Text
Bahagia itu sederhana, ya. Hanya perlu merogoh syukur dan merasa cukup, kebahagiaan bisa kita tebus dengan murah. Sayangnya, manusia juga punya banyak lembaran ego di dalam sakunya.
5 notes
·
View notes
Text
Baik selalu bernilai positif, tapi setiap orang punya versinya masing-masing untuk mendefinisikan apa itu "baik". Mungkin baik untukku, belum tentu baik untukmu. Vice versa.
2 notes
·
View notes
Text
1% Asa
Garis kehidupan itu samar-samar dan akan selalu demikian. Jangan mengharap apapun kepada siapapun (manusia), maka kamu takkan merasa kecewa. Memang sih, 1% asa takkan memvonis dirimu sebagai seorang pesimistis. Kamu oportunis, yang paling siap memangku kecewa di kemudian hari.
1 note
·
View note
Text
Tidak Mudah Memahami Orang Lain
Tidak mudah kita memahami cara berpikir orang lain, pilihan-pilihan yang ia buat, dan hal-hal yang ia jalani. Kadang, ketikdamudahan ini berujung pada pikiran kita yang lantas menilai, menghakimi orang lain.
Kita merasa seolah semua orang merasa benar atas sikapnya, merasa bahwa apapun yang ia jalani sekarang ia jalani adalah yang terbaik dan paling baik. Lantas, kita sebagai awam pun bingung. Apakah yang saya jalani ini bukan yang paling baik? Tapi, di saat yang sama kita juga merasa apa yang dijalani orang lain juga bukan yang terbaik untuk kita.
Di sinilah kita, sebuah tempat bernama pencarian diri. Berusaha memahami apa dan bagaimana hidup itu bekerja. Dan bagaimana setiap orang berusaha untuk melakukan apa saja untuk menjaga apa yang ia yakini.
Di sini, kita tahu bahwa menjadi berbeda itu sesuatu yang wajar. Semua orang nampak berbeda dari kita kan?
Lambat laun, kita akan semakin memahami dimana diri kita sebenarnya dalam hidup ini. Semua hal yang sedang kita hadapi saat ini, adalah sebuah rumusan berharga yang kelak akan memudahkan kita memahami situasi, lebih mudah memecahkan masalah, dan lebih mudah untuk beranjak.
©kurniawangunadi | 23 Mei 2019
955 notes
·
View notes
Text
Mengapa?
Mengapa pada hal-hal yang belum kita miliki, kita selalu memandang dan mengatakan bahwa ia lebih indah, lebih cantik, lebih menarik dari yang kita miliki?
Saat itu, saat kita merasakan hal tersebut. Alih-alih kita merasa punya semangat untuk mencapai tujuan, justru kita telah kalah dalam mensyukuri segala sesuatu yang menjadi nikmat kita saat itu. Syukur pada hal-hal yang telah kita miliki.
©kurniawangunadi
957 notes
·
View notes
Text
Indonesia; Menangis Atau Menang?
@edgarhamas
Akhirnya kita sampai di hari-hari penentuan ini. Hari-hari yang barangkali untuk sebagian orang hanya rangkaian kegiatan padat dengan segudang pekerjaan, berangkat pagi dan pulang sore. Namun, bagi siapapun yang sadar bahwa negeri kita sedang tidak baik-baik saja akan berkata; inilah gelombang besar yang sedang dinanti Indonesia.
Gelombang itu bernama momentum Pemilu dan Pilpres, yang akan menentukan apakah seterusnya kita punya peluang membangun harapan Indonesia menang, atau akan tertegun dalam episode zaman untuk kesekian kalinya dan hanya bisa menonton dan dijadikan objek, bukan pelaku dan bukan juga penentu arah.
Jika orang biasa menganggapnya sebagai satu peristiwa di antara rangkaian kejadian, maka orang cerdas jiwa dan akalnya akan tahu bahwa Indonesia ada di antara pusaran gagasan-gagasan, di antara gelambir kekuatan-kekuatan besar yang melihat kita sebagai kasur empuk untuk dijadikan rumah kedua mereka.
Hari-hari yang menentukan ini benar adanya, dan akal sehat siapapun akan merasakannya; tak peduli apakah agamanya. Indonesia kita ada di persimpangan sejarah, di ujung pasang surut gelombang yang siap naik menjadi gelombang baru dunia; atau surut dan pecah menjadi riak.
“Yang benar, pasti menang”, kaidah itu dikatakannya, padaku, padamu, pada mereka. Mengingatkan kita tentang hakikat pertempuran. Tentang realitas pertarungan yang nyatanya ada. Tentang kompetisi yang harus kita hadapi dengan kompetensi, bukan manipulasi infografis.
Beliau, seperti mengembalikan nalar berbangsa kita yang sempat carut marut karena kita tak bicara esensi, dan berputar-putar dalam hoax demi hoax.
Jika anak-anak bangsa tidak mengambil momentumnya sekarang, maka barangkali kita akan kembali terlambat lagi kesekian kalinya untuk menata padang keindonesiaan kita jadi taman bunga peradaban. Namun tentu, mereka bisa saja merusak taman bunga, tapi mereka tak akan mampu menunda datangnya musim semi.
Namun pada akhirnya, Indonesia, menangis atau menangnya; keduanya akan menyimpan hikmah. Allah Mahatahu dan punya cara terbaik mempergilirkan kemenangan dan kekalahan dengan cara yang tiada disangka. Ketika logika manusia memenang-menangkan angka rilis dari data-data, kadang, atau seringkali, pertolongan-Nya justru hadir dari sudut paling sepi yang tak pernah dinyana akan datang dari sana.
Ya, barangkali ‘Indonesia menang’ ditentukan dengan suaramu. Jangan pernah remehkan satu suara, karena dalam pesta demokrasi ini, satu suaramu amatlah menentukan arah bangsa.
272 notes
·
View notes
Text
Belajar mengeja asa supaya fasih untuk merasa sewajarnya, karena kita seringkali tergugup-gagap oleh cinta, padahal Ia hanya lewat dan berkata, "mungkin kalian tak ditakdirkan untuk bersama".
2 notes
·
View notes
Text
Jatuh cinta itu anugerah dan kutukan yang datang secara bersamaan.
2 notes
·
View notes
Text
Kilas Balik #3: 4 Tahun Lalu.
Maret 2015,
Kala itu mulai tercium aroma kehidupan selepas sekolah. Beberapa dari mereka sudah mulai sibuk mengurusi lamaran pekerjaan, administrasi perkuliahan, dan sisanya luntang-lantung mencari kawan. Aku? Di dalam kelompok sisa yang tadi kusebutkan.
Menyedihkan, tapi ini justru memperkuat harmonisasi antara aku dan kalian, teman. Menyadari bahwa persimpangan terakhir sudah mulai terlihat, kalian menjadi sangat visioner; gelisah sana-sini, berharap sana-sini, memimpikan langit dan lautan, padahal semua duduk di selasar warung tongkrongan.
Dulu, rasanya ingin sekali memperlambat waktu. Memangkas langkah menjadi jengkal, menahan kedipan mata sebagai jaminan kesiapanku dalam merekam hal yang takkan mungkin diulang.
Kupikir aku bisa menyandera waktu agar bertahan lebih lama, ternyata tidak.
4 tahun berlalu begitu cepat. Salam rinduku untuk kalian, teman.
3 notes
·
View notes
Text
#maridiskusi
Basi, kuno, klasik.
Kenapa ada kata-kata tersebut? Ya karena waktu terus berubah, hari berganti, dan kamu tetap saja pergi. Eh?
Serius, hidup itu terus berubah seiring dengan berubahnya waktu. Hal-hal yang mulai ditinggalkan akan disebut kuno jika dilakukan sekarang. Hal-hal baru yang ada akan diagungkan, dan seseorang yang kurang begitu mengikuti tren yang ada bakal disebut kudet alias kurang update.
Perubahan itu berproses, beriringan dengan perkembangan zaman, dan gak melulu soal perubahan fisik (hutan menipis, lahan menipis, sampah dimana-mana).
Satu contoh sederhana, alasan lupa password bagi millenials (remaja tanggung--dewasa muda) tak lagi bisa diterima, karena sekarang semua akun online (entah akun apapun) sudah fully backed up di internet, menggunakan data pribadi yang sebenar-benarnya dalam proses pendaftaran, dan ada verifikasi sebelum akun tersebut diaktifasi. Terus? Kalau masih ada orang yang beralasan lupa password, ya bisa dikatakan orang yang bersangkutan sedang berbohong. Kenapa? Karena alasan itu sudah tak lagi relevan sekarang. Padahal, dulu, alasan lupa password adalah hal yang lumrah dan dimaklumi.
Nah, kembali ke poin pentingnya. Ada perubahan dari cara berpikir manusia yang dipengaruhi perkembangan zaman. Variabel-variabel yang tadinya tidak ada, menjadi ada dan berpengaruh. Dan sayangnya, proses berubahnya pola pikir manusia karena dipengaruhi perkembangan zaman ini seringkali kurang diperhatikan, bahkan terlupakan. Padahal, seseorang yang dihantam perkembangan zaman akan menentukan segala perubahan yang akan terjadi melalui proses berpikir. Ke arah yang baik-kah? Atau sebaliknya?
Kuy direnungkan sedikit.
0 notes
Text
Manusia: Mewadahi Benci
Ada yang tak kusuka dari hubungan antar manusia, yaitu ketika manusia saling menjadikan lawan mainnya wadah untuk menaruh harapan satu sama lain.
Kau tahu, tuntutan demi tuntutan akan saling dilemparkan. Dan ketika ada yang gagal mewadahi, muncul-lah keinginan untuk saling menyalahkan. Lantas disusul pula oleh pertengkaran.
Hehe, wadah yang tadinya ditujukan untuk menaruh harapan, tetiba berubah fungsi menjadi tempat untuk menaruh kebencian.
3 notes
·
View notes
Text
Understanding
@edgarhamas
Kita tahu, tidak semua orang sama dengan kita. Di antara kita pun sudah ada yang matang dalam pertemanan dan persahabatan, hingga ia tahu dari sekadar wajah dan tindak tanduk, ia bisa memahami isi hati orang yang ada di hadapannya.
Memahami manusia tentu butuh seni, dan tidak semua orang langsung bisa melakukannya. Hanya mereka yang peka membaca orang-orang di sekitarnyalah yang tahu cara memahami seseorang bahkan jika tanpa kata. Kepekaan itu tentu lahir dari pengalaman, dan, perenungan.
Barangkali orang-orang yang tak membuka diri pada kita, sebenarnya adalah orang yang paling ingin berbicara pada kita. Hanya saja, ia butuh dipahami. Ia butuh ditangkap sinyalnya. Ketika kita berusaha memahaminya, maka ia akan merasakan bahwa ia diterima, dan kita layak baginya untuk diterima.
Jika sudah begitu, di situlah kita memainkan peran kita untuk masuk ke alam ide dan inspirasinya, mewarnai jalan pikirannya, dan bertukar tambah pikiran bersamanya. Dan ternyata, Rasulullah adalah orang yang paling ahli tentang seni ini. Seni memahami manusia.
Aisyah yang cemburuan dan mudah moody pun tahu pasti dirinya dipahami oleh Rasulullah, ketika para sahabat kebingungan suatu kali sang Aisyah membanting piring di hadapan para tamu. Rasulullah hanya tenang sembari tersenyum, meyakinkan sahabatnya bahwa semuanya baik-baik saja.
Semua sahabat Rasulullah merasa diri merekalah yang teristimewa di hati Nabi. Amr bin Ash sempat dengan pede bertanya pada Rasulullah siapa yang paling beliau cintai. Eh, ternyata Abu Bakar dan Umar nama yang terucap. Namun Amr tetap saja merasakan ia dipahami dan diterima begitu spesial di hati sang Baginda.
Ini pengingat untuk saya sendiri. Tentang, bahwa memahami orang-orang di sekitar kita ada seninya, dan butuh waktu selamanya. Mengenal istri, sahabat, teman dan kenalan, butuh waktu sepanjang hidup. Sebab, misteri terbesar di bumi ini adalah manusia itu sendiri.
Understanding is the first step to acceptance, and only with acceptance can there be recovery.
—J.K. Rowling, Harry Potter and the Goblet of Fire
311 notes
·
View notes
Photo
Reminder: you are not alone. You have people out there that care about and love you (some you might not have even met yet), and you don’t have to go through this world by yourself. 💛
Loading Penguin Hugs | Instagram | Patreon
3K notes
·
View notes
Text
Berubah
Dari tahun lalu hingga tahun ini, berapa banyak kita menyadari hal-hal yang berubah?
Mungkin,
Keterbukaan dan kedekatan dengan orang tua, yang dulu renggang menjadi dekat. Yang dulu malu-malu untuk bercerita, sekarang menjadi terbuka. Dulu selalu bertengkar soal cita-cita, kini menjadi orang tua yang paling mendukung cita-citamu Atau sebaliknya, hubungan yang dulu hangat menjadi dingin.
Kondisi finansial keluarga yang dulu pas-pasan bahkan kurang, sekarang terasa cukup. Yang dulu harus pusing untuk mencari jalan keluar akan hutang-hutang, sekarang satu persatu simpul hutang itu terlepas. Begitu juga sebaliknya, yang dulu berkecukupan, sekarang tak tentu pendapatan.
Teman-teman kita yang sedang meniti jalan berhijrah, ada yang dulu jauh dari majelis ilmu, kini jauh lebih rajin dari kita sendiri. Yang dulu shalatnya suka tertinggal, sekarang menjadi orang yang paling tepat waktu. Yang dulu belum menutup aurat, sekarang malah lebih rapat daripada kita. Begitu juga sebaliknya, ada yang dulu kawan satu kajian, sekarang hilang entah kemana. Yang dulu paling rajin mengingatkan kita akan maksiat, sekarang justru ahli maksiat. Yang dulu kerudungnya terurai panjang, kini lepas dari ikatan.
Kalau kita mencari, ada banyak perubahan disekitar kita yang mungkin tak kita sadari tapi terjadi. Terjadi seiring dengan perubahan yang ada dalam diri kita sendiri. Karena fokus hidup kita selama ini tidak ada di sana, kita tidak mengamati, juga tidak tahu apa saja yang terjadi sebenarnya. Hanya bisa menyangka tanpa memahami proses.
Begitulah perjalanan, hidup seorang manusia naik dan turun. Yang kita sangka baik, ternyata tidak, dan sebaliknya. Yang kita kira akan bertahan dalam perjalanan ini, ternyata lebih dulu berhenti. Yang kita sangka akan menemani perjalanan kita, ternyata memilih untuk pergi.
Berubah, adalah tentang dirimu sendiri. Orang lain, juga berubah, dan bukan kapasitas kita untuk menilai dan menghakimi. Hakimilah diri ini, apakah aku sudah berubah menjadi lebih baik dari hari kemarin? Yogyakarta, 5 Januari 2019 | ©kurniawangunadi
948 notes
·
View notes
Text
Januari,
Aku belajar mendekap sunyi, menyesap kelabu, mengharap hujan menyamarkan kerut wajahku.
1 note
·
View note
Text
Kamu kontan mengempasku secara konstan. Meluluhlantakkan-ku hingga melebur denganmu; mengalir, mengalur, ke tengah-tengah samudera.
Kamu ombak yang sabar.
Aku karang yang memudar.
3 notes
·
View notes
Text
01.45
Sudah terlalu malam untuk terjaga, tapi sungguh terlalu asyik untuk berpikir.
Masa lalu, sekarang, masa depan, pada akhirnya masa bodo.
0 notes