswearesblog · 4 years
Text
Pancasila Religius
oleh : RIZKA FAUZIAH
Sebagai masyarakat Indonesia, tentu kita tahu peran penting Pancasila. Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama pancasila terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Peran utama Pancasila adalah sebagai dasar kehidupan bernegara,
Indonesia adalah negara demokratis yang sekular mayoritas pemeluk agama Islam. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama kepada semua orang, masing-masing menurut agama atau keyakinan sendiri. Konstitusi ini juga menetapkan bahwa negara Indonesia harus didasarkan pada keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (kondisi tersebut juga merupakan prinsip pertama Pancasila, yaitu filosofi negara Indonesia yang dibeberkan presiden Soekarno pada tahun 1945).
Lalu, Bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam?
Kenapa Bukan Alquran yang dijadikan Dasar negara?
Menurut Ustadz Rachmat Rizky Kurinawan, S.EI., M.M menerangkan bahwa didalam pancasila sudah terkandung ajaran yang berasal dari Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam dan sumber ajaran agama Islam. Beliau juga menuturkan bahwa pada hakikatnya semua manusia ini merupakan mahkluk dari Tuhan Yang Maha Esa. Pada dasarnya yg menciptakan manusia itu adalah satu dzat, yg oleh setiap agama diyakini demikian, pencipta itu satu, Islam Allah, Kristen Allah, Hindu brahman, Budha sang hyang. Tanpa menyebut nama nama tuhan itu, dengan ketuhanan yg maha esa sudah mewakili dasar kepercayaan yg dianut oleh negara ini, yaitu bahwa kita diciptakan oleh tuhan yg satu.
Di zaman sekarang, jika kita lihat Hampir 80% warga negara Indonesia itu beragama Islam, tapi sekarang Islam itu seakan terasing kan dari negara nya sendiri, sampai-sampai muncul demo berjilid-jilid ketika agama Islam dihinakan seakan pemerintah tak menghiraukan, atau para pemakai cingkrang dan cadar yang dianggap radikal. Bahkan sempat ramai pernyataan “MUSUH terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan.” Kira-kira itulah pendapat dari Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru dilantik, Prof Yudian Wahyudi, ketika diskusi dengan salah satu media, sontak saat itu Muslim geram seakan Agama itu tidak boleh singgah di Indonesia padahal jika ditelaah dalam Pancasila itu jelas tertuang didalamnya nilai-nilai ajaran agama Islam. Pada hakikatnya Agama dan Pancasila memiliki kesamaan fungsi, yaitu sebagai nilai dan alat untuk mencapai kesejahteraan lahir batin masyarakat.
Di Indonesia pancasila dijadikan sebagai dasar kehidupan negara, walaupun mayoritas Warga negara beragama Islam, Alquran tidak dijadikan sebagai dasar kehidupan negara Karena didalam pancasila sudah terkandung ajaran yang berasal dari Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam dan sumber ajaran agama Islam. Seperti harus adanya nilai keimanan yang tertuang pada Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan relevan dengan QS.Al-Ikhlas ayat 1. Adanya nilai kemanusiaan dan berakhlakul Karimah dalam sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab relevan dengan Qs Annisa ayat 135, Adanya perintah untuk menciptakan persatuan yang otomatis melarang kita menimbulkan perpecahan umat, perintah bermusyawarah, menegakkan keadilan masyarakat dan lainnya yang semua itu Islam ajarkan pada umatnya dan tertuang dalam Pancasila. Islam menjadi agama yang menginspirasi, atas dirumuskannya pasal-pasal dalam Pancasila.
Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 disebutkan, tujuan pendidikan nasional yang dijalankan Indonesia adalah untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, serta terwujudnya akhlak mulia bagi segenap warga negara yang terdidik. Jika ditelisik dari sisi mana pun, tegas dia, tak ada alasan yang dapat membenarkan argumen bahwa agama dapat membunuh Pancasila. Justru sebaliknya, nilai-nilai agama justru menguatkan Pancasila.
Karena sejatinya, ajaran agama menjadi salah satu dasar dari Pancasila sehingga implikasinya negara menjamin bagaimana masyarakat dapat menjalankan ajaran agamanya dengan damai.
Menurut Ustadz Rachmat Rizky Kurinawan, S.EI., M.M menerangkan bahwa Pancasila adalah “Philosophische Grondslag” yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti norma (lag), dasar (grands), dan yang bersifat filsafat (philosophische). Artinya sumber dari segala sumber kehidupan negara dan berbangsa Indonesia.
Pancasila bukan ideologi, karena ideologi itu sistem nilai. Bukan dasar negara, karena dasar negara adalah UUD. Bukan penyatu, karena yg menyatukan kita adalah keberagaman, bhineka tunggal ika (berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan).
Indonesia adalah negara demokratis yang sekular mayoritas pemeluk agama Islam. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama kepada semua orang, masing-masing menurut agama atau keyakinan sendiri. Konstitusi ini juga menetapkan bahwa negara Indonesia harus didasarkan pada keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa (kondisi tersebut juga merupakan prinsip pertama Pancasila, yaitu filosofi negara Indonesia yang dibeberkan presiden Soekarno pada tahun
1945).
Lalu, Bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam?
Kenapa Bukan Alquran yang dijadikan Dasar negara?
Tentu banyak pertanyaan-pertanyaan seperti itu dalam benak mayoritas Muslim Indonesia. Dan di zaman sekarang, jika kita lihat Hampir 80% warga negara Indonesia itu beragama Islam, tapi sekarang Islam itu seakan terasing kan dari negara nya sendiri, sampai-sampai muncul demo berjilid-jilid ketika agama Islam dihinakan seakan pemerintah tak menghiraukan, atau para pemakai cingkrang dan cadar yang dianggap radikal. Bahkan sempat ramai pernyataan “MUSUH terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan.” Kira-kira itulah pendapat dari Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru dilantik, Prof Yudian Wahyudi, ketika diskusi dengan salah satu media, sontak saat itu Muslim geram seakan Agama itu tidak boleh singgah di Indonesia padahal jika ditelaah dalam Pancasila itu jelas tertuang didalamnya nilai-nilai ajaran agama Islam. Pada hakikatnya Agama dan Pancasila memiliki kesamaan fungsi, yaitu sebagai nilai dan alat untuk mencapai kesejahteraan lahir batin masyarakat.
Di Indonesia pancasila dijadikan sebagai dasar kehidupan negara, walaupun mayoritas Warga negara beragama Islam, Alquran tidak dijadikan sebagai dasar kehidupan negara Karena didalam pancasila sudah terkandung ajaran yang berasal dari Alquran sebagai pedoman hidup umat Islam dan sumber ajaran agama Islam. Seperti harus adanya nilai keimanan yang tertuang pada Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan relevan dengan QS.Al-Ikhlas ayat 1. Adanya nilai kemanusiaan dan berakhlakul Karimah dalam sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab relevan dengan Qs Annisa ayat 135, Adanya perintah untuk menciptakan persatuan yang otomatis melarang kita menimbulkan perpecahan umat, perintah bermusyawarah, menegakkan keadilan masyarakat dan lainnya yang semua itu Islam ajarkan pada umatnya dan tertuang dalam Pancasila. Islam menjadi agama yang menginspirasi, atas dirumuskannya pasal-pasal dalam Pancasila.
Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 disebutkan, tujuan pendidikan nasional yang dijalankan Indonesia adalah untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, serta terwujudnya akhlak mulia bagi segenap warga negara yang terdidik. Jika ditelisik dari sisi mana pun, tegas dia, tak ada alasan yang dapat membenarkan argumen bahwa agama dapat membunuh Pancasila. Justru sebaliknya, nilai-nilai agama justru menguatkan Pancasila.
Karena sejatinya, ajaran agama menjadi salah satu dasar dari Pancasila sehingga implikasinya negara menjamin bagaimana masyarakat dapat menjalankan ajaran agamanya dengan damai.
Tumblr media
Bogor, 06 November 2020 13:58 WIB
0 notes
rmolid · 4 years
Text
0 notes
noturmilkyway · 4 years
Text
Pancasila Sebagai Dasar dan Ideologi Negara
Penjabaran dalam Batang Tubuh UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. Sebelum amandemen, UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan. Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 psal Aturan Tambahan.
Pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat negara dan Undang-Undang Dasar merupakan satu kesatuan. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 didalamnya terkandung pokok-pokok pikiran Persatuan Indonesia, Keadilan Sosial, Kedaulatan Rakyat berdasarkan atas Permusyawaratan atau Perwakilan, serta Ketuhana Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang intinya merupakan penjabaran dari Pancasila.
Arti Batang Tubuh UUD 1945 ialah peraturan Negara yang memuat ketentuan ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber daripada perundang-undangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Batang tubuh UUD 1945 terdiri dari 16 BAB, 37 pasal yang terbagi menjadi 5 bagian (Bentuk dan Kedaulatan Negara, Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara, Unsur-unsur Kesejahteraan Negara dan Unsur-unsur Pemerintahan Negara), 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan. Batang Tubuh UUD 1945 memiliki 3 sifat utama, yaitu :
Fleksibel : dapat mengikuti perkembangan zaman.
Rigid : artinya tidak kaku, yaitu isi dari Batang Tubuh UUD 1944 dapat dipraktikan oleh siapa saja.
Luwes : dapat dilaksanakan oleh setiap warga negara dimana saja.
Pada tulisan sebelumnya, telah dijelaskan mengenai penjabaran Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 yang mengandung 4 pokok pikiran utama lalu selanjutkan dijabarkan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Persatuan
“negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Pengertian negara persatuan adalah yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Karena pentingnya pokok pikiran ini, maka persatuan pun menjadi dasar negara yang utama. Oleh karena itu penyelenggaraan kedaulatan negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan perorangan maupun golongan.
2.      Keadilan Sosial
“negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.”
Pengertian dari keadilan sosial disini adalah untuk menegaskan tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. pikiran keadilan sosial menunjukann tujuan negara yang didasari oleh kesadaran bahwa setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
3.      Kedaulatan rakyat
“negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”
Sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
4.      Ketuhanan Yang Maha Esa
"negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adali dan beradab”
Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan asas moral bangsa dan negara
 Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun 1945 sebanyak empat kali secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan 10 Agustus 2001. Setelah mengalami amandemen dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
Pasal-pasal yang tertakait aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara.
Pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasa negara, lambing negara, lagu kebangsaan, peerubahan UUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan.
 Berdasarkan hasil amandemen dan pengelompokan keseluruhan Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabaran Pancasila kedalam batang tubuh melalaui  pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945.
1.      Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
Pasal 1 ayat (3) : Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.
Pasal 3 ayat (1) : MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD
Pasal 3 ayat (2) : MPR melantik Prisiden dan / atau Wakil Presiden
Pasal 3 ayat (3) : MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan / atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
 2.      Hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Pasal 26 ayat (2) : Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Pasal 27 ayat (3) : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Pasal 29 ayat (2) : negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 31 ayat (2) : setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Pasal 33 ayat (1) : perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Pasal 34 ayat (2) : negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3.      Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambing negara, dan lagu kebangsaan.
Pasal 35 Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih
Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia
Pasal 36A Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya
 Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Konsep
Ideologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ideas dan logos. Kata ini memiliki arti pemikiran, ilmu, cara pandang, dan cita-cita. Jadi bisa disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah cara pandang yang membentuk kerangka berpikir kita dalam mewujudkan cita-cita. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara artinya seluruh warga negara Indonesia menjadikan pancasila sebagai dasar sistem kenegaraan. Nilai-nilai yang ada pada setiap butir pancasila harus dijadikan sebagai pedoman dasar dalam melangsungkan kehidupan bernegara. Selain itu, pancasila sebagai ideologi negara bermakna menjadikan pancasila sebagai cita-cita atau visi. Hal ini tentunya berlaku untuk pemerintah dan seluruh warga negara.
Adapun ciri Pancasila sebagai ideologi negara, yaitu diantaranya :
Memiliki derajat tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
Mewujudkan suatu asas keagamaan, pandangan dunia, prinsip hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Alasan
Pancasila mempunyai 5 elemen dasar yang menjadi landasan untuk menjalani dan mewujudkan negara yang sejahtera. Sementara itu Pancasila bersifat dinamis dan terbuka. Maksudnya adalah ideologi Pancasila dapat berinteraksi serta dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ilmu pengetahuan dan teknologi serta Pancasila sebagai ideologi terbuka merupakan cerminan bangsa Indonesia yang senantiasa terbuka dalam setiap dimensi kehidupan.
Dasar
Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia dalam pandangan hidup dan budaya bangsa, selain itu pancasila memiliki derajat tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan mencakup tujuan hidup, pandangan hidup, serta pedoman hidup.
Tantangan
Perkembangan dan perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari sebagai prasyarat untuk mencapai kemajuan dan tujuan kemerdekaan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendatangkan manfaat sekaligus dan dampak buruk bagi masyarakat. Kemudahan, kecepatan, dan efektivitas merupakan gambaran umum dampak kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi yang tidak dikendalikan dan dikontrol akan menghasilkan masalah baru yang dapat menghambat atau merusak suatu negara.
Pada waktu yang sama ancaman bangsa terus terus berkembang di setiap bidang. Bidang ideologi (ancaman ekstremisme, paham radikal), bidang politik (permasalahan pemilu, pejabat negara yang terjerat korupsi), bidang ekonomi (kesenjangan yang masih tinggi), bidang sosial budaya (pengangguran, kekerasan dalam rumah tangga), bidang pertahanan dan keamanan (terorisme, konflik SARA, ilegal fishing). Revolusi industri 4.0 juga membawa disruption and bridging generations. Terdapat gap antargenerasi dalam sebuah pola komunikasi sehingga terjadilah disrupsi atau perubahan mendasar terhadap suatu realitas.
Penerapan
Di dalam kehidupan sehari-hari Pancasila berperan dalam mengatur pola hidup masyarakat, sehingga masyarakat lebih terkontrol dalam hal apapun. Setiap orang yang berpegang pada Pancasila, maka ia adalah orang yang memiliki rasa nasionalisme tinggi dan menjadi warga negara yang taat.
Penerapan nilai-nilai Pancasila hanya dapat terlaksana apabila ada ketaatan dari penyelenggara dan warga negara. Ketaatan kenegaraan ini, menurut Notonagoro (1974), dapat diperinci sebagai berikut:
Ketaatan hukum, yang terkandung dalam pasal 27 (1) UUD 1945, berdasarkan atas keadilan legal.
Ketaatan kesusilaan, berdasarkan atas sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Ketaatan keagamaan, berdasarkan atas: sila pertama Pancasila; pasal 29 (1) UUD 1945; berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945.
Ketaatan mutlak atau kodrat, atas dasar bawaan kodrat daripada organisasi hidup bersama dalam bentuk masyarakat, lebih-lebih dalam bentuk negara, organisasi hidup kesadaran dan berupa segala sesuatu yang dapat menjadi pengalaman daripada manusia. Baik pengalaman tentang penilaian hidup yang meliputi lingkungan hidup kebendaan, kerohanian dan religius; lingkungan hidup sosial ekonomis, sosial politis dan sosial-kultural.
0 notes
manjawari · 5 years
Photo
Tumblr media
Dilema terbesar ketika berbicara tentang wajib belajar di berbagai negara maju adalah menyadari realitas di negeri sendiri. Dalam UUD 1945 disebutkan dengan bahasa jelas: "Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan" (Pasal 31 ayat 1). Lalu pada ayat 2 pasal yang sama tertulis: "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Ketika berbicara dengan warga, hati ikut tergores mendengar keluh-kesah mereka. Ide besar pendidikan untuk semua masih butuh perjuangan panjang mewujudkannya. #pendidikan #wajibbelajar #instalearn #instagrahman Kredit Foto: @nonkmajidmakassar (at BP PAUD dan Dikmas Sulawesi Selatan) https://www.instagram.com/p/B9OW-ekpVrY/?igshid=1gd6njn42kzhc
0 notes
satukanal · 5 years
Text
Angka Harapan Sekolah Naik, Kabupaten Kediri Masih Harus Berantas Buta Aksara
https://www.satukanal.com/angka-harapan-sekolah-naik-kabupaten-kediri-masih-harus-berantas-buta-aksara/
Angka Harapan Sekolah Naik, Kabupaten Kediri Masih Harus Berantas Buta Aksara
Tumblr media
SATUKANAL, KEDIRI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri terus berupaya meningkatkan taraf pendidikan masyarakatnya. Usaha itu berhasil, dengan meningkatnya angka Harapan Lama Sekolah (HLS).
Berdasarkan data Kabupaten Kediri Dalam Angka 2018 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan bahwa HLS pada 2017 meningkat dibanding 2016 lalu. Yakni dari 12,57 tahun menjadi 12,86 tahun atau naik 0,29 poin.
Artinya, lamanya sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada usia 7 tahun ke atas adalah selama 12,86 tahun atau setara dengan mengenyam pendidikan sampai dengan lulus SLTA. Tepatnya, hingga kuliah semester II atau jenjang D2.
Meski demikian, Kabupaten Kediri masih belum sepenuhnya bebas dari buta aksara. Pada 2017, masih ada sekitar 6,24 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Kediri yang belum melek huruf.
Secara umum, angka buta huruf laki-laki lebih rendah dibanding perempuan. Angkanya yakni 4,37 persen untuk laki-laki dan 8,11 persen untuk perempuan.
Pemkab Kediri terus mengupayakan untuk menekan angka buta aksara dari tahun ke tahun. Terlebih, pemerintah setempat mengusung platform daerah unggul SDM, Kesehatan, dan Ketenagakerjaan.
Sejak 2012 silam, Pemkab Kediri telah menggeber berbagai program untuk persoalan buta aksara ini. Misalnya, Program Keaksaraan Fungsional yang memang sengaja dibuat untuk menyasar masyarakat remaja-dewasa, yakni mulai usia 15 hingga 45 tahun ke atas.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur menunjukkan angka melek huruf penduduk Jatim usia 15 tahun keatas terus mengalami kenaikan dari 91,59 persen tahun 2017 sampai 91,82 persen tahun 2018, mengalami kenaikan 99,75 persen pertahunnya.
Bupati Kediri Haryanti Sutrisno menjelaskan pemerintah terus berupaya meningkatkan taraf hidup masyarakat pada bidang pendidikan. Termasuk, melatih masyarakat untuk hidup lebih mandiri. Hal tersebut sesuai dengan amanat pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menjamin layanan pendidikan bagi warga masyarakat.
Haryanti menyampaikan harapan bahwa ke depan di Kabupaten Kediri tidak ada anak yang tidak sekolah. “Masalah seperti ini tidak akan ada selesainya, akan selalu muncul buta huruf buta-huruf baru, jadi harus diupayakan agar anak-anak bisa bersekolah,” tegasnya. (adv)
Pewarta: Ali Bisri Redaktur: N Ratri
0 notes
frsfauzan77 · 5 years
Text
Peran Gubernur Jawa Timur dalam Penyelenggaraan Pendidikan 
Peran Gubernur Jawa Timur dalam Penyelenggaraan Pendidikan 
Tumblr media
Kredit Foto : edukasi.kompas
Oleh : Faris Fauzan Abdi
Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam empat cita-cita nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa“. Sehingga pendidikan merupakan ‘kewajiban’ yang seharusnya diberikan oleh negara terhadap warga negaranya. Hal itu diperjelas lagi dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945…
View On WordPress
0 notes
mymisykat · 7 years
Text
Infiltrasi Sekularisme dalam Kurikulum 2013
Tumblr media
Oleh: Dr. Adian Husaini
Dalam bukunya, Islam and Secularim (terbit pertama kali tahun 1978), pakar pemikiran Islam Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas, menyebut tiga komponen proses sekularisasi dalam pemikiran manusia, yaitu: (1) disenchantment of nature (pengosongan alam dari semua makna spiritual); (2) desacralization of politics (desakralisasi politik); dan (3) deconsecration of values (pengosongan nilai-nilai agama dari kehidupan). Sementara itu, pemikir Kristen Harvey Cox, dalam buku terkenalnya, The Secular City, menyebutkan definisi sekularisasi adalah:
“...pembebasan manusia dari asuhan agama dan metafisika, pengalihan perhatiannya dari ‘dunia lain’ menuju dunia kini. (Secularization is the liberation of man from religious and metaphysical tutelage, the turning of his attention away from other worlds and towards this one).
Menyimak kedua definisi itu, pada intinya, sekularisasi adalah proses pengosongan pemikiran manusia dari nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai agama. Dengan makna seperi itu, sekularisasi jelas bertentangan dengan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 20 tahun 2003:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga disebutkan tentang tujuan Pendidikan Tinggi di Indonesia, yaitu: (a). berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. Itulah tujuan Pendidikan Nasional. Maka, tidak aneh dan sudah sepatutnya, jika Kurikulum 2013 sangat menekankan kompetensi inti pada penghayatan dan pengamalan ajaran agama para murid sekolah/universitas.
Kita perlu memberikan apresiasi positif terhadap niat pemerintah dalam menyusun Kurikulum 2013, karena menempatkan agama sebagai hal yang penting dalam dunia pendidikan nasional. Hanya saja, setelah mencermati sejumlah buku ajar dari Kurikulum 2013 yang digunakan di berbagai sekolah, kita menemukan masih dominannya pengajaran paham sekularisme, yang secara terang-terangan membuang ajaran Islam dan mempromosikan paham-paham materialisme, positivisme, relativisme, dan pluralisme. Bahkan, secara tegas dan sistematis, ada buku ajar yang menyingkirkan Islam dan ajaran-ajarannya. Sebagai contoh, dalam buku ajar “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan” untuk SMP-MTs Kelas VII, jilid 1 (2013), disebutkan, bahwa kompetensi inti pelajaran ini adalah: “Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.” Sedangkan kompetensi dasarnya adalah: “Menghargai perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia dalam kehidupan di sekolah dan masyarakat.” Anehnya, buku ini dibuka dengan bab “Sejarah Perumusan Pancasila” yang menyebutkan, bahwa nilai-nilai Pancasila sudah dirumuskan jauh sebelum dimulainya Zaman Sriwijaya/Majapahit, zaman Penjajahan Barat, zaman Jepang, hingga zaman Kemerdekaan. Sama sekali buku ini tidak menyebutkan adanya unsur Islam dalam perumusan Pancasila. Padahal, jelas sekali dalam Pembukaan UUD 1945, ada kata ‘Allah’ yang merupakan nama Tuhan resmi dalam Islam. Sejumlah istilah kunci Islam juga menjadi bagian dari Pancasila, seperti kata ‘adil’, ‘adab’, ‘hikmah’, dan ‘musyawarah’. Istilah-istilah itu tidak ditemukan di wilayah Nusantara sebelum masuknya Islam ke wilayah ini yang utamanya di bawa oleh para ulama dari kawasan Jazirah Arab. Disebutkan juga dalam buku ini kisah tentang dihapuskannya tujuh kata dari sila pertama Pancasila, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Hanya saja, buku ini tidak menyebutkan tentang adanya kesepakatan antara Bung Hatta dengan tokoh-tokoh Islam ketika itu, bahwa makna Ketuhanan Yang Maha Esa adalah “Tauhid” dalam pengertian Islam. Guru besar Ilmu hukum Universitas Indonesia, Prof. Hazairin, dalam bukunya, Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990, cet.ke-6), menulis:
“...bahwa yang dimaksud dengan Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah, dengan konsekuensi (akibat mutlak) bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa” berarti pengakuan “Kekuasaan Allah” atau “Kedaulatan Allah”. (hal. 31). “Negara RI, wajib menjalankan syariat Islam bagi orang Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu Bali bagi orang Bali, sekedar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara.” (hal. 34).
Argumentasi Prof Hazairin tersebut sangat masuk akal. Sebab, dalam ajaran Islam, sekedar pengakuan saja terhadap Allah sebagai satu-satunya Tuhan belum memenuhi konsep Tauhid yang sempurna. Iblis pun telah mengakui Allah sebagai Tuhannya, tetapi dalam al-Quran, Iblis disebut kafir (abaa wastakbara wa-kaana minal kaafirin). Seorang Muslim yang baik tentulah tidak mau jika statusnya sama dengan Iblis, yakni hanya mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa tetapi membangkang terhadap aturan-aturan Allah Subhanahu Wata’ala. Pemahaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep Tauhid ditegaskan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16 Rabiulawwal 1404 H/21 Desember 1983 menetapkan sejumlah keputusan, diantaranya: (1) Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam. (2) Bagi Nahdlatul Ulama (NU) Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.(3) Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. (Lihat, pengantar K.H. A. Mustofa Bisri berjudul “Pancasila Kembali” untuk buku As’ad Said Ali, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, (Jakarta: LP3ES, 2009). Dalam ceramahnya sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia pada pertemuan dengan Wanhankamnas, 25 Agustus 1976, Prof. Hamka menjelaskan tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa:
“Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa di pasal 29 itu bukanlah Tuhan yang lain, melainkan Allah! Tidak mungkin bertentangan dan berkacau di antara Preambul dengan materi undang-undang.” (Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, hal. 224).
Jadi, bisa disimpulkan, buku Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan tersebut jelas-jelas telah berusaha menjauhkan murid-murid Muslim dari agamanya, karena Pancasila hanya dipahami dalam perspektif sekular yang dijauhkan dari nilai keislaman. Materi ajar seperti ini pada ujungnya akan mempertentangkan antara Islam dan Pancasila, sebab Pancasila ditempatkan sebagai satu pandangan hidup dan pedoman amal tersendiri, yang ditempatkan sebagai tandingan bagi pandangan hidup Islam. Akhirnya anak didik diarahkan menjadi sekular; didorong untuk membuang ajaran agamanya ketika menerima pelajaran Pancasila dan kewarganegaraan. Minimal, anak didik dipaksa bersikap mendua atau munafik; pura-pura menerima ajaran Pancasila yang sekular, sementara ia pun harus menerima pandangan hidup Islam. Contoh lain dari buku ajar yang mendorong anak didik menjadi sekuler bisa dilihat dalam buku berjudul “Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas X”, yang juga berdasarkan Kurikulum 2013. Buku ini terbitan sebuah penerbitan terkenal. Pada Bab II, tentang Asal-usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia, disebutkan bahwa Karakter yang dikembangkan dalam pembahasan ini adalah:
“Mensyukuri kebesaran Pencipta dan bertakwa kepada-Nya. Mempelajari secara ilmiah terjadinya alam semesta mengarahkan siswa untuk sadar bahwa di balik segala peristiwa sejarah, Tuhan memiliki maksud dan tujuan yang mulia untuk kita, dan karena itu mendorong kita untuk berserah hanya kepada-Nya.”
Jadi, karakter yang dituju dalam buku ini sangat baik. Akan tetapi, anehnya, dalam pembahasan tentang sejarah manusia Indonesia tersebut, tidak ada sama sekali rujukan wahyu Allah. Semua pembahasan hanya berlandaskan empirisisme dan rasionalisme. Jelas, di benak penulis buku ajar ini, ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang penciptaan alam semesta dan sejarah penciptaan manusia dan juga asal-usul manusia, tidak dianggap sebagai sumber ilmu, sehingga tidak dimasukkan ke dalam kategori “ilmiah”. Di halaman 77, 92, dan 93 ditampilkan lukisan nenek moyang bangsa Indonesia yang memperlihatkan sebuah keluarga homo erectus yang – katanya – berumur sekitar 900 tahun yang lalu, dimana mereka dilukiskan sebagai manusia purba yang mulutnya monyong dan bertelanjang bulat. Pada bagian rangkuman (hal. 81) dikutip pendapat Charles Darwin (1809-1882) yang menyatakan, bahwa: “Manusia sekarang adalah bentuk sempurna dari sisa-sisa kehidupan purbakala yang berkembang dari jenis hominid, bangsa kera.” Dikatakan dalam buku ini, bahwa pendekatan agama dan pendekatan sains (ilmu pengetahuan) dalam upaya memahami realitas alam semesta adalah berbeda.
“Agama berada dalam tingkat eksistensial dan transendental (soal rasa, soal hati), sedangkan sains berada dalam tingkat faktual (soal pembuktian empiris). Dengan kata lain, agama dan sains memiliki otonomi masing-masing. Itu tidak berarti keyakinan keagamaan tidak rasional. Perasaan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu tetap dapat dijelaskan secara rasional. Singkatnya, agama dan sains (ilmu pengetahuan) tidak perlu dicampuradukkan.” (hal. 81).
Cara pandang terhadap agama dan sains semacam itu jelas-jelas bersifat sekular. Itu jelas keliru. Cara berpikir semacam ini juga merupakan dogma yang diyakini oleh ilmuwan sekular. Itu merupakan kesalahan epistemologis, yang memisahkan panca indera dan akal sebagai sumber ilmu, dengan khabar shadiq (true report) — dalam hal ini wahyu Allah — sebagai sumber ilmu. Padahal, dalam konsep keilmuan Islam, ketiga sumber ilmu itu diakui dan diletakkan pada tempatnya secara harmonis. Dalam Kitab Aqaid Nasafiah – kitab aqidah tertua yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu – dikatakan bahwa sebab manusia meraih ilmu ada tiga, yaitu: panca indera, akal, dan khabar shadiq. Sistem keilmuan sekular dan ateistik tidak mengakui “wahyu” sebagai sumber ilmu, karena wahyu dianggap sebagai dogma yang tidak ilmiah. Padahal, pada saat yang sama, ilmuwan sekular itu pun menerima berita-berita yang dibawa oleh para anthropolog dan ilmuwan ateis, tanpa proses verifikasi. Mereka menolak berita dari al-Quran, tetapi menerima berita dan dugaan-dugaan dari Charles Darwin dan sejenisnya. Itu juga menjadi dogma bagi ilmuwan ateis itu. Darwin ditempatkan sejajar dengan Nabi. Teori manusia purba adalah suatu rekaan dari penyusunan tulang belulang makhluk purba yang kemudian difantasikan ke dalam wujud manusia purba atau manusia goa (cave man) yang telanjang, mulutnya monyong, dan hidupnya hanya untuk cari makan sebagaimana layaknya binatang. Cara pandang ini berangkat dari anggapan bahwa manusia adalah makhluk “materi” yang merupakan kumpulan tulang dan daging. Ilmuwan-ilmuwan ateis ini tidak memandang manusia sebagai kesatuan antara jasad dan ruh (jiwa). Bahkan, dalam pandangan Islam, unsur terpenting dari manusia adalah jiwanya. Karena itu, jika mendefinisikan manusia, maka definisi yang terpenting adalah definisi tentang jiwanya. Teori perkembangan fosil manusia hanyalah menyentuh aspek jasadiah, yang tidak substansial sebagai manusia. Suatu makhluk baru disebut manusia jika ia punya jiwa atau punya akal; tidak masalah apakah jalannya ngesot atau tegak; apakah mulutnya monyong atau tidak. Jiwa atau akal manusia itu tidak mengalami evolusi. Dan sumber informasi tentang jiwa atau akal hanyalah dari wahyu. Karena sains menolak wahyu, maka sains pun akhirnya tidak mampu memahami manusia secara sempurna. Ironis, bahwa teori sains yang sekularistik dan ateistik semacam ini, masih dipaksakan diajarkan kepada anak-anak murid di sekolah. Teori semacam ini jelas bertentangan dengan konsep keilmuan dan keimanan dalam Islam yang Tauhidik. Sangat disayangkan, bahwa kurikulum 2013 yang memiliki tujuan yang baik akhirnya masih juga disusupi dengan paham sekular yang mendorong manusia untuk membuang agama dari pikiran dan dari kehidupannya. Mengadopsi teori evolusi Darwin tentang asal-usul manusia sebenarnya sangat menghina manusia Indonesia. Karena nenek moyang kita adalah Nabi, yakni manusia yang paham untuk apa hidup di dunia; yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT (QS 51:56); bukan hanya untuk cari makan, sebagaimana monyet. Biarlah Darwin dan para pengikutnya saja yang nenek moyangnya adalah monyet, yang hidupnya hanya untuk cari makan dan memuaskan syahwat. Sangat tidak beradab memaksakan teori seperti ini kepada umat beragama di sekolah-sekolah.
Selain kedua buku tersebut, masih ada beberapa contoh buku ajar yang lain yang mengandung muatan-muatan sekularisme, yang sepatutnya tidak dipaksakan kepada murid-murid Muslim. Buku-buku ajar semacam ini sangat bertentangan dengan tujuan Pendidikan Nasional untuk membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa. Semoga pejabat yang berwenang di Indonesia mau menyadarinya. Terlebih khusus lagi, semoga lembaga pendidikan Islam memahami dampak buruk dari buku ajar bermuatan paham ateis dan sekuler. Wallahu a’lam bish-shawab.
1 note · View note
taniaqamila · 4 years
Text
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA KONTEKS KONTEMPORER PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN?
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Pernahkah Anda berpikir, seandainya di sebuah masyarakat atau negara tidak ada hukum? Jawaban Anda tentunya akan beragam. Mungkin ada yang menyatakan kehidupan masyarakat menjadi kacau, tidak aman, banyak tindakan kriminal, dan kondisi lain yang menunjukkan tidak tertib dan tidak teratur. Namun, mungkin juga ada di antara Anda yang menyatakan, tidak adanya hukum di masyarakat atau negara aman-aman saja, tidak ada masalah. Bagaimana pendapat Anda? Setujukah Anda dengan pendapat pertama atau yang kedua? Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Manusia memiliki keinginan dan nafsu yang berbeda-beda antara manusia yang satu dan yang lainnya. Nafsu yang dimiliki manusia ada yang baik, ada nafsu yang tidak baik. Inilah salah satu argumen mengapa aturan hukum diperlukan. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan negara yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan, pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum.
Dari bunyi alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 ini dapat diidentifikasi bahwa tujuan Negara Republik Indonesia pun memiliki indikator yang sama sebagaimana yang dinyatakan Kranenburg, yakni: 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 2) memajukan kesejahteraan umum 3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia
LEMBAGA PENEGAK HUKUM
a. Kepolisian Kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dan ketertiban di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum, khususnya Hukum Acara Pidana, Kepolisian negara bertindak sebagai penyelidik dan penyidik. Menurut Pasal 4 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai wewenang: 1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana; 2) mencari keterangan dan barang bukti; 3) menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 4) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa: a) penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan; b) pemeriksaan dan penyitaan surat; c) mengambil sidik jari dan memotret seseorang; d) membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
b. Kejaksaan Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 dinyatakan bahwa “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.” Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Berdasarkan Pasal 4 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh: 1) Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia. 2) Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. 3) Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota. Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga di bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan umum, serta dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
c. Kehakiman Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili. Adapun Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU 197 Nomor 8 tahun1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut.
LEMBAGA PERADILAN
a. Peradilan Agama Peradilan agama terbaru diatur dalam Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 sebagai perubahan kedua atas UU No. 7 tahun 1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan; b) kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c) wakaf dan shadaqah. b. Peradilan Militer Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat No. 16/1950 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah memeriksa dan memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang diakukan oleh:
1) seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI; 2) seorang yang pada waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI; 3) seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan Undang-Undang; 4) orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1,2,3) tetapi atas keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.
c. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara diatur Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 yang telah diperbaharui menjadi UU No. 9 tahun 2004. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai tata usaha negara. Dalam peradilan Tata Usaha Negara ini yang menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata. d. Peradilan Umum Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya) apabila melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan diadili dalam lingkungan Peradilan Umum.
C. Esensi dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan Indonesia
Penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan peraturan hukum demiterciptanya ketertiban dan keadilan masyarakat. Apa yang tertera dalamperaturan hukum (pasal-pasal hukum material) seyogianya dapat terwujuddalam proses pelaksanaan/penegakan hukum di masyarakat. Dengan katalain, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkanketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakatmerasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.Keberadaan hukum dan upaya penegakannya sangat penting. Ketiadaan penegakan hukum, terlebih tidak adanya aturan hukum akan mengakibatkan kehidupan masyarakat “kacau”(chaos).Negara-Bangsa Indonesia sebagai negara modern dan menganutsistem demokrasi konstitusional, telah memiliki sejumlah peraturanperundangan, lembaga-lembaga hukum, badan-badan lainnya, danaparatur penegak hukum. Namun, demi kepastian hukum untuk memenuhirasa keadilan masyarakat, upaya penegakan hukum harus selalu dilakukansecara terus menerus.
0 notes
esamusarof · 4 years
Text
cek cek
Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak untuk keberlangsungan hidupnya menjadi salah satu bahasan utama dalam makalah ini. Minimnya lapangan pekerjaan,pembangunan yang tidak merata dan kepadatan penduduk di masing-masing daerah menjadi salah satu contoh penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), masih belum bisa mengembangkan potensinya terhadap SDA yang ada, sehingga SDA yang kita punya belum dapat diolah sendiri. Hal itu disebabkan rendahnya mutu pendidikan yang ada di Indonesia.Oleh karena itu, kita akan membahas masalah kesejahteraan ini dengan mengaitkannya pada Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi: (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. (2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 1.1 Tujuan Rearch 1.   Maksud dari pembuatan makaalah ini adalah : •        Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PKn •         Untuk menambah wawasan 2.     Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah •         Untuk menambah pengetahuan tentang Seberapa jauh kesejahteraan di Indonesia •         Mengetahui apa pengertian kesejahteraan •         Agar orang tau tentang apa itu kesejahteraan •    Dimaksudkan untuk membantu individu atau kelompok; •    Tujuannya adalah mencapai standar hidup yang memuaskan; •    Mengembangkan kemampuan secara penuh; •    Meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat BAB 2 Analisa Landasan Teori 2.1 Pernyataan Pernyataan yang ada dalam pencanangan Konstitusi Indonesia, yaitu: 1.   Masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat. 2. Ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misalnya di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan. 3.   Rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang semakin tinggi 4. rendahnya kualitas produk indonesia 5. Kurangnya pembangunan tata kota di sebagian tempat terpencil Pembangunan pelayanan kesehatan Indonesia untuk masyarakat miskin masih belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia yang masih rendah, khususnya masyarakat kelas bawah. Sistem pendidikan Indonesia belum mencapai tujuan pembangunan nasional yang sesungguhnya. Penyelenggaraan sistem pendidikan Indonesia pada jaman ini cenderung menomorduakan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh. Salah satu bentuk pelayanan kesejahteraan rakyat di Indonesia yaitu dengan adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Namun dalam pelakasanannya tidak selalu berjalan dengan baik karena sulitnya sistematika untuk mendapatkan hak-hak yang tersedia. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai BAB 3 Pembahasan 2.1 Konstitusi Ekonomi Rasanya semua sepakat bahwa Indonesia saat ini menghadapi banyak masalah mendasar di bidang sosial ekonomi. Pertama, masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat. Bila digunakan pendekatan jumlah keluarga yang masih layak mendapatkan Raskin (beras untuk orang miskin) sebanyak 19,2 juta keluarga. maka dengan rata-rata anggota per keluarga 4 orang, paling tidak saat ini jumlah orang miskin dan mendekati miskin minimal 40 juta orang. Lebih banyak dibanding data BPS yang sebanyak 32,5 juta orang (2009) dengan batasan pengeluaran Rp 200.262 per orang per bulan, atau Rp 6.675 (USD 0,725) per orang per hari. Dengan kata lain, bila digunakan indikator internasional USD 2 per orang per hari, maka jumlah orang Indonesia yang belum sejahtera akan jauh lebih besar. Kedua, masalah ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misal di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan. Dari indikator Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia yang masih pada level 107 di tahun 2008. Jauh tertinggal dibanding Malaysia (63), Thailand (78) bahkan di bawah Filipina (105). Rendahnya IPM berarti pelayanan dasar (seperti pendidikan, kesehatan, air bersih) maupun daya beli masyarakat masih realtif rendah dibanding negara-negara ASEAN. Demikian juga bila diukur dari PDB per kapita. Indonesia yang pada tahun 1960an sekitar USD 100, hampir sama dengan negara-negara tetangga, namun saat ini sudah jauh berbeda. Pada tahun 2008 Indonesia baru sekitar USD 2.246, Thailand USD 4.043 dan Malaysia USD 8.209 (World Bank). Belum lagi bila kita memasukkan data bahwa sebenarnya terjadi kesenjangan pendapatan, yang berarti sebagian besar kue ekonomi dinikmati secara tidak merata. Ketiga, masalah rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang semakin tinggi. Untuk pangan, Indonesia tidak hanya mengalami ketergantungan tetapi mungkin dapat dikatakan telah masuk pada food trap (perangkap pangan). Tujuh komoditas pangan utama nonberas sangat bergantung pada impor. Empat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas, yakni, gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, sudah masuk kategori kritis. Meningkatnya ketergantungan pangan dapat dilihat dari naiknya volume impor pangan dalam bentuk komoditas, benih maupun bibit. Data BPS dan Kadin menunjukkan impor kedelai pernah mencapai 61% dari kebutuhan dalam negeri, gula 31%, susu 70% dan daging 50%. Undang-undang Dasar 1945 memiliki Pasal 33 yang akan mengatur ekonomi. Namun, menurut hemat saya pembahasan pasal 33 tentang pengeloaan ekonomi seharusnya tidak dilepaskan dari pembahasan tentang tanggung jawab sosial pemerintah terhadap warga negara seperti menyediakan pendidikan, kesehatan, pangan, pekerjaan dan menjamin orang miskin. Dengan demikian, dalam UUD 1945 ada 6 pasal yaitu Pasal 23, 27, 28, 31, 33 dan 34, dimana keenam pasal tersebut harus dipahami secara menyatu dan tidak dipisah-pisahkan. Pasal 23 ayat 1, menegaskan bahwa pengelolaan anggaran dan keuangan pemerintah harus diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Pasal 27 mengatur hak penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat. Di pasal 28 c, menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk dipenuhi hak-hak dasarnya. Pasal 31 mengatur hak rakyat atas pendidikan dan kewajiban negara untuk memberikan pendidikan setinggi-tingginya. Dalam pasal 33, ayat 1 tentang pengaturan ekonomi yang berbasis kebersamaan, ayat 2 menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk ikut berproduksi dan ikut menikmati hasilnya agar mengalami peningkatan kesejahteraan. Sedangkan pasal 33 ayat 3 dengan jelas diuraikan bahwa negara harus menguasai berbagai sumber daya alam yang ada dan rakyat memiliki hak penuh atas kekayaan tersebut. Pada pasal 34, konstitusi menegaskan hak fakir miskin dan anak terlantar untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara. Bila keenam pasal tersebut dimaknai secara bersama, maka keberadaan pasal 33 yang mengatur negara harus menguasai sumber daya alam dan tidak diberikan penguasaannya kepada swasta dan asing karena tugas negara sesuai amanah konstitusi sangat banyak. Namun, karena sumber daya alam tidak dimaknai sebagai kekayaan atau modal pemerintah, maka telah terjadi pergeseran paradigma yang menempatkan batu bara, minyak mentah, gas dan tambang lainnya hanya sekadar komoditas yang dapat dikuasai dan diperdagangkan secara bebas oleh swasta dan asing. Sebagai komoditas non strategis (sebagaimana baju, sepatu dll), barang-barang tambang akan dengan mudah dieksploitasi dan diekspor bila penjualan ke luar negeri dinilai memberi keuntungan. Seolah manfaat bagi rakyat cukup lewat peningkatan cadangan devisa, penciptaan lapangan meskipun bukan pekerja ahli atau dari pembayaran pajak dan royalti. Padahal faktanya, dengan pengelolaan yang terjadi saat ini, bagian pemerintah jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh swasta. Dengan kembali pada ekonomi konstitusi, berbagai kekayaan alam tambang akan dikembalikan sebagai modal pembangunan Indonesia dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian. Oleh karenanya kekayaan alam tersebut harus dikembalikan penguasaannya pada negara untuk dimanfaatkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Pertanyaanya, bersungguh-sungguhkah kita akan mengembalikan pengelolaan kekayaan alam sesuai dengan amanah pasal 33 ayat 3? Karena salah satu konsekwensinya kita harus berjuang untuk merevisi berbagai undang-undang pengelolaan SDA yang bertentangan dengan konstitusi. Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2001 misalnya, paling tidak ada empat pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Namun, keputusan MK tersebut hingga hari ini belum ditindak lanjuti karena akan mengganggu kepentingan sekelompok elit asing dan dalam negeri yang selama ini mendapatkan manfaat besar dari liberalisasi SDA. Kita juga harus bersedia mengevaluasi undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (minerba) karena tidak mengatur pentingnya DMO (domestic market obligation) bagi kepentingan nasional. Juga harus bersungguh-sungguh melakukan koreksi terhadap Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang membebaskan kepemilikan asing di sektor tambang hingga 95% serta melakukan koreksi terhadap berbagai undang-undang yang telah disusun dengan paradigma liberal, seperti UU Kelistrikan, UU Air, dll. Mengembalikan ekonomi pada konstitusi juga berarti bersedia mengoreksi berbagai kontrak-kontrak tambang sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi rakyat. Dengan terobosan-terobosan ini, akan ada potensi penerimaan negara baru yang lebih besar sehingga tidak lagi hanya bersumber pada pajak, privatisasi dan utang sebagaimana pakem Washington Consensus. Pengelolaan kekayaan alam non tambang yang liberal dan tidak menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas juga harus dikoreksi. Pilihan kebijakan ini telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok berbagai sumber daya alam mentah sebagai bahan baku industri dunia. Padahal pilihan ini akan merugikan kepentingan nasional. Pada saat memilih untuk mengekspor bahan baku dan bahan mentah maka pada saat itu pula Indonesia sedang mengekspor kesempatan kerja, memberikan nilai tambah dan menyerahkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kepada negara lain. Indonesia adalah penghasil rotan terbesar dunia namun saat ini pemerintah membebaskan ekspor rotan mentah. Memang kebijakan ini akan mendorong ekspor sehingga menguntungkan petani rotan. Secara nasional negara juga akan diuntungkan dengan sumbangan pertumbuhan ekspor yang tinggi sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sepintas kebijakan ini seolah baik. Padahal, akibat dari liberalisasi rotan mentah telah mengakibatkan produsen barang dari rotan yang umumnya di wilayah Jawa, mengalami ketidakpastian harga dan pasokan bahan baku. Tentu petani rotan akan memilih untuk mengekspor karena permintaan dan pembayaran lebih pasti. Namun, sebagai konsekwensinya banyak industri mebel rotan kecil dan menengah nasional kesulitan bahan baku. Bahkan saat ini meubel rotan Indonesia telah kalah bersaing dengan produk dari negara-negara pengimpor rotan dari Indonesia. Bila meyakini menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghidupan yang layak pada pasal 27 dan 28 adalah amanah yang harus dijalankan, maka kebijakan yang dipilih dalam pengelolaan rotan akan berbeda. Melimpahnya produksi rotan di Kalimantan justru menjadi kesempatan untuk memantapkan posisi Indonesia sebagai produsen mebel rotan utama dunia yang pernah dicapai sebelum krisis. Pengembangan sentra-sentra industri produk rotan di daerah penghasil rotan dengan berbagai dukungan teknologi dari pemerintah akan menciptakan lapangan kerja yang besar, kesejahteraan petani dan perajin rotan akan meningkat karena nilai tambah dari pengolahan rotan akan terjadi dan dinikmati oleh rakyat di Indonesia. Kebijakan yang sama semestinya juga dapat dilakukan untuk kekayaan timah, coklat, dan lain-lain yang melimpah. 2.2 Pelayanan Kesehatan Indonesia untuk Masyarakat Miskin Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.  Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah.  Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan didalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke pelayanan kesehatan,Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta  kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah. 2.3 Pendidikan di Indonesia Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan. Berangkat dari definisi di atas maka dapat dipahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Permasalahan ini berlawanan dengan isi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang memaknai penghidupan yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia, salah satunya untuk keberlangsungan pendidikan dan pekerjaan warga negara.Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.” Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi derivatnya seperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi UU No.20/2003, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta berbagai rancangan UU dan PP yang kini tengah di persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen, RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasar dan Menengah, dsb Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001). Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya. 2.4 Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini dijabarkan dalam Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003, tentang tujuan pembangunan ketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003, yaitu setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.  Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saat ini aturan yang dimaksud adalah UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Namun dalam kenyataannya,  jaminan sosial tersebut tidak selalu berjalan dengan baik dalam melayani kebutuhan para pekerja. Setiap pekerja yang membutuhkan jaminan tersebut, misalnya dalam keadaan sakit atau mengalami kerugian karena faktor intern ( faktor yang diakibatkan dari perusahaan yang bersangkutan ) tidak bisa langsung mendapatkan hak nya di Jamsostek dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, hak tersebut tidak dapat langsung diambil dan harus melalui persetujuan dari pihak yang bersangkutan. 2.5 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Indonesia Tahun demi tahun, pemerintahan telah silih berganti, namun pertanyaan yang patut terlontarkan, sudah sejahterakah rakyat di negeri ini? Pertanyaan tersebut patut dikemukakan sebab hampir di setiap rezim pemerintahan, jargon kesejahteraan selalu diusungnya. Bahkan hal tersebut selalu digunakan untuk membius pikiran dan keinginan rakyat agar selaras dengan kemauan pemerintah. Bagi pemerintah ketika pertanyaan tersebut terlontar mungkin akan menjawab sudah, namun bagi sebagian masyarakat akan menjawab belum. Lalu apa sebenarnya parameter atau indikator kesejahteraan. Banyak teori untuk menilai kesejahteraan rakyat, salah satunya adalah Indeks pembangunan masyarakat (IPM), atau indeks kesejahteraan masyarakat (human development indeks). Berkaitan dengan IPM ini UNDP di bawah bendera PBB mencantumkan tiga indikator yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat. Artinya tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat, tergantung pada tiga hal ini, bila sebagian besar sudah terpenuhi ketiganya berarti tingkat kesejahteraan di negara tersebut cukup tinggi. Pada awalnya untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat menggunkana indikator GNP (grost nasional product) dan indikator lain yang selaras seperti tingkat inflasi, pengangguran, investasi, tingkat pembelanjaan pemerintah, tingkat konsumsi dan posisi neraca perdagangan. Teori ini dipresentasikan oleh John Mayard Keynes dan diterima PBB sebagai alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat sebuah negara. Namun beberapa tahun belakang indikator tersebut mulai ditinggalkan. UNDP mulai menggunakan indikator lain dalam menilai tingkat kesejahteraan rakyat sebuah negara, seorang pakar ekonomi Pakistan, Mahbub ul haq mulai mengembangkan konsep baru. Beliau mengoreksi cara mengukur tingkat kesejahteraan dengan GNP. Tingginya angka GNP tingginya tingkat kesejahteraan rakyat tidak dapat diterima begitu saja. Sebab angka GNP adalah angka rata-rata. Sementara rata-rata bermakna bahwa masyarakat dapat mengakses kehidupan dengan rata dan mempunyai pendapatan yang rata juga, padahal tidak demikian. Gambaran mudahnya, dengan masuknya beberapa konglomerat kaya ke suatu negara secara otomatis mendongkrak angka GNP padahal dibalik itu banyak rakyat yang dalam keadaan kekurangan. Sehingga Amartya sen, ekonom kelahiran India, penerima Nobel ekonomi pernah mengatakan kemiskinan tidak selalu identik dengan kekurangan pangan namun dapat saja karena kurang adanya pemerataan, disinilah beliau menekankan pentingnya distribusi. Berpijak dari sanalah dikembangkan indikator kesejahteraan lain, yaitu indeks pembanguna masyarakat. Sementara itu hal selaras yang saat ini masih menjadi perbincangan hangat yaitu adanya keinginan sebagian masyarakat yang ingin memasukkan variabel moral, dan tingkat partisipasi masyarakat dalam politik ke dalam indikator IPM. Pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat hanya mengukur kesejahteraan fisik saja sementara non fisiknya belum terukur maka perlu memasukkan variabel tersebut, bahkan akhir akhir ini, indeks demokrasi, perlakuan jender masuk dalam pengukuran IPM. Bila dilihat dengan tiga indikator yang sudah fixed tersebut, bagaimanakah kondisi kesejahteraan masyarakat Indonesia saat ini? 2.6 Tingkat Pendidikan di Indonesia Cara melihat tingkat pendidikan suatu negara minimal dengan dua indikator yaitu angka melek huruf dan lama melanjutkan pendidikan. Saat ini terlihat di tiga wilayah saja angka buta huruf masih tinggi, Jawa Tengah 15,2%, Jawa Timur 18,7% dan Jawa Barat 7,8% dari fakta ini terlihat masih banyak masyarakat yang belum memperoleh akses pendidikan. Hal ini juga mencerminkan kualitas masyarakat Indonesia masih rendah sehingga tidak aneh bila dibandingkan dengan negara lain pendidikan Indonesia di posisi belakang. Dari 79 perguruan tinggi yang tercatat di Asia, UGM yang merupakan ikon perguruan tinggi ternama di Indonesia menduduki peringkat ke-67, UI 70, UNDIP 77 dan UNAIR paling bawah 79. Peringkat ini dilihat dari reputasi akademik, SDM/dosen, hasil karya riset, sumber dana, gaji dosen, rasio mahasiswa tiap dosen, publikasi jurnal internasional dan kepadatan bandwith komputernya. Sementara itu yang bercokol diperingkat atas adalah Universitas Tohuku (Tahuku University) Jepang. Universitas lain yang masih berada di peringkat atas, ranking 10 Melbourn University, ranking 23 Waseda University Jepang, ranking 27 universitas Malaya Malaysia, ranking 32 philipines University, ranking 39 Mahidong University Thailand dan ranking 45 University of Delhi India. Lain universitas lain pula institut sain dan teknologi, di antara 35 institut yang di survey ikon institut ternama di Indonesia, yaitu ITB berada diurutan 15, masih mendingan karena mampu melampui 20 institut ternama lain yang tersebar di beberapa negara di Asia. Namun yang mengejutkan urutan 4, 5, 6, dan 7 di borong India, sementara itu ranking satu berada di bawah Bendera Korea Advanced science and teknology Institut. (Jawapos, 14 Desember 2004) 2.7 Tingkat Kesehatan di Indonesia Tingkat kesehatan rakyat sebuah negara dapat dilihat dari angka umur harapan hidup (UHH). Tahun 2000 UHH rakyat Indonesia 65,6 tahun semnatar itu tahun berikutnya 2001 naik menjadi 65,8, ini mencerminkan tingkat kesehatan masyarakat mengalami perbaikan. Namun secara internasional UHH rakyat Indonesia masih rendah. Pada tahun yang sama UHH rakyat Thailand 69,9 tahun, Malaysia 72,2 tahun, Singapura 77,4 tahun dan Jepang 80,8 tahun. Mengapa UHH indonesia rendah yang berarti tingkat kesehatannya belum baik, hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain rendahnya akses pelayanan kesehatan, rendahnya akses air bersih, rendahnya gizi balita, mewabahnya penyakit menular dan lambannya penanganan kematian ibu melahirkan. 2.8 Golongan Kesejahteraan Masyarakat Secara rinci keberadaan Keluarga Sejahtera digolongkan ke dalam lima tingkatan sebagai berikut: (1) Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang papan dan kesehatan. (2) Keluarga Sejahtera I (KS I), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. (3) Keluarga Sejahtera II (KS II), yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan sosial-psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya (developmental needs) seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. (4) Keluarga Sejahtera III (KS III), yaitu kelurga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. (5) Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Bab 4 Penutup 4.1 Kesimpulan      Dari pembahasan mengenai kesejahteraan rakyat diatas maka dapat disimpulkan bahwakesejahteraan rakyat di Indonesia belum terlaksana dengan baik.Kesejahteraan rakyat yang mencakup bidang ekonomi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat (terutama masyarakat miskin), pelayanan sosial yang ada di dalam atau luar lingkup kerja, dan pendidikan.      Berdasarkan data yang diperoleh, hal tersebut belum relevan dengan pasal 27 ayat 1 dan ayat 2 tentang kedudukan  yang sama dalam hukum ( penghidupan yang layak ). Kesejahteraan di indonesia tentang pembangunan juga belum memadai, daerah yang terpencil sekali pun belum tersentuh dengan adanya barang/benda yang modern, karena tidak adanya sosialisasi dari pemerintah setempat, untuk membangun wilayahnya agar lebih baik lagi. 4.2 Saran      Seharusnya pemerintah memikirkan cara lain untuk membantu menyejahterakan rakyatnya karena menurut penulis cara pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat masih belum tepat. Pemerintah masih bisa mencari cara lain selain memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, karena cara seperti itu belum efektif. Rakyat bukan hanya butuh uang, tetapi juga butuh lapangan pekerjaan. Mungkin saja pemerintah bisa mencari atau mengupayakan cara lain untuk menyejahterakan rakyatnya demi kelangsungan bangsa di masa depan. Pemerintah juga harus membuat lapangan pekerjaan baru, meringankan beban masyarakat yang kurang mampu, memang benar pada era sekarang pemerintah mempunyai banyak program untuk mengurangi biaya apapun untuk orang yang tidak mampu, tetapi pada prosesnya untuk hal tersebut akan di persulit oleh pihak-pihak tertentu, sampai pada akhirnya orang yang kurang mampu yang ingin mengurus surat – surat atau berkas-berkas akan mersa jenuh bila terus di permainkan. Penulis hanya bisa menyarankan semoga para pembaca lebih bisa memahami kenapa kita harus meningkatkan kesejateraan masyarakat di negara kita tercinta yaitu iIndonesia.
0 notes