Tumgik
#silsilah nabi muhammad ke bawah
arundayare · 1 year
Video
youtube
Rabiah bin Nashr Raja Yaman dan Kisah Syiq dan Sathih Si Dukun
0 notes
jalan-yang-lurus · 4 years
Text
Sang Pembebas Konstatinopel Itu Lahir Dari Didikan Dua Ulama Rabbani
Oleh : @dhafin21 • Kontributor Gen Saladin | @gen.saladin | t.me/gensaladin
Siapa yang tak kenal Muhammad II atau yang lebih dikenal dengan gelar Al Fatih? Seorang Sultan Utsmani ke-7 dalam silsilah keluarga Utsman. Anak muda berumur 20 tahun yang saat itu dengan kehebatannya mampu membebaskan Konstatinopel. Berita kejatuhan Konstatinopel tersebut sangat mengguncang dunia. Bagaimana mungkin tembok pertahanan yang kokoh tersebut setelah berkali-kali banyak negara berupaya untuk menaklukkannya namun selalu tidak berhasil, akhirnya ditaklukan oleh seorang pemuda.
Nubuwah Nabi ﷺ tentang bebasnya Konstatinopel akhirnya menjadi nyata di bawah kepemimpinan Muhammad II, setelah 800 tahun lamanya Umat Islam menanti siapa pemimpin yang mampu membebaskannya.
Dibalik kesuksesan dalam merealisasikan Nubuwah Nabi tersebut, tentu ada orang-orang hebat yang mendidik Al Fatih. Dibalik orang yang hebat selalu ada guru yang hebat. Mungkin itulah istilah yang cocok untuk menggambarkan dua tokoh sekaligus guru Muhammad Al Fatih. Berkat ilmu dan keihklasan beliau berdualah Al Fatih mampu merealisasikan nubuwah tersebut. mereka adalah Syaikh Aaq Syamsudin dan Syaikh Ahmad bin Ismail Al Kurani.
Siapa sangka masa kecil sang pembebas tersebut bisa dikatakan sangat bandel dalam hal belajar. Banyak guru yang menyerah mengajar Al Fatih kecil karena kebandelannya dan ketidaktaatan terhadap guru-gurunya. Bahkan dikatakan bahwa Al Fatih saking bandelnya susah untuk mengkhatamkan Al Quran.
.
Melihat anaknya tersebut, ayahnya, Sultan Murad II, mencari cara bagaimana agar Al Fatih mau rajin dan taat belajar kepada gurunya. Sultan Murad II meminta para asistennya untuk mencari informasi kiranya siapa guru yang memiliki sifat tegas dan karismatik. Akhirnya para punggawa Sultan Murad II menemukan kriteria guru yang diinginkan Sultan Murad II. Beliau adalah Syaikh Ahmad bin Ismail Al Kurani.
.
Sebagaimana perangai biasanya, Al Fatih masih bersikap bandel kepada Syaikh Ahmad Al Kurani. Sebelum menemui Al Fatih, Sultan Murad sudah menitipkan sebuah tongkat kepada Syaikh Ahmad untuk dipakai, kalau anaknya tidak menaati sang guru. Mendapati sang Sultan memberinya tongkat, Syaikh Ahmad kini tidak khawatir dia akan mendapatkan hukuman karena bersikap tegas kepada Pangeran Utsmani itu.
.
Melihat perangai bandel Al Fatih, Syaikh Ahmad memperlihatkan tongkat dan menyampaikan pesan ayahnya, “Ayahmu menyuruhku datang untuk mengajarimu. Jika kamu tidak menuruti apa yang aku katakan, maka kamu ada mendapat pukulan.”
.
Sontak Al Fatih tertawa mendengar ucapan gurunya itu. Dia mengira mana mungkin sang guru berani memukul pangeran Utsmani. Bisa-bisa sang guru dihukum Sultan. Namum belum lama tawa itu selesai, kayu yang dibawa Syaikh Ahmad itu sudah mendarat di tubuh Al Fatih. Bagai tersengat aliran listrik, seketika Al Fatih pun menghentikan tawanya. Ternyata yang gurunya ucapkan tidak main-main.
.
Ia pun takut dan jera terhadap gurunya yang satu ini. Sejak kejadian itu, perangai bandelnya hilang dan berganti menjadi sikap takdzim terhadap guru. Berkat didikan Syaikh Ahmad, Al Fatih mampu mengkhatamkan dan menghafal Al Quran di usia 8 tahun.
.
Syaikh Ahmad juga mengajarkan akhlak kepada Al Fatih bagaimana seharusnya seseorang apapun jabatannya, untuk selalu menghormati orang yang berilmu terutama kepada guru. Hal itu Syaikh Ahmad perlihatkan dalam sikapnya yang tidak pernah menundukkan kepala di hadapan Al Fatih yang saat itu di usianya yang masih kecil, sudah menjadi penguasa di wilayah Manisa. Ketika memanggil Al Fatih, Syaikh Ahmad selalu memanggil dengan nama asli dan tidak pernah mencium tangannya; bahkan Al Fatih lah yang mencium tangan gurunya.
.
Ulama rabbani yang mendidik Al Fatih selain Syaikh Ahmad adalah Syaikh Aaq Syamsudin. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Hamzah Ad-Dimasyqi Ar-Rumi. Nasabnya bersambung dengan Khalifah Abu Bakar RA, lahir di Damaskus pada tahun 792 H (1389 M) dan wafat tahun 1459 M. Beliau mengajarkan Al Fatih berbagai macam ilmu dasar seperti Al Quran, Hadits, fi
1 note · View note
mocha71mi08dja11 · 5 years
Text
KH Abu Amar
Sejarah Akan Terus Jadi Inspirasi Jumat, 10 Juli 2015 Mengenal Sosok Ulama Agung Dari Purbalingga Yang Mukim Di Makkah Salah satu ulama Banyumas yang menjadi guru para ulama di Mekkah adalah Syaikh Achmad Nahrawi Mukhtarom Al Banyumasi Al Makki. Dari tangan beliau Thariqah Syadziliyah, berkembang sampai ke Indonesia Bentang alam wilayah Banyumas berupa dataran tinggi dan pegunungan serta lembah-lembah dengan bentangan sungai-sungai yang menjamin kelangsungan pertanian dengan irigasi tradisional. kondisi yang demikian membenarkan kenyataan kesuburan wilayah ini (gemah ripah loh jinawi). Karisedenan Banyumas terdiri dari 4 Kabupaten yakni Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara. Dulunya, kawasan ini adalah tempat penyingkiran para pengikut Pangeran Diponegoro setelah perlawanan mereka dipatahkan oleh Kompeni Belanda. Maka tidak aneh, bila hingga masa kini masih terdapat banyak sekali keluarga-keluarga yang memiliki silsilah hingga Pangeran Diponegoro dan para tokoh pengikutnya. Keluarga-keluarga keturunan Pangeran Diponegoro dan tokoh-tokohnya yang telah menyingkir dari pusat kerajaan Matararam waktu itu, kemudian menurunkan para pemimpin bangsa dan tokoh-tokoh ulama hingga saat ini. Tak terkecuali Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom al Banyumasi, salah satu ulama Banyumas adalah Syaikh Achmad Nahrawi Mukhtarom Al Banyumasi lama berkiprah di Masjidil Harom. Beliau lahir di sekitar Banyumas pada 1800 M. Putra pasangan KH Hardja Muhammad dan Nyai Salamah merupakan generasi ketiga imam Masjid Darussalam (Masjid Kauman Purbalingga). Dari pasangan ini lahir Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom dan KH Abu ‘Ammar, dua Ulama terkemuka dari Purbalingga Jawa Tengah. Masa kecil Nahrowi sebagaimana anak seorang Kiai, masa kecil dan remaja Nahrowi dilewatinya dengan belajar al-Qur’an dan ilmu agama kepada KH Harja Muhammad yang juga dikenal Imam Masjid Darussalam Purbalingga, sebelum meninggalkan tanah airnya. Sebagaimana para Ulama Jawa, kakak beradik ini, Nahrowi Mukhtarom dan Abu ‘Amar kemudian belajar ke Mekkah yang pada waktu menjadi pusat Ilmu pengetahuan Islam. Apalagi pada saat itu ada puncak geger Perang Diponegoro (1825-1830 M) yang membuat banyak sekali santri dan kalangan terpelajar dari tanah Jawa pergi ke luar negeri terutama sekali Mekkah untuk mempelajari agama dan menghabiskan waktu di sana sampai suasana tanah air tenang, baru mereka pulang. Mekkah saat itu memang menjadi pusat peradaban ilmu dengan guru-guru ulama yang sangat mumpuni seperti Syekh Muhammad al-Maqri a-Mishri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, mufti madzab Syafi’iyah di Makkah, Syaikh Ahmad An-Nahrawi al-Mishri al-Makki, Sayyid Muhammad Shalih al-Zawawi al-Makki, salah seorang guru di Masjid Nabawi dll. Syaikh Nahrowi tidak kembali ke Nusantara, memilih berkarier di Makkah, di tempat dia menimba ilmu dan menjadi guru yang ulung. Berbeda dengan Syekh Achmad Nahrowi Mukhtarom, sang Kakak, Abu ‘Ammar pulang ke tanah air dan menjadi Imam Masjid Agung Purbalingga, Jawa Tengah. KH Abu Ammar begitu pulang dari Mekkah langsung menghidupkan dan memakmurkan Masjid Agung Purbalingga. Masjid Agung Purbalingga, merupakan peninggalan Mbah Abu ‘Amar dan keluarganya. Sebab, tanah wakaf itu atas nama KH Hardja Muhammad yang tidak lain adalah ayah Mbah Abu ‘Amar. KH Abu Ammar juga dikenal dengan kelapangan dan luwes dalam bergaul. Hal itu dibuktikan dengan kedekatan Mbah Abu ‘Amar dengan tokoh lintas organisasi, seperti KH Hasyim Asy’ari (NU) dan Kiai Ahmad Dahlan (Muhammadiyah) pernah datang dan berdiskusi di Masjid Kauman semasa Mbah Abu ‘Amar. Bahkan Syaikh Syurkati, pendiri Al Irsyad Al Islamiyah dari Mekkah dikabarkan juga pernah bertandang. KH Abu ‘Amar, adalah kakak dari Syekh Achmad Nahrowi Mukhtarom al Banyumasi. KH Abu ‘Amar ini adalah seorang intelektual muslim yang sangat disegani tidak saja pada regional Banyumas akan tetapi juga nasional. Kancah KH Abu ‘Ammar di tingkat nasional bisa ditelusur ketika berteman akrab dengan seorang hakim Belanda yang sangat terkenal yaitu Prof. Terrhar. Diskusi yang intens KH ‘Abu ‘Amar ini dengan Terrhar ini kemudian memunculkan perlunya sebuah peradilan bagi kaum inderland tersendiri yang terpisah dengan landrat yang ada ketika itu. Peradilan ini hanya diberlakukan buat kaum inderlands yang berhubungan dengan hukum-hukum perdata (Begerlijc Wetbook). Sektor yang diurus oleh peradilan ini meliputi pernikahan, perceraian, hukum waris. Peradilan ini kemudian dikenal dengan Pengadilan Agama, yang peradilan agama ini telah berkembang sekarang sampai keseluruh persada nusantara. Dalam sejarah peradilan di Indonesia, pengadilan agama ini sekarang telah menjadi salah satu dari empat peradilan di Indonesia. Dan sekarang pengadilan Agama telah sama kedudukannya dengan pengadilan umum serta dibawah satu atap Mahkamah Agung. Bahkan kewenangan Pengadilan Agama kini telah meluas tidak saja hal-hal yang berkenaan denngan hukum Perdata tapi juga menerima sengketa pidana yang bersifat syariah. Kembali kepada sang adik Abu ‘Ammar, Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom Al Banyumasi rupa-rupanya tidak mau pulang ke tanah Jawa. Bahkan oleh Pemerintah Saudi Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom diangkat menjadi guru mengajar santri dari berbagai Negara. Banyak mempunyai murid dan bahkan menjadi hakim agung di Arab Saudi (lihat; Islam transformasi; Azyumardi Azra; Gramedia; 1997). Tidak satupun pengarang kitab di Haromain; Mekah-Madinah, terutama ulama-ulama yang berasal dari Indonesia yang berani mencetak kitabnya, sebelum ada pengesahan dari Syaikh Ahmad Nahrowi Mukhtarom Al Banyumasi. Jadi bisa dipastikan waktu Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom al Banyumasi ini bisa dikatakan habis untuk mengkoreksi dan mentahshih ratusan kitab karya ulama-ulama Nusantara pada waktu itu terkenal sangat produktif menulis karya tulis seperti Syaikh Mahfudz Al Tremasi, Syaikh Soleh Darat, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Cholil Al Bangkalani, Syaikh Junaid Al Batawi dll. Diibaratkan Syaikh Nahrowi adalah editor handal dari kitab-kitab klasik ulama-ulama Nusantara pada masa itu. Sebagaimana ulama Banyumas yang terkenal jujur, rendah hati dan tidak mau menonjolkan ilmu, Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom disebut banyak ulama justru melahirkan kitab-kitab berjalan, yang tiada lain murid-muridnya yang kebanyakan belajar ilmu thariqah kepadanya. Selain mengasas kitab, Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom juga menjadi Mursyid Thariqah Syadziliyah. Thariqah Syadziliyah muncul secara Besar-besaran di tanah Jawa baru di abad 19, ketika para santri Jawa yang sebelumnya berbondong-bondong belajar di Makkah dan Madinah pulang ke tanah air. Generasi awal adalah K.H. Idris, pendiri Pesantren Jamsaren, Solo, yang mendapatkan ijazah kemursyidannya dari Syaikh Muhammad Shalih, seorang mufti Madzhab Hanafi di Makkah. Sementara guru-guru mursyid Syadziliyyah Jawa yang lain belajar pada generasi sesudah Syaikh Shalih, yakni Syaikh Achmad Nahrawi Mukhtarom, ulama Haramain asal Purbalingga Banyumas, Jawa Tengah, yang seangkatan –atau lebih tinggi– dengan Kyai Idris Jamsaren saat berguru kepada Syaikh Muhammad Shalih. Ulama-ulama Jawa yang berguru thariqah Syadziliyyah kepada Syaikh Achmad Nahrowi Mukhtarom al Banyumasi antara lain : K.H. Muhammad Dalhar Watucongol, Muntilan, dan Kyai Siroj, Payaman, Magelang; K.H. Achmad Ngadirejo, Klaten; Kyai Abdullah bin Abdul Muthalib, Kaliwungu, Kendal; dan Syaikh Abdul Malik, Kedungparuk Mersi, Purwokerto, Banyumas. Dari Mbah Dalhar, ijazah kemursyidan itu turun kepada putranya K.H. Achmad Abdul Haqq (Mbah Mad Watucongol), Abuya Dimyathi (Cidahu, Pandeglang) dan Kyai Iskandar (Salatiga). Thariqah Syadziliyyah adalah thariqah yang didirikan oleh Syaikh Abu al-Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy-Syadzili Al Hasany, ulama kelahiran Ghamarah, sebuah kampung di wilayah al-Maghrib al-Aqsha yang sekarang dikenal dengan Maroko, pada tahun 593 H (1197 M), dan wafat di Humaitsara, Mesir pada tahun 656 H (1258M). Beliau adalah seorang sufi pengembara yang mengajarkan bersungguh-sungguh dalam berdzikir dan berfikir di setiap waktu, tempat dan keadaan untuk mencapai fana’ (ketiadaan diri di hadapan Allah). Beliau juga mengajarkan pada muridnya untuk bersikap zuhud pada dunia dan iqbal (perasaan hadir di hadapan Allah). Beliau juga mewasiatkan agar para muridnya membaca kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Qutul Qulub. Syaikh Syadzili menjelaskan pada muridnya bahwa thariqahnya berdiri di atas lima perkara yang pokok, yaitu: Taqwa pada Allah Swt dalam keadaan rahasia maupun terbuka, Mengikuti sunnah Nabi dalam perkataan maupun perbuatan, Berpaling dari makhluk (tidak menumpukan harapan) ketika berada di depan atau di belakang mereka, Ridlo terhadap Allah Swt dalam (pemberianNya) sedikit maupun banyak, Kembali kepada Allah Swt dalam keadaan senang maupun duka. Di samping itu beliau juga mengajak mereka untuk mengiringi thariqahnya dengan dzikir-dzikir dan do’a– do’a sebagaimana termuat dalam kitab-kitabnya, seperti Al-Ikhwah, Hizb Al-barr, Hizb Al-Bahr, Hizb Al Kabir, Hizb Al-Lathif, Hizb Al Anwar dan sebagainya. Thariqah Syadziliyah ini berkembang dan tersebar di Mesir, Sudan, Libia, Tunisia, Al-Jazair, Negeri utara Afrika, Syiria dan juga Indonesia. Dan belakangan thariqah ini kian digemari di Indonesia karena amalan wiridnya yang ringan, mudah dan tidak memakan banyak waktu, sangat cocok u ntuk kalangan pegawai atau karyawan yang jam kerjanya padat. Dan –untuk di Pulau Jawa saat ini—tentu karena ketokohan para mursyidnya, khususnya Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya yang saat ini menjabat sebagai tokoh sentral dalam Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah, organisasi para pengamal thariqah mu’tabarah yang bernaung di bawah Nahdlatul Ulama. Syaikh Nahrawi Mukhtarom Al Makki Al Banyumasi wafat pada tahun 1926 M, pada usia 125 tahun dan di makamkan di Mekkah. Namun kiprah dakwahnya di tanah air tidak pernah terputus. Dakwah Islamiyah itu juga terus bersambung dilanjutkan oleh keluarganya yang ada di Purbalingga hingga kini. Salah satu putra terpilih Mbah Abu ‘Amar adalah KH Muhammad ‘Isyom. Dia merupakan putera Mbah Abu ‘Amar dengan Ny Murtafingah binti KH Hasan Mu’min, Penghulu Banjarnegara. Almarhum KH Muhammad ‘Isyom dikenal fasih bahasa Inggris dan Arab. Sosok cerdas yang wafat 1976 tersebut, pernah menjadi juru bicara ulama-ulama Indonesia saat melakukan kunjungan ke beberapa negara di dunia. Pada saat KH ‘Isyom menjadi imam masjid jami’ Darussalam Purbalingga , mulailah dibangun lembaga pendidikan Al Ushriyyah di bawah naungan Yayasan KH Abu ‘Amar. Ini merupakan salah satu usaha untuk melestarikan perjuangan Mbah Abu ‘Amar. MTs Al Ushriyyah Purbalingga saat ini membuka pendidikan formal Madrasah Tsanawiyyah (MTs). Berdiri pada 1949, lembaga pendidikan yang berada di sisi utara bagian belakang masjid Darussalam Purbalingga-Jawa Tengah masih bertahan sampai sekarang. Itulah sedikit sejarah Ulama Agung Dari Purbalingga yang Menjadi Ulama dan Mursyid di Makkah al-Mukarromah. Semoga bermanfaat. Wiyonggo seto di 13.00 Berbagi 4 komentar: Anwar Hadja2 Januari 2016 18.19 Informasi yg luar biasa, memperluas wawasan sejarah lokal Banyumas-Purbolingga dan Sejarah perkembangan Islam Lembah Serayu Banyumas.Salam selalu.(Anwar Hadja ) Balas wiyonggo seto3 Januari 2016 06.50 آمين آمين آمين يارب العالمين Semoga Membantu Balas Balasan Anistya8 April 2019 06.15 Kak kalo mau tau lebih jauh tentang KH Abu Ammar kita bisa nyari informasinya dimana ya ? Balas Mazlum Syahid25 Januari 2018 14.57 https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWMkJvbFpZejBQZWM/view?usp=drivesdk Web: almawaddah.info Salam Kepada: Redaksi, rektor dan para akademik Per: Beberapa Hadis Sahih Bukhari dan Muslim yang Disembunyikan Bagi tujuan kajian dan renungan. Diambil dari web: almawaddah. info Selamat hari raya, maaf zahir dan batin. Daripada Pencinta Islam rahmatan lil Alamin wa afwan Balas ‹ › Beranda Lihat versi web Menapak Jejak Mengenal Watak Wiyonggo seto Lihat profil lengkapku Diberdayakan oleh Blogger.
1 note · View note
ariyantibm · 4 years
Text
HALAQAH SILSILAH ILMIYAH 5
Beriman kepada hari akhir
Keadaan Orang-orang Yang Beriman dan Bertakwa di Hari Kiamat
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-34 dari Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir adalah tentang "Keadaan Orang-orang Yang Beriman dan Bertakwa di Hari Kiamat"
Secara umum, orang-orang yang beriman dan bertakwa mereka di hari tersebut akan mendapatkan rasa aman, tidak takut dengan apa yang akan mereka hadapi di hari kiamat. Dan mereka tidak bersedih yaitu dengan dunia yang telah mereka tinggalkan. Rasa aman ini Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berikan sesuai dengan kadar keimanan dan ketakwaan mereka.
Barang siapa yang sempurna iman dan juga takwanya, maka dia akan mendapatkan rasa aman yang sempurna. Dan barang siapa yang kurang iman dan juga takwanya maka akan berkurang pula rasa aman yang akan dia dapatkan. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman
أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٦٢) ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَڪَانُواْ يَتَّقُونَ (٦٣)لَهُمُ ٱلۡبُشۡرَىٰ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِى ٱلۡأَخِرَةِ‌ۚ لَا تَبۡدِيلَ لِڪَلِمَـٰتِ ٱللَّهِ‌ۚ ذَٲلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ (٦٤
"Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada ketakutan atas mereka dan mereka tidak akan bersedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa. Bagi merekalah kabar gembira di dunia dan juga di akhirat." (Yunus : 62-64)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedzaliman, yaitu dengan kesyirikan, merekalah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk." (Al-An'am : 82)
Yang demikian itu karena mereka selama di dunia takut kepada Allah dan takut adzab di hari kiamat, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberikan rasa aman kepadanya di hari kiamat. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman menceritakan tentang ucapan orang-orang yang beriman
إِنَّا نَخَافُ مِن رَّبِّنَا يَوۡمًا عَبُوسً۬ا قَمۡطَرِيرً۬ا (١٠) فَوَقَ��ٰهُمُ ٱللَّهُ شَرَّ ذَٲلِكَ ٱلۡيَوۡمِ وَلَقَّٮٰهُمۡ نَضۡرَةً۬ وَسُرُورً۬ا (١١
"Sesungguhnya kami takut dari Robb kami, pada hari di mana orang bermuka masam penuh dengan kesulitan, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjaga mereka dari kesusahan pada hari tersebut dan memberikan kepada mereka kecerahan wajah dan kegembiraan hati." (Al-Insan : 10-11)
Umat Nabi Muhammad ﷺ akan memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh umat Nabi yang lain.
Wajah, tangan dan kaki mereka akan berwarna putih bekas wudhu mereka di dunia (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang mengumandangkan adzan di dunia adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat (HR. Muslim).
Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya adalah kepalanya lebih jauh dari genangan keringat dari pada yang lain.
Orang-orang yang berbuat adil ketika memberikan keputusan baik bagi dirinya, keluarganya maupun orang-orang yang di bawah kekuasaannya, maka dia akan berada di atas mimbar dari cahaya (HR. Muslim).
Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjadikan kita termasuk orang-orang yang mewujudkan iman dan juga takwa. Beriman artinya membenarkan dan mempercayai dengan hati. Bertakwa artinya mengamalkan kepercayaan tersebut dan keyakinan tersebut.
itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu pada halaqah selanjutnya.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Abdullāh Roy Ustadz
Di kota Al-Madīnah
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Photo
Tumblr media
Hadits 6: Kebersihan Agama dan Kehormatan
(Halal, Haram, dan Syubhat)
Matan Hadits Keenam:
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس،ِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً . أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ)  رواه البخاري ومسلم .
Dari Abu Abdullah An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Ketahuilah setiap raja memiliki pagar (aturan), aturan Allah adalah larangan-laranganNya. Sesungguhnya di  dalam tubuh terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadits:
Imam Bukhari dalam Shahihnya No.52, 1946
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1599
Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1221
Imam Ibnu Majah Sunannya No. 3984
Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 3329
Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 2531
Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10180
Kandungan Hadits Secara Global:
Pertama, hadits ini menyebutkan bahwa hukum ada tiga macam:
Yang jelas halal, seperti minum air putih, makan buah-buahan, memakai pakaian yang pantas dan menutup aurat, berbuat baik, berkata yang baik, dan lainnya.
Yang jelas haram, seperti zina, judi, mencuri, makan riba, babi, minum khamr, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya.
Yang masih samar (syubhat) statusnya, yang terjadi karena dalilnya ada tapi multi tafsir, atau jelas maknanya namun lemah riwayatnya, atau kuat riwayatnya tapi tidak jelas dan tegas maksudnya.
 Kedua, anjuran untuk menghindari syubhat, sebab sangat mungkin  akan jatuh ke yang haram, demi menjaga kehormatan agamanya (hak Allah Ta’ala) dan kehormatan dirinya (terkait dengan hak dirinya sendiri di hadapan manusia).
Ketiga, pengabaran tentang sangat pentingnya kedudukan hati dalam diri manusia. Tidaklah seseorang itu menjadi  baik dengan segala bentuk perbuatannya,  jika tanpa memiliki  hati yang baik. Begitu pula hati yang jahat akan  menampilkan perbuatan yang jahat pula.
Oleh karena itu, pembinaan dan penjagaan terhadap hati dari berbagai penyakitnya seperti; sombong, kikir, serakah, dengki, putus asa, cinta dunia, takut mati, dendam, cinta maksiat, benci ketaatan, dan lainnya, adalah kewajiban agama yang utama yang tidak pernah sepi dari pembahasan kitab para ulama Islam. Sebaliknya, kita dituntut untuk membina hati agar menjadi pribadi yang rendah hati, sabar, bersyukur, zuhud (tidak dikuasai dunia), qana’ah (puas dengan pemberian Allah), dermawan, husnuzhan dengan Allah, lapang dada, pemberani, cinta kebaikan, benci kemaksiatan dan lainnya.
Makna Kalimat:
 عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ : Dari Abi Abdillah (Ayahnya Abdullah), ini adalah nama kun-yahnya.
:النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر An Nu’man bin Bisyir, ini adalah nama aslinya, An Nu’man anak dari Bisyir.
An-Nu’man dilahirkan tahun kedua hijriyah. Dia termasuk shigharush shahabah (sahabat nabi yang junior). Dia mendengarkan hadits langsung dari Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam. Banyak para tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya.  Dalam hidupnya dia pernah menjadi Amir (gubernur) nya Muawiyah di Kufah, pernah juga jadi Hakim di Damaskus, dan memimpin di kota Himsh. Dia wafat akhir tahun 64 Hijriyah, karena di bunuh oleh Khalid bin Khala. Ada juga yang mengatakan dibunuh oleh penduduk Himsh karena dia mengajak berbai’at kepada Ibnu Zubeir untuk memberontak melawan khalifah. (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam An Nubala, 3/412. Cet. 9. 1993M-1413H. Muasasah Ar Risalah)
: رضي الله عنهما semoga Allah meridhai keduanya, yakni An Nu’man dan ayahnya yakni Bisyir.
Bisyir adalah Basyir bin Sa’ad, orang Anshar dari suku Khazraj. Pemimpin yang berilmu di masyarakatnya, dan termasuk syuhada Badar.
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: : Dia (An–Nu’man) berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Ini menunjukkan bahwa An Nu’man bin Bisyir mendapatkan hadits ini secara langsung dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tanpa perantara.
 :   إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ  Sesungguhnya yang halal itu jelas, yaitu meyakinkan, pasti, tegas, dan tanpa adanya keraguan dan kesamaran.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam Al-Qur’an
Yang halal adalah yang telah Allah Ta’ala halalkan dalam Al Quran, seperti mubasyarah (bercumbu) dengan istri pada malam Ramadhan. Sesuai ayat:
  أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah, 2: 187)
Contoh lain sangat banyak, halalnya makanan (dan minuman) yang baik-baik .
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
“Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al Baqarah, 2: 57)
Halalnya semua hewan laut, Allah Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.” (QS. Al Maidah, 5:96)
Halalnya sembelihan ahli kitab, Allah Ta’ala befirman:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.”  (QS. Al Maidah, 5: 5)
Halalnya jual beli, Allah Ta’ala berfirman:
…وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ…
“ … padahal Allah telah menghalalkan jual beli ..” (QS. Al Baqarah, 2: 275), dan banyak lainnya.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam As-Sunnah
Yang dihalalkan secara pasti dalam As Sunnah, seperti halalnya bercumbu dengan isteri yang sedang haid selama tidak digauli.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلا النِّكَاحَ
“Lakukan apa saja (kepada mereka), kecuali menggaulinya.” (HR. Muslim No. 302, Ibnu Hibban No. 1362, Ahmad No. 12354, 13576, Ibnu Majah No. 644, dengan lafaz: …kecuali jima’)
Halalnya daging dua bangkai (ikan dan belalang). Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang laut:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut suci, dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud No. 83, Ibnu Majah No. 386)
 Hadits lain dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya:
 أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ.فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu majah No. 3314, Ahmad No. 5723. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan; hasan, sebenarnya sanad hadits ini dhaif karena Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, seorang rawi yang dhaif. Namun, hadits ini banyak jalur lain yang menguatkannya. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1118, Misykah Al Mashabih No. 4232)
Tentang halalnya dhabb  (biawak gurun), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Shahih Muslim dan lainnya:
لَسْت بِآكِلِهِ وَلَا مُحَرِّمه
“Aku tidak memakannya namun  itu tidak diharamkan.”
 Dalam riwayat lain:
لَا آكُلهُ وَلَا أُحَرِّمهُ
“Aku tidak memakannya namun aku  tidak mengharamkannya.”
 Dalam riwayat lain:
كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَال وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Makanlah dia itu halal, tetapi bukan termasuk makananku.”
Dalam riwayat lain:
أَنَّهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَده مِنْهُ فَقِيلَ : أَحَرَام هُوَ يَا رَسُول اللَّه ؟ قَالَ : لَا وَلَكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدنِي أَعَافهُ
 “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya (menolak) darinya. Ditanyakan: “Apakah biawak itu haram ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi itu bukan makanan di negeri saya, makanan ini membuat aku mual.” (Semua hadits ini shahih, lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/430. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Yang dihalalkan karena tidak ada dalil yang mengatakan HARAM, Imam Asy Syaukani mengatakan ketika menafsirkan Al Baqarah ayat 29:
وفيه دليل على أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل، ولا فرق بين الحيوانات وغيرها  مما ينتفع به من غير ضرر
Di dalamnya ada dalil bahwa hukum asal dari segala sesuatu ciptaan adalah mubah (boleh) sampai tegaknya dalil yang menunjukkan perubahan hukum asal ini. Tidak ada perbedaan antara hewan-hewan atau selainnya, dari apa-apa yang dengannya membawa manfaat, bukan kerusakan. (Fathul Qadir, 1/64. Mawqi Ruh Al Islam)
Berkata Imam Muhammad  At Tamimi rahimahullah:
أن كل شيء سكت عنه الشارع فهو عفو لا يحل لأحد أن يحرمه أو يوجبه أو يستحبه أو يكره
“Bahwa segala sesuatu yang didiamkan oleh syari’ (pembuat syariat), maka hal itu dimaafkan (mubah), tidak boleh bagi seorang pun untuk mengharamkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan, atau memakruhkan.” (Imam Muhammad  At Tamimi, Arba’u Qawaid Taduru Al Ahkam ‘Alaiha, Hal. 3)
:الحَرَامَ بَيِّنٌ Yang haram itu jelas,yaitu keharaman yang yakin, pasti, tegas dan tidak ada keraguan.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam Al-Qur’an
Yang haram sesuai penjelasan Al Quran, seperti haramnya khamr, judi, makanan untuk berhala, mengundi nasib.  Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah kotor, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah, 5: 90)
Haramnya zina, Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra, 17: 32)
Haramnya membunuh, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).” (QS. An Nisa, 4: 92)
Haramnya babi, bangkai, darah, sembelihan bukan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (QS.  Al Baqarah (2):173), dan lain sebagainya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam As-Sunnah
Yang haram sesuai penjelasan As Sunnah, seperti haramnya mencela sesama muslim.
Dari beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah kufur.” (HR. Bukhari No. 48,5687, 6665, Muslim No. 116, At Tirmidzi No. 2771, 2772, Ibnu Majah No. 3939, 3940. Ahmad No. 3647, Ibnu Hibban No. 5939, Al Khathib dalam At Tarikh, 13/158, dari jalur Yahya. Ath Thayalisi No. 248,  Abu ‘Awanah, 1/24. Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar, 1/365, Ibnu Mandah No. 654, 655, dan lain-lain)
Haramnya mendatangi dan percaya kepada peramal/dukun/paranormal. Dari sebagian isterinya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi peramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim No. 2230)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من أَتَى عَرَّافًا أو كاهنًا فصَدَّقه بما يقولُ ، فقد كَفَر بما أُنْزِلَ على مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1627, 16274. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 15, katanya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Abu Ya’ala dalam Musnadnya No. 5408, dari Ibnu Mas’ud)
Haramnya penangkal/jimat. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
“Sesungguhnya ruqyah, penangkal, dan pelet, adalah syirik.” (HR. Abu Daud No. 3883, Ibnu Majah No. 3530, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 19387. Syaikh Al Albani menyatakan: shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 1632)
Haramnya patung/lukisan makhluk bernyawa. Dalam Shahih Muslim ada bab:
بَاب تَحْرِيمِ تَصْوِيرِ صُورَةِ الْحَيَوَانِ وَتَحْرِيمِ اتِّخَاذِ مَا فِيهِ صُورَةٌ غَيْرُ مُمْتَهَنَةٍ بِالْفَرْشِ وَنَحْوِهِ وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ عَلَيْهِمْ السَّلَام لَا يَدْخُلُونَ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَلَا كَلْبٌ
“Bab Haramnya  melukis Lukisan Hewan dan Haramnya memanfaatkan sesuatu yang  terdapat lukisan yang tidak usang, baik di permadani atau semisalnya. Dan, malaikat ‘Alaihimussalam tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat lukisan dan anjing.”
Hadits-hadits shahih tentang ini sangat banyak, baik yang menyebutkan shuurah (lukisan) atau tamaatsil (patung). Namun, dikecualikan lukisan yang  selain makhluk bernyawa.
Dan lain-lainnya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan Karena adanya Kaidah-kaidah
Yang Haram karena kaidah-kaidah, walau pun di Al Quran dan As Sunnah tidak disebutkan pengharamannya secara khusus dan manthuq (tersurat):
Setiap minuman yang memabukkan adalah haram. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap minuman yang memabukkan, maka itu haram.” (HR. Bukhari No. 239, 5263, 5264.  Muslim No. 2001, Malik dalam Muwatha’ No. 1540, Ibnu Majah No. 3386, Ibnu Hibban No. 5345, At Tirmidzi No. 1925, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 24)
Jadi walaupun minuman tersebut tidak berakohol tetapi memabukkan tetap haram apapun nama, merk, dan istilah minuman itu walau dinamakan jamu dan suplemen.
Haramnya makan hewan buas, taring, cakar tajam. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,  dia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْر
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang memiliki cakar.” (HR. Muslim No. 1934, Abu Daud No. 3803, Ad Darimi No. 1982, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No.92, 19141, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 357, dari jalur Ali bin Abi Thalib, juga No. 2690. Ahmad No. 2194)
Imam Ibnu Mundzir rahimahullah mengatakan:
وأجمع عوام أهل العلم أن كل ذي ناب من السباع حرام.
“Umumnya, para ulama telah ijma’(sepakat), bahwa semua yang memiliki bertaring dari binatang buas adalah haram.” (Kitabul Ijma’ No. 740)
Haramnya perbuatan merusak dan membahayakan diri sendiri. Allah Ta’ala berfirman: “..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ..” (QS. Al Baqarah, 2: 195)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, dari berbagai sahabat:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Jangan melakukan dharar (kerusakan, kebinasaan), dan jangan menjadi rusak.” (HR.  Ahmad No. 2865, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Malik dalam Al Muwaththa’ No. 1429, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 11657, 11166, 20230. Ad Daruquthni No. 83, 288)
Dari  ayat dan hadits ini  maka para ulama menetapkan keharaman perilaku apa pun yang merusak diri sendiri dan orang lain, walau secara tekstual hal tersebut tidak disebutkan namanya;  seperti rokok, ganja, dan NAZA.
Haramnya Perbuatan yang Menjadi Sarana Menuju Keharaman
Contoh:  jalan-jalan ke pasar adalah perbuatan boleh, tetapi dengan ke pasar itu ia bermaksud sengaja bebas  melihat aurat. Maka ke pasar dalam keadaan seperti ini menjadi terlarang baginya. Berzina adalah haram maka berbuatan apa pun yang ‘nyerempet’ kepada zina juga haram.
Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh:
وَمَا أَدَّى إلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ .
“Apa saja yang membawa kepada yang haram, maka dia  juga haram.” (Imam Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/ 402)
 Kaidah ini berasal dari ayat berikut: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al Isra, 17: 32)
 Catatan:
Banyak sekali perkara yang diperselisihkan para ulama sejak dulu sampai sekarang tentang hukum dari benda atau perbuatan. Contoh:
Mencukur janggut. Imam empat madzhab mengharamkan, sementara Al Qadhi Iyadh dan Imam An Nawawi, Syaikh Al Qaradhawi, mengatakan makruh. Tetapi, mereka tetap mencela pelakunya, bahkan Imam An Nawawi dan Imam Al Ghazali menyebut sebagai kemungkaran. Sedangkan Syaikh Abu Zahrah menyatakan mubah, karena menurutnya jenggot hanya tradisi, tetapi ini pendapat lemah.
Mendengarkan nyanyian yang baik-baik. Jumhur ulama membolehkan, selama tidak dibarengi hal yang munkar, tidak lalai dari kewajiban agama dan dunia, dan tidak berlebihan. Sementara Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud tetap mengharamkan. Sedangkan nyanyian yang cabul, mendorong untuk maksiat, maka tak ada perbedaan pendapat tentang keharamannya.
Mendengarkan musik. Kebanyakan ulama mengharamkannya, termasuk pendapat Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Al Albani, Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan, dan lainnya. Namun Imam Ibnu hajar Al Haitami menyebutkan ada 12 pendapat dalam hal ini. Sedangkan Imam Said bin Jubeir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Thahir, Imam Al Ghazali, Syaikh Ali Ath Thanthawi, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Ahmad Asy Syurbasi, Syaikh ‘Athiyah Saqr, Syaikh Jad Al Haq, Syaikh Ali Jum’ah mengatakan boleh, dengan syarat tidak dibarengi dengan hal yang munkar, tidak sampai melalaikan, dan tidak dengan musik-musik yang digunakan oleh ahli maksiat, sebagaimana disyaratkan oleh Imam Al Ghazali.
Isbal (memakai kain, gamis, dan celana panjang melebihi mata kaki). Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan jumhur ulama mengatakan tidak haram, dengan syarat tidak dibarengi khuyala (sombong). Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Muflih, Syaikh Al Qaradhawi, dan umumnya para ulama Al Azhar mengatakan MUBAH, bila tanpa sombong, jika sombong maka haram. Sedangkan Imam Asy Syafi’i, Al Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnu Qudamah, Imam An Nawawi, Imam Asy Syaukani, mengatakan MAKRUH jika tanpa sombong, jika sombong maka haram. Ada pun Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Adz Dzahabi, Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Al Albani, mengatakan HARAM walau tanpa sombong, jika dengan sombong maka lebih haram lagi.
Membom musuh dengan mengorbankan diri. Kebanyakan ulama membolehkan dengan syarat dilakukan menurut perhitungan matang dan di negeri perang. Mereka adalah Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Tha’mah Al Qadah, Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Muhammad Az Zuhaili, Syaikh Nashir Sulaiman ‘Umar, Syaikh Nashir Al ‘Ulwan, Syaikh Nawal Hail At Takruri, Syakh Farid Washil, Syaikh ‘Aidh Al Qarni, Syaikh Salman Fahd Al ‘Audah, Syaikh Safar Al Hawali, Syaikh Hamud ‘Uqla Asy Syu’aibi, Fatwa Nahdhatul Ulama tahun 2003 M, para ulama Palestina, dan lain-lain. Menurut mereka pelakunya adalah syahid. Sedangkan Syaikh Al Albani membolehkan jika atas izin khalifah. Ada pun Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Hasan Ayyub, dan lainnya mengatakan haram dan itu merupakan bunuh diri.
Daging Kodok. Jumhur ulama mengatakan haram dimakan, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang membunuh Kodok (juga semut, burung Hud Hud, Shurad, dan lebah). Ada pun Imam Malik membolehkan, karena menurutnya tidak ada dalil yang melarangnya.
Mayoritas ulama mengharamkan seperti Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i, Imam An Nawawi, Imam Ar Rafi’i, Imam Zakaria Al Anshari, sedangkan Imam Hasan Al Bashri dan Imam Ahmad memakruhkan saja.
Mayoritas ulama mengatakan mubah. Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abi Laila, Imam Syafi’i, Abu Tsaur, An Nawawi, Laits, juga Imam Malik dalam satu riwayat darinya. Sedangkan Abu Hurairah dan Imam Ahmad mengharamkan, dan Imam Abu Hanifah memakruhkan.
Dan lainnya.
Selanjutnya:
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات : dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar
Bainahuma – Di antara keduanya yakni diantara halal dan haram, artinya secara asal dia bukan termasuk haram, dan juga bukan termasuk halal.
Umuurun Musytabihaat – perkara yang samar  yakni perkara yang belum jelas hukum halal haramnya. (Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari, At Tuhfah Ar Rabbabiyah, No. 6. Maktabah Al Misykah)
Menurut Syaikh Al ‘Utsaimin,  ketidak jelasan ini disebabkan beberapa hal:
Ketidak jelasan dalil; jika dalilnya dari hadits, apakah haditsnya shahih atau tidak?
Kalau pun shahih, apakah hadits tersebut secara makna memang mengarah pada hukum perkara tersebut atau tidak? (Syarhul Al Arba’in, Hal. 107. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Secara Bahasa (lughah) arti syubhat adalah  Al Mitsl  (serupa, mirip) dan iltibas (samar, kabur, tidak jelas, gelap, sangsi). Maka, sesuatu yang dinilai syubhat  belum memiliki hukum yang sama dengan haram atau sama dengan halal. Sebab mirip halal bukanlah halal, dan mirip haram bukanlah haram.  Maka, tidak ada kepastian hukum halal atau haramnya, masih samar dan gelap.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id radhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam mengkategorikan perkara syubhat:
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang haram. Alasan mereka adalah ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram.”
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang halal. Alasan mereka adalah ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain.” Ini menunjukkan dia belum masuk keharaman, namun sebaiknya kita bersikap wara’ (hati-hati) untuk
Kelompok yang mengatakan bahwa syubhat bukanlah halal dan bukan pula haram, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa halal dan haram adalah jelas, maka hendaknya kita bersikap seperti itu. Tetapi meninggalkannya adalah lebih baik, dan hendaknya bersikap wara’. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 44. Maktabah Al Misykah)
Pendapat kelompok ketiga inilah yang nampaknya lebih kuat. Hal ini diperkuat lagi oleh ucapan Nabi:
 لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah:
وفيه دليل على أن الشبهة لها حكم خاص بها يدل عليه دليل شرعي يمكن أن يصل إليه بعض الناس.
“Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hukum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
Contoh Perkara Syubhat:
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata: ‘Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya’. Sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata, ‘Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan di tempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda: ‘Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini’. Sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.’
Abd bin Zam’ah adalah Saudara laki-laki dari Saudah (istri Nabi). Dan, Rasulullah menetapkan bahwa anak laki-laki tersebut adalah hak (saudara) dari Abd bin Zam’ah. Tetapi, ternyata Rasulullah memerintahkan Saudah untuk berhijab (menutup aurat) di depan laki-laki tersebut, padahal Saudah juga saudara dari Abd bin Zam’ah. Perintah ini disebabkan kesamaran (syubhat) pada masalah ini dan ini menunjukan kehati-hatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain:
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al An’am, 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah, “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu.”
لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah:
يعني هذه المشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس ويعلمهن كثير، فكثير لا يعلم وكثير يعلم، ولم يقل : لايعلمهن أكثر الناس، فلو قال:لا يعلمهن أكثر الناس لصار الذين يعلمون قليلاً.
إذاً فقوله لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ إما لقلة علمهم، وإما لقلة فهمهم، وإما لتقصيرهم في المعرفة.
“Yaitu perkara syubhat ini, banyak (katsir) manusia yang tidak mengetahuinya dan banyak juga yang mengetahuinya, maka banyak yang tidak tahu dan banyak yang tahu. Tidak dikatakan: lebih banyak manusia (aktsar) yang tidak mengetahuinya, seandainya dikatakan: lebih banyak manusia yang  tidak mengetahuinya, maka yang tahu sedikit. Jadi, ucapan Nabi: Banyak manusia yang tidak mengetahuinya, baik karena sedikitnya ilmu mereka, sedikit pemahaman mereka, dan karena terbatasnya pengetahuan mereka.” (Syarhul Arba’in, Hal. 107)
Sementara dalam riwayat Imam At-Tirmidzi tertulis:
لاَ يَدْرِى كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ اَمِنَ اْلحَلاَلِ هِيَ اَمِ اْلحَرَامِ
“Banyak manusia yang tidak tahu, manakah yang halal itu dan mana yang haram.” (HR. At Tirmidzi No. 1205, katanya: hasan shahih)
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ : Barangsiapa yang  bertaqwa (takut/menghindar) dari yang samar
Yaitu meninggalkannya dan memelihara diri darinya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah,  No. 6) Yaitu menjauhinya. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه : berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya
Yaitu dia telah menjaga hubungan antara dirinya dengan Allah Ta’ala dan hubungan antara dirinya di hadapan manusia. Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah:
لِدِيْنِهِ فيما بينه وبين الله تعالى وَعِرْضِهِ فيما بينه وبين الناس، لأن الأمور المشتبهة إذا ارتكبها الإنسان صار عرضة للناس يتكلمون في عرضه بقولهم: هذا رجل يفعل كذا ويفعل كذا، وكذلك فيما بينه وبين الله تعالى.
“Bagi agamanya yaitu antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Dan, Bagi kehormatannya yaitu antara dirinya dan manusia. Karena perkara syubhat jika dikerjakan manusia, maka manusia akan membicarakan kehormatannya dengan mengatakan: orang ini mengerjakan ini dan mengerjakan itu. Dan demikian juga antara dirinya dan Allah Ta’ala.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
Syaikh Ismail Al Anshari rahimahullah mengatakan:
استبرأ لدينه : طلب البراءة له من الذم الشرعي وحصلها له .وعرضه : يصونه عن كلام الناس فيه بما يشينه ويعيبه . والعرض : موضع المدح والذم من الإنسان .
“Menyelamatkan agama yaitu melakukan pemutusan terhadap hal-hal yang dicela syariat dan dia berhasil. Dan kehormatannya yaitu dia telah melindungi dirinya dari omongan manusia  tentang apa yang dilakukannya dan yang menjadi aibnya. Al ‘Irdhu adalah tempat bagi pujian dan celaan dari manusia.” (At Tuhfah Ar Rabbaniyah No. 6)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:
برأ دينه من النقص وعرضه من الطعن فيه، لأن من لم يعرف باجتناب الشبهات لم يسلم لقول من يطعن فيه، وفيه دليل على أن من لم يتوق الشبهة في كسبه ومعاشه فقد عرض نفسه للطعن فيه، وفي هذا إشارة إلى المحافظة على أمور الدين ومراعاة المروءة.
“Dia telah menjaga agamanya dari kekurangan dan kehormatannya dari celaan, karena orang yang tidak mengetahui bagaimana menjauhi syubhat tidak akan selamat dari ucapan orang yang mencelanya. Hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang yang tidak ada keinginan kuat terhadap syubhat maka dia telah menghalangi dirinya dari celaan, dan ini terdapat isyarat agar menjaga urusan dunia dan melindungi muru’ah (kewibawaan).” (Fathul Bari, 1/127)
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ : barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram
Yaitu barangsiapa yang melakukan perbuatan samar-samar dia akan berpotensi jatuh ke perbuatan haram, sebab hal itu merupakan kecerobohan sekaligus sikap tidak wara’ (hati-hati) terhadap batasan syariat.
Kalimat ini memiliki dua makna:
Membiasakan diri melakukan syubhat adalah haram.
Kalimat yang bernada prefentif agar tidak terjatuh pada keharaman. (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 197)
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id rahimahullah juga mengatakan:
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran.”
Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. : seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya.
Yaitu karena kecerobohan, kebodohan, dan kecerobohannya dia mendekati  daerah yang bukan haknya, hingga akhirnya ia terjebak di dalam daerah terlarang tersebut.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan: “Ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47-48. Maktabah Al Misykah)
أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً . : Ketahuilah setiap raja memiliki pagar /penjagaan/aturan
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah:
حمى : موضعا يحميه عن الناس ، ويتوعد من دخل إليه أو قرب منه ، بالعقوبة الشديدة .
“Himaa: tempat yang dijaga dari manusia dan diancam bagi siapa saja yang memasuki atau mendekatinya dengan hukuman yang keras.” (At Tuhfah Rabbaniyah, No 6)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
فمثل لهم النبي صلى الله عليه وسلم بما هو مشهور عندهم
“Maka, hal ini diumpamakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena ini masyhur bagi mereka.” (Fathul Bari, 1/128)
 أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ: ketahuilah aturan Allah adalah apa-apa yang diharamkanNya.
Yaitu perbuatan yang dilarangNya dan meninggalkannya adalah wajib, karena perbuatan tersebut mendatangkan dosa dan siksa bagi pelakunya.
  أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً : ketahuilah sesungguhnya dalam jasad terdapat mudghah
أَلا (ketahuilah) adalah harf istiftah (huruf pembuka) yang menunjukkan adanya penekanan pada kalimat setelahnya. Hal ini diulang-ulang menunjukkan adanya keadaan dan kondisi yang begitu besar  yang mencakup di dalamnya. (At Tuhfah, No. 6)
Mudghah adalah  Qith’ah Lahm – sepotong daging.
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ : jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.”
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id  Rahimahullah mengatakan:
“Yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya.”
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj (22):46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 48).  Selesai syarah hadits keenam.
  Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/04/09/hadits-6-kebersihan-agama-dan-kehormatan/
0 notes
hokalohnews · 6 years
Text
Hokaloh News Updated: Jauhi Dosa Riba Yang Merupakan Salah Satu Daripada Tujuh Dosa Besar - Berita Terkini
https://hokaloh.news/bisnes/jauhi-dosa-riba-yang-merupakan-salah-satu-daripada-tujuh-dosa-besar-berita-terkini/
Riba merupakan perbuatan dosa besar dengan ijma’ Ulama, berdasarkan kepada al-Qur`ân dan as-Sunnah. Dalil daripada al-Qur`ân di antaranya adalah firman Allâh Azza wa Jalla :
Allâh menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. [al-Baqarah/2:275]
Nabi Muhammad SAW telah melarang umatnya daripada riba dan memberitakan bahawa riba termasuk dalam tujuh perbuatan yang menghancurkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Apakah itu?” Beliau n menjawab, “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [HR. al-Bukhâri, no. 3456; Muslim, no. 2669]
Para Ulama sepakat bahawa riba adalah HARAM dan termasuk DOSA BESAR!!!
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum Muslimin telah sepakat akan haramnya riba. Riba itu termasuk kabâir (dosa-dosa besar). Ada yang mengatakan bahawa riba diharamkan dalam semua syari’at (Nabi-Nabi), di antara yang menyatakannya adalah al-Mawardi”. [al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, 9/391]
JENIS–JENIS RIBA
Definisi riba ini akan lebih jelas jika kita mengetahui jenis-jenis riba seperti berikut:
1. Riba an-Nasî’ah (Riba Karena Mengakhirkan Tempo)
Iaitu: tambahan nilai hutang sebagai imbalan dari tempo yang diundurkan. Dinamakan riba an-nasî’ah (mengakhirkan), karena tambahan ini sebagai imbalan dari tempo hutang yang diundurkan. Hutang tersebut bisa kerana penjualan barang atau hutang (wang).
Riba ini juga disebut riba al-Qur’an, karena diharamkan di dalam Al-Qur’an. Allâh berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahawa Allâh dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. [al-Baqarah/2: 278-279]
Ayat ini merupakan nas yang tegas bahawa yang menjadi hak orang yang berpiutang adalah pokok hartanya saja, tanpa tambahan. Dan tambahan dari pokok harta itu disebut sebagai riba.
Jika tambahan itu atas kemahuan dan inisiatif orang yang berhutang ketika dia hendak melunasi hutangnya, tanpa disyaratkan maka sebagian ahli fiqih membolehkannya. Namun orang yang berhati-hati tidak mahu menerima tambahan tersebut karena khawatir itu termasuk pintu-pintu riba, wallahu a’lam.
Kemudian Nabi Muhammad SAW menegaskan larangan ini dalam khutbah wada’ dan hadits-hadits lainnya. Sehingga kaum Muslimin bersepakat tentang keharaman riba an-nasîah ini.
Riba ini juga disebut riba al-jahiliyyah, karena riba ini yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.
Riba ini juga disebut riba jali (nyata) sebagaimana dikatakan oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab I’lâmul Muwaqqi’in, 2/154.
[al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 22/57]
Riba ini juga disebut dengan riba dain/duyun (riba pada hutang), karena terjadi pada hutang piutang.
Imam Ahmad rahimahullah ditanya tentang riba yang tidak diragukan (keharamannya-pen), dia menjawab, “Riba itu adalah seseorang memiliki piutang, lalu dia berkata kepada orang yang berhutang, “Engkau bayar (sekarang) atau (pembayarannya ditunda tapi dengan) memberi tambahan (riba)?” Jika dia tidak membayar, maka orang yang berhutang memberikan tambahan harta (saat pembayaran), dan pemilik piutang memberikan tambahan tempoh.
Imam Ibnul ‘Arabi al-Mâliki rahimahullah berkata, “Orang-orang jahiliyyah dahulu biasa berniaga dan melakukan riba. Riba di kalangan mereka telah terkenal. Yaitu seseorang menjual kepada orang lain dengan hutang. Jika waktu pembayaran telah tiba, orang yang memberi hutang berkata, “Engkau membayar atau memberi riba (tambahan)?” Yaitu: Engkau memberikan tambahan hartaku, dan aku bersabar dengan waktu yang lain. Maka Allâh Azza wa Jalla mengharamkan riba, yaitu tambahan.
Dengan penjelasan di atas kita mengetahui bahawa riba jahiliyyah yang dilarang dengan keras oleh Allâh dan RasulNya adalah tambahan nilai hutang sebagai imbalan dari tambahan tempo yang diberikan, sementara tambahan tempo itu sendiri disebabkan ketidakmampuannya membayar hutang pada waktunya. Jika demikian, maka tambahan wang yang disyaratkan sejak awal terjadinya akad hutang-piutang, walaupun tidak jatuh tempoh, yang dilakukan oleh bank, BMT, koperasi, dan lainnya, di zaman ini, adalah riba yang lebih buruk dari riba jahiliyyah, walaupun mereka menyebut dengan istilah bunga.
2. Riba al-Fadhl (Riba Karena Kelebihan).
Iaitu riba dengan sebab adanya kelebihan pada barang-barang riba yang sejenis, saat ditukarkan.
Riba ini juga disebut riba an-naqd (kontan) sebagai kebalikan dari riba an-nasî’ah. Juga dinamakan riba khafi (samar) sebagai kebalikan riba jali (nyata).
Barang-barang riba ada enam menurut nash hadits, seperti di bawah ini:
Dari Abu Sa’id al-Khudri Rahiyallahu anhu, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, burr (jenis gandum) dengan burr, sya’ir (jenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, harus sama (timbangannya), serah terima di tempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau minta tambah berarti dia melakukan riba, yang mengambil dan yang memberi dalam hal ini adalah hukumnya sama.” [HR. Muslim, no. 4148]
BAHAYA RIBA DI DUNIA
Berbagai bahaya riba mengancam para pelakunya di dunia sebelum di akhirat, antara lain:
1. Laknat Bagi Pelaku Riba
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua saksinya”, dan Beliau n bersabda, “Mereka itu sama.” [HR. Muslim, no. 4177]
2. Perang Dari Allâh Azza Wa Jalla Dan RasulNya
Barangsiapa nekad melakukan riba, padahal larangan sudah sampai kepadanya, maka hendaklah dia bersiap mendapatkan serangan peperangan dari Allâh dan RasulNya. Siapa yang akan menang melawan Allâh? Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang bermaksud, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allâh dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
[Al-Baqarah/2: 278-279]
BAHAYA RIBA DI AKHIRAT
Selain daripada bahaya di dunia, riba juga mengakibatkan bahaya mengerikan di akhirat, antara lain:
1. Bangkit Dari Kubur Dirasuki Syaitan
Ini telah diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur’ân dan dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :
Dari ‘Auf bin Malik, dia berkata: RasûlullâhShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah dosa-dosa yang tidak terampuni: ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi; khianat; korupsi). Barangsiapa melakukan ghulul terhadap sesuatu barang, dia akan membawanya pada hari kiamat. Dan pemakan riba. Barangsiapa memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila, berjalan sempoyongan.” Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (ayat yang artinya), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”. (al-Baqarah/2:275) [HR. Thabrani di dalam Mu’jamul Kabîr, no. 14537; al-Khatib dalam at-Târîkh. Dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahîhah, no. 3313 dan Shahîh at-Targhîb, no. 1862]
2. Akan Berenang Di Sungai Darah
Dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tadi malam aku bermimpi ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya membawaku ke kota yang disucikan. Kami berangkat sehingga kami mendatangi sungai darah. Di dalam sungai itu ada seorang laki-laki yang berdiri. Dan di pinggir sungai ada seorang laki-laki yang di depannya terdapat batu-batu. Laki-laki yang di sungai itu mendekat, jika dia hendak keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia kembali ke tempat semula. Setiap kali laki-laki yang di sungai itu datang hendak keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia kembali ke tempat semula. Aku bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Orang yang engkau lihat di dalam sungai itu adalah pemakan riba’”. [HR. al-Bukhâri]
3. Nekad Melakukan Riba Padahal Sudah Sampai Larangan, Diancam Dengan Neraka
Allah Azza wa Jalla berfirman :
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allâh. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [al-Baqarah/2:275]
Inilah berbagai ancaman mengerikan bagi pelaku riba. Alangkah baiknya mereka bertaubat sebelum terlambat. Sesungguhnya nikmat maksiat hanya sesaat, namun akan membawa celaka di dunia dan di akhirat. Hanya Allâh Azza wa Jalla tempat memohon pertolongan. Walluahalam.
Dapatkan penyelesaian DOSA RIBA dengan Pembiayaan Islam dari link EBOOK ini segera: http://www.pejuangusahawan.com/e-book-islamic-financing-formula/
Sumber: AhmadZairul.com
Ahmad Zairul merupakan Pengarah Urusan Kumpulan Syarikat AZ GROUP of Companies. Beliau juga merupakan Pengasas Komuniti Pejuang Usahawan (Nasihat Usahawan) dan Presiden Komuniti International Maqasid Syariah Fighter (Memperjuangkan Ilmu Maqasid Syariah di Peringkat Antarabangsa)
Beliau mempunyai lebih daripada 10 tahun pengalaman dalam bidang keusahawanan dan pelaburan dan kepakaran beliau adalah di dalam menawarkan perkhidmatan Perunding Kewangan, Penasihat Cukai, Penasihat Pelaburan, Pengurusan Hartanah, Perakaunan & Audit dan Setiausaha Syarikat.
Banyak ilmu berkaitan dikongsi di laman web Pejuang Usahawan dan Ahmad Zairul.com. Sila follow beliau di Facebook.
Komen
komen
قالب وردپرس
#Bisnes #Ahli #Anak #Barang #Dunia #Hari #Harta #Hutang #Kaum #Nilai #Perak #Rampasan #Wang #Wanita
0 notes
hayaati27-blog · 7 years
Text
Dimanakah Akal Berada?
🌸Silsilah Belajar Tafsir #10🌸
DImanakah Akal Berada?
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Allah Ta'ala berfirman,
﴿ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَىٰ الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَىٰ الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ ﴾
"Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada
Allamah Muhammad Ibn Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah
• - سبحان الله ! كأن هذه الآية تنزل علىٰ حال الناس اليوم ، بل حال الناس في القديم .
Subhanallah...
Seakan ayat ini turun membicarakan keadaan manusia saat ini, bahkan manusia tetdahulu..
• - يعني : هل العقل في الدماغ أو العقل في القلب ؟
Yaitu apakah akal berada di otak ataukah di dalam hati?
• - هذه مسألة أشكلت علىٰ كثير من النظار الذين ينظرون إلىٰ الأمور نظرة مادية لا يرجعون فيها إلىٰ قول الله تعالىٰ وقول رسوله صلىٰ الله عليه وسلم .
Masalah ini pernah saya utarakan dengan banyak para pengamat yang meneliti sesuatu materi namun tidak melandasi pandangannya dengan firman Allah Ta'ala dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
• - وإلا فالحقيقة أن الأمر فيها واضح أن العقل في القلب ، وأن القلب في الصدر ( أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ ��ِهَا ) وقال : ( فَإِنَّهَا لَا تَعْمَىٰ الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَىٰ الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ ) ، ولم يقل القلوب التي في الأدمغة قال ( الَّتِي فِي الصُّدُورِ ) ، فالأمر فيه واضح جدًا أن العقل يكون في القلب ، ويؤيد هذا قول النبي صلىٰ الله عليه وسلم : (( ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، إلا وهي القلب )) .
Jika tidak sebenarnya perkaranya sangat jelas bahwa akal itu berada di hati sementara hati berada di dalam Dada.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَىٰ الْأَبْصَارُ وَلَٰكِن تَعْمَىٰ الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُور
"Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada."
Allah tidaklah mengatakan, "Hati yang berada di otak."
Akan tetapi, "Hati yang berada di Dada."
Maka masalah ini sangat gamblang sekali, bahwa akal itu berada di hati.
Dan yang menguatkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu'alaihi wasallam,
"Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika dia baik maka baik pula seluruh jasadnya, apabila dia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya.
Ketahuilah itu adalah hati."
• - فما بالك بأمر شهد به كتاب الله ، والله تعالىٰ
هو الخالق العالم بكل شيء ، وشهدت به سنة الرسول صلىٰ الله عليه وسلم !
Lalu kemana pikiranmu terhadap suatu perkara yang telah di persaksikan kitabullah, sementara Allah Ta'ala Dzat Maha Pencipta segala sesuatu di jagad ini. Begitupula dipersaksikan oleh Sunnah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam.
• - إن الواجب علينا إزاء ذلك أن نطرح كل قول يخالف كتاب الله تعالىٰ وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم وأن نجعله تحت أقدامنا ، وأن لا نرفع به رأسًا .
Maka yang wajib bagi kita membalikkan hal ini dan membuang semua pendapat yang bertentangan dengan kitabullah Ta'ala Dan Sunnah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam serta meletakkannya di bawah telapak kaki kita Dan jangan sekali-kali mengangkatnya sebagai kepala (panduan).
• - إذًا : القلب هو محل العقل ولاشك ، ولكن الدماغ محل التصور ، ثم إذا تصورها وجهزها بعث بها إلىٰ القلب ، ثم القلب يأمر أو ينهىٰ ، فكأن الدماغ سكرتير يجهز الأشياء ثم يدفعها إلىٰ القلب ، ثم القلب يوجه ، يأمر أو ينهىٰ ، وهذا ليس بغريب ( وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ ) ، وفي هذا الجسم أشياء غريبة تحار فيها العقول ، فليس بغريب أن الله - سبحانه وتعالىٰ - يجعل التصور في الرأس ، فيتصور الدماغ وينظم الأشياء ، حتىٰ إذا لم يبق إلا الأوامر أرسلها إلي القلب ، ثم القلب يحرك ، يأمر أو ينهىٰ .
Dengan demikian, tidak diragukan lagi, hati tempatnya akal, adapun otak tempat deskripsi. Jika akal sudah mendsikripsikan dan melengkapi, ia akan mengirimkannya ke hati kemudian hatilah yang akan memerintah atau melarang. Seolah-olah otak itu sebagai sekertaris yang menyiapkan segala sesuatu dan menyerahkannya ke hati. Kemudian hati yang mengarahkannya, memerintah atau melarang. Ini bukanlah perkara yang asing lagi.
وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
"Dan pada diri kalian, tidakkah kalian melihatnya?"
Didalam jasad ini banyak sekali perkara yang membuat bingung akal. Tidak mengherankan bila Allah subhanahu wa Ta'ala menjadikan deskripsi sesuatu berada di kepala. Otak menggambarkan dan tesusunlah sesuatu hingga tidak ada yang tersisa kecuali perintah, iapun mengirimkannya ke hati. hatilah yang menggerakkan,memerintah atau melarang.
• - لأن النبي - عليه الصلاة والسلام - قال : (( إذا صلحت صلح الجسد )) فلولا أن الأمر للقلب ما كان إذا صلح صلح الجسد ، وإذا فسدت فسد الجسد كله .
karena Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Jika hati baik maka baiklah seluruh jasad." Jika perintah itu bukan berasalh dari hati maka tidak mungkin baiknya hati berpengaruh kepada baiknya jasad. dan rusaknya hati berpengaruh kepada rusaknya jasad.
• - إذًا : فالقلوب هي محل العقل والتدبير للشخص ، ولكن لا شك أن لها اتصالا بالدماغ ، ولهذا إذا اختل الدماغ فسد التفكير وفسد العقل ! فهذا مرتبط بهذا ، لكن العقل المدبر في القلب ، والقلب في الصدر ( وَلَٰكِن تَعْمَىٰ الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ ) .
dengan demikian, hati adalah tempat berakal dan bertadabbur bagi seseorag. akan tetapi tidak ragu lagi bahwa hati berkaitan dengan otak. oleh karena itu bila otak terganggu, akan rusak pikirannya serta rusak akalnya. ini sangat berkaitan erat. akan tetapi kaal itu pengatur terletak di hati sedangkan hati berada di dalam dada.
📙Syarh Riyadhushsholihiin, 1: 341
_________________________
🌎 wanitasalihah.com
🌸 telegram: https://t.me/WanitaSalihahCom
🌸 twitter : @nengsalihah
🌸 ig: @wanitasalihah
🌸 fb :wanita salihah
0 notes
malangtoday-blog · 8 years
Photo
Tumblr media
Di Balik Deklarasi ‘Kang Emil’ Sebagai Cagub Jabar
MALANGTODAY.NET – Bertempat di Monumen Bandung Lautan Api Lapangan Tegalega Bandung, M. Ridwan Kamil atau yang biasa dikenal dengan nama ‘Kang Emil’ resmi mendeklarasikan dirinya sebagai Calon Gubernur Jawa Barat Periode 2018-2023, pada hari Minggu (19/3). Di balik pencalonan dirinnya sebagai Gubernur Jawa Barat yang baru, berikut beberapa fakta unik terkait aksi Kang Emil yang dirangkum dari sumber Kantor Berita ANTARA. PARTAI PENGUSUNG Partai Nasional Demokrat (NasDem)-lah yang resmi mendeklarasikan Wali Kota Bandung M Ridwan Kamil sebagai Calon Gubernur Jawa Barat Periode 2018-2023. Pendeklarasian tersebut tertuang dalam Surat Rekomendasi Nomor 020-SI/DPP/Nasde/III/2017, dan surat tersebut diserahkan langsung oleh DPW Partai NasDem Jawa Barat Saan Mustopa kepada Ridwan Kamil. Dalam sambutannya, Saan Mustopa mengemukakan bahwasanya, deklarasi tersebut merupakan momentum bersejarah bagi Partai Nasdem yang menjadikan pilkada sebagai misi utama guna mencari putra putri terbaik bangsa, untuk menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing. "Dan hari ini NasDem telah menemukan putra terbaik dari Jawa Barat untuk menjadi calon gubernurnya," kata Saan.   KANG EMIL NAIK SISINGAAN Bersama dengan  Ketua DPW Partai Nasional Demokrat Jawa Barat, Saat Mustapa, pria yang akrab disapa Kang Emil itu pun datang ke Lapangan Tegalega dengan menaiki Sisingan. Ridwan Kamil yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru itu sesekali melambaikan tangannya dan menyalami balik warga di sekitar Lapangan Tegalega Bandung. Usai tiba di panggung utama, Surya Paloh yang notabene Ketua DPP Partai NasDem dan Menteri Perdagangan Enggartiasto L pun ikut hadir dalam acara tersebut.   TERHARU SAAT MOMEN DEKLARASI Ridwan Kamil terharu saat menceritakan silsilah atau sejarah tentang keluarga besarnya pada momen deklarasi tersebut. "Saya datang dari keluarga pejuang. Kakek saya almarhum Panglima Hizbullah di Jawa barat. Uwa (Paman/Bibi) saya gugur membela Indonesia. Membawa santri melawan Belanda," kata Ridwan Kamil dengan intonasi berat. Kang Emil pun sempat terhenti sejenak ketika memberikan sambutan yang menyangkut cerita terkait sejarah keluarganya tersebut. "Itulah sejarah sedikit yang tidak pernah saya ceritakan tapi menunjukkan darah pejuang darah yang selalu hadir dalam diri saya sehari-hari. Saya sangat Sunda, dari sisi etnisitas ayah saya orang Subang dari kakek orang Garut dan nenek dari Sumedang," katanya   ARTI NAMA M. RIDWAN KAMIL Dalam momen tersebut, Kang Emil menceritakan tentang arti nama Muhammad Ridwan Kamil di hadapan ribuan warga yang hadir di Lapangan Tegalega Bandung. "Nama saya Muhammad Ridwan Kamil, itu doa dari orang tua. Muhammad supaya terinspirasi Nabi Muhammad. Ridwan artinya diridhoi atau malaikat surga dan Kamil artinya insan yang sempurna," katanya Dengan nama yang disematkan kedua orang tuanya tersebut, Kang Emil pun berharap bisa menjadi penjaga atau komitmen perjuangan hidupnya untuk senantiasi memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.   TIGA SYARAT NASDEM UNTUK RIDWAN KAMIL Kepada ANTARA, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh, mengatakan bahwasanya, "Ada kesepakatan yang telah terjadi antara Ketua Umum Partai NasDem dengan Ridwan Kamil, untuk itu deklarasi hari ini dilaksanakan." Syarat yang pertama adalah, apabila rakyat telah memberikan amanah dan menempatkan Ridwan Kamil sebagai gubernur definitif Jawa Barat maka dalam melaskanakan fungsi, peran dan tugas jabatan yang diembannya maka Ridwan Kamil harus menjadikan Jawa Barat sebagai benteng Pancasila yang melindungi seluruh warga masyarakat. Syarat yang kedua adalah, ketika memenangi dan duduk menjadi pimpinan daerah Jawa Barat maka Ridwan Kamil harus menjadi milik seluruh masyarakat Jawa Barat dan seluruh parpol yang ada. Syarat yang terakhir adalah, Ridwan Kamil harus mampu mengkonsolidasikan roda pemerintahan Jawa Barat di bawah dirinya dengan harapan bisa membawa peran serta masyarakatnya dalam memahami arti pembangunan nasional dan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo yang sedang berupaya mempercepat proses pembangunan serta persiapan Pemilihan Presiden 2019.
Source : https://malangtoday.net/nusantara/bandungtoday/balik-deklarasi-kang-emil-cagub-jabar/
MalangTODAY
0 notes
arundayare · 1 year
Video
youtube
Peristiwa yang Terjadi Sebelum Lahirnya Rosululloh - Awal Terbentangnya ...
0 notes
dialuzmah · 8 years
Text
TAUJIH ::: QUR'ANI 0033/TQ-UA/MQM
============== بِسمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم *JADILAH LEBIH SHOLIH SAAT ZAMAN SEMAKIN MEMBURUK* ------------------- Gambaran Umum Rasulullah ﷺ tentang bagaimana kondisi suatu kaum dari zaman ke zaman : *Pertama :* ----------- ZAMAN YANG SEMAKIN MEMBURUK. Rasulullah ﷺ bersabda : لا يأتي عليكم زمان إلا والذي بعده شر منه حتى تلقوا ربكم ) أخرجه البخاري في صحيحه من حديث الزبير بن عدي "Tidaklah datang kepada kalian suatu masa kecuali setelahnya lebih jahat dari sebelumnya, sehingga engkau akan bertemu dengan Allah (Robb kalian)." (HR. Bukhari). *Hadist di atas sangat relevan dengan kondisi yang dialami oleh Umat Islam saat ini.* *Kedua :* --------- PENGUASA YANG PENINDAS Rasulullah ﷺ bersabda : .....ثم تكون ملكا عاضا فيكون ماشاءالله أن يكون...... Kemudian akan ada kerajaan (penguasa) yang penindas yang berlangsung sampai masa yang dikehandaki Allah... (HR. Albaihaqi. Di Sohihkan oleh Al AlBani dalm Silsilah Ahadits Shohihah). Rasulullah ﷺ mendoakan para penyelenggara negara yang telah menyengsarakan rakyatnya. Hadits dari 'Aisyah Rodhiallahu 'Anha, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berdoa: اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أمْرِ أُمَّتِي شَيْئاً فَشَقَّ عَلَيْهِمْ ، فاشْقُقْ عَلَيْهِ ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ ، فَارفُقْ بِهِ _Ya Allah, barang siapa yang diberikan amanah mengurus urusan umatku lalu dia mempersulit mereka maka persulitlah dia, dan barang siapa yang diberikan amanah mengurus urusan umatku lalu dia berlaku baik kepada mereka, maka, perlakukanlah dia dengan baik pula._ (HR. Muslim No. 1828, Ahmad No. 24622, Ibnu Hibban No. 553, Abu ‘Uwanah No. 7025, dll) *Ketiga :* --------- PENGUASA YANG PENIPU. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda: «سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ» ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: «الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ» “Akan datang ke pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan, saat itu pendusta dibenarkan, orang yang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang dipercaya justru dikhianati, dan Ar-Ruwaibidhah berbicara.” Ditanyakan: “Apakah Ar-Ruwaibidhah?” Beliau bersabda: “Seorang laki-laki yang bodoh (Ar Rajul At Taafih) tetapi sok mengurusi urusan orang banyak.” (HR. Ibnu Majah No. 4036. Ahmad No. 7912. Dihasankan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam Ta’liq Musnad Ahmad No. 7912. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: sanadnya jayyid. Lihat Fathul Bari, 13/84). *Keempat :* ----------- PENJAGA KEAMANAN YANG TIDAK TAAT KEPADA ALLAH. Rasulullah ﷺ bersabda : "سَيَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ شَرَطَةٌ، يَغْدُونَ فِي غَضِبِ اللَّهِ، وَيَرُوحُونَ فِي سَخَطِ اللَّهِ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ مِنْ بِطَانَتِهِمْ". "Akan datang di akhir zaman adanya petugas keamanan yang di pagi hari di bawah kemurkaan Allah, dan sore harinya di bawah kebencian Allah. Hati-hatilah kamu menjadi bagian dari mereka." (HR. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 7616. Imam Al Munawi mengatakan: shahih. Lihat _At Taisir bi Syarh Al Jaami’ Ash Shaghiir,_ 2/192). *Kelima :* --------- MEMBENCI ARAB. Rasulullah ﷺ bersabda : يا سلمان لا تبغضنى فتفارق دينك. قلت يارسول الله كيف ابغضك وبك هدانا الله. قال تبغض العرب فتبغضني _Wahai Salman. Janganlah kamu membenciku. Hal itu akan berdampak engkau akan terlepas dari Agamamu. Salaman bertanya ; Bagaimana aku membencimu. Pada hal kami mendapat Hidayah karena keberadaanmu?. Engkau membenci Arab maka kau telah membenciku._ (HR. At Tirmidzi No. 3927, katanya: hasan. Ahmad No. 23731, Al Hakim dalam _Al Mustadrak_ No. 6995, katanya: shahih. Sebagian ulama yg lain menilai hadits ini doif). *Keenam* ------------------ PENGUASA YANG SUFAHA ليأتين على الناس زمان يكون عليكم امراء سفهاء يقدمون شرار الناس و يظهرون بخيارهم ويؤخرون الصلاة فمن ادرك منكم فلا يكون عريفا ولا شرطيا ولاجابيا ولا خازنا. Akan datang suatu masa kepada umat manusia, pemimpinnya adalah sufaha, lebih mengutamakan orang-orang jahat sebagai pembantunya namun mereka mencitrakannya sebagai orang-orang baik. Mereka selalu mengakhirkan sholat. Barang siapa yang mendapatkan zaman tersebut, janganlah mau menjadi mentrinya, polisinya, pemungut pajakanya dan bendaharanya. *(Hadits Shohih menurut Ibnu Hibban. Dan Hasan menurut Al Albani )* AlQuran menyebut 3 golongan manusia sebagai sufaha. Sufaha asal artinya orang-orang yang kurang waras. 1. Orang-orang munafiqin (Albaqoroh ; 13) 2. Orang-orang yang menentang hukum Allah (yahudi) (Albaqoroh ; 142) 3. Orang yang tidak mampu mengelola keuangan pribadi (apa lagi negara) (An nisa ; 5) *Ketujuh :* ---------- ZINA DAN RIBA MERAJA LELA Rasulullah ﷺ bersabda dalam suatu riwayat : Dari Ibnu ‘Abbas _Radhiallahu ‘Anhuma,_ bahwa Nabi ﷺ bersabda: إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ حَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللهِ _Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri maka mereka telah menghalalkan azab yang ditetapkan Allah ﷻ ._ (HR. Al Baihaqi, _Syu’abul Iman_ No. 5416. Al Hakim, Al Mustadrak No. 2261, kata Al Hakim: _shahihul isnad_. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam _Shahihul Jami’_ No. 679). *Kedelapan :* ------------- JUMLAH ULAMA SEMAKIN SEDIKIT Rasulullah ﷺ bersabda: إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا _Sesungguhnya Allah tidaklah menghapuskan ilmu begitu saja dari manusia. Tapi dihapuskannya dengan mewafatkan ulama, sampai Ulama tidak tersisa. Manusia pun mengambil tokoh-tokoh bodoh, lalu mereka ditanya, dan berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan._ (HR. Al Bukhari) *Kesembilan :* -------------- KONDISI UMAT TIDAK BERKUALITAS. Rasulullah ﷺ bersabda: يوشك الأمم أن تداعى عليكم، كما تداعى الأكلة إلى قصعتها. فقال قائل: ومِن قلَّةٍ نحن يومئذ؟ قال: بل أنتم يومئذٍ كثير، ولكنكم غثاء كغثاء السَّيل، ولينزعنَّ الله مِن صدور عدوِّكم المهابة منكم، وليقذفنَّ الله في قلوبكم الوَهَن. فقال قائل: يا رسول الله، وما الوَهْن؟ قال: حبُّ الدُّنيا، وكراهية الموت "Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk." Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian, dan akan menanamkan ke dalam hati kalian Al Wahn." Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, apa itu Al Wahn?" beliau menjawab: "Cinta dunia dan takut mati." (HR. Abu Daud No. 3745. Syaikh Bin Baaz mengatakan: hasan. Lihat _Majmu' Al Fatawa,_ 5/106). Subhanallah... Betapa gambaran yang telah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ diatas sangat identik dengan realita yang sedang dialami oleh Umat Islam saat ini. Tentu sebagai Muslim kita merasa gelisah, sering muncul perasaan khawatir yang sangat dengan kondisi Negri kita saat ini. Kendati demikian ... SEBAGAI MUKMIN KITA TETAP TIDAK BOLEH BERPUTUS ASA. Karena ... Harapan kebangkitan Umat Islam tetap masih ada, selama masih ada kelompok yang baik atau pribadi yang sholih : 🔲 Para Ulama dan Umat bersatu dengan tekad bersama-sama berjuang dalam Menegakkan Kalimatullah. Allah ﷻ berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا _Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama!_ (QS. An Nisa: 71) 🔲 Para Pemuda Muslim siap untuk bangkit dan memiliki semangat bagai Pemuda As-Habul Kahfi.* نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى _Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk_. (Qs. Al Kahfi: 13) 🔲 Umat Islam sadar bahwa dirinya harus meningkatkan taqwa-nya kepada Allah ﷻ dan berusaha untuk istiqomah dijalan taqwa itu. Dari Tsauban _Radhiallahu ‘Anhu_, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ _“Ada segolongan (thaifah) umatku yang senantiasa di atas kebenaran, tidaklah memudharatkan mereka orang-orang yang memusuhi mereka, sampai Allah datangkan urusannya (kiamat), dan mereka tetap demikian.”_ (HR. Muslim No. 1920, At Tirmidzi No. 2229, Ibnu Majah No. 6). 🔲 Ulama dan Umat memiliki keberanian menasihati Pemimpin yang dzalim. Dari Abu Sa'id Al Khudri _Radhiallahu 'Anhu_, bahwa Nabi ﷺ bersabda: إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةَ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ _Sesungguhnya jihad yang paling agung adalah mengutarakan perkataan yang benar dihadapan pemimpin yang zalim._ (HR. At Tirmidzi No. 2329, katanya: hasan). Mari kita renungkan Nasihat Imam Hasan Al Banna saat kita berada dalam situasi sulit seperti saat ini : ﺣﺘﻰ ﺗﻌﻠﻤﻮﺍ ﺃﻻ ﻣﻠﺠﺄ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻻ ﺗﻨﺘﻈﺮﻭﺍ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻨﺼﺮ ﻭﺍﻟﺘﺄﻳﻴﺪ ﻓﺄﻟﺤﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﺟﺘﻬﺪﻭﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻤﻞ PERTAMA : ----------- "Agar kalian semua tahu dan menyadari betul, bahwa tidak ada tempat bersandar kecuali kepada Allah. KEDUA : --------- Dan agar jangan pernah kalian menanti dukungan dan kemenangan kepada seorangpun kecuali kepada Allah. KETIGA : --------- Oleh karenanya ikhwah sekalian, merengeklah kepada Allah dalam doa-doa kalian. KEEMPAT : ----------- Dan bersungguh-sungguhlah dalam beramal !" Masya Allah ... Sungguh nasihat yang begitu tepat bagi kaum Muslimin negri ini. Wahai Saudaraku ... Marilah kita segera bertaubat dan merengek-rengek kepada Allah ﷻ agar kita segera terlepas dari Kezaliman Penguasa dan Fitnah Media sebagaimana yang kita alami saat ini.@BE والله أعلم بالصواب Diolah dari beberapa Tulisan. 📝 : Ustadz Abdul Aziz Abdur Ro'uf, Lc حفظه الله تعالى Published by : _____________________ MQM Membangun Pribadi Q U R 'A N I ============== Jakarta, 3 Feb 2017
0 notes
arundayare · 1 year
Video
youtube
Meninggalnya Syaidah Aminah, dan Kondisi Rosululloh Bersama Kakeknya Abd...
0 notes
arundayare · 1 year
Video
youtube
sejarah bangsa arab
History of the Arabs
1 note · View note
belajarislamonline · 5 years
Photo
Tumblr media
Hadits 6: Kebersihan Agama dan Kehormatan
(Halal, Haram, dan Syubhat)
Matan Hadits Keenam:
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس،ِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً . أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ)  رواه البخاري ومسلم .
Dari Abu Abdullah An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Ketahuilah setiap raja memiliki pagar (aturan), aturan Allah adalah larangan-laranganNya. Sesungguhnya di  dalam tubuh terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadits:
Imam Bukhari dalam Shahihnya No.52, 1946
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1599
Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1221
Imam Ibnu Majah Sunannya No. 3984
Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 3329
Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 2531
Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10180
Kandungan Hadits Secara Global:
Pertama, hadits ini menyebutkan bahwa hukum ada tiga macam:
Yang jelas halal, seperti minum air putih, makan buah-buahan, memakai pakaian yang pantas dan menutup aurat, berbuat baik, berkata yang baik, dan lainnya.
Yang jelas haram, seperti zina, judi, mencuri, makan riba, babi, minum khamr, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya.
Yang masih samar (syubhat) statusnya, yang terjadi karena dalilnya ada tapi multi tafsir, atau jelas maknanya namun lemah riwayatnya, atau kuat riwayatnya tapi tidak jelas dan tegas maksudnya.
 Kedua, anjuran untuk menghindari syubhat, sebab sangat mungkin  akan jatuh ke yang haram, demi menjaga kehormatan agamanya (hak Allah Ta’ala) dan kehormatan dirinya (terkait dengan hak dirinya sendiri di hadapan manusia).
Ketiga, pengabaran tentang sangat pentingnya kedudukan hati dalam diri manusia. Tidaklah seseorang itu menjadi  baik dengan segala bentuk perbuatannya,  jika tanpa memiliki  hati yang baik. Begitu pula hati yang jahat akan  menampilkan perbuatan yang jahat pula.
Oleh karena itu, pembinaan dan penjagaan terhadap hati dari berbagai penyakitnya seperti; sombong, kikir, serakah, dengki, putus asa, cinta dunia, takut mati, dendam, cinta maksiat, benci ketaatan, dan lainnya, adalah kewajiban agama yang utama yang tidak pernah sepi dari pembahasan kitab para ulama Islam. Sebaliknya, kita dituntut untuk membina hati agar menjadi pribadi yang rendah hati, sabar, bersyukur, zuhud (tidak dikuasai dunia), qana’ah (puas dengan pemberian Allah), dermawan, husnuzhan dengan Allah, lapang dada, pemberani, cinta kebaikan, benci kemaksiatan dan lainnya.
Makna Kalimat:
 عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ : Dari Abi Abdillah (Ayahnya Abdullah), ini adalah nama kun-yahnya.
:النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر An Nu’man bin Bisyir, ini adalah nama aslinya, An Nu’man anak dari Bisyir.
An-Nu’man dilahirkan tahun kedua hijriyah. Dia termasuk shigharush shahabah (sahabat nabi yang junior). Dia mendengarkan hadits langsung dari Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam. Banyak para tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya.  Dalam hidupnya dia pernah menjadi Amir (gubernur) nya Muawiyah di Kufah, pernah juga jadi Hakim di Damaskus, dan memimpin di kota Himsh. Dia wafat akhir tahun 64 Hijriyah, karena di bunuh oleh Khalid bin Khala. Ada juga yang mengatakan dibunuh oleh penduduk Himsh karena dia mengajak berbai’at kepada Ibnu Zubeir untuk memberontak melawan khalifah. (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam An Nubala, 3/412. Cet. 9. 1993M-1413H. Muasasah Ar Risalah)
: رضي الله عنهما semoga Allah meridhai keduanya, yakni An Nu’man dan ayahnya yakni Bisyir.
Bisyir adalah Basyir bin Sa’ad, orang Anshar dari suku Khazraj. Pemimpin yang berilmu di masyarakatnya, dan termasuk syuhada Badar.
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: : Dia (An–Nu’man) berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Ini menunjukkan bahwa An Nu’man bin Bisyir mendapatkan hadits ini secara langsung dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tanpa perantara.
 :   إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ  Sesungguhnya yang halal itu jelas, yaitu meyakinkan, pasti, tegas, dan tanpa adanya keraguan dan kesamaran.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam Al-Qur’an
Yang halal adalah yang telah Allah Ta’ala halalkan dalam Al Quran, seperti mubasyarah (bercumbu) dengan istri pada malam Ramadhan. Sesuai ayat:
  أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah, 2: 187)
Contoh lain sangat banyak, halalnya makanan (dan minuman) yang baik-baik .
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
“Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al Baqarah, 2: 57)
Halalnya semua hewan laut, Allah Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.” (QS. Al Maidah, 5:96)
Halalnya sembelihan ahli kitab, Allah Ta’ala befirman:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.”  (QS. Al Maidah, 5: 5)
Halalnya jual beli, Allah Ta’ala berfirman:
…وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ…
“ … padahal Allah telah menghalalkan jual beli ..” (QS. Al Baqarah, 2: 275), dan banyak lainnya.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam As-Sunnah
Yang dihalalkan secara pasti dalam As Sunnah, seperti halalnya bercumbu dengan isteri yang sedang haid selama tidak digauli.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلا النِّكَاحَ
“Lakukan apa saja (kepada mereka), kecuali menggaulinya.” (HR. Muslim No. 302, Ibnu Hibban No. 1362, Ahmad No. 12354, 13576, Ibnu Majah No. 644, dengan lafaz: …kecuali jima’)
Halalnya daging dua bangkai (ikan dan belalang). Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang laut:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut suci, dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud No. 83, Ibnu Majah No. 386)
 Hadits lain dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya:
 أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ.فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu majah No. 3314, Ahmad No. 5723. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan; hasan, sebenarnya sanad hadits ini dhaif karena Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, seorang rawi yang dhaif. Namun, hadits ini banyak jalur lain yang menguatkannya. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1118, Misykah Al Mashabih No. 4232)
Tentang halalnya dhabb  (biawak gurun), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Shahih Muslim dan lainnya:
لَسْت بِآكِلِهِ وَلَا مُحَرِّمه
“Aku tidak memakannya namun  itu tidak diharamkan.”
 Dalam riwayat lain:
لَا آكُلهُ وَلَا أُحَرِّمهُ
“Aku tidak memakannya namun aku  tidak mengharamkannya.”
 Dalam riwayat lain:
كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَال وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Makanlah dia itu halal, tetapi bukan termasuk makananku.”
Dalam riwayat lain:
أَنَّهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَده مِنْهُ فَقِيلَ : أَحَرَام هُوَ يَا رَسُول اللَّه ؟ قَالَ : لَا وَلَكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدنِي أَعَافهُ
 “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya (menolak) darinya. Ditanyakan: “Apakah biawak itu haram ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi itu bukan makanan di negeri saya, makanan ini membuat aku mual.” (Semua hadits ini shahih, lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/430. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Yang dihalalkan karena tidak ada dalil yang mengatakan HARAM, Imam Asy Syaukani mengatakan ketika menafsirkan Al Baqarah ayat 29:
وفيه دليل على أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل، ولا فرق بين الحيوانات وغيرها  مما ينتفع به من غير ضرر
Di dalamnya ada dalil bahwa hukum asal dari segala sesuatu ciptaan adalah mubah (boleh) sampai tegaknya dalil yang menunjukkan perubahan hukum asal ini. Tidak ada perbedaan antara hewan-hewan atau selainnya, dari apa-apa yang dengannya membawa manfaat, bukan kerusakan. (Fathul Qadir, 1/64. Mawqi Ruh Al Islam)
Berkata Imam Muhammad  At Tamimi rahimahullah:
أن كل شيء سكت عنه الشارع فهو عفو لا يحل لأحد أن يحرمه أو يوجبه أو يستحبه أو يكره
“Bahwa segala sesuatu yang didiamkan oleh syari’ (pembuat syariat), maka hal itu dimaafkan (mubah), tidak boleh bagi seorang pun untuk mengharamkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan, atau memakruhkan.” (Imam Muhammad  At Tamimi, Arba’u Qawaid Taduru Al Ahkam ‘Alaiha, Hal. 3)
:الحَرَامَ بَيِّنٌ Yang haram itu jelas,yaitu keharaman yang yakin, pasti, tegas dan tidak ada keraguan.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam Al-Qur’an
Yang haram sesuai penjelasan Al Quran, seperti haramnya khamr, judi, makanan untuk berhala, mengundi nasib.  Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah kotor, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah, 5: 90)
Haramnya zina, Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra, 17: 32)
Haramnya membunuh, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).” (QS. An Nisa, 4: 92)
Haramnya babi, bangkai, darah, sembelihan bukan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (QS.  Al Baqarah (2):173), dan lain sebagainya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam As-Sunnah
Yang haram sesuai penjelasan As Sunnah, seperti haramnya mencela sesama muslim.
Dari beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah kufur.” (HR. Bukhari No. 48,5687, 6665, Muslim No. 116, At Tirmidzi No. 2771, 2772, Ibnu Majah No. 3939, 3940. Ahmad No. 3647, Ibnu Hibban No. 5939, Al Khathib dalam At Tarikh, 13/158, dari jalur Yahya. Ath Thayalisi No. 248,  Abu ‘Awanah, 1/24. Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar, 1/365, Ibnu Mandah No. 654, 655, dan lain-lain)
Haramnya mendatangi dan percaya kepada peramal/dukun/paranormal. Dari sebagian isterinya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi peramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim No. 2230)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من أَتَى عَرَّافًا أو كاهنًا فصَدَّقه بما يقولُ ، فقد كَفَر بما أُنْزِلَ على مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1627, 16274. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 15, katanya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Abu Ya’ala dalam Musnadnya No. 5408, dari Ibnu Mas’ud)
Haramnya penangkal/jimat. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
“Sesungguhnya ruqyah, penangkal, dan pelet, adalah syirik.” (HR. Abu Daud No. 3883, Ibnu Majah No. 3530, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 19387. Syaikh Al Albani menyatakan: shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 1632)
Haramnya patung/lukisan makhluk bernyawa. Dalam Shahih Muslim ada bab:
بَاب تَحْرِيمِ تَصْوِيرِ صُورَةِ الْحَيَوَانِ وَتَحْرِيمِ اتِّخَاذِ مَا فِيهِ صُورَةٌ غَيْرُ مُمْتَهَنَةٍ بِالْفَرْشِ وَنَحْوِهِ وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ عَلَيْهِمْ السَّلَام لَا يَدْخُلُونَ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَلَا كَلْبٌ
“Bab Haramnya  melukis Lukisan Hewan dan Haramnya memanfaatkan sesuatu yang  terdapat lukisan yang tidak usang, baik di permadani atau semisalnya. Dan, malaikat ‘Alaihimussalam tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat lukisan dan anjing.”
Hadits-hadits shahih tentang ini sangat banyak, baik yang menyebutkan shuurah (lukisan) atau tamaatsil (patung). Namun, dikecualikan lukisan yang  selain makhluk bernyawa.
Dan lain-lainnya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan Karena adanya Kaidah-kaidah
Yang Haram karena kaidah-kaidah, walau pun di Al Quran dan As Sunnah tidak disebutkan pengharamannya secara khusus dan manthuq (tersurat):
Setiap minuman yang memabukkan adalah haram. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap minuman yang memabukkan, maka itu haram.” (HR. Bukhari No. 239, 5263, 5264.  Muslim No. 2001, Malik dalam Muwatha’ No. 1540, Ibnu Majah No. 3386, Ibnu Hibban No. 5345, At Tirmidzi No. 1925, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 24)
Jadi walaupun minuman tersebut tidak berakohol tetapi memabukkan tetap haram apapun nama, merk, dan istilah minuman itu walau dinamakan jamu dan suplemen.
Haramnya makan hewan buas, taring, cakar tajam. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,  dia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْر
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang memiliki cakar.” (HR. Muslim No. 1934, Abu Daud No. 3803, Ad Darimi No. 1982, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No.92, 19141, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 357, dari jalur Ali bin Abi Thalib, juga No. 2690. Ahmad No. 2194)
Imam Ibnu Mundzir rahimahullah mengatakan:
وأجمع عوام أهل العلم أن كل ذي ناب من السباع حرام.
“Umumnya, para ulama telah ijma’(sepakat), bahwa semua yang memiliki bertaring dari binatang buas adalah haram.” (Kitabul Ijma’ No. 740)
Haramnya perbuatan merusak dan membahayakan diri sendiri. Allah Ta’ala berfirman: “..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ..” (QS. Al Baqarah, 2: 195)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, dari berbagai sahabat:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Jangan melakukan dharar (kerusakan, kebinasaan), dan jangan menjadi rusak.” (HR.  Ahmad No. 2865, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Malik dalam Al Muwaththa’ No. 1429, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 11657, 11166, 20230. Ad Daruquthni No. 83, 288)
Dari  ayat dan hadits ini  maka para ulama menetapkan keharaman perilaku apa pun yang merusak diri sendiri dan orang lain, walau secara tekstual hal tersebut tidak disebutkan namanya;  seperti rokok, ganja, dan NAZA.
Haramnya Perbuatan yang Menjadi Sarana Menuju Keharaman
Contoh:  jalan-jalan ke pasar adalah perbuatan boleh, tetapi dengan ke pasar itu ia bermaksud sengaja bebas  melihat aurat. Maka ke pasar dalam keadaan seperti ini menjadi terlarang baginya. Berzina adalah haram maka berbuatan apa pun yang ‘nyerempet’ kepada zina juga haram.
Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh:
وَمَا أَدَّى إلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ .
“Apa saja yang membawa kepada yang haram, maka dia  juga haram.” (Imam Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/ 402)
 Kaidah ini berasal dari ayat berikut: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al Isra, 17: 32)
 Catatan:
Banyak sekali perkara yang diperselisihkan para ulama sejak dulu sampai sekarang tentang hukum dari benda atau perbuatan. Contoh:
Mencukur janggut. Imam empat madzhab mengharamkan, sementara Al Qadhi Iyadh dan Imam An Nawawi, Syaikh Al Qaradhawi, mengatakan makruh. Tetapi, mereka tetap mencela pelakunya, bahkan Imam An Nawawi dan Imam Al Ghazali menyebut sebagai kemungkaran. Sedangkan Syaikh Abu Zahrah menyatakan mubah, karena menurutnya jenggot hanya tradisi, tetapi ini pendapat lemah.
Mendengarkan nyanyian yang baik-baik. Jumhur ulama membolehkan, selama tidak dibarengi hal yang munkar, tidak lalai dari kewajiban agama dan dunia, dan tidak berlebihan. Sementara Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud tetap mengharamkan. Sedangkan nyanyian yang cabul, mendorong untuk maksiat, maka tak ada perbedaan pendapat tentang keharamannya.
Mendengarkan musik. Kebanyakan ulama mengharamkannya, termasuk pendapat Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Al Albani, Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan, dan lainnya. Namun Imam Ibnu hajar Al Haitami menyebutkan ada 12 pendapat dalam hal ini. Sedangkan Imam Said bin Jubeir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Thahir, Imam Al Ghazali, Syaikh Ali Ath Thanthawi, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Ahmad Asy Syurbasi, Syaikh ‘Athiyah Saqr, Syaikh Jad Al Haq, Syaikh Ali Jum’ah mengatakan boleh, dengan syarat tidak dibarengi dengan hal yang munkar, tidak sampai melalaikan, dan tidak dengan musik-musik yang digunakan oleh ahli maksiat, sebagaimana disyaratkan oleh Imam Al Ghazali.
Isbal (memakai kain, gamis, dan celana panjang melebihi mata kaki). Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan jumhur ulama mengatakan tidak haram, dengan syarat tidak dibarengi khuyala (sombong). Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Muflih, Syaikh Al Qaradhawi, dan umumnya para ulama Al Azhar mengatakan MUBAH, bila tanpa sombong, jika sombong maka haram. Sedangkan Imam Asy Syafi’i, Al Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnu Qudamah, Imam An Nawawi, Imam Asy Syaukani, mengatakan MAKRUH jika tanpa sombong, jika sombong maka haram. Ada pun Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Adz Dzahabi, Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Al Albani, mengatakan HARAM walau tanpa sombong, jika dengan sombong maka lebih haram lagi.
Membom musuh dengan mengorbankan diri. Kebanyakan ulama membolehkan dengan syarat dilakukan menurut perhitungan matang dan di negeri perang. Mereka adalah Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Tha’mah Al Qadah, Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Muhammad Az Zuhaili, Syaikh Nashir Sulaiman ‘Umar, Syaikh Nashir Al ‘Ulwan, Syaikh Nawal Hail At Takruri, Syakh Farid Washil, Syaikh ‘Aidh Al Qarni, Syaikh Salman Fahd Al ‘Audah, Syaikh Safar Al Hawali, Syaikh Hamud ‘Uqla Asy Syu’aibi, Fatwa Nahdhatul Ulama tahun 2003 M, para ulama Palestina, dan lain-lain. Menurut mereka pelakunya adalah syahid. Sedangkan Syaikh Al Albani membolehkan jika atas izin khalifah. Ada pun Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Hasan Ayyub, dan lainnya mengatakan haram dan itu merupakan bunuh diri.
Daging Kodok. Jumhur ulama mengatakan haram dimakan, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang membunuh Kodok (juga semut, burung Hud Hud, Shurad, dan lebah). Ada pun Imam Malik membolehkan, karena menurutnya tidak ada dalil yang melarangnya.
Mayoritas ulama mengharamkan seperti Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i, Imam An Nawawi, Imam Ar Rafi’i, Imam Zakaria Al Anshari, sedangkan Imam Hasan Al Bashri dan Imam Ahmad memakruhkan saja.
Mayoritas ulama mengatakan mubah. Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abi Laila, Imam Syafi’i, Abu Tsaur, An Nawawi, Laits, juga Imam Malik dalam satu riwayat darinya. Sedangkan Abu Hurairah dan Imam Ahmad mengharamkan, dan Imam Abu Hanifah memakruhkan.
Dan lainnya.
Selanjutnya:
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات : dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar
Bainahuma – Di antara keduanya yakni diantara halal dan haram, artinya secara asal dia bukan termasuk haram, dan juga bukan termasuk halal.
Umuurun Musytabihaat – perkara yang samar  yakni perkara yang belum jelas hukum halal haramnya. (Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari, At Tuhfah Ar Rabbabiyah, No. 6. Maktabah Al Misykah)
Menurut Syaikh Al ‘Utsaimin,  ketidak jelasan ini disebabkan beberapa hal:
Ketidak jelasan dalil; jika dalilnya dari hadits, apakah haditsnya shahih atau tidak?
Kalau pun shahih, apakah hadits tersebut secara makna memang mengarah pada hukum perkara tersebut atau tidak? (Syarhul Al Arba’in, Hal. 107. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Secara Bahasa (lughah) arti syubhat adalah  Al Mitsl  (serupa, mirip) dan iltibas (samar, kabur, tidak jelas, gelap, sangsi). Maka, sesuatu yang dinilai syubhat  belum memiliki hukum yang sama dengan haram atau sama dengan halal. Sebab mirip halal bukanlah halal, dan mirip haram bukanlah haram.  Maka, tidak ada kepastian hukum halal atau haramnya, masih samar dan gelap.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id radhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam mengkategorikan perkara syubhat:
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang haram. Alasan mereka adalah ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram.”
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang halal. Alasan mereka adalah ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain.” Ini menunjukkan dia belum masuk keharaman, namun sebaiknya kita bersikap wara’ (hati-hati) untuk
Kelompok yang mengatakan bahwa syubhat bukanlah halal dan bukan pula haram, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa halal dan haram adalah jelas, maka hendaknya kita bersikap seperti itu. Tetapi meninggalkannya adalah lebih baik, dan hendaknya bersikap wara’. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 44. Maktabah Al Misykah)
Pendapat kelompok ketiga inilah yang nampaknya lebih kuat. Hal ini diperkuat lagi oleh ucapan Nabi:
 لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah:
وفيه دليل على أن الشبهة لها حكم خاص بها يدل عليه دليل ��رعي يمكن أن يصل إليه بعض الناس.
“Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hukum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
Contoh Perkara Syubhat:
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata: ‘Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya’. Sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata, ‘Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan di tempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda: ‘Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini’. Sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.’
Abd bin Zam’ah adalah Saudara laki-laki dari Saudah (istri Nabi). Dan, Rasulullah menetapkan bahwa anak laki-laki tersebut adalah hak (saudara) dari Abd bin Zam’ah. Tetapi, ternyata Rasulullah memerintahkan Saudah untuk berhijab (menutup aurat) di depan laki-laki tersebut, padahal Saudah juga saudara dari Abd bin Zam’ah. Perintah ini disebabkan kesamaran (syubhat) pada masalah ini dan ini menunjukan kehati-hatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain:
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al An’am, 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah, “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu.”
لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah:
يعني هذه المشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس ويعلمهن كثير، فكثير لا يعلم وكثير يعلم، ولم يقل : لايعلمهن أكثر الناس، فلو قال:لا يعلمهن أكثر الناس لصار الذين يعلمون قليلاً.
إذاً فقوله لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ إما لقلة علمهم، وإما لقلة فهمهم، وإما لتقصيرهم في المعرفة.
“Yaitu perkara syubhat ini, banyak (katsir) manusia yang tidak mengetahuinya dan banyak juga yang mengetahuinya, maka banyak yang tidak tahu dan banyak yang tahu. Tidak dikatakan: lebih banyak manusia (aktsar) yang tidak mengetahuinya, seandainya dikatakan: lebih banyak manusia yang  tidak mengetahuinya, maka yang tahu sedikit. Jadi, ucapan Nabi: Banyak manusia yang tidak mengetahuinya, baik karena sedikitnya ilmu mereka, sedikit pemahaman mereka, dan karena terbatasnya pengetahuan mereka.” (Syarhul Arba’in, Hal. 107)
Sementara dalam riwayat Imam At-Tirmidzi tertulis:
لاَ يَدْرِى كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ اَمِنَ اْلحَلاَلِ هِيَ اَمِ اْلحَرَامِ
“Banyak manusia yang tidak tahu, manakah yang halal itu dan mana yang haram.” (HR. At Tirmidzi No. 1205, katanya: hasan shahih)
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ : Barangsiapa yang  bertaqwa (takut/menghindar) dari yang samar
Yaitu meninggalkannya dan memelihara diri darinya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah,  No. 6) Yaitu menjauhinya. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه : berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya
Yaitu dia telah menjaga hubungan antara dirinya dengan Allah Ta’ala dan hubungan antara dirinya di hadapan manusia. Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah:
لِدِيْنِهِ فيما بينه وبين الله تعالى وَعِرْضِهِ فيما بينه وبين الناس، لأن الأمور المشتبهة إذا ارتكبها الإنسان صار عرضة للناس يتكلمون في عرضه بقولهم: هذا رجل يفعل كذا ويفعل كذا، وكذلك فيما بينه وبين الله تعالى.
“Bagi agamanya yaitu antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Dan, Bagi kehormatannya yaitu antara dirinya dan manusia. Karena perkara syubhat jika dikerjakan manusia, maka manusia akan membicarakan kehormatannya dengan mengatakan: orang ini mengerjakan ini dan mengerjakan itu. Dan demikian juga antara dirinya dan Allah Ta’ala.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
Syaikh Ismail Al Anshari rahimahullah mengatakan:
استبرأ لدينه : طلب البراءة له من الذم الشرعي وحصلها له .وعرضه : يصونه عن كلام الناس فيه بما يشينه ويعيبه . والعرض : موضع المدح والذم من الإنسان .
“Menyelamatkan agama yaitu melakukan pemutusan terhadap hal-hal yang dicela syariat dan dia berhasil. Dan kehormatannya yaitu dia telah melindungi dirinya dari omongan manusia  tentang apa yang dilakukannya dan yang menjadi aibnya. Al ‘Irdhu adalah tempat bagi pujian dan celaan dari manusia.” (At Tuhfah Ar Rabbaniyah No. 6)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:
برأ دينه من النقص وعرضه من الطعن فيه، لأن من لم يعرف باجتناب الشبهات لم يسلم لقول من يطعن فيه، وفيه دليل على أن من لم يتوق الشبهة في كسبه ومعاشه فقد عرض نفسه للطعن فيه، وفي هذا إشارة إلى المحافظة على أمور الدين ومراعاة المروءة.
“Dia telah menjaga agamanya dari kekurangan dan kehormatannya dari celaan, karena orang yang tidak mengetahui bagaimana menjauhi syubhat tidak akan selamat dari ucapan orang yang mencelanya. Hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang yang tidak ada keinginan kuat terhadap syubhat maka dia telah menghalangi dirinya dari celaan, dan ini terdapat isyarat agar menjaga urusan dunia dan melindungi muru’ah (kewibawaan).” (Fathul Bari, 1/127)
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ : barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram
Yaitu barangsiapa yang melakukan perbuatan samar-samar dia akan berpotensi jatuh ke perbuatan haram, sebab hal itu merupakan kecerobohan sekaligus sikap tidak wara’ (hati-hati) terhadap batasan syariat.
Kalimat ini memiliki dua makna:
Membiasakan diri melakukan syubhat adalah haram.
Kalimat yang bernada prefentif agar tidak terjatuh pada keharaman. (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 197)
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id rahimahullah juga mengatakan:
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran.”
Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. : seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya.
Yaitu karena kecerobohan, kebodohan, dan kecerobohannya dia mendekati  daerah yang bukan haknya, hingga akhirnya ia terjebak di dalam daerah terlarang tersebut.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan: “Ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47-48. Maktabah Al Misykah)
أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً . : Ketahuilah setiap raja memiliki pagar /penjagaan/aturan
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah:
حمى : موضعا يحميه عن الناس ، ويتوعد من دخل إليه أو قرب منه ، بالعقوبة الشديدة .
“Himaa: tempat yang dijaga dari manusia dan diancam bagi siapa saja yang memasuki atau mendekatinya dengan hukuman yang keras.” (At Tuhfah Rabbaniyah, No 6)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
فمثل لهم النبي صلى الله عليه وسلم بما هو مشهور عندهم
“Maka, hal ini diumpamakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena ini masyhur bagi mereka.” (Fathul Bari, 1/128)
 أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ: ketahuilah aturan Allah adalah apa-apa yang diharamkanNya.
Yaitu perbuatan yang dilarangNya dan meninggalkannya adalah wajib, karena perbuatan tersebut mendatangkan dosa dan siksa bagi pelakunya.
  أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً : ketahuilah sesungguhnya dalam jasad terdapat mudghah
أَلا (ketahuilah) adalah harf istiftah (huruf pembuka) yang menunjukkan adanya penekanan pada kalimat setelahnya. Hal ini diulang-ulang menunjukkan adanya keadaan dan kondisi yang begitu besar  yang mencakup di dalamnya. (At Tuhfah, No. 6)
Mudghah adalah  Qith’ah Lahm – sepotong daging.
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَس��دُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ : jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.”
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id  Rahimahullah mengatakan:
“Yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya.”
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj (22):46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 48).  Selesai syarah hadits keenam.
  Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/04/09/hadits-6-kebersihan-agama-dan-kehormatan/
0 notes
ariyantibm · 4 years
Text
HALAQAH SILSILAH ILMIYAH 5
Beriman kepada hari akhir
Asy-Syafa'atul Udzma (Syafaat Yang Paling Besar)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-36 dari Silsilah Beriman Kepada Hari Akhir adalah tentang "Asy-Syafa'atul Udzma (Syafaat Yang Paling Besar)"
Asy-Syafa'atul Udzma adalah syafaat yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ untuk para penduduk Padang Mahsyar. Yang isinya adalah permintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, supaya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyegerakan hari keputusan. Dinamakan Asy-Syafa'atul Udzma atau syafaat yang paling besar karena syafaat ini diperuntukkan bagi seluruh manusia, yang mukmin maupun yang kafir.
Ketika sudah memuncak kesusahan di Padang Mahsyar, terik matahari, keringat yang menggenang, waktu yang sangat lama dalam keadaan takut yang sangat menunggu hari keputusan, maka manusia ingin disegerakan hari keputusan tersebut. Mereka mendatangi orang-orang yang memiliki kedudukan mulia. Supaya memohon kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى agar menyegerakan hari keputusan. Dan membebaskan mereka dari kesusahan yang berkepanjangan di Padang Mahsyar.
Pertama-tama, mereka mendatangi Nabi Adam 'Alaihissalam bapak mereka, manusia yang pertama. Namun beliau enggan, meminta uzur dan merasa tidak berhak, karena beliau 'Alaihissalam pernah memaksiati Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan memakan sesuatu yang dilarang. Kemudian Nabi Adam 'Alaihissalam menyuruh manusia mendatangi Nabi Nuh, Rasul yang pertama yang diutus kepada manusia.
Beliau juga enggan dan merasa tidak berhak karena pernah meminta kepada Allah sesuatu yang tidak dibenarkan. Kemudian Nabi Nuh menyuruh manusia mendatangi Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, Kekasih Allah. Beliau juga enggan dan merasa tidak berhak, karena merasa pernah berdusta. Kemudian Nabi Ibrahim 'Alaihissalam menyuruh manusia mendatangi Nabi Musa 'Alaihissalam, seorang Nabi yang pernah diajak bicara oleh Allah.
Namun beliau enggan dan merasa tidak berhak karena pernah membunuh manusia tanpa diperintah oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Nabi Musa menyuruh manusia mendatangi Nabi Isa 'Alaihissalam. Beliau juga enggan dan merasa tidak berhak, akhirnya Nabi 'Isa 'Alaihissalam menyuruh manusia mendatangi Nabi Muhammad ﷺ. Kemudian mereka mengatakan,
يَا مُحَمَّدُ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ وَخَاتَمُ الْأَنْبِيَاءِ وَغَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ، اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلَا تَرَى مَا نَحْنُ فِيهِ أَلَا تَرَى مَا قَدْ بَلَغَنَا
Wahai Muhammad, engkau adalah Rasulullah, penutup para Nabi, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. Lakukanlah syafa'at, mintalah kepada Rabb-mu untuk kami. Bukankah kamu telah melihat bagaimana keadaan kami? Bukankah kamu melihat kesusahan kami?
Maka Beliau ﷺ menuju bawah 'Arsy Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan bersujud kepada Allah, kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mengilhamkan kepada beliau pujian-pujian kepada Allah yang belum pernah diajarkan sebelumnya kepada seorangpun. Kemudian dikatakan kepada Beliau ﷺ,
يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهْ اشْفَعْ تُشَفَّعْ، فَأَرْفَعُ رَأْسِي
Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah maka kamu akan diberi, lakukanlah syafaat, maka kamu akan dikabulkan syafaatmu (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah yang dimaksud dengan Maqomun Mahmud, yaitu kedudukan yang dipuji. Di mana beliau ﷺ akan dipuji oleh seluruh manusia yang telah Allah Subhanahu wa Ta'ala janjikan untuk beliau ﷺ sebagaimana di dalam Al-Quran
عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامً۬ا مَّحۡمُودً۬ا....
"....Semoga Rabb-mu membangkitkan dirimu pada kedudukan yang dipuji. (Al-Isra : 79)
itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu pada halaqah selanjutnya.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Link
(Halal, Haram, dan Syubhat)
Matan Hadits Keenam:
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس،ِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً . أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ)  رواه البخاري ومسلم .
Dari Abu Abdullah An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Ketahuilah setiap raja memiliki pagar (aturan), aturan Allah adalah larangan-laranganNya. Sesungguhnya di  dalam tubuh terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadits:
Imam Bukhari dalam Shahihnya No.52, 1946
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1599
Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1221
Imam Ibnu Majah Sunannya No. 3984
Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 3329
Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 2531
Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10180
Kandungan Hadits Secara Global:
Pertama, hadits ini menyebutkan bahwa hukum ada tiga macam:
Yang jelas halal, seperti minum air putih, makan buah-buahan, memakai pakaian yang pantas dan menutup aurat, berbuat baik, berkata yang baik, dan lainnya.
Yang jelas haram, seperti zina, judi, mencuri, makan riba, babi, minum khamr, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya.
Yang masih samar (syubhat) statusnya, yang terjadi karena dalilnya ada tapi multi tafsir, atau jelas maknanya namun lemah riwayatnya, atau kuat riwayatnya tapi tidak jelas dan tegas maksudnya.
 Kedua, anjuran untuk menghindari syubhat, sebab sangat mungkin  akan jatuh ke yang haram, demi menjaga kehormatan agamanya (hak Allah Ta’ala) dan kehormatan dirinya (terkait dengan hak dirinya sendiri di hadapan manusia).
Ketiga, pengabaran tentang sangat pentingnya kedudukan hati dalam diri manusia. Tidaklah seseorang itu menjadi  baik dengan segala bentuk perbuatannya,  jika tanpa memiliki  hati yang baik. Begitu pula hati yang jahat akan  menampilkan perbuatan yang jahat pula.
Oleh karena itu, pembinaan dan penjagaan terhadap hati dari berbagai penyakitnya seperti; sombong, kikir, serakah, dengki, putus asa, cinta dunia, takut mati, dendam, cinta maksiat, benci ketaatan, dan lainnya, adalah kewajiban agama yang utama yang tidak pernah sepi dari pembahasan kitab para ulama Islam. Sebaliknya, kita dituntut untuk membina hati agar menjadi pribadi yang rendah hati, sabar, bersyukur, zuhud (tidak dikuasai dunia), qana’ah (puas dengan pemberian Allah), dermawan, husnuzhan dengan Allah, lapang dada, pemberani, cinta kebaikan, benci kemaksiatan dan lainnya.
Makna Kalimat:
 عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ : Dari Abi Abdillah (Ayahnya Abdullah), ini adalah nama kun-yahnya.
:النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر An Nu’man bin Bisyir, ini adalah nama aslinya, An Nu’man anak dari Bisyir.
An-Nu’man dilahirkan tahun kedua hijriyah. Dia termasuk shigharush shahabah (sahabat nabi yang junior). Dia mendengarkan hadits langsung dari Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam. Banyak para tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya.  Dalam hidupnya dia pernah menjadi Amir (gubernur) nya Muawiyah di Kufah, pernah juga jadi Hakim di Damaskus, dan memimpin di kota Himsh. Dia wafat akhir tahun 64 Hijriyah, karena di bunuh oleh Khalid bin Khala. Ada juga yang mengatakan dibunuh oleh penduduk Himsh karena dia mengajak berbai’at kepada Ibnu Zubeir untuk memberontak melawan khalifah. (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam An Nubala, 3/412. Cet. 9. 1993M-1413H. Muasasah Ar Risalah)
: رضي الله عنهما semoga Allah meridhai keduanya, yakni An Nu’man dan ayahnya yakni Bisyir.
Bisyir adalah Basyir bin Sa’ad, orang Anshar dari suku Khazraj. Pemimpin yang berilmu di masyarakatnya, dan termasuk syuhada Badar.
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: : Dia (An–Nu’man) berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Ini menunjukkan bahwa An Nu’man bin Bisyir mendapatkan hadits ini secara langsung dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tanpa perantara.
 :   إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ  Sesungguhnya yang halal itu jelas, yaitu meyakinkan, pasti, tegas, dan tanpa adanya keraguan dan kesamaran.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam Al-Qur’an
Yang halal adalah yang telah Allah Ta’ala halalkan dalam Al Quran, seperti mubasyarah (bercumbu) dengan istri pada malam Ramadhan. Sesuai ayat:
  أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah, 2: 187)
Contoh lain sangat banyak, halalnya makanan (dan minuman) yang baik-baik .
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
“Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al Baqarah, 2: 57)
Halalnya semua hewan laut, Allah Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.” (QS. Al Maidah, 5:96)
Halalnya sembelihan ahli kitab, Allah Ta’ala befirman:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.”  (QS. Al Maidah, 5: 5)
Halalnya jual beli, Allah Ta’ala berfirman:
…وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ…
“ … padahal Allah telah menghalalkan jual beli ..” (QS. Al Baqarah, 2: 275), dan banyak lainnya.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam As-Sunnah
Yang dihalalkan secara pasti dalam As Sunnah, seperti halalnya bercumbu dengan isteri yang sedang haid selama tidak digauli.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلا النِّكَاحَ
“Lakukan apa saja (kepada mereka), kecuali menggaulinya.” (HR. Muslim No. 302, Ibnu Hibban No. 1362, Ahmad No. 12354, 13576, Ibnu Majah No. 644, dengan lafaz: …kecuali jima’)
Halalnya daging dua bangkai (ikan dan belalang). Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang laut:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut suci, dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud No. 83, Ibnu Majah No. 386)
 Hadits lain dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya:
 أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ.فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu majah No. 3314, Ahmad No. 5723. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan; hasan, sebenarnya sanad hadits ini dhaif karena Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, seorang rawi yang dhaif. Namun, hadits ini banyak jalur lain yang menguatkannya. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1118, Misykah Al Mashabih No. 4232)
Tentang halalnya dhabb  (biawak gurun), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Shahih Muslim dan lainnya:
لَسْت بِآكِلِهِ وَلَا مُحَرِّمه
“Aku tidak memakannya namun  itu tidak diharamkan.”
 Dalam riwayat lain:
لَا آكُلهُ وَلَا أُحَرِّمهُ
“Aku tidak memakannya namun aku  tidak mengharamkannya.”
 Dalam riwayat lain:
كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَال وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Makanlah dia itu halal, tetapi bukan termasuk makananku.”
Dalam riwayat lain:
أَنَّهُ ��َلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَده مِنْهُ فَقِيلَ : أَحَرَام هُوَ يَا رَسُول اللَّه ؟ قَالَ : لَا وَلَكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدنِي أَعَافهُ
 “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya (menolak) darinya. Ditanyakan: “Apakah biawak itu haram ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi itu bukan makanan di negeri saya, makanan ini membuat aku mual.” (Semua hadits ini shahih, lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/430. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Yang dihalalkan karena tidak ada dalil yang mengatakan HARAM, Imam Asy Syaukani mengatakan ketika menafsirkan Al Baqarah ayat 29:
وفيه دليل على أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل، ولا فرق بين الحيوانات وغيرها  مما ينتفع به من غير ضرر
Di dalamnya ada dalil bahwa hukum asal dari segala sesuatu ciptaan adalah mubah (boleh) sampai tegaknya dalil yang menunjukkan perubahan hukum asal ini. Tidak ada perbedaan antara hewan-hewan atau selainnya, dari apa-apa yang dengannya membawa manfaat, bukan kerusakan. (Fathul Qadir, 1/64. Mawqi Ruh Al Islam)
Berkata Imam Muhammad  At Tamimi rahimahullah:
أن كل شيء سكت عنه الشارع فهو عفو لا يحل لأحد أن يحرمه أو يوجبه أو يستحبه أو يكره
“Bahwa segala sesuatu yang didiamkan oleh syari’ (pembuat syariat), maka hal itu dimaafkan (mubah), tidak boleh bagi seorang pun untuk mengharamkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan, atau memakruhkan.” (Imam Muhammad  At Tamimi, Arba’u Qawaid Taduru Al Ahkam ‘Alaiha, Hal. 3)
:الحَرَامَ بَيِّنٌ Yang haram itu jelas,yaitu keharaman yang yakin, pasti, tegas dan tidak ada keraguan.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam Al-Qur’an
Yang haram sesuai penjelasan Al Quran, seperti haramnya khamr, judi, makanan untuk berhala, mengundi nasib.  Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah kotor, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah, 5: 90)
Haramnya zina, Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra, 17: 32)
Haramnya membunuh, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).” (QS. An Nisa, 4: 92)
Haramnya babi, bangkai, darah, sembelihan bukan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (QS.  Al Baqarah (2):173), dan lain sebagainya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam As-Sunnah
Yang haram sesuai penjelasan As Sunnah, seperti haramnya mencela sesama muslim.
Dari beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah kufur.” (HR. Bukhari No. 48,5687, 6665, Muslim No. 116, At Tirmidzi No. 2771, 2772, Ibnu Majah No. 3939, 3940. Ahmad No. 3647, Ibnu Hibban No. 5939, Al Khathib dalam At Tarikh, 13/158, dari jalur Yahya. Ath Thayalisi No. 248,  Abu ‘Awanah, 1/24. Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar, 1/365, Ibnu Mandah No. 654, 655, dan lain-lain)
Haramnya mendatangi dan percaya kepada peramal/dukun/paranormal. Dari sebagian isterinya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi peramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim No. 2230)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من أَتَى عَرَّافًا أو كاهنًا فصَدَّقه بما يقولُ ، فقد كَفَر بما أُنْزِلَ على مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1627, 16274. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 15, katanya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Abu Ya’ala dalam Musnadnya No. 5408, dari Ibnu Mas’ud)
Haramnya penangkal/jimat. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
“Sesungguhnya ruqyah, penangkal, dan pelet, adalah syirik.” (HR. Abu Daud No. 3883, Ibnu Majah No. 3530, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 19387. Syaikh Al Albani menyatakan: shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 1632)
Haramnya patung/lukisan makhluk bernyawa. Dalam Shahih Muslim ada bab:
بَاب تَحْرِيمِ تَصْوِيرِ صُورَةِ الْحَيَوَانِ وَتَحْرِيمِ اتِّخَاذِ مَا فِيهِ صُورَةٌ غَيْرُ مُمْتَهَنَةٍ بِالْفَرْشِ وَنَحْوِهِ وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ عَلَيْهِمْ السَّلَام لَا يَدْخُلُونَ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَلَا كَلْبٌ
“Bab Haramnya  melukis Lukisan Hewan dan Haramnya memanfaatkan sesuatu yang  terdapat lukisan yang tidak usang, baik di permadani atau semisalnya. Dan, malaikat ‘Alaihimussalam tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat lukisan dan anjing.”
Hadits-hadits shahih tentang ini sangat banyak, baik yang menyebutkan shuurah (lukisan) atau tamaatsil (patung). Namun, dikecualikan lukisan yang  selain makhluk bernyawa.
Dan lain-lainnya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan Karena adanya Kaidah-kaidah
Yang Haram karena kaidah-kaidah, walau pun di Al Quran dan As Sunnah tidak disebutkan pengharamannya secara khusus dan manthuq (tersurat):
Setiap minuman yang memabukkan adalah haram. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap minuman yang memabukkan, maka itu haram.” (HR. Bukhari No. 239, 5263, 5264.  Muslim No. 2001, Malik dalam Muwatha’ No. 1540, Ibnu Majah No. 3386, Ibnu Hibban No. 5345, At Tirmidzi No. 1925, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 24)
Jadi walaupun minuman tersebut tidak berakohol tetapi memabukkan tetap haram apapun nama, merk, dan istilah minuman itu walau dinamakan jamu dan suplemen.
Haramnya makan hewan buas, taring, cakar tajam. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,  dia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْر
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang memiliki cakar.” (HR. Muslim No. 1934, Abu Daud No. 3803, Ad Darimi No. 1982, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No.92, 19141, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 357, dari jalur Ali bin Abi Thalib, juga No. 2690. Ahmad No. 2194)
Imam Ibnu Mundzir rahimahullah mengatakan:
وأجمع عوام أهل العلم أن كل ذي ناب من السباع حرام.
“Umumnya, para ulama telah ijma’(sepakat), bahwa semua yang memiliki bertaring dari binatang buas adalah haram.” (Kitabul Ijma’ No. 740)
Haramnya perbuatan merusak dan membahayakan diri sendiri. Allah Ta’ala berfirman: “..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ..” (QS. Al Baqarah, 2: 195)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, dari berbagai sahabat:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Jangan melakukan dharar (kerusakan, kebinasaan), dan jangan menjadi rusak.” (HR.  Ahmad No. 2865, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Malik dalam Al Muwaththa’ No. 1429, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 11657, 11166, 20230. Ad Daruquthni No. 83, 288)
Dari  ayat dan hadits ini  maka para ulama menetapkan keharaman perilaku apa pun yang merusak diri sendiri dan orang lain, walau secara tekstual hal tersebut tidak disebutkan namanya;  seperti rokok, ganja, dan NAZA.
Haramnya Perbuatan yang Menjadi Sarana Menuju Keharaman
Contoh:  jalan-jalan ke pasar adalah perbuatan boleh, tetapi dengan ke pasar itu ia bermaksud sengaja bebas  melihat aurat. Maka ke pasar dalam keadaan seperti ini menjadi terlarang baginya. Berzina adalah haram maka berbuatan apa pun yang ‘nyerempet’ kepada zina juga haram.
Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh:
وَمَا أَدَّى إلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ .
“Apa saja yang membawa kepada yang haram, maka dia  juga haram.” (Imam Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/ 402)
 Kaidah ini berasal dari ayat berikut: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al Isra, 17: 32)
 Catatan:
Banyak sekali perkara yang diperselisihkan para ulama sejak dulu sampai sekarang tentang hukum dari benda atau perbuatan. Contoh:
Mencukur janggut. Imam empat madzhab mengharamkan, sementara Al Qadhi Iyadh dan Imam An Nawawi, Syaikh Al Qaradhawi, mengatakan makruh. Tetapi, mereka tetap mencela pelakunya, bahkan Imam An Nawawi dan Imam Al Ghazali menyebut sebagai kemungkaran. Sedangkan Syaikh Abu Zahrah menyatakan mubah, karena menurutnya jenggot hanya tradisi, tetapi ini pendapat lemah.
Mendengarkan nyanyian yang baik-baik. Jumhur ulama membolehkan, selama tidak dibarengi hal yang munkar, tidak lalai dari kewajiban agama dan dunia, dan tidak berlebihan. Sementara Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud tetap mengharamkan. Sedangkan nyanyian yang cabul, mendorong untuk maksiat, maka tak ada perbedaan pendapat tentang keharamannya.
Mendengarkan musik. Kebanyakan ulama mengharamkannya, termasuk pendapat Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Al Albani, Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan, dan lainnya. Namun Imam Ibnu hajar Al Haitami menyebutkan ada 12 pendapat dalam hal ini. Sedangkan Imam Said bin Jubeir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Thahir, Imam Al Ghazali, Syaikh Ali Ath Thanthawi, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Ahmad Asy Syurbasi, Syaikh ‘Athiyah Saqr, Syaikh Jad Al Haq, Syaikh Ali Jum’ah mengatakan boleh, dengan syarat tidak dibarengi dengan hal yang munkar, tidak sampai melalaikan, dan tidak dengan musik-musik yang digunakan oleh ahli maksiat, sebagaimana disyaratkan oleh Imam Al Ghazali.
Isbal (memakai kain, gamis, dan celana panjang melebihi mata kaki). Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan jumhur ulama mengatakan tidak haram, dengan syarat tidak dibarengi khuyala (sombong). Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Muflih, Syaikh Al Qaradhawi, dan umumnya para ulama Al Azhar mengatakan MUBAH, bila tanpa sombong, jika sombong maka haram. Sedangkan Imam Asy Syafi’i, Al Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnu Qudamah, Imam An Nawawi, Imam Asy Syaukani, mengatakan MAKRUH jika tanpa sombong, jika sombong maka haram. Ada pun Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Adz Dzahabi, Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Al Albani, mengatakan HARAM walau tanpa sombong, jika dengan sombong maka lebih haram lagi.
Membom musuh dengan mengorbankan diri. Kebanyakan ulama membolehkan dengan syarat dilakukan menurut perhitungan matang dan di negeri perang. Mereka adalah Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Tha’mah Al Qadah, Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Muhammad Az Zuhaili, Syaikh Nashir Sulaiman ‘Umar, Syaikh Nashir Al ‘Ulwan, Syaikh Nawal Hail At Takruri, Syakh Farid Washil, Syaikh ‘Aidh Al Qarni, Syaikh Salman Fahd Al ‘Audah, Syaikh Safar Al Hawali, Syaikh Hamud ‘Uqla Asy Syu’aibi, Fatwa Nahdhatul Ulama tahun 2003 M, para ulama Palestina, dan lain-lain. Menurut mereka pelakunya adalah syahid. Sedangkan Syaikh Al Albani membolehkan jika atas izin khalifah. Ada pun Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Hasan Ayyub, dan lainnya mengatakan haram dan itu merupakan bunuh diri.
Daging Kodok. Jumhur ulama mengatakan haram dimakan, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang membunuh Kodok (juga semut, burung Hud Hud, Shurad, dan lebah). Ada pun Imam Malik membolehkan, karena menurutnya tidak ada dalil yang melarangnya.
Mayoritas ulama mengharamkan seperti Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i, Imam An Nawawi, Imam Ar Rafi’i, Imam Zakaria Al Anshari, sedangkan Imam Hasan Al Bashri dan Imam Ahmad memakruhkan saja.
Mayoritas ulama mengatakan mubah. Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abi Laila, Imam Syafi’i, Abu Tsaur, An Nawawi, Laits, juga Imam Malik dalam satu riwayat darinya. Sedangkan Abu Hurairah dan Imam Ahmad mengharamkan, dan Imam Abu Hanifah memakruhkan.
Dan lainnya.
Selanjutnya:
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات : dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar
Bainahuma – Di antara keduanya yakni diantara halal dan haram, artinya secara asal dia bukan termasuk haram, dan juga bukan termasuk halal.
Umuurun Musytabihaat – perkara yang samar  yakni perkara yang belum jelas hukum halal haramnya. (Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari, At Tuhfah Ar Rabbabiyah, No. 6. Maktabah Al Misykah)
Menurut Syaikh Al ‘Utsaimin,  ketidak jelasan ini disebabkan beberapa hal:
Ketidak jelasan dalil; jika dalilnya dari hadits, apakah haditsnya shahih atau tidak?
Kalau pun shahih, apakah hadits tersebut secara makna memang mengarah pada hukum perkara tersebut atau tidak? (Syarhul Al Arba’in, Hal. 107. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Secara Bahasa (lughah) arti syubhat adalah  Al Mitsl  (serupa, mirip) dan iltibas (samar, kabur, tidak jelas, gelap, sangsi). Maka, sesuatu yang dinilai syubhat  belum memiliki hukum yang sama dengan haram atau sama dengan halal. Sebab mirip halal bukanlah halal, dan mirip haram bukanlah haram.  Maka, tidak ada kepastian hukum halal atau haramnya, masih samar dan gelap.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id radhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam mengkategorikan perkara syubhat:
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang haram. Alasan mereka adalah ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram.”
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang halal. Alasan mereka adalah ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain.” Ini menunjukkan dia belum masuk keharaman, namun sebaiknya kita bersikap wara’ (hati-hati) untuk
Kelompok yang mengatakan bahwa syubhat bukanlah halal dan bukan pula haram, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa halal dan haram adalah jelas, maka hendaknya kita bersikap seperti itu. Tetapi meninggalkannya adalah lebih baik, dan hendaknya bersikap wara’. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 44. Maktabah Al Misykah)
Pendapat kelompok ketiga inilah yang nampaknya lebih kuat. Hal ini diperkuat lagi oleh ucapan Nabi:
 لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah:
وفيه دليل على أن الشبهة لها حكم خاص بها يدل عليه دليل شرعي يمكن أن يصل إليه بعض الناس.
“Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hukum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
Contoh Perkara Syubhat:
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata: ‘Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya’. Sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata, ‘Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan di tempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda: ‘Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini’. Sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.’
Abd bin Zam’ah adalah Saudara laki-laki dari Saudah (istri Nabi). Dan, Rasulullah menetapkan bahwa anak laki-laki tersebut adalah hak (saudara) dari Abd bin Zam’ah. Tetapi, ternyata Rasulullah memerintahkan Saudah untuk berhijab (menutup aurat) di depan laki-laki tersebut, padahal Saudah juga saudara dari Abd bin Zam’ah. Perintah ini disebabkan kesamaran (syubhat) pada masalah ini dan ini menunjukan kehati-hatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain:
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al An’am, 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah, “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu.”
لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah:
يعني هذه المشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس ويعلمهن كثير، فكثير لا يعلم وكثير يعلم، ولم يقل : لايعلمهن أكثر الناس، فلو قال:لا يعلمهن أكثر الناس لصار الذين يعلمون قليلاً.
إذاً فقوله لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ إما لقلة علمهم، وإما لقلة فهمهم، وإما لتقصيرهم في المعرفة.
“Yaitu perkara syubhat ini, banyak (katsir) manusia yang tidak mengetahuinya dan banyak juga yang mengetahuinya, maka banyak yang tidak tahu dan banyak yang tahu. Tidak dikatakan: lebih banyak manusia (aktsar) yang tidak mengetahuinya, seandainya dikatakan: lebih banyak manusia yang  tidak mengetahuinya, maka yang tahu sedikit. Jadi, ucapan Nabi: Banyak manusia yang tidak mengetahuinya, baik karena sedikitnya ilmu mereka, sedikit pemahaman mereka, dan karena terbatasnya pengetahuan mereka.” (Syarhul Arba’in, Hal. 107)
Sementara dalam riwayat Imam At-Tirmidzi tertulis:
لاَ يَدْرِى كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ اَمِنَ اْلحَلاَلِ هِيَ اَمِ اْلحَرَامِ
“Banyak manusia yang tidak tahu, manakah yang halal itu dan mana yang haram.” (HR. At Tirmidzi No. 1205, katanya: hasan shahih)
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ : Barangsiapa yang  bertaqwa (takut/menghindar) dari yang samar
Yaitu meninggalkannya dan memelihara diri darinya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah,  No. 6) Yaitu menjauhinya. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه : berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya
Yaitu dia telah menjaga hubungan antara dirinya dengan Allah Ta’ala dan hubungan antara dirinya di hadapan manusia. Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah:
لِدِيْنِهِ فيما بينه وبين الله تعالى وَعِرْضِهِ فيما بينه وبين الناس، لأن الأمور المشتبهة إذا ارتكبها الإنسان صار عرضة للناس يتكلمون في عرضه بقولهم: هذا رجل يفعل كذا ويفعل كذا، وكذلك فيما بينه وبين الله تعالى.
“Bagi agamanya yaitu antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Dan, Bagi kehormatannya yaitu antara dirinya dan manusia. Karena perkara syubhat jika dikerjakan manusia, maka manusia akan membicarakan kehormatannya dengan mengatakan: orang ini mengerjakan ini dan mengerjakan itu. Dan demikian juga antara dirinya dan Allah Ta’ala.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
Syaikh Ismail Al Anshari rahimahullah mengatakan:
استبرأ لدينه : طلب البراءة له من الذم الشرعي وحصلها له .وعرضه : يصونه عن كلام الناس فيه بما يشينه ويعيبه . والعرض : موضع المدح والذم من الإنسان .
“Menyelamatkan agama yaitu melakukan pemutusan terhadap hal-hal yang dicela syariat dan dia berhasil. Dan kehormatannya yaitu dia telah melindungi dirinya dari omongan manusia  tentang apa yang dilakukannya dan yang menjadi aibnya. Al ‘Irdhu adalah tempat bagi pujian dan celaan dari manusia.” (At Tuhfah Ar Rabbaniyah No. 6)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:
برأ دينه من النقص وعرضه من الطعن فيه، لأن من لم يعرف باجتناب الشبهات لم يسلم لقول من يطعن فيه، وفيه دليل على أن من لم يتوق الشبهة في كسبه ومعاشه فقد عرض نفسه للطعن فيه، وفي هذا إشارة إلى المحافظة على أمور الدين ومراعاة المروءة.
“Dia telah menjaga agamanya dari kekurangan dan kehormatannya dari celaan, karena orang yang tidak mengetahui bagaimana menjauhi syubhat tidak akan selamat dari ucapan orang yang mencelanya. Hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang yang tidak ada keinginan kuat terhadap syubhat maka dia telah menghalangi dirinya dari celaan, dan ini terdapat isyarat agar menjaga urusan dunia dan melindungi muru’ah (kewibawaan).” (Fathul Bari, 1/127)
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ : barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram
Yaitu barangsiapa yang melakukan perbuatan samar-samar dia akan berpotensi jatuh ke perbuatan haram, sebab hal itu merupakan kecerobohan sekaligus sikap tidak wara’ (hati-hati) terhadap batasan syariat.
Kalimat ini memiliki dua makna:
Membiasakan diri melakukan syubhat adalah haram.
Kalimat yang bernada prefentif agar tidak terjatuh pada keharaman. (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 197)
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id rahimahullah juga mengatakan:
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran.”
Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. : seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya.
Yaitu karena kecerobohan, kebodohan, dan kecerobohannya dia mendekati  daerah yang bukan haknya, hingga akhirnya ia terjebak di dalam daerah terlarang tersebut.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan: “Ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47-48. Maktabah Al Misykah)
أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً . : Ketahuilah setiap raja memiliki pagar /penjagaan/aturan
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah:
حمى : موضعا يحميه عن الناس ، ويتوعد من دخل إليه أو قرب منه ، بالعقوبة الشديدة .
“Himaa: tempat yang dijaga dari manusia dan diancam bagi siapa saja yang memasuki atau mendekatinya dengan hukuman yang keras.” (At Tuhfah Rabbaniyah, No 6)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
فمثل لهم النبي صلى الله عليه وسلم بما هو مشهور عندهم
“Maka, hal ini diumpamakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena ini masyhur bagi mereka.” (Fathul Bari, 1/128)
 أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ: ketahuilah aturan Allah adalah apa-apa yang diharamkanNya.
Yaitu perbuatan yang dilarangNya dan meninggalkannya adalah wajib, karena perbuatan tersebut mendatangkan dosa dan siksa bagi pelakunya.
  أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً : ketahuilah sesungguhnya dalam jasad terdapat mudghah
أَلا (ketahuilah) adalah harf istiftah (huruf pembuka) yang menunjukkan adanya penekanan pada kalimat setelahnya. Hal ini diulang-ulang menunjukkan adanya keadaan dan kondisi yang begitu besar  yang mencakup di dalamnya. (At Tuhfah, No. 6)
Mudghah adalah  Qith’ah Lahm – sepotong daging.
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ : jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.”
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id  Rahimahullah mengatakan:
“Yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya.”
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj (22):46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 48).  Selesai syarah hadits keenam.
  Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/04/09/hadits-6-kebersihan-agama-dan-kehormatan/
0 notes
belajarislamonline · 5 years
Link
(Halal, Haram, dan Syubhat)
Matan Hadits Keenam:
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رضي الله عنهما قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس،ِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً . أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ)  رواه البخاري ومسلم .
Dari Abu Abdullah An Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Ketahuilah setiap raja memiliki pagar (aturan), aturan Allah adalah larangan-laranganNya. Sesungguhnya di  dalam tubuh terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadits:
Imam Bukhari dalam Shahihnya No.52, 1946
Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1599
Imam At Tirmidzi dalam Sunannya No. 1221
Imam Ibnu Majah Sunannya No. 3984
Imam Abu Daud dalam Sunannya No. 3329
Imam Ad Darimi dalam Sunannya No. 2531
Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10180
Kandungan Hadits Secara Global:
Pertama, hadits ini menyebutkan bahwa hukum ada tiga macam:
Yang jelas halal, seperti minum air putih, makan buah-buahan, memakai pakaian yang pantas dan menutup aurat, berbuat baik, berkata yang baik, dan lainnya.
Yang jelas haram, seperti zina, judi, mencuri, makan riba, babi, minum khamr, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya.
Yang masih samar (syubhat) statusnya, yang terjadi karena dalilnya ada tapi multi tafsir, atau jelas maknanya namun lemah riwayatnya, atau kuat riwayatnya tapi tidak jelas dan tegas maksudnya.
 Kedua, anjuran untuk menghindari syubhat, sebab sangat mungkin  akan jatuh ke yang haram, demi menjaga kehormatan agamanya (hak Allah Ta’ala) dan kehormatan dirinya (terkait dengan hak dirinya sendiri di hadapan manusia).
Ketiga, pengabaran tentang sangat pentingnya kedudukan hati dalam diri manusia. Tidaklah seseorang itu menjadi  baik dengan segala bentuk perbuatannya,  jika tanpa memiliki  hati yang baik. Begitu pula hati yang jahat akan  menampilkan perbuatan yang jahat pula.
Oleh karena itu, pembinaan dan penjagaan terhadap hati dari berbagai penyakitnya seperti; sombong, kikir, serakah, dengki, putus asa, cinta dunia, takut mati, dendam, cinta maksiat, benci ketaatan, dan lainnya, adalah kewajiban agama yang utama yang tidak pernah sepi dari pembahasan kitab para ulama Islam. Sebaliknya, kita dituntut untuk membina hati agar menjadi pribadi yang rendah hati, sabar, bersyukur, zuhud (tidak dikuasai dunia), qana’ah (puas dengan pemberian Allah), dermawan, husnuzhan dengan Allah, lapang dada, pemberani, cinta kebaikan, benci kemaksiatan dan lainnya.
Makna Kalimat:
 عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ : Dari Abi Abdillah (Ayahnya Abdullah), ini adalah nama kun-yahnya.
:النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر An Nu’man bin Bisyir, ini adalah nama aslinya, An Nu’man anak dari Bisyir.
An-Nu’man dilahirkan tahun kedua hijriyah. Dia termasuk shigharush shahabah (sahabat nabi yang junior). Dia mendengarkan hadits langsung dari Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam. Banyak para tabi’in yang meriwayatkan hadits darinya.  Dalam hidupnya dia pernah menjadi Amir (gubernur) nya Muawiyah di Kufah, pernah juga jadi Hakim di Damaskus, dan memimpin di kota Himsh. Dia wafat akhir tahun 64 Hijriyah, karena di bunuh oleh Khalid bin Khala. Ada juga yang mengatakan dibunuh oleh penduduk Himsh karena dia mengajak berbai’at kepada Ibnu Zubeir untuk memberontak melawan khalifah. (Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lam An Nubala, 3/412. Cet. 9. 1993M-1413H. Muasasah Ar Risalah)
: رضي الله عنهما semoga Allah meridhai keduanya, yakni An Nu’man dan ayahnya yakni Bisyir.
Bisyir adalah Basyir bin Sa’ad, orang Anshar dari suku Khazraj. Pemimpin yang berilmu di masyarakatnya, dan termasuk syuhada Badar.
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: : Dia (An–Nu’man) berkata: aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Ini menunjukkan bahwa An Nu’man bin Bisyir mendapatkan hadits ini secara langsung dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tanpa perantara.
 :   إِنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ  Sesungguhnya yang halal itu jelas, yaitu meyakinkan, pasti, tegas, dan tanpa adanya keraguan dan kesamaran.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam Al-Qur’an
Yang halal adalah yang telah Allah Ta’ala halalkan dalam Al Quran, seperti mubasyarah (bercumbu) dengan istri pada malam Ramadhan. Sesuai ayat:
  أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al Baqarah, 2: 187)
Contoh lain sangat banyak, halalnya makanan (dan minuman) yang baik-baik .
كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ
“Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS. Al Baqarah, 2: 57)
Halalnya semua hewan laut, Allah Ta’ala berfirman:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu.” (QS. Al Maidah, 5:96)
Halalnya sembelihan ahli kitab, Allah Ta’ala befirman:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.”  (QS. Al Maidah, 5: 5)
Halalnya jual beli, Allah Ta’ala berfirman:
…وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ…
“ … padahal Allah telah menghalalkan jual beli ..” (QS. Al Baqarah, 2: 275), dan banyak lainnya.
Contoh Hal-hal yang Dihalalkan dalam As-Sunnah
Yang dihalalkan secara pasti dalam As Sunnah, seperti halalnya bercumbu dengan isteri yang sedang haid selama tidak digauli.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bawah Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلا النِّكَاحَ
“Lakukan apa saja (kepada mereka), kecuali menggaulinya.” (HR. Muslim No. 302, Ibnu Hibban No. 1362, Ahmad No. 12354, 13576, Ibnu Majah No. 644, dengan lafaz: …kecuali jima’)
Halalnya daging dua bangkai (ikan dan belalang). Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang laut:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut suci, dan halal bangkainya.” (HR. Abu Daud No. 83, Ibnu Majah No. 386)
 Hadits lain dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya:
 أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ.فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah; ada pun dua bangkai yakni belalang dan ikan, dan dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu majah No. 3314, Ahmad No. 5723. Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan; hasan, sebenarnya sanad hadits ini dhaif karena Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, seorang rawi yang dhaif. Namun, hadits ini banyak jalur lain yang menguatkannya. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1118, Misykah Al Mashabih No. 4232)
Tentang halalnya dhabb  (biawak gurun), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam Shahih Muslim dan lainnya:
لَسْت بِآكِلِهِ وَلَا مُحَرِّمه
“Aku tidak memakannya namun  itu tidak diharamkan.”
 Dalam riwayat lain:
لَا آكُلهُ وَلَا أُحَرِّمهُ
“Aku tidak memakannya namun aku  tidak mengharamkannya.”
 Dalam riwayat lain:
كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَال وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي
“Makanlah dia itu halal, tetapi bukan termasuk makananku.”
Dalam riwayat lain:
أَنَّهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَده مِنْهُ فَقِيلَ : أَحَرَام هُوَ يَا رَسُول اللَّه ؟ قَالَ : لَا وَلَكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدنِي أَعَافهُ
 “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya (menolak) darinya. Ditanyakan: “Apakah biawak itu haram ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi itu bukan makanan di negeri saya, makanan ini membuat aku mual.” (Semua hadits ini shahih, lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/430. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Yang dihalalkan karena tidak ada dalil yang mengatakan HARAM, Imam Asy Syaukani mengatakan ketika menafsirkan Al Baqarah ayat 29:
وفيه دليل على أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل، ولا فرق بين الحيوانات وغيرها  مما ينتفع به من غير ضرر
Di dalamnya ada dalil bahwa hukum asal dari segala sesuatu ciptaan adalah mubah (boleh) sampai tegaknya dalil yang menunjukkan perubahan hukum asal ini. Tidak ada perbedaan antara hewan-hewan atau selainnya, dari apa-apa yang dengannya membawa manfaat, bukan kerusakan. (Fathul Qadir, 1/64. Mawqi Ruh Al Islam)
Berkata Imam Muhammad  At Tamimi rahimahullah:
أن كل شيء سكت عنه الشارع فهو عفو لا يحل لأحد أن يحرمه أو يوجبه أو يستحبه أو يكره
“Bahwa segala sesuatu yang didiamkan oleh syari’ (pembuat syariat), maka hal itu dimaafkan (mubah), tidak boleh bagi seorang pun untuk mengharamkan, atau mewajibkan, atau menyunnahkan, atau memakruhkan.” (Imam Muhammad  At Tamimi, Arba’u Qawaid Taduru Al Ahkam ‘Alaiha, Hal. 3)
:الحَرَامَ بَيِّنٌ Yang haram itu jelas,yaitu keharaman yang yakin, pasti, tegas dan tidak ada keraguan.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam Al-Qur’an
Yang haram sesuai penjelasan Al Quran, seperti haramnya khamr, judi, makanan untuk berhala, mengundi nasib.  Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah kotor, termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah, 5: 90)
Haramnya zina, Allah Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra, 17: 32)
Haramnya membunuh, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja).” (QS. An Nisa, 4: 92)
Haramnya babi, bangkai, darah, sembelihan bukan untuk Allah. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (QS.  Al Baqarah (2):173), dan lain sebagainya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan dalam As-Sunnah
Yang haram sesuai penjelasan As Sunnah, seperti haramnya mencela sesama muslim.
Dari beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah fasiq dan membunuhnya adalah kufur.” (HR. Bukhari No. 48,5687, 6665, Muslim No. 116, At Tirmidzi No. 2771, 2772, Ibnu Majah No. 3939, 3940. Ahmad No. 3647, Ibnu Hibban No. 5939, Al Khathib dalam At Tarikh, 13/158, dari jalur Yahya. Ath Thayalisi No. 248,  Abu ‘Awanah, 1/24. Ath Thahawi dalam Syarh Musykilul Atsar, 1/365, Ibnu Mandah No. 654, 655, dan lain-lain)
Haramnya mendatangi dan percaya kepada peramal/dukun/paranormal. Dari sebagian isterinya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi peramal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim No. 2230)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من أَتَى عَرَّافًا أو كاهنًا فصَدَّقه بما يقولُ ، فقد كَفَر بما أُنْزِلَ على مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap agama yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunannya No. 1627, 16274. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 15, katanya shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Abu Ya’ala dalam Musnadnya No. 5408, dari Ibnu Mas’ud)
Haramnya penangkal/jimat. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.
“Sesungguhnya ruqyah, penangkal, dan pelet, adalah syirik.” (HR. Abu Daud No. 3883, Ibnu Majah No. 3530, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 19387. Syaikh Al Albani menyatakan: shahih. Lihat Shahihul Jami’ No. 1632)
Haramnya patung/lukisan makhluk bernyawa. Dalam Shahih Muslim ada bab:
بَاب تَحْرِيمِ تَصْوِيرِ صُورَةِ الْحَيَوَانِ وَتَحْرِيمِ اتِّخَاذِ مَا فِيهِ صُورَةٌ غَيْرُ مُمْتَهَنَةٍ بِالْفَرْشِ وَنَحْوِهِ وَأَنَّ الْمَلَائِكَةَ عَلَيْهِمْ السَّلَام لَا يَدْخُلُونَ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ وَلَا كَلْب��
“Bab Haramnya  melukis Lukisan Hewan dan Haramnya memanfaatkan sesuatu yang  terdapat lukisan yang tidak usang, baik di permadani atau semisalnya. Dan, malaikat ‘Alaihimussalam tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat lukisan dan anjing.”
Hadits-hadits shahih tentang ini sangat banyak, baik yang menyebutkan shuurah (lukisan) atau tamaatsil (patung). Namun, dikecualikan lukisan yang  selain makhluk bernyawa.
Dan lain-lainnya.
Contoh Hal-hal yang Diharamkan Karena adanya Kaidah-kaidah
Yang Haram karena kaidah-kaidah, walau pun di Al Quran dan As Sunnah tidak disebutkan pengharamannya secara khusus dan manthuq (tersurat):
Setiap minuman yang memabukkan adalah haram. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap minuman yang memabukkan, maka itu haram.” (HR. Bukhari No. 239, 5263, 5264.  Muslim No. 2001, Malik dalam Muwatha’ No. 1540, Ibnu Majah No. 3386, Ibnu Hibban No. 5345, At Tirmidzi No. 1925, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 24)
Jadi walaupun minuman tersebut tidak berakohol tetapi memabukkan tetap haram apapun nama, merk, dan istilah minuman itu walau dinamakan jamu dan suplemen.
Haramnya makan hewan buas, taring, cakar tajam. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,  dia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْر
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan semua binatang buas yang memiliki taring, dan burung yang memiliki cakar.” (HR. Muslim No. 1934, Abu Daud No. 3803, Ad Darimi No. 1982, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No.92, 19141, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 357, dari jalur Ali bin Abi Thalib, juga No. 2690. Ahmad No. 2194)
Imam Ibnu Mundzir rahimahullah mengatakan:
وأجمع عوام أهل العلم أن كل ذي ناب من السباع حرام.
“Umumnya, para ulama telah ijma’(sepakat), bahwa semua yang memiliki bertaring dari binatang buas adalah haram.” (Kitabul Ijma’ No. 740)
Haramnya perbuatan merusak dan membahayakan diri sendiri. Allah Ta’ala berfirman: “..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ..” (QS. Al Baqarah, 2: 195)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, dari berbagai sahabat:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Jangan melakukan dharar (kerusakan, kebinasaan), dan jangan menjadi rusak.” (HR.  Ahmad No. 2865, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. Malik dalam Al Muwaththa’ No. 1429, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 11657, 11166, 20230. Ad Daruquthni No. 83, 288)
Dari  ayat dan hadits ini  maka para ulama menetapkan keharaman perilaku apa pun yang merusak diri sendiri dan orang lain, walau secara tekstual hal tersebut tidak disebutkan namanya;  seperti rokok, ganja, dan NAZA.
Haramnya Perbuatan yang Menjadi Sarana Menuju Keharaman
Contoh:  jalan-jalan ke pasar adalah perbuatan boleh, tetapi dengan ke pasar itu ia bermaksud sengaja bebas  melihat aurat. Maka ke pasar dalam keadaan seperti ini menjadi terlarang baginya. Berzina adalah haram maka berbuatan apa pun yang ‘nyerempet’ kepada zina juga haram.
Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh:
وَمَا أَدَّى إلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ .
“Apa saja yang membawa kepada yang haram, maka dia  juga haram.” (Imam Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, 2/ 402)
 Kaidah ini berasal dari ayat berikut: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.(QS. Al Isra, 17: 32)
 Catatan:
Banyak sekali perkara yang diperselisihkan para ulama sejak dulu sampai sekarang tentang hukum dari benda atau perbuatan. Contoh:
Mencukur janggut. Imam empat madzhab mengharamkan, sementara Al Qadhi Iyadh dan Imam An Nawawi, Syaikh Al Qaradhawi, mengatakan makruh. Tetapi, mereka tetap mencela pelakunya, bahkan Imam An Nawawi dan Imam Al Ghazali menyebut sebagai kemungkaran. Sedangkan Syaikh Abu Zahrah menyatakan mubah, karena menurutnya jenggot hanya tradisi, tetapi ini pendapat lemah.
Mendengarkan nyanyian yang baik-baik. Jumhur ulama membolehkan, selama tidak dibarengi hal yang munkar, tidak lalai dari kewajiban agama dan dunia, dan tidak berlebihan. Sementara Ibnu Umar dan Ibnu Mas’ud tetap mengharamkan. Sedangkan nyanyian yang cabul, mendorong untuk maksiat, maka tak ada perbedaan pendapat tentang keharamannya.
Mendengarkan musik. Kebanyakan ulama mengharamkannya, termasuk pendapat Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Al Albani, Syaikh Abdullah Nashih ‘Ulwan, dan lainnya. Namun Imam Ibnu hajar Al Haitami menyebutkan ada 12 pendapat dalam hal ini. Sedangkan Imam Said bin Jubeir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Thahir, Imam Al Ghazali, Syaikh Ali Ath Thanthawi, Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Ahmad Asy Syurbasi, Syaikh ‘Athiyah Saqr, Syaikh Jad Al Haq, Syaikh Ali Jum’ah mengatakan boleh, dengan syarat tidak dibarengi dengan hal yang munkar, tidak sampai melalaikan, dan tidak dengan musik-musik yang digunakan oleh ahli maksiat, sebagaimana disyaratkan oleh Imam Al Ghazali.
Isbal (memakai kain, gamis, dan celana panjang melebihi mata kaki). Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid mengatakan jumhur ulama mengatakan tidak haram, dengan syarat tidak dibarengi khuyala (sombong). Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Muflih, Syaikh Al Qaradhawi, dan umumnya para ulama Al Azhar mengatakan MUBAH, bila tanpa sombong, jika sombong maka haram. Sedangkan Imam Asy Syafi’i, Al Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnu Qudamah, Imam An Nawawi, Imam Asy Syaukani, mengatakan MAKRUH jika tanpa sombong, jika sombong maka haram. Ada pun Imam Ibnu Hajar, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Adz Dzahabi, Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Al Albani, mengatakan HARAM walau tanpa sombong, jika dengan sombong maka lebih haram lagi.
Membom musuh dengan mengorbankan diri. Kebanyakan ulama membolehkan dengan syarat dilakukan menurut perhitungan matang dan di negeri perang. Mereka adalah Syaikh Al Qaradhawi, Syaikh Tha’mah Al Qadah, Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Muhammad Az Zuhaili, Syaikh Nashir Sulaiman ‘Umar, Syaikh Nashir Al ‘Ulwan, Syaikh Nawal Hail At Takruri, Syakh Farid Washil, Syaikh ‘Aidh Al Qarni, Syaikh Salman Fahd Al ‘Audah, Syaikh Safar Al Hawali, Syaikh Hamud ‘Uqla Asy Syu’aibi, Fatwa Nahdhatul Ulama tahun 2003 M, para ulama Palestina, dan lain-lain. Menurut mereka pelakunya adalah syahid. Sedangkan Syaikh Al Albani membolehkan jika atas izin khalifah. Ada pun Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Hasan Ayyub, dan lainnya mengatakan haram dan itu merupakan bunuh diri.
Daging Kodok. Jumhur ulama mengatakan haram dimakan, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang membunuh Kodok (juga semut, burung Hud Hud, Shurad, dan lebah). Ada pun Imam Malik membolehkan, karena menurutnya tidak ada dalil yang melarangnya.
Mayoritas ulama mengharamkan seperti Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i, Imam An Nawawi, Imam Ar Rafi’i, Imam Zakaria Al Anshari, sedangkan Imam Hasan Al Bashri dan Imam Ahmad memakruhkan saja.
Mayoritas ulama mengatakan mubah. Seperti Ibnu Umar, Ibnu Abi Laila, Imam Syafi’i, Abu Tsaur, An Nawawi, Laits, juga Imam Malik dalam satu riwayat darinya. Sedangkan Abu Hurairah dan Imam Ahmad mengharamkan, dan Imam Abu Hanifah memakruhkan.
Dan lainnya.
Selanjutnya:
وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات : dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar
Bainahuma – Di antara keduanya yakni diantara halal dan haram, artinya secara asal dia bukan termasuk haram, dan juga bukan termasuk halal.
Umuurun Musytabihaat – perkara yang samar  yakni perkara yang belum jelas hukum halal haramnya. (Syaikh Ismail bin Muhammad Al Anshari, At Tuhfah Ar Rabbabiyah, No. 6. Maktabah Al Misykah)
Menurut Syaikh Al ‘Utsaimin,  ketidak jelasan ini disebabkan beberapa hal:
Ketidak jelasan dalil; jika dalilnya dari hadits, apakah haditsnya shahih atau tidak?
Kalau pun shahih, apakah hadits tersebut secara makna memang mengarah pada hukum perkara tersebut atau tidak? (Syarhul Al Arba’in, Hal. 107. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Secara Bahasa (lughah) arti syubhat adalah  Al Mitsl  (serupa, mirip) dan iltibas (samar, kabur, tidak jelas, gelap, sangsi). Maka, sesuatu yang dinilai syubhat  belum memiliki hukum yang sama dengan haram atau sama dengan halal. Sebab mirip halal bukanlah halal, dan mirip haram bukanlah haram.  Maka, tidak ada kepastian hukum halal atau haramnya, masih samar dan gelap.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id radhiallahu ‘anhu menyebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam mengkategorikan perkara syubhat:
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang haram. Alasan mereka adalah ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram.”
Kelompok yang memasukan syubhat sebagai perkara yang halal. Alasan mereka adalah ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain.” Ini menunjukkan dia belum masuk keharaman, namun sebaiknya kita bersikap wara’ (hati-hati) untuk
Kelompok yang mengatakan bahwa syubhat bukanlah halal dan bukan pula haram, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa halal dan haram adalah jelas, maka hendaknya kita bersikap seperti itu. Tetapi meninggalkannya adalah lebih baik, dan hendaknya bersikap wara’. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 44. Maktabah Al Misykah)
Pendapat kelompok ketiga inilah yang nampaknya lebih kuat. Hal ini diperkuat lagi oleh ucapan Nabi:
 لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah:
وفيه دليل على أن الشبهة لها حكم خاص بها يدل عليه دليل شرعي يمكن أن يصل إليه بعض الناس.
“Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hukum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
Contoh Perkara Syubhat:
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata: ‘Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya’. Sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata, ‘Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan di tempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda: ‘Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini’. Sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.’
Abd bin Zam’ah adalah Saudara laki-laki dari Saudah (istri Nabi). Dan, Rasulullah menetapkan bahwa anak laki-laki tersebut adalah hak (saudara) dari Abd bin Zam’ah. Tetapi, ternyata Rasulullah memerintahkan Saudah untuk berhijab (menutup aurat) di depan laki-laki tersebut, padahal Saudah juga saudara dari Abd bin Zam’ah. Perintah ini disebabkan kesamaran (syubhat) pada masalah ini dan ini menunjukan kehati-hatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain:
Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al An’am, 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah, “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu.”
لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس : Banyak manusia yang tidak mengetahuinya
Berkata Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah:
يعني هذه المشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس ويعلمهن كثير، فكثير لا يعلم وكثير يعلم، ولم يقل : لايعلمهن أكثر الناس، فلو قال:لا يعلمهن أكثر الناس لصار الذين يعلمون قليلاً.
إذاً فقوله لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ إما لقلة علمهم، وإما لقلة فهمهم، وإما لتقصيرهم في المعرفة.
“Yaitu perkara syubhat ini, banyak (katsir) manusia yang tidak mengetahuinya dan banyak juga yang mengetahuinya, maka banyak yang tidak tahu dan banyak yang tahu. Tidak dikatakan: lebih banyak manusia (aktsar) yang tidak mengetahuinya, seandainya dikatakan: lebih banyak manusia yang  tidak mengetahuinya, maka yang tahu sedikit. Jadi, ucapan Nabi: Banyak manusia yang tidak mengetahuinya, baik karena sedikitnya ilmu mereka, sedikit pemahaman mereka, dan karena terbatasnya pengetahuan mereka.” (Syarhul Arba’in, Hal. 107)
Sementara dalam riwayat Imam At-Tirmidzi tertulis:
لاَ يَدْرِى كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ اَمِنَ اْلحَلاَلِ هِيَ اَمِ اْلحَرَامِ
“Banyak manusia yang tidak tahu, manakah yang halal itu dan mana yang haram.” (HR. At Tirmidzi No. 1205, katanya: hasan shahih)
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ : Barangsiapa yang  bertaqwa (takut/menghindar) dari yang samar
Yaitu meninggalkannya dan memelihara diri darinya. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah,  No. 6) Yaitu menjauhinya. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِه : berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya
Yaitu dia telah menjaga hubungan antara dirinya dengan Allah Ta’ala dan hubungan antara dirinya di hadapan manusia. Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah:
لِدِيْنِهِ فيما بينه وبين الله تعالى وَعِرْضِهِ فيما بينه وبين الناس، لأن الأمور المشتبهة إذا ارتكبها الإنسان صار عرضة للناس يتكلمون في عرضه بقولهم: هذا رجل يفعل كذا ويفعل كذا، وكذلك فيما بينه وبين الله تعالى.
“Bagi agamanya yaitu antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Dan, Bagi kehormatannya yaitu antara dirinya dan manusia. Karena perkara syubhat jika dikerjakan manusia, maka manusia akan membicarakan kehormatannya dengan mengatakan: orang ini mengerjakan ini dan mengerjakan itu. Dan demikian juga antara dirinya dan Allah Ta’ala.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 107)
Syaikh Ismail Al Anshari rahimahullah mengatakan:
استبرأ لدينه : طلب البراءة له من الذم الشرعي وحصلها له .وعرضه : يصونه عن كلام الناس فيه بما يشينه ويعيبه . والعرض : موضع المدح والذم من الإنسان .
“Menyelamatkan agama yaitu melakukan pemutusan terhadap hal-hal yang dicela syariat dan dia berhasil. Dan kehormatannya yaitu dia telah melindungi dirinya dari omongan manusia  tentang apa yang dilakukannya dan yang menjadi aibnya. Al ‘Irdhu adalah tempat bagi pujian dan celaan dari manusia.” (At Tuhfah Ar Rabbaniyah No. 6)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan:
برأ دينه من النقص وعرضه من الطعن فيه، لأن من لم يعرف باجتناب الشبهات لم يسلم لقول من يطعن فيه، وفيه دليل على أن من لم يتوق الشبهة في كسبه ومعاشه فقد عرض نفسه للطعن فيه، وفي هذا إشارة إلى المحافظة على أمور الدين ومراعاة المروءة.
“Dia telah menjaga agamanya dari kekurangan dan kehormatannya dari celaan, karena orang yang tidak mengetahui bagaimana menjauhi syubhat tidak akan selamat dari ucapan orang yang mencelanya. Hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang yang tidak ada keinginan kuat terhadap syubhat maka dia telah menghalangi dirinya dari celaan, dan ini terdapat isyarat agar menjaga urusan dunia dan melindungi muru’ah (kewibawaan).” (Fathul Bari, 1/127)
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ : barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram
Yaitu barangsiapa yang melakukan perbuatan samar-samar dia akan berpotensi jatuh ke perbuatan haram, sebab hal itu merupakan kecerobohan sekaligus sikap tidak wara’ (hati-hati) terhadap batasan syariat.
Kalimat ini memiliki dua makna:
Membiasakan diri melakukan syubhat adalah haram.
Kalimat yang bernada prefentif agar tidak terjatuh pada keharaman. (Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin, Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 197)
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id rahimahullah juga mengatakan:
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran.”
Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at. (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47)
كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. : seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya.
Yaitu karena kecerobohan, kebodohan, dan kecerobohannya dia mendekati  daerah yang bukan haknya, hingga akhirnya ia terjebak di dalam daerah terlarang tersebut.
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan: “Ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 47-48. Maktabah Al Misykah)
أَلا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمىً . : Ketahuilah setiap raja memiliki pagar /penjagaan/aturan
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah:
حمى : موضعا يحميه عن الناس ، ويتوعد من دخل إليه أو قرب منه ، بالعقوبة الشديدة .
“Himaa: tempat yang dijaga dari manusia dan diancam bagi siapa saja yang memasuki atau mendekatinya dengan hukuman yang keras.” (At Tuhfah Rabbaniyah, No 6)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
فمثل لهم النبي صلى الله عليه وسلم بما هو مشهور عندهم
“Maka, hal ini diumpamakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena ini masyhur bagi mereka.” (Fathul Bari, 1/128)
 أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ: ketahuilah aturan Allah adalah apa-apa yang diharamkanNya.
Yaitu perbuatan yang dilarangNya dan meninggalkannya adalah wajib, karena perbuatan tersebut mendatangkan dosa dan siksa bagi pelakunya.
  أَلا وإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً : ketahuilah sesungguhnya dalam jasad terdapat mudghah
أَلا (ketahuilah) adalah harf istiftah (huruf pembuka) yang menunjukkan adanya penekanan pada kalimat setelahnya. Hal ini diulang-ulang menunjukkan adanya keadaan dan kondisi yang begitu besar  yang mencakup di dalamnya. (At Tuhfah, No. 6)
Mudghah adalah  Qith’ah Lahm – sepotong daging.
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَت فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهيَ القَلْبُ : jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati.”
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id  Rahimahullah mengatakan:
“Yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya.”
Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj (22):46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.” (Syarhul Arba’in An Nawawiyah, Hal. 48).  Selesai syarah hadits keenam.
  Baca selengkapnya di: https://tarbawiyah.com/2019/04/09/hadits-6-kebersihan-agama-dan-kehormatan/
0 notes