Tumgik
#Satu Keluarga Satu Sarjana
padangkita · 1 year
Text
309 Orang Lulus Program Saga Saja, Ini Pesan dan Motivasi Wako Genius Umar
Pariaman, Padangkita.com – Wali Kota Pariaman Genius Umar memberikan bimbingan dan motivasi kepada 309 orang calon mahasiswa yang lulus seleksi Program Satu Keluarga Satu Sarjana (Saga Saja), di halaman Rumah Dinas Wali Kota Pariaman, Rabu (5/4/2023). Dalam kesempatan itu Genius menceritakan sedikit masa lalunya yang susah payah untuk mendapatkan gelar sarjana. Sebab, pada saat itu program…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
nonaabuabu · 4 months
Text
Pulang
Aku memutuskan pulang ke rumah, di pelosok yang akses apapun susah. Hidup layaknya orang desa yang bergantung kepada hasil tani.
Dulu saat aku pertama kali pulang dari rantau, tahun 2018, aku masih 23 tahun, baru lulus, emosi nggak stabil dan masih butuh validasi sosial bahwa aku sarjana yang bisa mengubah hidup keluarga.
Sekarang saat aku melakukannya ketiga kali, aku sudah belajar banyak soal pilihan hidup, soal jalan manapun yang kita tempuh adalah baik, selama prosesnya kita tidak mengkhianati hal-hal fundamental dalam hidup. Aku juga sudah tidak memiliki lingkungan yang ingin aku beri kesan, aku tahu apa yang kuinginkan.
Bila harus jujur apa rasanya lebih baik di rumah, tergantung kau mau dengar dari sisi mana. Jika dari akses senang-senang, aneka makanan yang menyenangkan dan tempat estetik, tentu tidak. Aku yang menerapkan lebih banyak mengonsumsi protein dan intermediate fasting setengah tahun belakangan, sekarang kembali ke porsi tiga kali sehari dan kadang hanya pakai sayur daun ubi rebus pakai sambal terasi.
Tapi jika kau bicara tentang kenyamanan lain, aku lupa kapan aku tidur senyenyak sekarang meski udara malam di desaku dinginnya tak bersahabat. Aku terbangun tidak lagi dengan perasaan kosong. Jam 10 malam aku sudah terlelap, pukul 5 aku sudah bangun dengan perasaan yang baik. Aku memasak, aku membereskan rumah, menyiapkan kebutuhan adikku sekolah, kebutuhan ayahku ke sawah, mencuci dan pekerjaan rumah lainnya. Dan aku merasa lebih baik.
Setiap hari aku menemukan satu hal baru untuk aku kerjakan. Selama ini keluargaku di rumah hanya bertiga, ayah, abang dan adek lelakiku. Jadi kalian bisa bayangkan seberapa banyak sudut rumah yang berdebu, perabotan yang sudah lama tidak dibersihkan.
Meski ini bukan pertama kali aku di rumah dan mengurus ketiga lelaki ini, rasanya ini masa di mana aku melakukannya dengan perasaan yang lebih ringan dan menyenangkan. Mungkin, mungkin saja aku sudah sesiap itu jadi ibu rumah tangga yang baik, hehehe.
Tetangga masih saja ada mengeluarkan kata yang tidak menyenangkan, tapi sekarang aku tahu cara membuat mereka paham tanpa harus bersusah payah bersikap menyebalkan untuk membungkam mereka. Toh pada akhirnya mereka juga mampu membuka diri, bahwa hidup ini tak selalu seperti orang lain dan hidup secara ideal sebagaimana perempuan berpendidikan dari desa dengan usia 29 tahun.
Di rumah aku tetap ke sawah, tetap ke kebun, tetap mengerjakan pekerjaan rumah dan tetap menulis. Dibandingkan dengan saat bekerja kepada orang lain, aku merasa masa ini aku mampu menggunakan waktuku sebaik mungkin. Perbedaannya, jika dulu aku bekerja demi memenuhi perut sekarang aku melakukannya dengan sukarela.
Mungkin terlalu dini mengatakan ini sebagai rasa betah dan nyaman, mengingat aku baru dua minggu di rumah. Entah nanti bagaimana, tapi di tempat yang jauh dari hiruk pikuk dunia ini, aku sudah menemukan jalan yang kuinginkan sebagai diri sendiri.
Pedalaman Negeri, 02 Juni 2024
83 notes · View notes
mutiarafirdaus · 2 months
Text
Ikhtiar Menemukan Pendamping Hidup (2)
"Ya Allah, aku memang belum baik. Masih banyak kekurangannya dan malu untuk meminta pasangan yang shalih dan mencintai Quran. Tapi orang tuaku, mereka adalah orang yang baik dan mencintai Quran. Ya Rabb. Kalau memang aku belum pantas mendapatkan suami seperti itu, izinkan orangtuaku mendapatkan menantu seperti itu ya."
Itu doa seorang teman yang dia ceritakan kepadaku. Berhubung dia anak perempuan satu-satunya di keluarga, jadi dari narasi doa seperti itu sudah tersirat maksudnya ke Allah ialah menantu untuk orangtua yang tidak lain akan menjadi suaminya. 😂
Tidak berhenti disitu saja, tapi dia dan ibunya serius untuk merayu Allah agar dihadirkan laki laki shalih dan cinta Quran yang kelak akan menjadi suami dan menantu di rumah tersebut. Karena hajat yang diminta besar, maka wasilah menuju kesana juga tidak main-main. Mereka berdua, tilawah 8 Juz sekali duduk. (Buatku itu sungguh tidak main-main 😂)
Dengan izin Allah, datanglah laki laki shalih, hafizh Quran, pejabat kampus, yang ketika dia menyebarkan undangan, orang-orang terkejut. Haah kamu nikah sama si itu? Masya Allah!!
Padahal tidak pernah berinteraksi sebelumnya dengan calon suami meski satu kampus. Pada usia yang sekeliling sepupunya sudah menyumbang cucu untuk nenek. Masa penantian mencari suami sebelumnya ia putuskan untuk hijrah ke luar pulau selepas sarjana, mengajar di sebuah pesantren selama setahun lalu hijrah lagi ke kota Bandung, melanjutkan studi S2 di ITB. Disana pun melanjutkan kembali hafalan Quran di lingkungan yang mendukung.
Pada usia tersebut, galaunya pasti ada, tapi alih-alih mencoba peruntungan dengan mendekat ke laki-laki yang dianggap berpotensi, atau mengeluh di sana sini, ia lebih memilih mengadukan semua kepada Illahi dengan terus mengasah kualitas diri.
Teringat lagi kisah tiga laki-laki yang terperangkap di dalam gua. Juga ayat di Quran yang membolehkan kita untuk mencari wasilah. Dan sebaik-baiknya wasilah ialah amal shalih.
Jadi, mungkin bisa dicoba sebagai ikhtiar. Mengingat kembali suatu amalan yang sudah pernah kita kerjakan dan kita ingat dalam pengerjaannya, tak ada tersirat nafsu riya disana. Lalu memohon kepada Allah. Ya Rabb, seandainya Engkau ridha aku pernah melakukan hal ini atau hal itu tolong kirimkan pasangan yang shalih untukku, juga menantu terbaik untuk orangtua, dan ipar yang baik untuk kakak adikku.
Namun karena kualitas diri kita jauh dibandingkan tiga laki-laki yang terperangkap dalam gua, doa itu jangan dituntut untuk segera pengabulannya. Terus diucapkan, hingga sampai di titik dimana kita terperanjat syukur karena terpesona dengan indahnya skenario hidup yang Allah ciptakan. Dan tak henti memantaskan diri, untuk senantiasa bertahan menyusuri jalan hidup yang baik meski tak menjadi yang paling unggul disana. Menjadi yang biasa saja tak apa, asal istiqomah senantiasa bertahta.
21 notes · View notes
critcit · 7 months
Text
Sekarang (Mungkin Belum) Waktunya
"Kamu sadar gak kalau suaramu bergetar?" Tanya seorang psikolog setelah aku bercerita.
"Sadar," jawabku dengan suara bergetar.
"Itu bagus. Berarti kamu bisa menyadari kalau ada sinyal dari tubuhmu,' psikolog itu menanggapi. "Apalagi yang biasanya kamu sadari?"
"Suara bergetar, mata berkaca-kaca, napas gak beraturan dan berakhir banyak menghela napas supaya air mata gak keluar," jawabku sedikit nyengir mengakui kalau aku berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis.
.
Respons tubuh yang sama juga terjadi beberapa waktu lalu saat aku bercerita dan mengaku pada Bapak kalau sudah lebih dari setahun aku pergi ke psikiater dan minum obat, sempat berhenti, tapi karena kondisiku memburuk belakangan aku memutuskan untuk mencari psikiater di kota kelahiranku dan kembali minum obat. Aku juga mengaku kalau sudah sejak beberapa tahun lalu aku diam-diam mencari bantuan ke psikolog.
Sore itu kami sedang di kebun. Bapak sudah beres-beres dan siap pulang sebab jam tiga sore ada pertandingan Persib. Aku yang masih duduk dan tidak terlalu bersemangat pulang untuk nonton bola berkata, "Nanti dulu. Tadi belum jadi ngobrol". Tadi aku memang mau membuka obrolan dengan Bapak, tapi sebab ada tetangga datang membawa sertifikat tanah dan kami membicarakan soal luas tanah–obrolan penting, obrolan itu tertunda.
"Jadi kamu udah setahun lebih minum obat?" Tanya Bapak.
"Iya," jawabku, "Makanya aku tanya terus soal BPJS," sambil sedkit nyengir dan menahan tangis. Sebab statusku masih mahasiswa kemarin, BPJS-ku masih masuk dalam tanggungan dan tunjangan Bapak. Dulu Bapak tidak mempermasalahkan BPJS (karena kami sekeluarga jarang sakit–sungguh berkah) dan bahkan tidak sadar kalau status keanggotaan kami sekeluarga tidak aktif, hingga aku bertanya dan akhirnya ia urus ke bagian Kepegawaian di kantornya.
Aku bercerita kalau aku sangat takut untuk membuka kondisiku karena aku tidak ingin menjadi beban tambahan untuk keluarga. Aku menyadari peranku di keluarga sebagai anak yang dijadikan harapan sebab aku laki-laki dan aku tidak terlahir dengan disabilitas seperti Kakak. Aku tau aku bungsu, tapi peranku sulung. Orangtuaku sudah tua dan tidak lama lagi Bapak pensiun–bahkan harusnya sudah pensiun kalau bukan sebab "keajaiban" pada H-4 bulan pensiun bukannya turun SK pensiun tapi malah SK pelantikan yang membuatnya menambah masa kerja dua tahun. Orangtuaku sudah melalui terlalu banyak hal, sejak dari masa kecil, dewasa, menikah, punya anak, hingga kini. Aku merasa bersalah dan tidak seharusnya aku menjadi beban tambahan bagi mereka; anak yang (aku kira harus) jadi harapan mereka malah memiliki masalah mental: mixed anxiety and depressive disorder.
.
Salah satu tujuanku memilih melanjutkan studi S1 kembali di Yogyakarta setelah lulus D3 sebab aku familiar dengan fasilitas kesehatan mental di kota itu. Aku menjadikan pergi ke fasilitas kesehatan mental di kota itu dan memperbaiki diri sebagai side quest. Setelah menuntaskan main quest: menjadi sarjana, sayangnya aku gagal menuntaskan side quest itu. Aku kembali pulang ke rumah dengan hati yang hancur, perasaan bersalah yang amat dalam, ketakutan, dan depresi lain sebab kesalahan yang aku perbuat dalam prosesnya.
Setelah wisuda, aku kira akan mudah bagiku untuk mendapat pekerjaan. Namun, kenyataan tidak semudah itu. Aku bahkan tidak punya pengalaman dan bayangan wawancara kerja akan berjalan seperti apa. Aku banyak melamar pekerjaan, ditolak, tidak ada kabar, ikut proses selanjutnya hanya untuk berakhir ditolak lagi, berulang kali, sampai aku merasa muak dan merasa malu. Hal ini memperparah keadaanku.
Bulan Desember hingga Januari aku berulang kali mengalami penyakit yang biasanya tidak pernah aku derita. Gerd. Aku berulang kali merasa mual, pusing, dan dada terasa panas. Gejala maag yang biasanya hilang setelah aku minum obat maag ini tidak kunjung hilang sampai akhirnya aku ke dokter dan diberi omeprazole, obat untuk gerd. Belakangan aku sadar kalau itu semua kemungkinan adalah refleks dari semua stres yang aku rasakan.
Beberapa waktu lalu setelah aku bercerita soal kondisiku, aku menghabiskan dua hari bersama Bapak di Bandung. Di satu sore menjelang malam, kami pergi makan. Sesaat setelah selesai makan, aku berandai-andai, "Kapan ya makan kaya gini gantian aku yang bayar?". Aku mengucap itu pada Bapak dan ia membalas, "Nanti. Tenang aja. Sekarang mungkin emang belum waktunya". Kalimat itu mengingatkanku pada beberapa waktu lalu saat aku bercerita kalau aku stres belum dapat kerja. Bapak dengan entengnya berkata, "Gak usah buru-buru. Gak ada yang ngeburu-buru kan?"
Kupikir ada betulnya. Seandainya aku sudah dapat pekerjaan dan harus pergi lagi dari rumah saat ini, obrolan di antara kami ini tidak akan terjadi. Aku masih akan memendam perasaan ini dan merasa sendirian sepanjang waktu sebab aku tidak tau kalau aku sebetulnya punya tempat aman untuk bercerita. Hubungan kami masih akan tetap "berjarak" dan mungkin tidak pergi kemana-mana. Kedekatan, keterbukaan, dan kehangatan yang dalam waktu singkat bisa aku rasakan hanya karena mencoba berani membuka diri ini mungkin tidak akan terjadi.
.
Kembali ke sore itu.
"Kalau ada orang yang memang harus stres mikirin keluarga, harusnya Bapak yang stres, bukan kamu," ucap Bapak menenangkan setelah aku bersusah payah bercerita dan bahkan membuatnya tidak jadi menonton Persib sore itu.
Aku tidak pernah mengucap syukur sebab dilahirkan di keluarga ini, tapi sore itu aku mengucap syukur. Sore itu terasa begitu lamban. Kami duduk bersebelahan, bersender pada dinding saung sebab aku tidak berani bercerita sambil menatap mata Bapak. Sambil berulang kali mengatur napas, aku merasakan angin yang berembus pada kulitku dan aku memperhatikan daun-daun di kebun yang bergoyang. Sore yang amat sangat lamban.
Tumblr media
7 notes · View notes
zaarahk · 3 months
Text
Kasta Terendah di Rumah Sakit
Saat kasta mulai dihilangkan di muka bumi ini, kesetaraan sosial dan gender digaungkan, ada satu tingkatan kasta yang tidak akan hilang di rumah sakit, yaitu kasta terendahnya. Siapa kasta terendah di rumah sakit? Coass dong!
Kok bisa jadi kasta terendah? Bayangin kamu kerja tiap hari, jaga nya hampir 24 jam, dan kalau hari libur pun, syukur-syukur kalau diizinkan nggak masuk. Cleaning service aja jam kerjanya jelas, digaji pula. Mohon maaf nih, secara pekerjaan Cleaning Service pun lebih terhormat dibanding kami. Coass tuh ya, kerjanya nggak mandang waktu, nggak dibiayain makan, malah membayar uang semester, diberikan tugas tiap bagian pula. Secara matematika, rugi dong. Wajar lah, Aku juga kadang mempertanyakan kenapa hidupku serugi ini.
Tapi, secara matematika hidup, itu disebut 'membayar pengalaman'.
Syaikh Az-Zarnuji di dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim menuliskan, "Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi 6 syarat. Yaitu: Kecerdasan, kemauan/semangat (rakus akan ilmu), sabar, biaya/bekal (pengorbanan materi/ waktu), petunjuk (bimbingan) guru dan dalam tempo waktu yang lama."
Membayar pengalaman saat Coass menjadi fase pembelajaran terpenting sebelum jadi dokter. Walaupun jadi kasta terendah dan harus serba bisa, kita bisa belajar banyak dari pasien. Belajar dari hidup mereka, belajar dari pengalaman mereka. Nggak jarang loh keluarga pasien bahkan pasien sendiri yang justru membuka wawasan baru kami. Makanya dokter-dokter senior kami berpesan "Pasien adalah guru terbaik".
Semangat yang harus dijaga karena pengeluaran yang nggak sedikit dan rasa kasihan ke orang tua udah biayain kuliah, nggak serta merta dijadikan alasan logis menilai dokter bekerja cuma mau uang nya doang saat kerja, nggak mau bener-bener nolongin pasiennya untuk sembuh. Tentu tidak dong. Kalau dapetin dokter yang seperti itu, ada bidangnya sendiri untuk melaporkan persoalan tersebut.
Saat sarjana pun, kami sudah disumpah untuk "Selalu mengutamakan kesehatan penderita tanpa terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, perbedaan kelamin, politik, kepartaian, atau kedudukan sosial penderita".
Nggak apa-apa jadi kasta terendah, selama dapat pengalaman banyak dari pasien, masih kuat kok💪🏻
3 notes · View notes
nurannisafauziyah · 1 year
Text
Hope (Perjalanan Cita-Cita & Cinta)
Tumblr media
Ketidakjelasan hubungan diakhiri
—-----------------------------------------
Kedekatan Anesha dan Arion tidak bisa dielakkan, sebenarnya Anesha berniat untuk tidak dekat dengan siapapun sebelum waktunya tiba, fokus saat ini masih mencari ilmu. Waktunya dekat dengan laki-laki minimal saat Anesha sudah menyelesaikan sarjana nya yang sudah tinggal 2 semester lagi mengingat Anesha orang yang butuh fokus sehingga ia sedikit khawatir belum bisa memanagement dengan baik jika harus menjalankan peran yang banyak. Belum lagi setelah lulus ia harus menjalani koas kurang lebih 2 tahun yang menjadi tuntutan profesinya setelah lulus sarjana kedokteran.
Cita-citanya sederhana sejadi ibu rumah tangga, bisa mengurus, merawat dan mendidik anak-anak nya dengan baik serta bisa senantiasa mendampingi suaminya. Sehingga saat dia memilih someone kelak, Anesha berharap seseorang itu memiliki potensi menjadi hebat karena sosok Ayah dari anak-anaknya harus bisa jadi teladan. 
Anesha teringat salah satu tokoh inspiratifnya, itulah juga yang berpengaruh terhadap cita-cita sederhana nan bermaknanya  yaitu sosok Habibie & Ainun. Saat itu Habibie bertanya pada Ainun, yang intinya siapa yang berperan di depan dan siapa yang berperan menjaga dan mendidik anak-anak. Saat itu Pak Habibie menawarkan diri kepada Ainun atas jawaban dari pilihan itu melihat potensi Ainun yang juga memiliki kemampuan yang tidak biasa, apakah Ainun yang mau berperan maju? karena Ainun berpotensi untuk itu dan Pak Habibie yang nanti akan merawat anak-anak? saat itu jawaban Bu Ainun adalah beliau mempersilahkan Pak Habibie untuk berperan maju dan ia yang akan mengurus anak-anak dan bisa dilihat bagaimana kualitas anak-anak dari keluarga Habibie & Ainun. 
Itulah cita-cita Anesha kala itu. Ia mengambil jurusan kedokteran yang saat ini dijalaninya salah satu tujuannya adalah untuk bisa minimal menjadi dokter di keluarganya. 
Anesha sudah memetakan jalan kehidupannya. Jika jodohnya dekat ia akan menikah setelah lulus sarjana atau jika belum dekat akan menikah setelah koas selesai dan jika hilal jodoh itu pun belum terlihat planning selanjutnya adalah mengambil spesialis anak dan jika diantara masa pendidikannya di spesialis bertemu jodohnya ia akan menikah tak masalah, sambil menjalani kehidupan pendidikan spesialis yang ia sudah pilih. 
Pendidikan yang ia jalani memang terbilang padat dan menurut Anesha pacaran itu kurang bermanfaat, seperti membuang-buang waktu, ininya kurang berguna dan hanya menghabiskan waktu untuk hal yang manfaatnya dipertanyakan. Ia pun merasa tak memiliki cukup waktu untuk hal-hal yang tidak serius. Anesha memang sekaku itu. Dibandingkan telponan tidak ada arah lebih baik digunakan untuk istirahat atau belajar. Anesha memang sangat menyukai belajar dan membaca. Segala pertanyaan akan kehidupan ia coba cari jawabannya dengan membaca banyak buku untuk mendapatkan berbagai sudut pandang sebagai referensi.
Tetapi saat datang sosok Arion yang ia kagumi, Anesha tak bisa menolak  ketika Arion mencoba mendekati nya walaupun Arion bukan laki-laki pertama yang ia suka tetapi ia merasa he is her first love. Ia sudah kenal Arion cukup lama saat dulu sedang aktif aktifnya di BEM Universitas. Anesha & Arion berbeda 2 tingkat di Universitas, walau mereka berbeda jurusan tetapi karena dulu di BEM universitas keduanya aktif sehingga mereka sering berinteraksi dan saat Arion sudah bekerja, sosok Arion datang mendekati Anesha yang saat ini masih berstatus sebagai mahasiswa. 
Sejak dulu Anesha mengagumi sosok Arion dimana Arion orang yang pemberani, berbeda dengan Anesha yang sedikit pemalu. Leadership Arion terlihat nyata terutama saat memimpin menjadi ketua BEM di tingkat Universitas. Tegasnya, bagaimana ia memimpin dan mengambil keputusan, bagaimana ia mencoba merangkul semua anggotanya tanpa terkecuali.
Benih-benih itu sudah ada sepertinya diantara mereka tetapi karena belum menjadi prioritas sehingga dianggap angin lalu dan tanpa diduga Arion mendekatinya. kebahagian tak terhingga bagi Anesha dan ia menjadi lupa jika ini sebenarnya belum waktunya ia mengaktifkan hati.
Rasa sayang Anesha ke Arion nyata. Anesha berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk Arion semenjak dahulu. Anesha merasa Arion bisa membimbing nya, mengayomi. Leadership dan keaktifan nya Arion menjadi salah satu daya tarik Arion dimata Anesha.
Sosok pemimpin yang kuat, kecerdasan dan pengetahuan yang luas membuat Anesha bisa bertanya apapun padanya.
Cara Arion mendekati dengan perlahan tapi pasti sampai luluhlah perasaan Anesha hingga nyaman walau Anesha masih merasa kaku untuk banyak hal. Ia yang di kehidupannya senantiasa melakukan yang terbaik tapi kali ini ia tak cukup mengerti bagaimana menjadi pasangan yang terbaik. Tak ada ketentuan baku outline terkait ini yang ada hanya bagaimana menjadi istri yang baik. 
Anesha sangat insecure terutama jika terkait dengan penampilan fisik terlebih saat mengetahui jauh sebelumnya beberapa wanita yang pernah Arion suka. Wanita tersebut cantik dan saat Anesha refleksi ke dirinya ia merasa tidak cukup cantik. Sehingga Anesha tidak cukup percaya diri dan merasa banyak kurang pada dirinya. 
Anesha seorang wanita yang pendiam, bahkan ketika sedang bersama dengan Arion, karena memang jarang dekat dengan laki-laki sehingga Arion yang senantiasa membuka pembicaraan. Sebenarnya Anesha tidak terlalu pendiam tetapi entah mengapa jika bersama Arion ia tak cukup berani, rasanya kaku, entah apa yang harus dibicarakan. Rasanya saat dia sedang sendiri banyak hal yang ia ingin bicarakan, ceritakan, diskusikan dengan Arion tetapi entah mengapa saat bertemu no idea at all bahkan sempat Anesha membuat tulisan dalam catatan Hpnya terkait hal yang ingin dia ceritakan, sampaikan, diskusikan tetapi itu juga tidak cukup membantu.
Anesha pun bingung dan tidak cukup mengerti dengan dirinya. Fase tersebut terulang dan terulang kembali. Sampai-sampai Arion sering kesal karena dia yang harus senantiasa membuka percakapan, bertanya ini dan itu. 
Anesha sayang dengan Ario tetapi dia bingung bagaimana cara menunjukan sayangnya. Dia pun cenderung diam karena memang ia sangat jarang untuk bercerita terutama saat bertemu, tetapi saat berkomunikasi lewat media komunikasi Anesha bisa berinteraksi lebih baik. Bahkan sering ia yang memulai percakapan terlebih dahulu. Bercerita banyak hal dll. 
Saat mereka sudah tidak satu kota, mereka LDR tetapi masih berkomunikasi hanya intensitas terbatas. Ada suatu waktu Anesha ingin adanya kepastian akan ke depan, apakah akan serius atau putus. Lalu melalui chat Anesha menyampaikan maksud dan tujuan menanyakan kedepan akan seperti apa, dia tidak mau ada di zona abu-abu karena ketika ada laki-laki lain mendekati, ia merasa bersalah, disatu sisi kejelasan dari Ario pun tidak ia dapatkan. Pernah suatu ketika Anesha menceritakan ada pria yang mendekatinya lalu ayahnya Anesha mengatakan “ya kan kamu sudah sama Arion”. Anesha memang menyayangi Arion dan setia padanya tetapi sampai kapan ada di zona abu-abu ini. Pikirnya jika serius hayu,, berjuang bersama, jika tidak ya sudah sampai disini dari pada sayang Anesha semakin besar dan ketergantungan Anesha pada Arion. Pikir Anesha cerita cinta dengan Arion hanya akan membuat luka yang dalam jika hubungan ketidakjelasan ini diteruskan. Jika pada akhirnya menyakitkan ya kenapa harus menunda rasa sakit itu datang.
Anesha tidak menuntut Ario menikahinya segera karena ia pun ingin menyelesaikan kuliahnya, lagi pula Anesha pernah mengatakan rencananya pada kedua orang tuanya jika selesai sarjana kedokteran dan koas, ia ada rencana untuk mengambil spesialis tetapi itu lihat situasi nanti dan Anesha menyampaikan jika cita-cita yang diceritakannya tidak akan menghalangi niat nya untuk menikah jika sudah ada laki-laki yang mengkhitbahnya. Itu bisa fleksibel dan rencana akan masa depannya akan diungkapkan pada calon Anesha kelak karena cita-cita sesungguhnya adalah menjadi istri & ibu yang sebaik mungkin. 
Sisi orangtua Anesha tidak masalah terkait itu karena dari orang tua Anesha pun tidak mewajibkan Anesha untuk berkarir setelah menikah nanti.
Hal yang ia inginkan Anesha dari Arion hanyalah pernyataan dan komitmen serius dari Arion. Lalu ia melontarkan pertanyaannya tersebut dan Arion tak memberikan jawaban, Arion berkata bingung. Di dalam pikiran Anesha “Aku tidak pernah bingung memilih kamu, aku yakin dengan mu tetapi kenapa kamu masih belum yakin dengan Aku?” emosi Anesha tidak stabil saat mendapatkan jawaban tersebut, emosi itu bertambah tambah karena Anesha berada di masa PMS (Pre Menstruasi Syndrom) 
Anesha berpikir ia tidak mau menghabiskan waktu sia-sia dengan ketidakpastian ini. Tenaganya lebih baik dialihkan untuk mengejar cita-cita yang pasti dari pada mengejar hati yang tidak pasti. Anesha percaya jika memang yang harus diutamakan adalah cita-cita lalu cinta akan mengikuti karena ketika memperjuangkan cinta belum tentu cita-cita bisa mengikuti. Hati manusia tidak bisa dipegang karena hanya Allahlah yang bisa membolak-balikan hati setiap orang. Akhirnya karena Arion tidak memberikan jawaban, Anesha menyimpulkan jika Arion tidak serius dengannya sehingga Anesha meminta cukup sampai disini.
Setelah drama-drama itu hubungan komunikasi tidak berhenti langsung, sesekali Anesha masih menghubungi untuk cerita karena memang sesulit itu untuk lepas karena selama ini Anesha sulit menemukan orang yang nyaman untuk bercerita sehingga Arion masih menjadi orang pilihannya untuk bercerita. Kejadian drama drama itu berlangsung di awal tahun 2016. Lalu di pertengahan tahun Anesha melihat postingan Arion bersama dengan rekan-rekan kerja nya lalu ada wanita yang comment dengan emoticon memberikan ciuman love. Cukup bergetar hati Anesha melihat itu. Memang dia dan Arion sudah tidak ada hubungan apa-apa, tapi apakah secepat itu Arion membuka hati pada yang lain? kecurigaan Anesha bahwa Arion memang tidak sayang padanya semakin membesar. Tak dipungkiri di hati Anesha masih menyimpan rasa sayang yang tulus pada Arion tetapi tidak mungkin bagi Anesha terus berada di hubungan yang tidak ada kejelasannya.
----------------------
Sakit hati selanjutnya
----------------------
Anesha masih sesekali berkirim pesan lewat DM instagram karena kontak Arion sudah dihapusnya dari HP sehingga yang bisa diakses hanyalah akun instagramnya, alasannya Anesha menghapus karena ketika Anesha memiliki kontak Arion ia akan mudah memiliki akses untuk menghubungi dan Anesha mengerti jika itu tidak baik. DM yang dikirimkan sering Anesha unsend saat logikanya sudah kembali menguasai.
Walaupun lama tidak kontak tetapi saat Anesha memerlukan bantuan ia masih menghubungi Arion. Jarak antar Kota Anesha tinggal dan Arion yang tidak terlalu jauh sehingga memungkinkan Arion bisa menolong Anasha saat perlu bantuan. Anesha orang yang sungkan meminta bantuan sebenarnya, dia hanya meminta bantuan pada orang-orang yang ia rasa sudah cukup dekat. 
Suatu ketika Anesha sakit, ia bingung untuk minta tolong siapa untuk membelikan buah dan mengurus kelengkapan berkas sebelum lusa terbang ke negeri tetangga untuk berkompetisi karena Anesha tidak nafsu makan dan terasa lemas, akhirnya ia memberanikan diri menghubungi Arion untuk meminta bantuan. Jarak dari Kota Arion bekerja dan Kota Anesha sekitar 2-3 jam, relatif dekat walau antar kota. 
Lalu Arion menyanggupi untuk permintaan pertolongan tersebut dan berjanji akan ke tempat Anesha sepulang kerja, Anesha menanti, awalnya mengabarkan telat karena masih ada hal yang harus dikerjakan lalu mengabarkan lagi jika ia tidak bisa kesana karena khawatir sudah tidak ada kereta saat pulang. Betapa hancur hatinya Anesha dengan pernyataan itu. “Hello pulang itu tidak hanya kereta alat transportasi yang ada”. Anesha hanya berfikir sebenarnya ia sadar jika meminta tolong tidak harus diberi pertolongan karena itu terserah dari si pemberi pertolongan. Di Dalam hati Anesha berkata “kl saja Aku tidak sakit, Aku pun tak harus meminta bantuan” dengan sakit yang masih dirasa, demam dan badan yang rapuh disertai hati yang juga rapuh pada akhirnya. Teringat cerita Arion yang dulu pernah mengantarkan seorang wanita yang ia pernah suka malam-malam antar kota yang menempuh perjalanan 4-5 jam sampai ia harus bermalam di salah satu masjid. Lalu Anesha langsung komparasi, memang Arion ga sayang sama Aku, dulu dengan wanita yang pernah ia suka ia sebegitunya, ini Aku lagi sakit minta tolong belikan buah saja dan sedikit mengurus kelengkapan berkas padahal kota Arion dan Anesha masih terjangkau dengan kendaraan roda dua pun. 
Anesha memang cemburu dan semarah itu, tetapi kemarahannya tidak pernah ia ungkapkan. Ia hanya mampu menangis. Begitulah Anesha saat dia marah, kesal dengan siapapun dia lebih memilih untuk diam bersama dirinya sendiri lalu jika diperlukan air matanya tumpah ia biarkan, karena jika kemarahannya terucap mulutnya bisa pedas sangat dan akhirnya dia akan feeling guilty sendiri.  Itulah mengapa dia lebih memilih bersama dirinya sendiri terlebih dahulu sampai emosional dia stabil karena jika bersama orang lain dia merasa energy negatifnya akan terasa alirannya dan itu adalah hal yang Anesha tidak inginkan karena Anesha menyadari jika energi itu bisa mengalir baik positif maupun negatif  
Anesha orang yang rapuh memang itu salah satu alasan dia tidak suka meminta bantuan karena orang yang tidak siap dengan penolakan. Ia menyadari hatinya serapuh itu sehingga menjadi independen adalah salah satu cara untuk melindungi hatinya agar baik-baik saja. 
-------------
Bahagia itu berujung luka
------------------------------------
Berselang beberapa bulan, tetiba Arion menghubungi Anesha, memberikan pesan handphone. Tersampaikan keinginan Arion untuk bertemu. Tak dipungkiri bahagia hati Anesha. Kita bertemu lalu makan bersama kemudian Arion mengantarkan sampai depan kosan Anesha. Sesekali di pertemuan itu Ario masih memanggil dengan panggilan sayang dan memperlakukan Anesha sama seperti dulu. Tak ada perubahan apa-apa saat mereka bercerita. Setelah sampai di depan Kos Ario tetiba berkata “kl nanti kamu nikah duluan, kamu akan kabari Aku ga?” lalu Anesha menjawab “mungkin” lalu tanpa banyak bercakap disitu Ario menyampaikan jika bulan depan ia akan melangsungkan pernikahan. 
Anesha hanya mengatakan selamat disertai air mata yang tak bisa ia tahan keluar membasahi pipi, lalu mengatakan dengan senyum dibibir dan tumpahan air mata yang berlinang “ga perlu ceritakan terkait masa lalumu karena wanita itu pencemburu”, banyak hal yang sebenarnya Anesha ingin tanyakan tapi ia hanya melontarkan satu pertanyaan “teman kerja”? dan Ario menganggukan kepala
Tanpa berlama-lama bersama karena hati Anesha tak kuat seyogyanya. Ia masuk ke rumah kosnya lalu menuju kamar kemudian membaringkan tubuhnya, lama ia tak bisa memejamkan mata untuk tidur, pikirannya tak menentu begitu juga dengan hatinya. 
Ia hanya chat pada Arion hati-hati dijalan, lalu esok harinya sedikit emosinya ia luapkan, bertanya “kenapa ga bilang dari dulu kl kamu berencana menikah dalam waktu dekat ini?” “kenapa baru kamu infokan H-14 hari pernikahanmu dengannya?” “kenapa kamu ga jujur saat dulu aku tanya”, “atau dulu cukup bilang kl kamu ga sayang sama Aku” atau “mengatakan dengan segera kamu akan segera menikah dengan orang lain” kenapa baru sekarang? jika kau sampaikan dari dulu perihal itu mungkin bisa lebih mudah Aku lupakan kamu dari dulu. Kenapa, kenapa dan kenapa dan tidak ada satupun pertanyaan Anesha yang dijawab oleh Arion. Setega itu memang Arion. 
Proses menikah pastinya tidak simsalabim, melalui persiapan dll tapi kenapa semendadak ini menyampaikannya.
Tidak ada pertanyaan yang dijawab, Anesha hanya pasrah dan mencoba menerima pahitnya kenyataan ini. Berhari-hari badannya tak mampu untuk beraktifitas seperti biasa yang Anesha lakukan hanya berbaring dengan airmata yang mengalir tanpa henti dan pikiran yang tak terarah, rasanya lemas tak bertenaga tak terkira. 
-----------------
Sedih itu harus diakhiri
----------------------
Baru kali ini aku tak mampu mengontrol diri aku sendiri, kenapa badan ini tak mampu digerakkan untuk aktifitas seperti biasa? gumam Anesha. Air mata tak mampu untuk dihentikan terus mengalir tanpa henti. Lalu Anesha berucap pada dirinya sendiri jika ia akan membiarkan sedih dan sakit yang dirasa ini paling lama seminggu, setelah itu LIFE MUST GO ON. Anesha harus kembali ke alam nyata. Harus dihadapi segalanya.
Anesha menyadari bahwa ia yang minta usai tapi permintaan itu bukan tanpa alasan, Anesha hanya ingin kepastian dan ternyata memang sayangnya Arion bukan untuk dirinya.
Lagu Raisa yang berjudul usai disini menemani hari Anesha
Pedihnya tanya yang tak terjawab
Mampu menjatuhkanku yang dikira tegar
Kau tepikan aku kau renggut mimpi
Yang dulu kita ukir bersama
Seolah aku tak pernah jadi bagian besar dalam hari-harimu
Lebih baik kita usai di sini
Sebelum cerita indah tergantikan pahitnya sakit hati
Bukannya aku mudah menyerah tapi bijaksana
Mengerti kapan harus berhenti
Ku kan menunggu tapi tak selamanya
Kau tepikan aku kau renggut mimpi
Yang dulu kita ukir bersama
Seolah aku tak pernah jadi bagian besar dalam hari-harimu
Seolah janji dan kata-kata yang telah terucap kehilangan arti
Lebih baik kita usai di sini
Sebelum cerita indah tergantikan pahitnya sakit hati
Bukannya aku mudah menyerah tapi bijaksana
Mengerti kapan harus berhenti
Ku kan menunggu tapi tak selamanya
Tak akan jera kupercaya cinta
Manis dan pahitnya kan kuterima
Kini kisah kita akhiri dengan makna
Lebih baik kita usai di sini
Sebelum cerita indah tergantikan pahitnya sakit hati
Bukannya aku mudah menyerah tapi bijaksana
Mengerti kapan harus berhenti
Ku kan menunggu tapi tak selamanya
Ku kan menanti
Tapi tak selamanya
—----------------
Sakit itu terlalu sakit
—----------------
Air mata terus tumpah
Tapi Anesha orang yang pintar menyembunyikan kesedihan
Esoknya dimana malam hari saat air matanya tak berhenti terjatuh tapi paginya sudah menjadi MC salah satu kegiatan di kampusnya, lalu
Kurang lebih seminggu setelah itu
Arion masih mengirimkan pesan berupa permintaan izin untuk share undangannya
“what for” dalam hati Anesha bergumam mau menyakiti tanpa merasa menyakiti? tidakkah dia mengetahui betapa dalam sayang Aku ke dia? tak bisakah dia merasakan itu?”
Selalu banyak tanya saat ada stimulasi yang membuat Anesha ingat tentang Arion
Sakit itu terlalu sakit
Tapi semenyakitkan itu Anesha masih positive thinking terhadap Arion, Anesha berusaha berdamai dengan semuanya
lagu you don’t know Katelyn Tarver mengiringi langkahnya dan setiap mendengarkan lagu itu Anesha tak mampu membendung rasa itu
I know you got the best intentions
Just trying find the right words to say
I promise I've already learned my lesson
But right now, I wanna be not okay
I'm so tired, sitting here waiting
If I hear one more "Just be patient"
It's always gonna stay the same
So let me just give up
So let me just let go
If this isn't good for me
Well, I don't wanna know
Let me just stop trying
Let me just stop fighting
I don't want your good advice
Or reasons why I'm alright
You don't know what it's like
You don't know what it's like
Can't stop these feet from sinking
And it's starting to show on me
You're staring while I'm blinking
But just don't tell me what you see
I'm so over all this bad luck
Hearing one more "Keep your head up"
Is it ever gonna change?
So let me just give up
So let me just let go
If this isn't good for me
Well, I don't wanna know
Let me just stop trying
Let me just stop fighting
I don't want your good advice
Or reasons why I'm alright
You don't know what it's like
You don't know what it's like
Don't look at me like that
Just like you understand
Don't try to pull me back
Let me just give up
Let me just let go
If this isn't good for me
Well, I don't wanna know
Let me just stop trying
Let me just stop fighting
I don't want your good advice
Or reasons why I'm alright
You don't know what it's like
You don't know what it's like
You don't know, you don't know, you don't know
You don't know what it's like
You don't know what it's like
You don't know, you don't know
You don't know what it's like
You don't know what it's like
—------------------------
Allah knows everything and we know nothing
----------------------------
Walaupun sudah membuat janji dengan dirinya sendiri terkait menyudahi rasa sedih setelah seminggu berlalu tetapi hati Anesha tak sekuat itu, serapuh-rapuhnya Anesha ia percaya jika apa yang ditakdirkan Allah adalah yang terbaik. Mengingatkan hal tersebut  Anesha menuliskan kata “Allah knows everything and we know nothing” tulisan itu terpasang di meja belajarnya untuk mengingatkan dirinya untuk kuat, ingat jika skenario Allah adalah yang terbaik
Tak lama setelah kabar jika Arion akan menikah. Anesha memberitahukan kabar itu ke Ayahnya melalui telepon. Ia tak menceritakan banyak hanya memberitahukan “Yah, Arion akan menikah dengan orang lain, Ayah tidak perlu menceritakan berita ini pada Mamah”, Ayahnya tak bereaksi apa-apa, tak lama setelah informasi itu keduanya menutup telepon tetapi tidak ada selang 5 menit Ayahnya menelpon kembali dua kali, tidak membahas apapun terkait Arion, sepertinya Ayah Anesha hanya mencoba memastikan dari jauh jika anak putrinya baik-baik saja”
Anesha berperang dengan perasaannya, Ia mencoba menekan perasaannya, ia mempelajari polanya saat ia sibuk tetiba ia lupa akan kenyataan pahit yang sedang dijalankan, tetapi saat tiba di kos, dirinya sangat rapuh tak berdaya dan Anesha tidak suka itu kala ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Sampai-sampai ia memadatkan jadwalnya, ikut banyak organisasi, banyak volunteer, kerja sana sini dan masih menjalani kuliahnya yang sudah mendekati semester akhir. Upaya untuk menekan hatinya berhasil dilakukan dengan kesibukan karena ketika sibuk mode feelingnya switch ke thingking tetapi sebenarnya tidak bisa dikatakan berhasil karena ketika dia diam, istirahat di kamar kosnya unstable dirinya keluar karena Anesha lelah dengan rasa yang dirasakan ia pun semakin sibuk kesana sini tanpa henti dan tanpa jeda. 
-------
Burnout
-------
Time flies kurang lebih dua tahun Anesha menjalani kehidupan yang seperti itu, Anesha lelah dengan pola seperti ini karena sebenarnya ia ingin beristirahat tetapi ia takut dirinya tidak baik baik saja saat istirahat. Akhirnya karena dia pun sudah tidak stabil, burnout karena pola itu, ia belajar untuk take a break dan benar saja yang ditakutkannya terjadi. Asam lambungnya cepat meningkat, mual muntah dan disuatu ketika tiba ia mengalami sakit punggung yang sangat menyebabkan dia tidak bisa beraktifitas, berjalan pun penuh dengan usaha dan dia harus menahan rasa nyeri. Perut yang kembung sering datang dan saat itu datang Anesha tidak bisa beraktifitas dengan maksimal. 
Kejadian itu ditambahkan buruk dengan posisi diri Anesha yang harus kembali ke rumah, tempat Ia Koas selanjutnya ada di area domisili asli Anesha sehingga mau tidak mau Anesha kembali ke rumahnya. 
Keadaan dirumah tidak semudah itu, mamanya yang ingin segera memiliki mantu membuat Anesha tidak nyaman berada dirumah. 
Mamanya bukan sekali dua kali menanyakan terkait Arion. “Arion udah nikah belum?” dan pertanyaan lainnya dan yang Anesha jawab hanyalah “tidak tau”
Anesha sengaja tidak memberitahukan mamanya terkait kejadian sebenarnya, Anesha berfikir lebih baik mamanya tidak mengetahui sebenarnya bahwa dari bertahun tahun lalu Arion sudah menikah dan sudah memiliki anak pertamanya karena menurut Anesha itu akan membuat sakit hati mama sepertinya, apalagi ketika kejadian dulu saat Anesha masih bersama Arion lalu ada laki-laki lain mendekat dan mamanya mengatakan “kata Papah kamu kan udah pilih Arion ya sudah cukup” tapi pada akhirnya kesetiaan Anesha dikhianati dengan luka yang sangat dalam. 
Anesha memang orang yang setia dan berkomitmen ketika dia sudah memilih itulah alasan Anesha menyudahi hubungan dengan Arion karena up and down hubungan mereka lalu Arion tidak memberikan kepastian padahal sudah beberapa tahun Anesha bersama Arion dan waktunya untuk menunggu seorang Arion sudah tidak bisa ditoleransi dan ketika ditanya Arion tidak memberikan jawaban kepastian bagaimana kedepannya.
Mamahnya senantiasa menyinggung terkait menikah, lagi dekat dengan siapa dll. Mamahnya kurang bisa mengerti yang Anesha rasakan berbeda dengan Ayahnya yang paham benar jika hal tersebut tidak perlu di tanyakan yang terpenting adalah didoakan karena masalah jodoh, rezeki, maut itu adalah kuasNya. 
Papahnya senantiasa mengingatkan pada mamanya Anesha jika tidak usah bertanya terkait hal tersebut tetapi karena mamanya sudah ingin sekali memiliki mantu sepertinya sehingga peringatan itu tak dihiraukannya dan tetap bertanya
Mamanya membuka pembicaraan saat Ayah Anesha berangkat ke masjid untuk sholat berjamaah “Nesya, mamah ingin kamu menikah agar kamu bahagia”
sontak Anesha kaget mendengar pernyataan itu lalu ia pun tak kuat untuk menahan tangis, menangis sambil berkata “Mah, siapa sih yang ga mau menikah? semua orang juga mau menikah tetapi apakah kita bisa berkuasa simsalabim jodoh itu datang? Anesha sudah cukup bahagia dengan kehidupan ini, bukannya Nesya tidak mau menikah, ya mana Mah jodohnya belum tiba, apakah Mamah mengerti terkait konsep itu?” Nesya mengerti mungkin mamah juga dapat tekanan sosial anak gadisnya belum menikah, maafin Nesha Mah, tapi ada daya Nesya? “setiap orang itu memiliki cobaan yang berbeda-beda, dan mungkin salah satu ujian aku ada di menanti jodoh untuk bersabar”
Anesha tak kuasa menahan tangisannya, ia langsung menuju kamarnya dan melanjutkan menangisnya, tak lama Ayahnya pulang, melihat dan mendengar tangisan itu. Tak lama Ayahnya mengabarkan jika mamanya juga menangis dan Anesha tak menghiraukan itu ia asik dengan tangisannya yang tak kunjung henti. Ia tak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat itu. Keadaan dirumah tidak membuatnya menjadi baik-baik saja malah sebaliknya memperburuk kondisi perasaannya. Perasaan yang merasa tidak bisa dimengerti. Belum lagi ketika mengunjungi Neneknya, senantiasa membahas hal yang sama, ketika kumpul keluarga ada saja yang menyinggung terkait itu.
Hal yang Anesha rasa sepertinya sulit sekali orang mengerti kondisinya, hanya Ayahnya yang masih mampu menjaga perasaannya dan mengerti dengan baik akan hal tersebut. 
Anesha merasa keadaan dirinya sudah tidak dalam keadaan normal. Ia akhirnya ke psikiater dan menceritakan segalanya. Dihari offnya menjalankan koas, Anesha pamitan ke RS, orangtuanya tak banyak bertanya karena memang itu ada di rangkaian koasnya sehingga pamit ke rumah sakit bukan hal yang berbeda, tapi sesungguhnya pamitnya kali ini ke rumah sakit bukan untuk berperan menjadi dokter melainkan berperan menjadi pasien seorang dokter spesialis jiwa. 
Ia, Anesha sudah tidak tahan dengan keadaan dirinya yang sudah tidak baik-baik saja, mimpi-mimpi buruk menghantui, asam lambung yang meningkat dengan cepat dan yang bisa dengan sangat Anesha rasakan adalah quality of life tak sebaik sebelumnya. Saat ini ia merasa cepat lelah dan tak berdaya, benar-benar tak berdaya berbeda dengan kondisi sebelumnya yang dia aktif sana sini dan tak mengenal lelah. ini aktivitas setengah hari saja membuat ia tak berdaya belum lagi mimpi-mimpi buruknya yang membuat lelah waktu istirahatnya. Waktu istirahat yang seharusnya membuat diri kita menjadi lebih segar, ini sebaliknya. Lelah bahkan sangat lelah saat mimpi buruk menyapa.
Setelah konsul dengan dokter spesialis jiwa. Anesha mendapatkan beberapa obat. kembung yang sering dirasakan lebih disebabkan keadaan psikologis nya yang memang tidak baik.
Pengalaman pahitnya bersama Arion sedikit banyak mempengaruhi bagaimana ia saat membina hubungan dengan orang setelah itu. Anesha sekarang ketika belum ada kepastian akan kedepannya, ia menjaga jarak karena Anesha mengenal dirinya jika tidak menjaga jarak dengan baik Anesha akan tergantung cerita kepadanya dll dan ketika lepas akan sulit karena ada perasaan “butuh”. Ia menjaga jarak bukan berarti dia tidak butuh, ia butuh sekali pada kenyataannya tetapi ia tidak cukup berani untuk lebih dalam karena ia takut akan luka. Itulah cara yang Anesha lakukan untuk menjaga hatinya. 
Sesekali saja Ia cerita ketika ada yang menghubunginya selebihnya semua cerita ia simpan sendiri, salah satu media untuk menuangkannya dengan membuat tulisan terkait bagaimana perasaannya, apa yang terjadi dan hal lainnya yang ia rasakan dan pikirkan 
-----------------
Hubungan itu SALING
------------------
Kejadian antara Anesha dan Arion yang hubungan mereka diketahui keluarga Anesha lalu membuat mamahnya bertanya akan kelanjutan hubungan mereka dan Anesha memilih untuk menutupi demi menjaga hati mamanya, dari situ Anesha tidak mau lagi mengenalkan laki-laki siapapun pada orang tuanya sampai nanti ada laki-laki yang langsung datang ke rumahnya untuk meminta Anesha pada orangtuanya.
Setelah hubungannya berakhir dengan Arion dan harus melewati bertahun-tahun Anesha berusaha untuk berdamai dengan kenyataan, berdamai dengan dirinya dan berdamai dengan banyak hal. Hal yang membuat Anesha tidak memiliki perasaan pada Arion karena sakit hatinya ternyata lebih besar dibandingkan rasa sayangnya, setega itu Arion, saat rasa itu hadir Anesha langsung mengingat betapa Arion itu tega melakukan itu semua tanpa berfikir bagaimana perasaan Anesha seperti apa. Kala pikiran itu datang Anesha ingat pada yang Maha Kuasa, ia langsung mengalihkan pikiran itu dan langsung berkata pada dirinya “tidak ada yang sepatutnya disalahkan, semua sudah skenario terbaikNya, Arion hanyalah alat yang digunakan Allah untuk memberikan pelajaran pada diriku” begitu gumam Anesha pada dirinya untuk tetap menjaga agar benci tidak merasuki hatinya. Cukup biasa saja pada Arion tanpa rasa apapun itu sudah lebih dari cukup. Tidak ada rasa sayang, tidak ada rasa benci dan rasa rasa lainnya. 
Kejadian itu mengajarkan Anesha untuk memaafkan dirinya sendiri, dirinya yang kebablasan sayang dengan makhlukNya, tidak mengontrol rasa yang ada sehingga ketika sakit terasa sangat.
Setelah hubungannya berakhir dengan Arion, Anesha sudah berusaha untuk membuka hati dan pernah juga jatuh hati atau mengagumi seseorang kembali tapi tak jarang semuanya berakhir kandas dan dari situ perasaan Anesha menjadi lebih datar dan ia juga sangat berhati-hati akan perasaan demi menjaga perasaannya sendiri. 
dan salah satu hikmah terbesar dari kejadian pahit itu adalah Anesha memiliki self love pada dirinya yang sangat baik dan self worth tak lagi ia se insecure dulu. Dulu ia senantiasa memandang dirinya banyak kurangnya terutama di sisi fisik, ia merasa tidak cantik karena memang fisik tidak berubah pastinya, mindset nya mengatakan “biarkan saja jika Aku mungkin kurang cantik, Aku pun tak mau orang itu jatuh hati hanya karena fisik semata, Aku mau saat ada orang yang menyukai ku karena memang melihat aku secara holistic bukan hanya part of me”. Pastinya dibalik kekurangan seseorang, pasti ada kelebihan yang dimiliki dan kita harus merasa cukup akan diri kita. 
Anesha ingat sekali kala masih memiliki hubungan dengan Arion, Anesha merasa yang banyak memulai conversation melalui media handphone seperti chat dll Anesha yang memulai duluan dan dari situ Anesha merasa kesannya hanya Anesha yang butuh Arion, karena terkesan Anesha yang menjaga hubungan. Ya memang benar Anesha membutuhkan Arion dahulu untuk cerita dll karena saat itu Anesha sangat sulit menceritakan apapun pada yang lain tapi dari situ Anesha belajar saat membina hubungan ia membatasi diri untuk contact duluan. Anesha harus memiliki batas jangan sampai ia butuh kebebasan yang tanpa disadari menjadi kebutuhan. 
Ketika aura nya seorang laki-laki menarik perhatian Anesha dan bisa membuat Anesha nyaman, Anesha akan hati-hati karena ia mudah untuk tergantung. 
Prinsip Anesha hubungan itu saling jika hanya satu yang bekerja keras hubungan itu tidak akan bekerja dengan baik. Prinsip itu yang Anesha pegang, sesayang sayangnya Anesha pada seseorang ia tidak akan memaksakan memiliki, ia akan melihat dari sisi laki-lakinya terlebih dahulu seberapa sayang dan butuh laki-laki itu pada dirinya dan begitu juga sebaliknya saat ada laki-laki yang mungkin sayang pada Anesha ia akan bertanya pada dirinya terlebih dahulu sebelum memutuskan lebih jauh.
Hati Anesha sudah lelah dalam ketidakpastian yang berujung sakit hati sehingga saat ini lebih memilih menetralkan hati untuk belahan hati sesungguhnya nanti. Walau tak dipungkiri pastinya di saat saat tertentu hatinya tak netral dalam arti tertarik kepada seseorang tetapi Anesha terus menjaga dalam batas yang tidak berlebihan. Membatasi dengan porsinya demi menjaga hati rapuh yang dimilikinya.
Saat ini Anesha sudah menyelesaikan 2 tahun koasnya dan sudah selesai pula menjalankan internship satu tahunnya di perbatasan, Anesha saat ini sudah bekerja di salah satu Rumah Sakit Ibu dan Anak di Kotanya. 
Perihal menikah dari sejak ia lulus sebenarnya sudah menjadi prioritasnya tetapi memang belum ketentuanNya untuk dipertemukan jodohnya sampai saat ini, bukannya tak ingin menikah dan tidak berusaha, hanya Allah yang tau bagaimana usahanya tanpa harus ia ceritakan dan biarlah Allah yang mengetahui pasti bagaimana perasaannya.
Terkait dengan orangtua, semenjak sensitivitas aku jika dibahas hal terkait menikah yang tak bisa menahan air mata karena jika hal tersebut dibahas karena rasanya berkata dalam hati “apakah tidak mengerti?” sehingga mamah ku sudah memiliki kendali terhadap bahasan itu. Bukannya Anesha tak mengerti kekhawatiran mereka terkait Anesha belum menikah tapi Anesha pun ingin dimengerti jika itu bukan ada kuasa dirinya. Jika memang orangtuanya tidak mengerti mungkin pilihan Anesha adalah bekerja di luar kota sehingga bisa menghindari bahasan itu tetapi sejauh ini karena Anesha rasa semuanya lebih bisa terkendali, Anesha menikmati kebersamaan bersama dengan keluarganya.
Terkait hati, Anesha sangat hati-hati karena seseorang yang bisa memberikan energi pada kita disaat yang sama orang tersebut juga yang bisa melumpuhkan kita, itu yang Anesha rasa sehingga ia dituntut untuk bijak memanagement hati yang dimiliki.
Terkait jodoh Anesha tak mampu lagi mengerti usaha apa yang harus diperjuangkan, dan pada akhirnya Ia hanya mampu berserah dari dan tidak mau fokus pada hal yang diluar kendali dirinya sepenuhnya. Rencana Anesha sambil ia menikmati kebersamaan dengan keluarga bekerja di RSIA ia pun berusaha meluangkan waktu untuk mempersiapkan diri mengambil spesialis.
Anesha pikir, realistis saja dalam menjalani kehidupan, apa yang bisa diupayakan ya diusahakan dan apa yang diluar kendali kita hanya doa yang mampu menjembatani keinginan dan harapan untuk menjadi realita. Saat Allah belum mengijinkan Anesha bersama kekasih halalnya fokus dia adalah upgrade diri untuk bisa bertemu dengan kualitas pribadi yang unggul. 
Ia tersadar jika kehidupan menuntut realita tak sekedar cinta, ada tubuh yang harus diberikan asupan makanan untuk bisa berenergi, ada raga yang perlu atap untuk beristirahat. Kesiapan diri pribadi untuk membina rumah tangga hanya Allah yang Maha Mengetahui lalu menentukan dengan takdirNya. Syukurnya ia tak sekaku dahulu yang cerita saja sulit tetapi Anesha yang sekarang lebih terbuka dan ceria, tak se strike dahulu yang berfikir memiliki relation itu sia-sia sebenarnya boleh saja diri Anesha mengijinkan itu untuk berkomunikasi dll asalkan Anesha bisa untuk menjaga kadar di porsi yang seharusnya demi menjaga hatinya.
Orang senantiasa beranggapan jika Anesha hanya fokus pada cita-cita padahal sesungguhnya sejak dahulu ia mempersiapkan diri akan kehidupan berkeluarga dan cita-cita besarnya ada disana. Biarlah bagaimanapun pandangan orang padanya, orang tidak pernah menapaki jalan yang ditempuhnya. 
Sejauh ini yang Anesha syukuri adalah Ia masih dikuatkan oleh Allah S.W.T jadi teringat DM yang masuk di instagramnya dari salah satu teman wanitanya yang satu angkatan tanpa basa basi tertulis di chat “Sha ajarin untuk tenang menghadapi gunjingan orang terkait tentang nikah” lalu segera Anesha balas 
“Kita harus belajar biasa saja terkait omongan orang yang seperti itu karena kebahagiaan kita bukan tergantung omongan orang, yang meminta kita nikah segera lalu ketika kita asal tanpa memilih memang orang lain mau bertanggung jawab terhadap hal tersebut? bertanggung jawabkah mereka terhadap pernikahan dan kebahagiaan kita? mereka hanya bisa bersuara bertanya tanya, menggunjing, mereka ga pernah ada diposisi kita, mereka yang menggunjing ga pernah paham posisi kita dan mereka ga paham jika urusan jodoh bukan ada dikuasa manusia, kita memang bisa berusaha tapi tetap Allah yang menentukan, bagaimana usaha kita mereka pun tak tau dan ga mesti tau”
“Ketika kita bisa keluar dari lingkungan itu ya keluar saja jika itu membawa dampak negatif pada kehidupan kita dan jika dikhawatirkan menggoyahkan kekuatan diri kita, jika tidak bisa keluar sepertinya tidak usah terlalu dekat, kl mereka ada di lingkungan terdekat kita misal orang tua coba komunikasikan dengan asertif, mungkin orang tua kita belum paham. Terkait menikah itu bukan urusan sederhana sehingga kita harus memiliki prinsip jadi sebisa mungkin kita kuat akan prinsip kita, jika diolok-olok pilih-pilih dll, ya memang memilih, mau membeli sayur saja kita milih, mau membeli sepatu yang mungkin terpakai hanya satu tahun dua tahun saja kita milih, ini imam kita, ayah dari anak-anak kelak. Jangan sampai kita goyang hanya karena omongan orang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Aku paham posisi kita tidak mudah, apalagi ketika berkumpul bersama keluarga di momen tertentu akan menjadi sasaran empuk, kl memang kita bisa hindari interaksi ketika kita merasa tidak kuat, itu gpp menurut Aku dibanding nanti runtuh pertahanan dan mengambil keputusan yang tanpa pertimbangan itu bisa merusak masa depan dan akan merugikan diri sangat. Bismillahirohmanirohim ya untuk kita.
15 notes · View notes
milaalkhansah · 2 years
Text
kemarin-kemarin, inget nangis doa minta sama Allah supaya dikasih kesibukan. sibuk yang bukan sekedar sibuk, alias sibuk yang produktif. karena waktu luang hanya membuat saya semakin tenggelam dalam kesedihan yang tak berkesudahan. minta sama Allah supaya saya diberi banyak kegiatan dan pekerjaan sehingga ketika pulang ke rumah, saya sudah teralu lelah untuk berpikir apa-apa. supaya ketika pulang ke rumah, pikiran saya hanya tertuju pada kasur dan istirahat, supaya tidak ada lagi malam-malam panjang yang saya habiskan dengan meratapi kesedihan yang berulang-ulang.
tak disangka, sebuah doa yang saya pinta disaat perasaan dan keadaan saya sedang tidak baik-baik saja, Allah ijabah dengan cara yang tidak saya duga sebelumnya. Saat ini, tidak ada hari tanpa kesibukan. selalu saja ada hal yang harus dikerjakan, sehingga terkadang bahkan tidak punya cukup waktu untuk beristirahat. mata dan pikiran selalu diajak untuk berpikir dan kerja 24 jam. selain itu, saya nggak tahu bagaimana menjelaskan betapa bersyukur dan berbahagianya saya yang kini sedang menjalin pertemanan dengan orang-orang yang bahkan tak pernah ada dalam daftar doa saya sebelumnya. orang-orang yang dengan kehadiran mereka membuat saya belajar banyak sekali hal yang tidak pernah saya tahu sebelumnya. orang-orang yang seakan menjadi bensin pembakar semangat saya untuk terus semakin baik dari hari ke hari.
bohong rasanya jika saya tidak merasa kelelahan. bohong rasanya jika introvert semacam saya tidak kehabisan energi bersosialisasi dengan banyak orang tak hanya di dunia nyata, di dunia maya pun demikian setiap harinya. bohong rasanya jika saya tidak merasa ‘penuh’ dan kehabisan daya. namun setidaknya dengan segala kesibukan melelahkan yang saya jalani kini, mampu menutupi sebagian ruang kosong dan kesepian yang akhir-akhir ini semakin saya berusaha padamkan.
seolah tak cukup dengan segala kesibukan melelahkan itu, saya kembali menangis meminta diberi kesempatan untuk bisa kembali melanjutkan sekolah. Yang cerita tentang hal itu sebenarnya sudah pernah saya bagikan di sini.
Saya pengen sekolah. saya pengen merasakan bangku kuliah. saya pengen belajar. saya pengen mengenyam gelar sarjana. keinginan itu sebenarnya telah saya pikirkan sejak setahun belakangan, saya pikir itu hanya keinginan sesaat yang muncul karena rasa iri melihat teman-teman seusia saya yang berkuliah, tapi ternyata tidak. keinginan itu muncul karena belajar ternyata menjadi salah satu cara saya untuk membangun kepercayaan diri saya yang semakin surut ini. karena kalau saya nggak kuliah, atau kembali belajar dan melanjutkan pendidikan saya..., apa yang akan saya lakukan ke depannya? even im still tweny. jika bukan sekarang saya memporsir tenaga dan kekuatan saya untuk belajar sebanyak-banyaknya. mau dibawa ke mana masa depan saya? saya nggak bisa berharap orang lain akan datang menyelamatkan, mengubah dan membawa keadaan saya dan keluarga saya ke keadaan yang lebih baik, kalau bukan saya sendiri yang mulai untuk mengubahnya.
sebenarnya ada sedikit rasa tidak percaya diri untuk mewujudkan hal itu, mengingat kondisi keuangan saya yang belum bisa meng-handle banyak hal disaat yang bersamaan. namun mengingat nasihat yang pernah saya tulis sebelumnya, bahwa ‘kita adalah apa yang kita pikirkan’. sehingga saya berusaha untuk memenuhi pikiran saya dengan kalimat-kalimat positif dan pikiran bahwa saya pasti bisa melewatinya, bahwa saya pasti mampu, bahwa pasti ada kemudahan dan Allah akan berikan jalan ke depannya.
terinspirasi dari tulisan mbak @dinisuciyanti yang sering membagikan pengalaman beliau mengejar beasiswa, dan dari tulisan-tulisan beliaulah, yang menjadi salah satu penyemangat  saya untuk bisa lanjut kuliah, ke depannya saya akan membagikan proses-proses yang saya hadapi untuk bisa sampai ke sana.
doakan saya ya, teman-teman ^^
- Chapter 14 in 2023
31 notes · View notes
nurramadanims · 1 year
Text
Proficiat, doc!
Tumblr media
Selamat dok,
Alhamdulillah, cuma puji-pujian yang kayaknya pantes aku ucap untuk saat ini. Buat ngingetin kalau semua ini juga ujian, kalau kelulusan dokter ini nggak mungkin terjadi tanpa campur tangan Allah. Allah maha baik, Allah yang punya ilmu, Allah yang nentuin takdir. Di samping rasa bahagia ini, jujur ada sebagian rasa takut untuk menjadi takabbur, bahwasanya semua ini terjadi hanya karena aku. Maka ya Allah, iringi kebahagiaan ini dengan rasa syukur yang melimpah, yang rasa syukur itu dimanifestasikan dengan ibadah yang semakin meningkat, dengan muamalah yang semakin baik, serta kebermanfaatan yang semakin meluas. Amin ya rabbal alamin.
Kedua, semoga kelulusan dokter ini bisa membahagiakan orang-orang tersayang. Terkhusus mama, ma naning udah jadi dokter! Untuk bunda dan papa, makasiii banyak yang tak terhingga buat kasih sayang dan supportnya selama ini, buat doa-doa mujarabnya, buat kepercayaan yang udah dikasih ke naning untuk memilih, untuk bisa merantau di Bandung selama 6 tahun, untuk semua uang yang udah papa dan bunda keluarin huhu (semoga setelah kerja naning bisa kasi gaji pertama naning buat bunda dan papa), dan hal-hal kecil lain yang nggak naning ketahui. Walau nggak bisa naning ucapin langsung, tapi semoga kelulusan ini bisa jadi salah satu rasa terimakasih yang bisa naning beri ke bunda dan papa, dan buat kalian bangga.
Ketiga, buat kakak-fina-faiz. Look, your sister turn to be a doctor! Walaupun seringkali kalian nyebelin. Tapi dari hati yang paling dalem, naning-kameng tau kalau kalian juga ngedukung dan doain naning-kameng.
Lalu selanjutnya, untuk teman-teman yang selalu mengiringi dalam perjalanan hidupku huhu. Nitya, ela, hana, pina, adel, febi, riri, edina, nadsur, ami, sopi, icing, arif, drian, eko, iif, farin, huda, akang teteh fk unpad alkahfi (terkhusus ka syaq dan kang ifham, teh encoh, temen-temen kocil 3.1, kocil majalaya, teh sharon, kocil garut, kocil ikm-fm, kocil anak, temen-temen arvagata, temen-temen liqo, tim 8, adik-adik pnk, scome cimsa, warga asipa, warga kos putih dan A3. Nggak ada lagi yang bisa diucapin selain terima kasi banyak yang sebanyak-banyaknya buat kalian. Untuk kalian yang juga lulus di fase ini, proficiat doc! Untuk kalian yang masih berjuang, semangat karena semua akan terbayar pada waktunya. Makasi karena sudah menemani dalam naik turunnya hidup, makasi untuk kalimat afirmatifnya, makasi buat validasinya, untuk selalu meyakinkan keraguan-keraguan, makasi atas dukungannya, makasi udah jadi temen belajar selama berjibaku di sarjana dan koas ini huhu. Alhamdulillah, lagi-lagi hanya alhamdulillah.
Juga tak lupa untuk semua guru-guruku, terhitung sejak TK hingga detik ini. Mama, bu siti, bu tuti, bu lala, bu mila, bu dede, bu nila, bu finta, pak asep saepul, bu witri, bu rosyidah, bu suci, bu ika, ka atina, pak jalil, bu hani, bu hijri, bu rika, dr. fiva, dr. nuning, papanya teh sharon, dr. yuni, dr. eko, dr. hasan, dr. nita, dr. putri, seluruh dokter obgyn garut, dr. ivan, dr. jae, dr. gideon, dr. rico, dr. mulya, dr. deni, dr. elsa, dr. harsya, dr. desi, dr. is, dr. hartanto, dr. ghozali, dr. achadiyani, dr. insi dan semua orang dan para dokter yang telah menginspirasi aku untuk jadi dokter yang baik selama perjalanan ini. Terima kasih banyak bu/pak/kak/dok atas ilmu, dedikasi, waktu, dan doa-doan yang diberikan. Nggak ada yang bisa dibalas, selain doa agar bu/pak/kak/dok senantiasa sehat dan bahagia. 
Untuk keluarga besar. Le nung, mbu amimi, wa luk, keluarga besar timo, makasi juga udah doain naning, alhamdulillah naning bisa jadi dokter pertama di keluarga timo ini. Untuk mami, nenek, ka nanda, yaya, om asnal, mama jirah, pak haji samad, kaka anti, dan keluarga besar sidrap, makasi juga udah mengiringi langkah naning selama pendidikan. Untuk manusia-manusia baik yang kehadirannya mungkin sering dilupakan, mbu yayah, teh rena, teh euis, bi iroh, makasi udah mengurus naning di masa kecil dan dewasa ini. Tanpa kehadiran kalian, sungguh naning nggak mungkin jadi apa-apa. Untuk sosok yang tidak tertulis tapi juga telah berjasa, terima kasih banyak untuk kehadiran kalian. 
Sungguh aku berdoa dan berharap, semoga kebahagiaan ini Allah selipkan keberkahan, Allah iringi dengan kebermanfaatan, Allah sandingkan dengan rasa syukur yang aku panjatkan. Nggak ada yang nyangka impianku dari kecil ini akhirnya terwujud, semua perjuangan, tangisan, keluh kesah, campur aduknya hidup, semua terbayarkan ya Allah. 
Juga semoga tulisan ini menjadi pengingat, di kala susah bahwa diri ini telah mampu melewati ujian yang juga susah, di kala senang bahwa dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya. Semoga diri ini selalu ingat, bahwa di atas langit masih ada langit, juga ingat untuk selalu melihat ke bawah. Semoga hati ini ikhlas dan semangat untuk tantangan lain kedepannya, dan selalu percaya bahwa kita pasti bisa. Terakhir, semoga gelar dokter ini bisa menjadi wasilah untuk kehidupan yang selama-lamanya. Once again, all praises only to Allah SWT.
Tertanda, dr. Nur Ramadani (Bogor, 30 Juni 2023, pukul 13.24)
10 notes · View notes
auliasalsabilamp · 2 years
Text
Pertanggung Jawaban
"Pekerjaan yang tanggung jawabnya berat gajinya memang tidak terlalu tinggi. Jika di bandingkan pekerjaan yang tanggung jawabnya ringan. Namun ingat bahwa kita seorang muslim, kita jangan hanya mencari perkara dunia, karena tujuan utama hidup kita untuk akhirat". Ibu
---
Hari rabu kemarin dua saudaraku main ke rumahku. Karena aku dan adikku sedang libur kuliah, kami pulang ke Pemalang. Dua saudaraku berangkat dari Semarang dan sampai di Pemalang jam 10.45 WIB. Mereka berangkat dari Semarang jam 09.00 WIB. Perjalanan menggunakan kereta memang yang paling menyenangkan karena akan tiba secara on time dan tidak akan kena macet di jalan.
Dua saudaraku bernama Nisa dan Tanti. Nisa seumuran denganku, sedangkan Tanti seumuran dengan adikku. Mereka mahasiswa baru yang masuk di tahun 2022. Kami mengisi waktu dengan quality time bersama.
Nisa dan Tanti menginap di rumahku selama 1 malam. Setelah itu paginya mereka pulang ke daerah asalnya di Cilacap. Saat di rumah Nisa banyak cerita padaku, katanya dia tidak ingin menjadi guru. Akupun banyak cerita padanya. Kami cerita random, mulai dari hal lucu sampai menyedihkan semuanya kami ceritakan.
Nisa adalah saudara perempuanku satu-satunya yang seumuran denganku. Kami lahir sama-sama di tahun 2000. Namun nisa lahir terlebih dahulu baru setelah itu aku lahir. Saat menginap aku lebih banyak cerita dengan Nisa karena mungkin kami seumuran jadi topik pembicaraannya lebih relate dari pada cerita dengan Tanti dan Adikku yang masih maba.
Keluarga kami hampir sebagian besar perprofesi sebagai guru. Semua anak-anaknya di arahkan untuk menjadi guru. Kecuali keluargaku. Aku dan adikku berbeda sendiri dari keluarga yang lain. Karena jurusan kami bukan jurusan keguruan atau pendidikan. Kami kuliah dengan jurusan non keguruan. Nisa dan Tanti masuk kuliah karena di arahkan oleh orang tuanya untuk menjadi seorang guru. Sehingga mereka kuliah dengan jurusan pendidikan dengan gelar sarjana yang di dapat "S.Pd" atau Sarjana Pendidikan.
Nisa bercerita walaupun dia lulusan dari jurusan pendidikan dan alur karirnya harus menjadi guru, namun sejujurnya dia sangat tidak mau menjadi guru. Menurutnya dia lebih baik menjadi karyawan perusahaan dari pada menjadi guru. Karena dia belum siap mental menjadi seorang guru. Menurutnya menjadi seorang guru harus di tuntun menjadi seorang yang menjadi panutan dalam arti semua tindakan dan sikapnya harus bisa memberikan contoh yang baik untuk murid atau siswanya nanti. Sedangkan tanggung jawab besar itu yang menjadi alasan terbesar untuk saudaraku kenapa tidak mau menjadi seorang guru.
Dia belum siap untuk menjadi teladan, dia merasa dirinya masih belum pantas untuk menjadi sosok yang harus di contoh. Karena menurutnya masih banyak sekali sifat dan sikap jelek yang belum bisa di tinggalkan. Menjadi sosok teladan menurutnya sangat sulit. Kalau kata saudaraku lebih baik di kata-katain teman sekantor dari pada di kata-katain murid sendiri. Sangat berat tanggung jawab menjadi seorang guru jika mendengar cerita dari saudaraku.
Namun ketika saudaraku asik bercerita perihal dirinya yang tidak siap untuk menjadi seorang guru, ibuku mengingatkan sebuah pesan.
"Pekerjaan yang tanggung jawabnya berat gajinya memang tidak terlalu tinggi. Jika di bandingkan pekerjaan yang tanggung jawabnya ringan. Namun ingat bahwa kita seorang muslim, kita jangan hanya mencari perkara dunia, karena tujuan utama hidup kita untuk akhirat". -Ibu-
Doakan saudaraku ya, apapun pekerjaan dia nantinya semoga pekerjaan itu bisa menjadi tempatnya mengumpulkan bekal untuk perjalanan panjangnya di akhirat nanti. Semoga Allah selalu mudahkan rezeki kita semua, aamiin.
Pemalang, 28 Januari 2023.
17 notes · View notes
qiftiyaa · 1 year
Text
kesembilan: happiness
dahulu saya pernah berpikir bahwa akan menyenangkan jika bisa bersekolah di kampus kenamaan, jurusan populer, berparas cantik/tampan, punya teman baik-suportif, memakai pakaian-jilbab-jam tangan-tas-sepatu bagus (atau mungkin bisa dibilang mahal), pergi jalan-jalan, dan banyak hal materialistis lain.
yhaa ada benarnya. tapi nampaknya esensinya tidak semua ada di sana. bersekolah hingga kuliah sarjana dimanapun tempatnya adalah kemewahan. yang penting dikelilingi keluarga, teman dan lingkungan suportif-kooperatif.
membeli barang yang bukan merek kenamaan, bukan berarti turun status seseorang. meski kadang peribahasa “ada harga ada rupa” berlaku. tapi, ya belum tentu. yang penting saat memakai dan menggunakan ada rasa senang. minimal dibandingkan-dihitung dulu kemampuan beli dan karakteristik barangnya. dan kalau bisa banget, saat membeli tidak berhutang :D no more paylater. supaya rasa senang tidak diburu rasa waswas.     
lahir dengan wajah biasa (tidak cantik/jelek) membuat salah satu kerabat berseloroh, “kenapa wajahnya tidak seperti ayahnya, ya? ayahnya kan ganteng?” atau ada lagi, “kok gak perawatan suntik salmon, endabre endabre?! WKWKWKW. lah, dikira saya bisa memilih citra wajah mau niru siapa ha?! dikira punya uang banyak (amin) itu untuk saya gunakan pribadi?! kan tidak! ada alokasi-proporsinya :( kesel.
oh, oke. saya sedikit emosi.
ternyata, meskipun wajah saya biasa saja, selalu ada saja yang berkomentar wkwk. bersyukur atas apa-apa yang diberi Sang Pencipta adalah hal utama dan paling utama. dengan begitu akan kebal terhadap komentar (yang baik bahkan buruk oleh) orang wkwk.
pernah saya menulis tentang happines di sini. pada akhirnya, kalau sendirinya saja tidak senang, bagaimana akan berterima kasih/bersyukur? bukankah sudah diingatkan kalau bersyukur, Allah akan menambah nikmat kepada kita? bersenang dan berterima kasih. mugi Allah paring welas asih.
happiness comes from within.        
2 notes · View notes
unimiff · 2 years
Text
Dua Puluh Delapan dan Pertanyaan-Pertanyaan "Kapan"
Tumblr media
Namanya Malika, tapi bukan kedelai hitam yang dirawat seperti anak sendiri. Usianya dua puluh delapan, jelang dua puluh sembilan tahun. Dia lulusan sarjana kampus kota gudeg dan magister kampus terkenal di negeri kanguru. Anaknya cerdas, wajahnya manis, perangainya baik. Cita-citanya tinggi. Rasa-rasanya kualitas perempuan yang oke hampir semua ada padanya. Namun, nasibnya tak seelok paras dan sel-sel otaknya. Apalagi semenjak dia memutuskan untuk pulang dan tinggal di kampungnya.
Dua tahun yang lalu, ayahnya sakit keras. Saat itu, Malika sudah memiliki karier yang bagus di ibu kota. Sebagai anak semata wayang, ibunya memintanya untuk pulang. Kata Ibu, Ayah menyebut-nyebut nama Malika terus. Jadilah Malika pulang, melepaskan kariernya yang cemerlang, teman-teman, dan sebagian kehidupannya di kota. Demi menjadi anak yang berbakti, dia menuruti saran ibunya untuk menemani ayahnya, sembari bekerja di kantor kecamatan di kampung mereka. Dua tahun berlalu, ayah Malika meninggal dunia. Dua tahun berlalu, Malika tidak pernah merasa terbiasa. Kampung yang dahulu dia rindukan tiap libur semester, rasanya sekarang berbeda.
"Ka, Ibu ke rumahnya Bu Tati dulu, ya. Rewang nikahan si Ranti, anaknya. Eh, kamu mau ikut?"
Pertanyaan Ibu di akhir sekadar basa-basi buat Malika. Toh, Ibu juga tahu, jawabannya pasti nggak. Namun, ternyata jawaban Malika kali ini berbeda.
"Tunggu sebentar, Bu. Pakai jilbab dulu."
Malika segera bersiap-siap. Desas-desus tentang dirinya yang dicap sombong karena jarang datang ke rewangan sampai juga di telinganya. Padahal, bukan karena itu Malika malas ikut kegiatan-kegiatan sosial di kampungnya.
"Hmm, si Ranti yang usianya lebih dari satu dekade di bawahku sudah mau nikah." pikir Malika. Begitulah. Lulus SMA, anak-anak gadis di kampungnya akan dinikahkan oleh orang tua mereka. Katanya, daripada jadi fitnah atau beban keluarga. Sungguh berbeda dengan dunia yang Malika kenal di luar sana, di mana kakak-kakak seniornya bahkan masih banyak yang belum menikah. Dan itu sungguh baik-baik saja. Namun, hal itu tidak akan berlaku di kampung ini.
Terbayang oleh Malika, dia hanya akan jadi bulan-bulanan pertanyaan orang-orang. Pertanyaan yang itu-itu lagi. Dan pertanyaan yang sama, yang tidak bisa dia jawab. Pertanyaan yang acap kali ditambah dengan pernyataan yang nyelekit. Daripada makin sakit hati, Malika meminimalisasi interaksi yang tidak perlu. Namun, kali ini dia memutuskan untuk ikut dengan ibunya.
Di kampung kecil ini, urusan pribadi seseorang akan menjadi urusan orang sekampung. Perkara si Joko kemarin maling ayam, anaknya Pak Mahmud jadi pengedar narkoba, istrinya Pak Ucup main serong dengan tetangga, hingga kucingnya Tania baru lahiran, beranak tujuh, semuanya dibahas. Entah itu di pasar, di pengajian ataupun arisan. Dan, perkara Malika sudah sering pula menjadi topik pembahasan.
"Eh itu si Malika, anaknya mendiang Pak Malik, udah hampir kepala tiga, kok belum kawin-kawin, ya?" Ada yang membuka pembicaraan.
"Biasalah, Bu. Terlalu pilih-pilih." Ada yang menimpali.
"Makanya, jadi perempuan tuh, jangan terlalu pintar. Yang ada laki-laki jadi takut." Ibu-ibu yang lain menanggapi.
"Ah, emang dasarnya nggak laku kali, Bu. Udah tua begitu siapa yang mau. Sok-sokan lulusan luar negeri segala, lagi. Orang kerjanya juga di kantor kecamatan doang. Masih mendingan anaknya kita-kita. Nggak usah sekolah tinggi-tinggi, dapat laki banyak duit. Lagian sombong amat. Nggak mau pacaran, pula. Mau dapat suami dari mana, coba. Seumuran dia, mah, harusnya sudah beranak tiga. Ini masih ngurusin kucing belang tiga."
Tawa ibu-ibu itu pecah. Mereka tidak sadar, Malika dan ibunya yang baru sampai mendengar semuanya. Sekuat hati Malika berusaha agar air matanya tidak tumpah. Perlahan, dia mengambil langkah mundur. Tujuannya hanya satu sekarang, pulang ke rumah.
"Tuhan, tolong aku," batin Malika.
Timbul rasa benci dalam hati Malika. Dia benci orang-orang kampungnya yang terus bertanya "kapan"? Mulai dari atasan dan teman-teman di kantornya, tetangganya, paman, tante, sepupunya, semuanya hanya bertanya-tanya, sembari menambahkan kata-kata
"Eh, perempuan itu, kalau sudah di atas 30 tahun, sudah habis masa berlakunya, sudah tidak singset lagi."
Dia benci nasibnya yang tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat dan harus menghadapi kegilaan ini setiap harinya.
"Apakah mereka kira perempuan itu seperti barang yang ada masa kedaluwarsanya? Atau produk jualan yang dinilai dengan laku atau tidaknya?"
Malika takut lama-lama dia tidak kuat, dan menjalani hidup yang bukan sebenarnya hidup. Hidup yang tidak dia inginkan, bukan dengan orang yang dia inginkan. Hidup yang dijalani karena perkataan orang-orang. Orang-orang yang akan terus berkomentar, tanpa memberikan solusi dan jalan keluar. Malika takut dengan rasa benci yang muncul dalam dirinya. Perlahan, dia mulai menangis. Terisak, lama dan menyayat hati.
20230117
Bukan #30HariBercerita
7 notes · View notes
rifdianadhifa · 2 years
Text
Menjadi ibu rumah tangga
2019 september aku resmi menjadi sarjana, kemudian november 2019 aku juga resmi menjadi karyawan salah satu bank swasta di surabaya. Alhamdulillah, kalau bisa dibilang hidupku tidak jauh berbeda dengan orang-orang setelah lulus kuliah, kerja, dan selanjutnya tentu saja menikah.
Juli 2022, aku resmi jadi istri temanku sendiri yang saat ini sudah terbiasa kupanggil “mas” betapa malunya dulu awal-awal manggil “mas”, agak merinding. Seperti ceritaku sebelumnya kami pasangan LDM (long distance marriage) yg tentu saja banyak suka juga ada dukanya.
Sampai akhirnya november 2022 ini kami putuskan berdua, bahwa aku harus resign dan awal tahun 2023 sudah harus menemani suami ke bontang. Kehidupanku yang biasa pagi sudah siap-siap ke kantor, melewati kemacetan sidoarjo-surabaya pulang pergi, total jarak yang kutempuh 54KM kulalui tiap hari dan tidak terasa kulalui selama 3 tahun.
Tentu saja ada stressnya, stress dijalan, menghadapi macet. Stress di kantor, menghadapi kerjaan atasan juga rekan kerja yg menurutku toxic. Sekali lagi, kulalui 3 tahun.
Rutinitas yang berbeda saat ini kujalani, tapi jujur aku happy menjalaninya, lebih banyak dirumah dan bisa explore banyak hal salah satunya memasak. Beberapa menu baru, dan terasa enak menjadi salah satu apresiasi untuk diriku sendiri.
Bukan berarti aku di rumah lalu takberguna ilmuku, masih kupelajari terus aku harus berdampak untuk apalagi sembari nanti adaptasi dilingkungan baru, merantau hanya berdua juga jauh dari keluarga menjadi tantangan untuk kami berdua. Pasangan baru yang juga masih terus saling mengenal, walaupun sudah mengenal lebih dari 10 tahun.
Alhamdulillah banyak syukurnya, banyak juga sabarnya.
Rumah, 11 desember 2022
9 notes · View notes
ikakuinita · 1 year
Text
30 Tahun : Sebuah Refleksi
Kadang saya bingung tentang usia. Mama bilang saya lahir tahun 1992 tapi di akte kelahiran dan semua dokumen tertulis 1993. Jadi, apapun itu intinya hari ini sudah kepala tiga. Alhamdulillah. Usia yang cukup matang dalam segala hal. Dulu, saya pernah baca usia 30 tahun adalah usia yang rasa-rasanya seperti dikejar-kejar.
Kalau belum menikah, dikejar angan tentang jodoh. Belum punya anak, berusaha biar cepat dapat momongan. Belum berkarir, dikejar kebingungan karena stag. Belum punya rumah, kendaraan, tabungan, dikejar target untuk investasi daaaann seterusnya. Kuakui itu benar. Tapi diakhir usia 30-an nanti ternyataaaa "tidak ada yang mengejar". Karena itulah mumpung baru menginjak kepala tiga, hari ini berusaha untuk refleksi 30 tahun kehidupan.
Kalau mundur kebelakang, saya saaaangat sangat mensyukuri satu hal. Bahwa kompleksnya hidup dilatih pelan-pelan. Seandainya apa yang kuhadapi hari ini diberikan 10 tahun lalu, gak sanggup. Karena usianya belum sematang saat ini. Atau, apa yang kuhadapi 10 tahun lalu baru diberikan saat ini jadinya malah tidak berkembang.
Memasuki gerbang angka 3 ini prioritas kehidupan memang berubah karena bertambahnya variabel baru yang dulunya tidak ada di usia 20-an. Hal itu diawali dengan selesainya jenjang sarjana. Menurutku ini adalah pintu keluar yang membuka baaaaaanyak sekali jalan. Entah akan memprioritaskan diri dulu, keluarga dulu, pendidikan atau karir dulu. Semua orang mempunyai pilihan dan takdirnya.
Maka hari ini, saya berusaha berkontemplasi bahwa Allah itu baik sekali. Allah tidak memberikan segala yang kita butuh dan inginkan diwaktu bersamaan. Misalnya, usia 30 sudah menikah, punya anak cewe dan cowo, kerjaan aman, kesehatan bagus, pendidikan lanjut terus dll. Kalau itu terjadi, maka tidak ada ruang untuk belajar tentang "syukur" dan "sabar".
30 tahun. Hari ini kulewati dengan membaca sebuah buku di pagi hari, menelpon teman di siang hari, dan merencanakan makan malam. Saat ini diperjalanan dari rumah ke sebuah restoran, bukan untuk merayakan hanya kebetulan dapat malam minggu jadi waktunya kosong. Beberapa kali singgah karena gerimis, jadwal makan ini sepertinya akan mundur dari yang kurencanakan karena hal-hal yang ada di luar kendali seperti cuaca bahkan sempat mampir agak lama karena hujannya deras. Sampai sekarangpun masih berteduh.
Entah akan sampai di restoran yang kutuju atau tidak sebab ini sudah pukul 20.22. Satu jam lagi restorannya tutup. Kalau tidak sempat malam ini mungkin besok atau lusa dan sepertinya saya harus siap-siap cari menu makanan lain 😊. Kadang hidup juga begitu, seperti perjalanan ke restoran malam ini. Penuh tantangan di luar dugaan. Tapi dengan begitulah diri bertumbuh.
Welcome the beginning of thirty. Thank you self for everything, you are amazing 💛.
.
.
.
5 notes · View notes
rahmaniahasya · 2 years
Text
Lika-liku Jadi Ibu: Jungkir Balik Duniaku
Photos. Albums. Favorites.
Tanganku terus bergerak naik, entah mencari foto apa. Ada puluhan foto selfie anak kecil, foto orang-orang tersayang, dan foto landscape; seluruh foto kesukaanku yang kujadikan satu. Tanganku terhenti di sebuah foto. Foto siluetku saat subuh di Mahameru, mengibarkan bendera merah putih dengan penuh rasa bangga. Di foto berikutnya, aku menggenggam erat plang bertuliskan “PUNCAK” sambil memakai toga. Aku perempuan, 23 tahun saat itu usiaku, berhasil memenuhi janji bersama teman-teman baikku untuk mendaki puncak tertinggi di Pulau Jawa selepas kami semua mendapat gelar sarjana. Saat itu aku begitu bangga: rasanya tidak ada yang tak bisa kugapai, tak ada yang tak bisa kuraih.
Aku letakkan gawaiku dan menatap lamat sekelilingku. LEGO kecil berserakan di lantai seperti menunggu waktunya untuk terinjak orang dewasa yang sudah seharian lelah beraktivitas. Cucian piring yang rasanya terus beranak pinak. Satu ember penuh cucian yang baru saja kuselesaikan dan menunggu aku jemur. Tumpukan setrikaan yang entah kapan akan aku kerjakan.. dan di sisiku ada anak kecil yang terus merengek memintaku menemaninya bermain lebih lama. Aku hanya meminta waktu lima menit untuk ke kamar mandi tapi tak kunjung ia beri. Aku perempuan, 31 tahun usiaku. Saat ini aku merasa tidak berdaya: tak ada yang bisa kuselesaikan dengan baik, sekedar memenuhi kebutuhan dasarku pun rasanya sulit.
Sejak menjadi ibu, duniaku rasanya jungkir balik. Aku yang dulu hanya mementingkan diriku dan segala pencapaianku, kini menjadikan anak kecil ini sebagai poros hidupku. Hari ini dia makan apa, kami akan pergi kemana, apa saja aktivitasnya hari ini, apa saja yang perlu aku siapkan dan aku kerjakan. Begitu terus setiap harinya. Tidak dipungkiri, aku rindu sekali diriku yang dulu. Saat dimana aku bisa melangkah bebas, bisa bermimpi tinggi, dan bisa melangkah kemanapun yang aku mau.
Belum lagi kalau membandingkan diriku dengan teman-teman lain yang bisa melenggang bebas dan terus mencapai mimpi-mimpinya. Tentu pikiran ini tidak membawaku kemana-kemana selain hanya pada rasa iri dan tidak berharga. Aku jadi sering mempertanyakan kemampuanku:
“Kenapa aku ngga bisa sebebas itu ya?”
“Dia bisa, kenapa aku ngga bisa?”
“Kenapa rasanya aku disini-sini aja ya?”
Pertanyaan-pertanyaan overthinking yang tidak akan ada ujungnya ya :)
Begitulah aku di titik terendahku sebagai seorang ibu. Tapi jauh di dalam sini, aku tau persis bahwa menjadi seorang ibu bukan berarti mimpi kita terhenti. Aku tetaplah diriku yang berharga, anak dari ayah dan ibuku yang membesarkanku dengan penuh cinta dan doa-doa baik yang tidak berakhir. Aku tetap diriku yang punya segenap kelebihan dan kemampuan untuk menjadi diri yang lebih baik setiap harinya. Aku tetap bisa mencapai mimpiku, meski langkahnya perlu menjadi lebih perlahan, atau jalurnya menjadi melambung jauh, atau aku bahkan perlu mendaki lebih tinggi. Aku akan tetap bisa sampai di tujuan meski tantangannya menjadi lebih sulit dan ujiannya menjadi lebih banyak. Aku akan tetap sampai di garis finish meski mengambil banyak jeda karena langkahku tak hanya melulu tentang aku, tapi juga anak lelakiku dan keluarga kecilku.
Duniaku memang tidak lagi gemerlap dengan pujian dan tepuk tangan. Tapi hangat rasanya mengetahui bahwa setiap malam, ada lelaki kecil yang menjadikan pelukku sebagai rumah ternyamannya untuk tidur. Setiap hari, ada sosok yang mencariku untuk berkisah tentang apa saja. Setiap saat, ada anakku yang menjadikanku dunianya. Rasanya lebih dari cukup, aku tidak perlu apa-apa lagi. Seberat apapun hari esok, dengan izin-Nya dan semangat darimu, ibu akan mampu.
12 notes · View notes
selongsongpeluru · 1 year
Text
Every Tear A Waterfall
Akhirnya sampai juga pada pembahasan ini. Pembahasan mahasiswa tingkat akhir. Itu menandakan bawasannya aku sudah tua dan harus segera minggat (dengan terhormat) dari tempatku menempuh pendidikan tinggi ini.
Masuklah ke pembahasan sensitip mahasiswa tua bangka, skripsi.
Apa itu skripsi? Makanan apa itu? Apakah ia baik untuk kesehatan?
Skripshit, skripsweet, krispi, or whatever you called it adalah tiket mahal yang digunakan untuk menyabet gelar sarjana di perguruan tinggi. Kenapa mahal? Karena butuh kurang lebih empat tahun untuk bisa mendapatkan tiket tersebut. Keringat, darah, air mata pun dipakai sebagai alat pembayaran yang banyak dikeluarkan untuk menyelesaikan studi.
Awalnya aku meyakinkan diri sendiri bahwa skripsi itu ya kayak tugas biasa, tugas-tugas sebelumnya yang bisa dikerjakan dan diselesaikan dengan cepat (seperti Bandung Bondowoso). Tapi kenyataannya tidak semudah itu kawan, banyak faktor yang membersamai dan tentu saja menghalangi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari diri sendiri. Ingat, musuh terbesar adalah melawan diri sendiri. Rasa malas, prokrastinasi, tura-turu merupakan faktor internal yang tentunya akrab dengan mahasiswa tua. Satu hal kawan, masalah terbesar kita adalah merasa bahwa kita masih punya banyak waktu.
Faktor eksternal seperti dosbing yang susah ditemui, dosbing yang menuntut kesempurnaan, padahal harusnya beliau-beliau ini tahu bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Dosbing yang mendadak banyak acara. Belum lagi kurangnya dukungan moral dan finansial, tingkat insecure yang tinggi melihat teman seangkatan sudah sidang, tuntutan untuk lulus tepat waktu, dan blablabla (yang kalau kujabarkan di sini bisa jadi novel nanti). Pating semrawut!
Tapi kenapa ya, ketika aku baca-baca skripsi milik para pendahuluku di perpustakaan fakultas, rasanya seperti gampang saja menyusun skripsi.
“Oh gini tok ta?” “Oh nek ngene ki 2 minggu yo rampung” “Owalah skripsi tipis wae rapopo rek”
But, reality hit me hardly.
Pas ngerjain skripsi sendiri kok ya “tulisan opo iki kok nggilani ngene” Semakin dibaca semakin tidak jelas, semakin bingung, semakin tidak tahu tulisan ini mau dibawa ke mana?
Kalau sudah begini, aku yang menyelesaikan skripsi atau skripsi yang menyelesaikanku?
Skripsi terus saja berlari-larian di kepalaku, terngiang-ngiang di gendang telingaku. Mau makan ingat skripsi, mau minum ingat skripsi. Mau tidur ingat skripsi, bahkan ketika sedang mengerjakan skripsi pun aku ingat skripsi (skripsi kuadrat). Lihat, betapa aku mencintai skripsiku.
Sakjane skripsi iki akal-akalane sopo seh rek?
Sebenarnya skripsi ini memang pembuktian dari hasil belajar kita selama empat tahun. Tapi nyatanya sama seperti pertamina, “dimulai dari nol ya Mas/Mbak” Menyusun dan menyelesaikan skripsi membuat kita mau tidak mau, suka tidak suka belajar lagi dari nol.
Memang ya, perasaan paling bahagia di Unversitas itu ketika kita dinyatakan diterima sebagai mahasiswa baru tok, sisanya ya skill bertahan hidupmu saja yang harus diadu. Dosenku saja pernah berkata, “Selamat kalian telah masuk di Universitas ini, sekarang pikirkan bagaimana harus keluar dari sini”
Aku pun turut prihatin dengan kawan-kawan angkatanku yang juga sedang berjuang. Aku mengkhawatirkan mereka sama seperti mengkhawatirkan diriku sendiri. Rasanya seperti berjalan di lorong gelap penuh keragu-raguan, lalu dikejar perasaan gelisah tak karuan, selepasnya kau jatuh dalam jurang ketidakpastian masa depan. Taekkk!
Terus terang, pundakku sedang menampung beratnya ekspektasi keluarga dan orang-orang di sekitarku. Kebahagiaan dan rasa bangga mereka adalah tanggung jawabku. Tapi, bagaimana jika aku mengecewakan mereka?  Ah takkan kubiarkan itu terjadi, aku akan berjuang mati-matian (walaupun terkadang aku merasa berjuang sendirian). Aku akan membuktikannya. Bagaimana pun aku harus menyelesaikan apa yang telah aku mulai. Aku pasti bisa, begitu juga dengan kamu. Kita bisa!
Tapi kawan, rasanya kalau sedang lemah, letih, lesu mau disemangatin satu kabupaten pun yo rak bakal mempan. Kecuali, kalian menyemangatiku sembari menyelipkan uang 2 milyar di tangan. Aku akan bersemangat, saking semangatnya akan kuselesaikan skripsi itu dalam kurun waktu dua malam, saestu!
Anyway, untuk aku, kamu, dan orang-orang yang sekarang sedang berjuang menyelesaikan studinya, semoga Tuhan berada di sisi kita. Semoga diketukan pintu hati para dosbing untuk membimbing kita dengan sabar dan mempermudah semuanya. Semoga kita dapat sidang skripsi dan wisuda tahun ini. Aamiin.
Semoga kita dapat bertahan. Tetaplah hidup kawan, jagalah selalu kewarasanmu. Ingat, lebih lambat dari orang lain bukan berarti kita gagal. Setiap insan punya waktunya sendiri untuk mekar. Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya.
Sedikit tips dari dosbingku tercinta, “Untuk semua, berdoa semoga dimudahkan dan diberi kelancaran, kekuatan dalam berpikir untuk menyelesaikan skripsi. Pakai rumus 2-2-2: Jam 2, 2 rekaat (minimal), 2 air mata”
S E M A N G A T S K R I P S I A N ! ! !
Tumblr media
*) Oh iya, pasti banyak yang menyuruh kamu untuk bekerja keras, kalau begitu akan ku seimbangkan dengan menyuruhmu untuk beristirahat.
Work hard, play hard, istirahard brodiiii!!
3 notes · View notes
zaarahk · 1 year
Text
Kuliah itu Penting
Pernahkah kalian berpikir kenapa IQ rata-rata orang-orang di Indonesia berada di angka 78,49 (70-79 merupakan Borderline, batas fungsi intelektual) ?
Banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya karena pendidikan. Coba deh telaah, di keluarga kamu, kamu generasi ke berapa yang sudah sarjana? Keluargaku aja, Aku baru generasi kedua yang sarjana. Kakek nenekku tamatan SD dan paling banter tamatan SMA. Kalau kamu baru generasi pertama, kedua, atau ketiga yang berkuliah, tetap semangat buat nyelesaiin sampai sarjana yaa.
Tumblr media
Kuliah itu privilege. Di Indonesia sendiri, hanya 10,15% penduduk usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikannya sampai perguruan tinggi. Negara kita masih butuh sarjana.
Tahu nggak, di negara barat, mereka udah generasi ke berapa yang sarjana? Mungkin lebih dari 10 generasi! Kakek dari kakek kakek kakek kakek kakek mereka udah sarjana. Hal itulah yang menjadi salah satu penopang inteligensia negara-negara mereka itu tinggi, karena pendidikan itu sudah mendarah daging. Tantangan buat kita yang masih generasi awal adalah, berusaha buat menanamkan semangat belajar ke generasi selanjutnya dengan memberikan contoh kuliah sampai sarjana. Gender juga tidak menjadi batasan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Terlepas dari pemikiran orang-orang terkenal yang berpikir 'kuliah itu tidak penting', kita nggak boleh telan mentah-mentah pernyataan itu. Ada banyak perspektif mengapa mereka sampai membuat pernyataan seperti itu.
Buat yang masih ragu untuk lanjut kuliah lagi ngerasain perjuangan kuliah yang nyesek sampai hampir nyerah, kamu nggak sendiri kok. Nonton aja video Mata Najwa : Kenapa Perlu Kuliah ala Maudy,Amanda,Andhika di youtube
5 notes · View notes