Text
"Produk dari stress adalah target."
-Aditya Luhut, 26 tahun, Karyawan Konsultan di Jakarta.
17 Agustus 2019, 17.46, Kopi Yan Sabang
Rencana yang berjalan tidak sesuai dengan semestinya berubah jadi suatu dialog yang meaningful buat gue tentang suatu target. It's a good conversation with him at Independence Day.
2 notes
·
View notes
Text
D: "Kalo keinginan gue sendiri pengennya di mutasi ke daerah. Biar gue tau apa yang gue hasilkan akan sama atau engga kaya gue di tempat tinggal gue sekarang."
E: "Menarik juga ya, di saat banyak orang menghindari mutasi lo malah pengen di mutasi."
D: "Iyaa, belum dikasih kesempatan aja buat sekarang."
E: "Berarti lo saat ini dibutuhkan kantor pusat karena ilmu lo yang spesial dan spesifik. Pasti ada waktunya kok, tenang aja mas."
Entah kenapa di saat itu mood gue jadi naik dan semangat buat ngejar impian gue. Perasaan gue kaya di kontrol oleh kekuatan magis. Mungkin kekuatan tersebut muncul di 2 kalimat terakhir atau teringat sama seseorang yg pernah ngucapin kalimat tersebut :^)
14 Agustus 2019, 22.13
Perjalanan pulang di sepanjang jalan menuju Terminal TransJakarta Ragunan dari daerah Jagakarsa.
0 notes
Text
"Lo akan besar karena kritik. Karena dari kritik mereka mengenai karya lo, lo bisa olah itu jadi output yang bikin orang tergelitik sama pemikiran lo."
-Frigidanto Agung, 50an tahun, Mentor Short Course "Intuisi Visual", Gudskul - Jakarta, 14 Mei 2019, 18.50.
Terima kasih atas sharing session singkatnya pada malam itu Pak Agung. Saya jadi paham harus melanjutkan ke mana arah pemikiran saya dalam berkarya :^)
0 notes
Text
Damas: "Pengalaman paling sering lo alamin ketika manggung apa dim?"
Dim: "Gue paling sering dibayar 2M! Makasih Mas."
-Dhama Ihram, 26 Maret 2019, 21.20, Gudskul Jakarta.
0 notes
Text
Refleksi dan Eksekusi
Selama 8 tahun lamanya gue berkarir menulis di blog, baik itu platformnya Blogspot atau Tumblr. Selama perjalanan itu juga gue sadar kadang gue lompat-lompat ke platform lainnya seperti Twitter, Medium, dan lain-lain karena ikut-ikutan orang lain. Lagi happening pake platform nulis apa gue ikutin. Sampai pada akhirnya gue kembali ke Blogspot dan Tumblr untuk tempat gue menulis yang sifatnya storytelling. Banyak pengalaman menulis gue selama ini yang menurut gue bisa menjadi achievement, misalnya ketika tulisan gue bisa menginspirasi (katanya), menghibur banyak orang, sampai pernah menang lomba karena cerita yang gue jual di tulisan gue. Walaupun selama gue menulis exposure gue gak terlalu tinggi karena tulisan gue (menjadi seterkenal Raditya Dika atau yang lain), gue senang ketika bisa berbagi apa yang gue rasakan dengan orang lain di blog. Dulu sempet kepikiran sama traffic blog gue karena obsesi untuk bisa dikenal banyak orang lewat tulisan gue. Namun seiring berjalannya waktu, gue udah gak terlalu peduli sama traffic blog gue. Buat gue sekarang, bisa nyempetin nulis sampe tulisan itu beres aja udah bersyukur. Bisa dapet traffic banyak ataupun menang lomba itu merupakan sebuah bonus.
Selama 8 tahun ini gue juga belajar mengenai karakter tulisan gue. Gue sadar, dengan banyaknya platform gue nulis seharusnya gue bisa manfaatkan secara efektif. Asalkan gue tau di masing-masing platform blog gue mau nulis apa. Di tahun 2019 ini gue coba mau mengelompokkan platform-platform nulis gue. Gak kepatok berbentuk tulisan sebenernya. Karena gue sekarang lagi nekunin bidang grafis, gue coba mengelompokkannya agar gue bisa membuat karakter "gue" di setiap platformnya. Maka dari itu setiap platform gue coba mengelompokkannya seperti ini:
Blogspot : Tempat gue menulis opini gue dari hasil observasi gue terhadap lingkungan. Sifatnya tulisan santai tapi serius.
Tumblr: Tempat gue untuk menuliskan ide-ide dan hal-hal di dalam diri gue yang lebih personal. Ibaratnya di sini lebih ke tabungan ide dan emosional gue.
Medium: Tempat gue untuk menuliskan hal-hal yang bersifat serius. Di sini gue latihan untuk memberikan informasi singkat berdasarkan data yang gue dapatkan. Mungkin gaya penulisannya kek jurnal-jurnal ilmiah tapi dengan gaya tulisan yang singkat dan padat akan informasi. (Link will be updated soon)
Twitter: Tulisan di sini lebih personal lagi dan lebih spontan dibanding Tumblr.
Behance: Di sini gue lebih menjadi ajang pamer gue terhadap karya-karya yang gue buat. Bisa berupa arsitektur ataupun grafis.
Dribble: Gue baru buat akun di platform ini. Tujuannya buat latihan bikin sneak peak karya grafis gue. (Link will be updated soon).
Semoga dari platform yang gue sebutkan di atas hasilnya baik itu berbentuk tulisan ataupun grafis bisa jadi stimulus gue dalam berkarya. Setidaknya mencoba untuk produktif buat menghasilkan karya di setiap platformnya.
0 notes
Text
Terjebak Dalam Pikiran Sendiri
Resolusi tahun 2018 gue adalah mengedepankan aksi daripada membuat wacana. Gue sadar selama bulan Januari kemarin gue terlalu banyak menghabiskan waktu yang membuat gue gak menghasilkan proyek apapun selain penyesalan. Di saat yang sama fase titik jenuh itu kembali muncul 5 cm di depan kening gue. Kerjaan semakin serabutan, gak ada rencana yang jelas gue mau ke arah mana dalam berkarir, patah hati (umm...kalo ini keknya udah biasa deh), dan hal-hal lainnya. Dari sana gue bertekad buat bulan Februari gue harus nge-push limit gue sendiri biar sadar bahwa banyak hal yang gue bisa hasilkan dari produktivitas gue setiap harinya.
Sekarang hampir pertengahan Bulan Februari dan beberapa hal gue udah lakukan secara konsisten yaitu nulis gratitude list di setiap harinya, biar gue tau apa yang gue udah alamin pada hari ini dan itu semua harus gue syukuri. Nantinya gratitude list ini akan gue rangkum di akhir bulan sebagai bahan evaluasi dan menjadi tolak ukur untuk menjalani bulan selanjutnya. Beberapa hal yang masih miss adalah nulis blog di setiap minggunya. Udah 2 minggu terlewat begitu saja tanpa menghasilkan satu tulisan pun di blog gue bulan ini. Gue ngerasa masih terlalu banyak mikirin apa yang harus gue tulis. Padahal waktu zaman kuliah, gue dengan entengnya nulis hal apapun yang gue rasain di minggu tersebut. Gue terlalu sibuk sama konten yang gue akan tulis ataupun me-rekonstruksi blog gue yang malah bikin gue jadi pusing sendiri dan memilih untuk menunda tulisan-tulisan gue yang mengendap di draft blog gue. Belum lagi proyek personal yang gue jalanin yang mengharuskan gue harus mengerjakan setiap harinya satu gambar gue tunda sementara waktu.
Dari semua yang gue udah coba mulai di Bulan Februari ini, seenggaknya gue punya target minimal setelah gue tinggalin bulan ini dan bulan-bulan selanjutnya ada 1-2 proyek yang beres dan bisa jadi arsip gue. Entah itu proyek personal ataupun proyek profit dari orang lain. Syukur-syukur dari proyek tersebut ada profitnya, yang penting batin gue tersalurkan di proyek tersebut. Sekarang ini gue sedang memancing untuk melakukan aksi dalam hal menulis. Gue udah terlalu banyak menuntut ini itu dari dalam diri gue untuk sebuah tulisan. Padahal seharusnya kalo nulis ya nulis aja, gak perlu berharap materi atau semacamnya. Kecuali gue Raditya Dika atau penulis-penulis lainnya yang tulisan mereka cukup bernilai untuk dibayar.
Seiring berjalannya waktu, gue juga bertekad untuk lebih sering pulang kantor tepat waktu (atau toleransi 1-1,5 jam semenjak jam pulang berlaku) buat berinteraksi sosial dengan teman-teman sekitar gue. Sebenarnya gak mesti teman juga, stranger pun kalo gue mau membuka diri gue bisa berinteraksi sama mereka untuk mendapatkan topik obrolan baru. Capek memang, tapi di sana gue akan mendapatkan “soul” gue yang ke charge karena ketemu sama orang di luar kantor. Mungkin bakal ada beberapa masukan/ide yang dibungkus dalam dialog dan juga tawa dari masing-masing pihak. Seenggaknya gue ngerasa setiap hari yang gue jalanin dan akan gue lewatin gak sia-sia.
0 notes
Quote
No matter what the result is, I really hope that will be a good and better place for you mas. Good luck!
Someone who always comes at the right moment when I am at my lowest point. Thank you for being my booster :^)
Jakarta, February 8th, 2018 08.27
Sebuah percakapan singkat di media sosial ketika gue meminta pandangan dia tentang 2 pilihan yang gue hadapi.
0 notes
Text
While some people inspire, others conspire
Rifqi Hadyan Damas
Jakarta, 23 Oktober 2017
Ketika melihat dinamika karyawan dan perusahaan.
0 notes
Quote
Kalo klien adalah raja, gue akan kudeta kerajaan itu.
Rifqi Hadyan Damas, Dari perlakuan klien terhadap fee yang berbanding terbalik dengan permintaan.
0 notes
Quote
...Berdoa dengan cinta, bukan berdoa untuk cinta...
Menolak Lupa Dalam Biografi Munir
0 notes
Quote
Masalah aing besok serahkanlah pada diri aing yang besok.
Saitama One Punchman via Fulki Faza Gunawan
0 notes
Text
Permainan Iman
Ketika diri tak percaya Tuhan. Melakukan dosa terasa ringan. Ibadah pun terasa bosan. Hilang tujuan sebagai alasan.
Lingkungan menjadi tekanan. Setan pun dipilih sebagai teman. Orang sekitar tak mau mendengarkan. Khayalan berbenturan dengan kenyataan.
Hilang semua angan dan harapan. Satu persatu sirna dalam bayangan. Berharap aku hilang ingatan. Karena kompleksitas sebuah pemikiran.
Kutarik ini semua menjadi satu kesimpulan. Setidaknya di dunia kita memiliki peran. Sebuah senyawa berbentuk insan. Katalisnya berupa sebuah kejadian.
Jakarta, 27 mei 2017, 23.45 Fase (kembali) di lingkaran setan.
0 notes
Text
Jalan yang gak disangka
Sebuah pertemuan tidak sengaja dan ditempat yang tidak diduga juga. Tepi jalan Senayan City ketika gue merenung melepas stress dengan melihat kendaraan lalu lalang di depan Mall Senayan City. Seorang teman yang udah gak ketemu selama 6,5 tahun lamanya kebetulan dia sudah berkeluarga. Dulu gue banyak dapet advice dari dia mengenai kehidupan waktu gue masih SMA. Gue berbincang-bincang dengan dia tentang keadaan gue dan dia. Setengah jam lamanya kita berbincang, gue termenung dengan kalimat penutup obrolan kita sebelum akhirnya dia pamit pergi menemui istrinya.
“Gue cukup takjub sama perubahan yang lo alamin semenjak terakhir kita ketemu. Gue gak tau lo di Bandung ngapain dan ketemu siapa aja. Walaupun dengan keadaan lo yang sekarang ditambah pengalaman apply kerjaan ke puluhan kantor dan gagal interview berkali-kali, gue yakin orang kayak lo cocoknya gawe indiepreneur karena pemikiran dan sikap lo dalam menghadapi suatu masalah. Mungkin lo sekarang susah dapet koneksi, tapi gue yakin batu loncatan lo adalah sesuatu yang gak disangka orang-orang. Jalan yang banyak orang remehin tapi lo berhasil menggunakan hal tersebut buat langkah pertama menjadi seorang indiepreneur. Tapi inget, saat lo udah punya nama/karya, lo itu kaya buah durian. Jumlah orang yang suka sama yang benci lo sama banyak. Lo cuman harus siap sama keadaan itu aja mas.”
Jakarta, 26 Mei 2017, 21.18, Obrolan Singkat di Warung Kopi Sebelah Senayan City.
0 notes
Text
3x3
“Gue nyesel dilahirin miskin”
Ucap nyokap gue saat mengulangi perkataan yang didengar dari seorang remaja saat beliau melintas di area tetangga rumah kami. Nyokap dan adek gue tertawa sambil berkomentar “gara-gara gak dibeliin motor aja udah nganggep keadaannya miskin. Kita happy-happy aja walaupun kendaraan sehari-hari kita cuman sepeda. Malahan bertahan sampe puluhan tahun”. Gue cuman termenung dengan pernyataan remaja tersebut.
Siapa sih yang mau dilahirin miskin? Gue yakin beberapa orang tinggal di negara konflik pun berpikir hal yang serupa namun beda konteksnya. Mereka gak mau dilahirkan di tempat yang kurang beruntung. Dengan keadaan yang kurang memihak kepada mereka, perjalanan hidup pun terasa berat. Hujan peluru menghujam tempat tinggal mereka dan hanya dipayungi langit hitam yang berasal dari asap dentuman bom dan peluru. Cukup mendeskripsikan ketakutan mereka.
Teringat 12 tahun yang lalu gue sekeluarga pernah tinggal di sebuah tempat berukuran 3x3 dengan isi 4 orang. Tiga puluh meter belakang tempat tinggal gue adalah Tempat Pembuangan Sementara. Secara lingkungan kurang layak. Bahkan unit biological Le Corbuzier yang gue pelajari saat kuliah (1 orang minimal mendapatkan ruang untuk tempat tinggal yaitu 14m2) tidak masuk hitungan untuk keadaan tempat tinggal gue saat itu. Awalnya merasa sedih dan berpikir “kenapa gue tinggal di tempat kaya gini”. Tetapi nyokap sama bokap gue ngajarin bahwa dengan keadaan kek gini, gue bakal tau cara berempati sama orang dan cara menyelesaikan suatu masalah di saat-saat yang kurang menguntungkan. Cara simpelnya adalah berdoa dan berusaha aja.
Walaupun keadaan gue sampai sekarang kurang menguntungkan (kerjaan belum dapet, tuntutan masih banyak) di situlah gue introspeksi buat membenahi apa yang perlu dibenahi. Makanya selain berdoa dan berusaha, gue pun menambahkan kata “tertawa”. Terkadang gue dianggap gila saat nyokap/adek gue udah melihat gue tertawa yang menurut mereka tertawa tanpa sebab. Gue saat tertawa itu memikirkan betapa lucunya realita yang gue hadapi dan sebenarnya gue tau cara menghadapinya dengan solusi-solusi realistis.
Kebahagiaan akan terbentuk ketika kita bisa mentertawakan realita kehidupan kita sendiri. Kalo udah sensi sama kehidupan kita sendiri, kapan lo berani menghadapi kenyataan? Studi kasus remaja yang di awal tulisan ini dibahas. Gue rasa dia cuman kurang berani menghadapi realita yang ada. Padahal dari segi ekonomi, cukup buat makan sehari-hari.
Buat gue salah satu definisi bahagia cukup sederhana. Kalo dijabarkan oleh formula matematika itu sama dengan 3x3. Pertama kalo gue masih bisa sepedaan/jalan-jalan kemana aja, kedua gue masih bisa makan, dan ketiga ketemu dan bisa bercanda dengan orang yang gue sayang (keluarga atau teman), ketiga. Dan itu semua gue lakuin rutin tiga kali sehari.
Jakarta, 25 Mei 2017, 21.05 Gelas ketiga kopi hitam dalam kamar tiga kali tiga.
0 notes
Quote
"We're never the same person we were, no matter how we think we're still the same."
@missciccone via twitter.
0 notes
Text
Harapan dan Kenyataan
Tetes hujan menyapaku dibalik jendela Daun-daun menghormati dengan santunnya Merebah diriku yang tak berdaya Ketika dihadapkan oleh suatu realita Setiap kali aku berbisik ke bumi Berharap didengar oleh langit tertinggi Segenap permintaan seraya ingin dikabuli Tanggap mulai detik ini Terlalu lantang kah mengutuk cobaan Ketika mencoba mendikte Tuhan Segala sesuatu dipastikan oleh ukuran Sampai hal abstrak seperti perjuangan Dalam anganku ingin secepatnya Dalam perlakuanku terus berusaha Dalam egoku kukubur sedalam-dalamnya Tanpa harus meneteskan air mata Jakarta, 18 Mei 2017, Ketika pucuk kesempatan belum nampak di penghujung perjuangan.
1 note
·
View note
Text
This Day Alone
Tossing turning oceans churning the child inside sighs then silently screams mountains made of metaphor lamenting all that’s gone before based on dark and distant dreams Unreasonably fearful tempestuously tearful losing our blessings dreading each unknown making even simple complicated adrift in desires never to be sated forgetting to live well this day alone
93 notes
·
View notes