"I write to give myself strength. I write to be characters that I am not. I write to explore all the things I'm afraid of." ―Joss Whedon
Don't wanna be here? Send us removal request.
Photo

The Chronicles of Liz Carter : The Unknown Huntress - VII. The Forest (on Wattpad) http://my.w.tt/UiNb/4HexJm7kgy "Peramal yang menghilang, saat jalan berliku terbuka. Sembilan orang yang tidak abadi akan berjuang mempertahankan rumah. Orang yang tersayang akan berkhianat, dan angin bebas dari belenggu kegelapan. Darah suci mengalir ketika Sang Penguasa Waktu menyatu. Angin atau air akan menyelamatkan rumah atau menghancurkan." Liz Carter adalah gadis unik dengan dua kepribadian yang saling bertolak belakang. Ia bersama sembilan teman barunya menjalankan misi yang disebut misi bunuh diri oleh wanita yang ia benci. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Tony Johnsson, seorang setengah pria setengah kuda-satir, dan mengantarnya ke Perkemahan Blasteran. Jika selama perjalanannya ia menghadapi banyak monster aneh dan menyeramkan, lain halnya saat ia tiba di depan pohon Pinus yang menjulang tinggi di atas bukit, ia bertemu dengan seekor singa betina paling besar yang pernah ia lihat ketika tertinggal jauh dari gerombolan teman-temannya. Mulai saat itu, Liz merasa hidupnya tidak pernah tenang, tidak pernah menyenangkan, aneh, dan juga sulit. Terutama pada ramalan yang dibacakan oleh Rachel Elizabeth Dare, seorang gadis yang ditunjuk untuk menjadi raga penampung arwah The Oracle of Delphi yang menyatakan sebuah misi besar padanya dan teman-temannya sebelum ia menghilang. A fanfiction about Percy Jackson and The Olympian + The Heroes of Olympus + The Trials of Apollo : All characters of these Novels owned by Rick Riordan, I don't own anything except original character.
0 notes
Quote
My children are so rarely happy. I... I would like to see you be an exception.
Hades to Nico Di Angelo, The Heroes of Olympus : The Blood of Olympus by Rick Riordan
3 notes
·
View notes
Link
0 notes
Text
Beginning of The End | A text called draft
28th of March 2016, 21:37 K.S.T. Galleria Foret Apartment, Seongdong-gu, Seoul, South Korea Hyo Yeon bersandar pada dada bidang Jong Woon dengan nyaman di sebuah sofa berwarna putih yang berada di sudut kamar luasnya. Memanfaatkan waktu luangnya bersama laki-laki yang katanya tidak jadi menikahi dirinya itu karena akhir-akhir ini ia sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatu mengenai comeback stage-nya yang akan dilaksanakan awal bulan depan nanti. Tepatnya bulan April. Kedua iris mata cokelat tuanya terlalu fokus memperhatikan apa yang ditampilkan layar datar ponsel mahal Jong Woon. Tidak, Hyo Yeon tidak bermaksud untuk memeriksanya dan memarahinya karena mungkin saja ia mendapati foto-foto selca laki-laki itu bersama beberapa gadis yang ia sendiri tidak peduli kenal atau tidak. Hyo Yeon hanya sedang memperhatikan foto-foto dirinya dan juga laki-laki itu. Kadang-kadang, ia memang mengambil selca lewat ponsel Jong Woon. Dan itu bukan hanya sekali ataupun dua kali. Karena terlalu serius, Hyo Yeon tidak sadar kalau rambutnya yang baru beberapa hari ia ganti warnanya itu dibelai lembut oleh Jong Woon. "Na-ya," panggil Jong Woon pelan. "Hmm..." Hyo Yeon menjawab panggilan itu dengan gumaman tidak jelas tanpa menoleh dan tetap fokus. "Aku tidak menyukai modelnya." Mata Hyo Yeon mengerjap. "Model apa?" ia menoleh dan mendapati jarak wajahnya dengan laki-laki itu hanya dua senti saja. "Oppa..." rajuknya pelan. Jong Woon menyengir, ia mencuri sebuah kecupan di pipi Hyo Yeon, lalu berkata, "Model rambutmu. Aku menyukai model yang di teaser ini." Jong Woon menunjuk salah satu foto teaser untuk mini album terbaru Hyo Yeon di ponselnya. Sebuah foto yang sederhana. Gadis itu memakai baju kodok sepaha, rambutnya blonde kecokelatan dikepang dua, dan memegang sebuah balon berwarna merah. Teaser itu baru saja dirilis tepat tengah malam tadi. Ah, Jong Woon hampir melupakan sesuatu, gadis itu bahkan terlihat nyaman dengan sneakers putih! Sungguh, itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi pada seorang Hyo Yeon. "Kau memakai sneakers?" Jong Woon mengerjap-ngerjapkan matanya, seakan baru sadar. "Apa tidak sakit?" "Oppa..." Hyo Yeon mengangkat tangannya dan hampir mencubit pinggang laki-laki itu kalau laki-laki itu tidak cepat-cepat memeluk pundaknya. "Waktu itu kau mengatakannya padaku kalau memakai sneakers kakimu akan terasa sakit." Balas Jong Woon. Hyo Yeon merengut, "Memang," ia menghela napas dan ikut memperhatikan foto teaser dirinya sendiri. "Tapi aku harus apa kalau konsepnya memang seperti itu? Terutama..." ia memutus ucapannya tiba-tiba. "Terutama?" tagih Jong Woon. Hyo Yeon melirik sekilas, "Ah Ra eonni mengancamku." "Jinjjayo?" tangan Jong Woon pindah ke pinggang Hyo Yeon. "Uhm," ia menatap Jong Woon dan buru-buru menyingkirkan tangan laki-laki itu di pinggangnya. "Katanya kalau aku tidak mau memakai sneakers dia akan membatalkan jadwal rekaman lagu duet denganmu." Seketika kamar luas Hyo Yeon dipenuhi oleh tawa Jong Woon yang terbahak-bahak. "Sebegitu inginnya kau berduet denganku, huh?" "Oppaaa..." kali ini Hyo Yeon berhasil mencubiti pinggang Jong Woon. Laki-laki itu langsung mengaduh kesakitan. "Ini bukti kalau kita memang benar-benar mempunyai hubungan, lagi pula," ia menghela napas, "Aku juga ingin membuktikan bahwa rumorku dengan Ahn Jae Hyun itu tidak benar." Jong Woon berusaha menghentikan tawanya, ia berdehem kecil, "Kalau pun benar juga tidak apa—Astaga, Lee Hyo Yeon!" Jeritnya saat Hyo Yeon tiba-tiba saja mencubit keras pinggangnya dan tanpa sadar ia menghindar, lalu terjatuh di sofa yang menyebabkan gadis itu berada di atasnya sekarang. Kedua pipi Hyo Yeon langsung memerah, "O-oppa..." Ekspresi terkejut Jong Woon berubah, seringaiannya terukir jelas yang membuat Hyo Yeon kembali mencubiti pinggangnya. "Ya! Ya! Ya!" Hyo Yeon terkekeh, "Rasakan!" "Ya! Kau berani padaku, huh?" Jong Woon mendorong tubuh tinggi dan ramping gadis itu sehingga keadaannya berbalik, Jong Woon sekarang berada di atas tubuh gadis itu. "Ya!" Jerit Hyo Yeon ketika Jong Woon mengkelitiki pinggangnya. "Oppa! Ya! Ya!" Teriaknya sambil berusaha melepaskan diri dari Jong Woon dan membalas kelitikannya. "Na-ya! Ya!" Balas Jong Woon. "Oppa! Geli! Hentikan! Hentikan!" Tawa keduanya terdengar keras dan mereka saling mengkelitiki sampai akhirnya Hyo Yeon berhenti, diikuti oleh Jong Woon. "Kenapa menutup wajahmu?" Jong Woon tersenyum manis melihat ekspresi gadis itu. Hyo Yeon menggeleng, "Kau akan mengetahui kedua pipiku memerah, jadi aku menutupnya." Jelasnya dengan nada polos. Jong Woon terkekeh kecil, lalu membenarkan posisinya. "Kau masih saja merasa malu padahal hubungan kita sudah lebih dari empat tahun." Hyo Yeon hanya mengangguk. Ia sudah kehabisan tenaga untuk membalas ucapan laki-laki itu. Jong Woon menarik tubuh gadis itu dan memeluknya erat. "Aku bahagia bisa mempunyai hubungan selama ini denganmu." Bisiknya pelan. Hyo Yeon mengangguk lagi, "Aku akan—Ah, tidak." Keningnya mengerut heran. "Apa? Oppa apa yang ingin kaukatakan?" Hyo Yeon mendongakkan sedikit wajahnya. Jong Woon kembali tersenyum saat melihat pipi gadis itu masih memerah. "Aniya..." ia menghela napas pelan, "Kau akan menggelar pesta untuk merayakan anniversary debutmu?" Hyo Yeon mengangguk. "Kapan?" "Sepertinya awal bulan april. Mungkin tanggal tujuh atau entahlah, yang mengatur jadwalku 'kan Chang Hyun oppa. Kenapa oppa tidak menanyakan langsung padanya saja? Kenapa—" Jong Woon mengecup pelan bibir Hyo Yeon. "Kau cerewet." Ia mengeratkan pelukannya. "Padahal aku hanya menanyakannya saja, hanya ingin tahu." Ia membenamkan wajah di sebelah pundak Hyo Yeon dan menghirup aromanya dalam-dalam. "Aku merindukanmu, sangat." Hyo Yeon tersenyum kecil, lalu mengusap-usap punggung Jong Woon. "Aku hanya pergi sebentar, buktinya aku kembali lagi padamu 'kan?" Jong Woon mengangguk, ia memejamkan matanya perlahan. "Uhm, cinta memang akan selalu kembali." Hyo Yeon tersenyum lagi. "Dan, karena kau adalah cintaku, jadi aku yakin kau akan kembali padaku. Seberapa jauh kau pergi kau akan tetap kembali padaku, Na-ya."
1 note
·
View note
Text
The Magic Castle : Sklohrad (Glass Castle) | PROLOG
Seoul, South Korea, June, 2030
Bel sekolah berbunyi tepat pada saat aku baru saja menutup sebuah buku tebal berwarna hijau tua, yang menceritakan tentang mitologi Yunani, semua ini karena seorang gadis yang beberapa hari lalu dengan seenak jidat memintaku mengerjakan semua misi yang berada di dalam virtual-reality game. Nama gadis itu Jung Soo Ra, dia adalah ketua OSIS di sekolah ini, tempat kelasnya hanya berbeda dua kelas dariku, dia termasuk gadis yang cukup pandai, namun semua kepintarannya berubah saat dia sudah memasang amusphere di kepalanya. Berubah dan itu drastis.
Maksudku, bukan berubah seperti hal yang tidak-tidak, melainkan menjadi sosok lain namun wajahnya tetap sama, dan seharusnya dia beruntung kalau di game itu ada tipe wajah yang serupa dengan kenyataannya. Dan satu lagi, dia juga harusnya merasa berterimakasih padaku karena menawarinya game itu serta mengajarkannya. Tapi, kenapa dia malah memberiku tugas sesulit ini?
Mitologi Yunani? Oh, ayolah, aku baru tiga hari bermain game itu, dan harus mencapai level 50 ke atas untuk bisa mengerti serta bertarung dengan yang namanya mitologi Yunani. Dasar Soo Ra payah! Kesalku dalam hati. Aku memutuskan untuk bangkit dari duduk karena perutku sudah berbunyi minta di isi sesuatu. Aku tidak sengaja menoleh ke arah jendela kelasku yang bersebrangan dengan lapangan basket, dan aku melihat laki-laki yang tidak asing lewat kedua iris mataku.
Aku memperhatikannya lama, sampai aku tidak sadar kalau laki-laki itu menoleh ke arahku dan membalas tatapanku. Awalnya aku diam tidak bergeming, tapi begitu senyuman manisnya terukir, aku baru sadar kalau diriku menahan napas, sialan. Umpatku dalam hati. Aku mendengus dan bergegas keluar kelas, hampir saja aku menabrak seseorang kalau tidak buru-buru menghentikan langkah cepatku.
“Hati-hati kalau jalan!” Serunya, aku mendongakkan kepala ke atas dan langsung mengerucutkan bibirku ketika tahu siapa orang yang hampir aku tabrak itu.
“Ya! Kim Rae Kyung! Kau yang harusnya hati-hati!” Balasku. Dia menyeringai.
“Sudahlah, seringaianmu itu jelek, kau tahu! Awas, aku mau lewat!” Aku bergeser sedikit ke arah kanan dan segera berjalan, tapi belum sempat selangkah aku capai, lenganku sudah ditarik olehnya. Aku menggertakkan gigi pelan.
“Putri dewi Hera seharusnya tidak seketus itu.” Ucapnya.
“Bukan urusanmu, dan apa kaubilang tadi? Ya! Kim Rae Kyung! Itu hanya dalam sebuah game.” Ketusku lagi, lalu cepat-cepat melepas tangannya di lenganku dan bergegas mengambil langkah lebar-lebar. Rasanya aku ingin teleportasi langsung ke lapangan basket, tepat di depan Ji Woon berada seperti di dalam game, tapi Yah... tentu saja itu hal yang sangat mustahil!
Aku memajukan bibirku hingga membentuk kerucut memikirkan tingkah laku Rae Kyung tadi, kenapa dia dengan seenaknya mengatakan bahwa aku putri dari dewi Hera dalam mitologi Yunani? Padahal dalam peraturan game tidak boleh sekalipun orang-orang tahu karakterku, apalagi saat ini aku bukan saja solo player. Aku mendengus dan menghentakkan kakiku kesal. Awas kalau aku bertemu dengan Ji Woon! Aku akan mengadu padanya!
Aku mempercepat langkah kakiku di koridor yang menuju lapangan basket, berharap kalau Ji Woon masih berada di sana dan bisa diajak makan siang bersama. Awal aku bertemu dengan Ji Woon benar-benar bukan awal yang pernah aku bayangkan sebelumnya, jika orang-orang normal bertemu dengan orang baru, pastinya hanya karena berpapasan, bertabrak pundak, ataupun tidak sengaja menginjak kaki. Tapi, aku dan dia berbeda.
Kim Ji Woon memang berbeda, itu adalah pikiran yang aku tangkap saat pertama menatap kedua iris mata hitam sipitnya. Aku tidak berkenalan secara nyata dengannya saat pertama kali bertemu. Saat itu kami hanya melempar senyuman setelah dia menolongku yang hampir terjatuh dari atas bangunan tinggi di kota Lyon, lantai satu Sklohrad–tentu saja di dalam game–dia sosok laki-laki yang sangat baik.
Memikirkannya membuatku merasa beruntung bisa mengenalnya, dia banyak membantuku di dunia nyata ataupun dalam dunia virtual yang diam-diam telah menjadi hidup kedua untukku. Tanpa sadar senyumanku terukir dan terasa tidak pernah bisa pudar. Sampai pada Soo Ra yang sepertinya sengaja menabrak sebelah bahuku hingga aku terhuyung ke belakang dan kembali menabrak sesuatu–tepatnya seseorang.
“Sudah kubilang ‘kan? Dia sedang tidak waras hari ini.” Ledek Kim Rae Kyung yang sudah berdiri di samping Soo Ra. Aku mencibir sebal.
“Ya!”
“Kau benar-benar tidak waras, Se Jeong-ah?” tanya Soo Ra, meski raut wajahnya mengatakan kalau dia mengkhawatirkanku, tapi... Mengingat sifat evilnya yang bisa muncul kapan saja itu membuatku mengurungkan sikap simpatiku padanya.
“Tidak usah peduli padaku, aku terlalu sibuk dengan buku mitologi itu.” Balasku, lalu cemberut.
Seketika gadis tinggi bernama Jung Soo Ra itu terbahak keras-keras sampai-sampai Na Young dan Yeon Ji yang sedang bercakap di bangku panjang yang dekat dengan kantin itu menoleh. “Kenapa semua orang menyebalkan sih?”
Soo Ra berusaha menghentikan tawanya ketika mengetahui ada sinyal marah dalam diriku, pada nyatanya, aku tidak benar-benar marah, hanya saja kesal, kenapa hari ini semua orang seperti meledekiku? Atau, apa memang benar-benar meledekiku?
Soo Ra berdehem kecil, “Oh, jam empat sore nanti kita kumpul di base camp, jangan sampai telat ya! Jangan lupa ajak Kim Ji Woon-mu itu, tidak seru kalau tidak ada sepasang manusia aneh di dalam rapat!” Setelahnya dia tertawa lagi.
“Aku baru akan menemuinya.” Ucapku, menghiraukan kalimat terakhir yang dia katakan.
“Oh, bukannya Ji Woon sudah selesai latihan basket ya?” Hae Jin yang datang entah dari mana pun berucap. Aku menoleh dan menatapnya dengan tatapan horror. Ia memeriksa jam berwarna perak yang melingkar di tangannya. “Sudah hampir jam satu.” Ia membalas tatapanku, “Kenapa kau melihatku seperti itu? Hmm... Kurasa Ji Woon sudah berada di kantin.” Ia menunjuk ke salah satu meja bundar berukuran sedang di dalam kantin, aku baru sadar kalau kami berhenti tepat di depan kantin. “Itu...”
Aku refleks menolehkan kepala dan kedua mataku langsung membulat mendapati Ji Woon duduk bersebelahan di satu meja dengan seorang gadis. “Sialan.” Umpatku telak. “Kim Ji Woon aku tidak akan memaafkanmu!” Teriakku sampai beberapa siswa dan siswi di dalam kantin itu menoleh. Aku menghela napas meredakan amarah serta rasa maluku, lalu berbalik dan berlari menjauh dari sana.
Apa yang sudah kaulakukan Jeon Se Jeong? Kenapa kau mempermalukan dirimu di depan banyak seperti itu? Gumamku dalam hati setelah sampai di dalam toilet wanita lantai tiga. Aku memutuskan untuk membasuh wajahku beberapa kali dengan air yang mengalir di keran. Sial. Sial. Sial. Gerutuku dalam hati.
Kim Ji Woon menyebalkan. Lihat saja nanti.
Aku menyeret kedua kakiku yang terasa lemas keluar dari toilet dan kembali menghela napas. Mengingat bahwa guru yang mengajarku setelah istirahat makan siang selesai itu tidak mengajar, aku pun melangkah ke arah base camp ruang OSIS yang berada di dekat tangga darurat di ujung kanan lantai tiga. Suasana sekitar yang sepi tidak bisa menakuti diriku karena aku sudah terbiasa berteman dengan kesepian, kesendirian.
Aku langsung membuka pintu ruangan itu, tapi anehnya tidak bisa terbuka. “Terkunci?” gumamku, aku mendengus lagi. Pasti Soo Ra atau Na Ra yang menguncinya, kemarin mereka yang terakhir keluar ruangan. Sebagai anggota OSIS, kami sering mengadakan rapat di ruangan bercat biru tua itu. Sering bukan berarti hanya beberapa kali dalam seminggu, tapi setiap hari. Ya, kami rapat setiap hari, setiap kami mendapat anggota baru. Aku terpaksa kembali ke kantin untuk meminta kunci yang dipegang oleh Soo Ra. Padahal sejak kejadian tadi, aku jadi kesal setiap bertemu dengannya. Apalagi di kantin tadi... Sudahlah, Jeon Se Jeong! Jangan terlalu dipikirkan!
***
“Dia meninggalkan buku catatannya di salah satu meja di perpustakaan.” Jelas Jung Hyun sambil meletakkan sebuah buku yang tidak tebal berwarna hijau toska di tengah-tengah meja berukuran segi panjang warna cokelat kayu. “Dan saat aku mengambilnya, sebuah foto terjatuh dan membuatku terkejut.” Dia duduk di kursi terdekat dan membalikkan sampul buku itu. Mataku membulat saat melihat sebuah foto yang tidak asing di pikiranku. Aku yakin berbelas orang yang berada di ruangan ini pun kebanyakan berpikiran sama seperti diriku.
“Sklohrad, berdiri tanpa ditopang apa pun di tengah-tengah keindahan awan. Lebih tepatnya, kastil kaca yang melayang di langit tidak berujung, seolah ikut berteman dengan awan.” Jelas Soo Ra sambil memperhatikan foto itu. Dia menoleh ke arah seorang gadis dengan rambut panjang berwarna hitam dikuncir kuda. Dia gadis baru, maksudku, baru terlihat, baru kukenal meski tidak tahu namanya siapa. “Aku... Aku menyimpannya ke dalam memori internal amusphere-ku dari game.”
“Game apa yang tengah kaumainkan?” Soo Ra tersentak dengan gebrakan tangan Yeon Ji.
“Tentu saja dia memainkan SAEMO! Eonni, apakah kastil ini tidak bisa menjelaskan semuanya? Huh,” Yeon Ji kembali duduk setelah menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Aku yakin dia bosan dengan ucapan Soo Ra yang selalu seperti itu setiap ada siswa ataupun siswi yang ketahuan bermain SAEMO.
“Kau beta tester?” tanya Jung Hyun langsung. Tapi gadis itu diam, tidak mengangguk, ataupun menggeleng. Hanya menundukkan kepalanya sedikit, aku merasakan ada rasa takut dalam dirinya. Atau... Apa karena dia tidak tahu apa itu beta tester?
“SAEMO baru akan dirilis bulan depan,” ucap Ji Woon, namun tidak berhasil mengalihkan perhatianku, lebih tepatnya aku sengaja mendiamkannya, biar saja dia berbalik marah padaku, tapi kenyataan bahwa gadis ini adalah gadis yang tadi bersamanya membuatku merasa ingin keluar dari ruangan ini secepatnya!
“Dan hanya orang-orang yang terpilihlah yang bisa memainkannya sejak tanggal satu bulan ini.” Jelasnya. Aku menundukkan kepalaku, menatap foto kastil kaca yang terlihat megah tidak jauh dari arah pandangku. Foto itu, dan ucapan Ji Woon membuatku kembali mengingat kali pertama aku mengenal game bernama SAEMO, berasal dari singkatan Sword Adventure Ele-Myth Online. Saat pertama kali aku mengakui ada yang lebih sempurna dari dunia nyata, dan lebih indah, serta lebih mengerikan dari dunia nyata.
Virtual-Reality.
Saat pertama kali aku bertemu dengan laki-laki itu.
Dia, Kim Ji Woon.
***
July, 2030
“Pemirsa, akhirnya setelah sebulan lalu diumumkan game terbaru hanya untuk beta tester, bulan ini game tersebut akan dibuka untuk semua kalangan dengan sistem solo player. Game bernama Sword Adventure Ele-Myth Online yang menggabungkan mitologi Yunani serta elemen-elemen dasar dunia akhirnya dirilis secara resmi baik dalam online ataupun offline. Game yang bersifat VRMMORPG ini hanya bisa dimainkan dengan amusphere dan hanya tersedia dua puluh ribu kopi untuk hari...”
Aku langsung mematikan siaran televisi yang membuatku bosan setengah mati. Bagiku, aku sudah mendapatkan game itu, walaupun dengan mendaftar dan tidak membayar sepeser pun, tapi buktinya aku menjadi beta tester pertama untuk game itu. Setelah suasana sepi menyergap ke beberapa ruangan di dalam kamarku, aku duduk di atas kasur dan menghela napas.
Aku menoleh sedikit ke arah meja nakas yang berada tidak jauh dari tempatku terduduk, di atasnya terdapat amusphere berwarna putih yang sudah kupakai untuk memainkan game SAEMO selama sebulan. Ya, aku sudah menjadi beta tester selama sebulan, tanpa ada rasa bosan. Benda berwarna putih itu berbentuk seperti bandana yang terbuat dari mika lembut, di dalamnya tedapat kabel-kabel yang salah satunya dipakai untuk dihubungkan pada colokan listrik. Sebenarnya, amusphere juga memiliki baterai cadangan di dalamnya, tapi selama aku memakainya, aku lebih nyaman dengan apa yang telah aku lakukan sebelumnya. Amusphere termasuk perangkat keras yang dapat terlihat dan diraba langsung oleh indera manusia. Benda itu juga aman dari berbagai bahaya pada kepala serta otakmu saat kau memakainya.
Amusphere adalah benda yang kupakai pertama kali untuk bermain game, meskipun ada joystick untuk playstation, tapi aku tidak pernah memainkannya. Dan juga, SAEMO adalah game pertama yang aku mainkan, dan aku langsung menjadi beta tester. Awalnya memang cukup sulit untuk beradaptasi karena di dalam dunia virtual tubuhku bertarung melawan monster-monster untuk menyelesaikan level sedangkan di dunia nyata tubuhku berbaring diam dengan keadaan mata tertutup.
Tentu saja hal itu dikarenakan SAEMO adalah game yang berjenis VRMMORPG, amusphere yang aku gunakan untuk memainkan game itu akan memancarkan sinyal ke dalam otak serta semua indera manusiaku. Sehingga aku dapat menggerakkan tubuhku, menunjukkan berbagai ekspresi, dan tentunya bertarung di dalam dunia virtual yang diciptakan oleh Mark Steberton. Game master dari permainan Sword Adventure Ele-Myth Online.
Amusphere adalah benda yang menjadi teman hidupku setelah dua bulan lalu ayah memutuskan untuk bercerai dengan ibuku dan membawa pergi Jeon Woo Jung, kakak kandungku yang aku tidak tahu ada di mana sekarang. Ayah memisahkanku darinya, padahal dia tahu kalau aku sangat dekat dengan pria yang sering kusebut Nemo itu. Tanpa sadar, rasa ingin memeluknya kembali muncul dalam jiwaku.
Aku mengusap wajahku, berusaha mengubah air muka yang kuyakin sudah berubah menjadi raut kesedihan dan segera berbaring, mencari posisi yang nyaman di atas kasur setelah memakai amusphere kesayanganku. Aku menatap langit-langit kamarku yang terdapat gambar Yuki–nama karakterku di game–lalu, perasaan tidak sabar ingin melihat pemain-pemain baru yang sudah log in ke dalam game ini pun muncul.
Membuatku langsung menutup mata dan mengatakan, “Let’s Start!”
1 note
·
View note
Quote
Aku tahu dia tidak sempurna, tapi aku mencintainya.
Kim Jong Woon, Unpredictable Hurts by J.Claire
1 note
·
View note
Quote
Walaupun tidak ada hal lain di dunia ini yang bisa kau percayai, percayalah bahwa aku mencintaimu. Sepenuh hatiku.
Ilana Tan, Sunshine Becomes You
1 note
·
View note
Quote
Di mana pun dia berada. Dan kuharap dia tahu bahwa selama aku masih bernapas, aku akan selalu mencintainya. Sepenuh hatiku. Selamanya.
Ilana Tan, Sunshine Becomes You
1 note
·
View note
Quote
Selama dia bahagia, aku juga akan bahagia. Sesederhana itu.
Ilana Tan, Autumn In Paris
1 note
·
View note
Quote
Kau mungkin tidak sempurna, tapi kau sempurna untukku.
Ilana Tan, In A Blue Moon
1 note
·
View note