a pleasant smell that frequently accompanies the first rain after a long period of warm, dry weather
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Bagiku, air mata lelaki lebih membuat iba daripada air mata wanita. Entah karena aku terlahir sebagai perempuan dan memahami betapa kuatnya kami atau hanya sesederhana ini semua pandangan dari si sakit terhadap sosok yang setia mendampingi selama ini.
Dalam hidup, aku pernah berada di dua posisi itu: si sakit dan si pendamping.
Namun sampai saat ini aku tak tahu posisi mana yang paling menyakitkan.
Ketika aku menemani ayahku dalam tahun-tahun panjang sakitnya, mengorbankan masa mudaku yang semestinya riuh dengan rapat, organisasi, acara kemahasiswaan, atau pun mengantri bioskop, aku mendapati betapa tersiksanya seorang pesakit: Jam-jam panjang di rumah sakit, cuci darah rutin yang porsinya semakin meningkat, pantangan makanan yang semakin panjang daftarnya, dan keterbatasan aktivitas fisik yang membuat bosan. Semua itu pasti tak mudah. Maka aku mencurahkan kasih sayangku pada ayah. Menjadikan sejawatnya iri karena memiliki aku sebagai putri yang perhatian dan penyayang.
Tapi kini, setelah aku menjadi si pesakit dan mengorbankan kehidupan banyak orang, aku merasa sangat menderita. Hidup dengan bergantung pada orang lain sungguh tidak menyenangkan. Aku benci menjadi beban. Aku benci diriku yang lemah. Tapi aku juga lelah. Lelah menjadi kuat. Lelah berpura-pura baik-baik saja. Tapi kemudian aku melihat tangis itu. Deritanya pasti lebih besar dariku. Berapa banyak waktu dan tenaganya yang terpakai untuk merawatku? Harusnya ia hidup dengan bahagia. Menikmati senja dengan seporsi udang bakar madu di meja, menelusuri sudut-sudut kota yang asing, mendengarkan rayuan ombak di tepi pantai. Bukannya di sini, mengkhawatirkan masa depanku yang entah bagaimana, menangisi kondisiku yang rentan. Maka aku tak boleh menyerah. Ayah berkata hidup adalah perjuangan. Dan di sinilah aku, dalam sakit yang mendera punggung dan kepalaku, aku bertahan. Entah aku atau dia yang menang, kupastikan aku tak akan pergi tanpa perlawanan.
Aku adalah pejuang.
0 notes
Text
?
Ternyata masih sama....
Perasaan diabaikan ini tak pernah hilang. Selalu melekat. Aku tiada pun, siapa yang akan bersedih untukku? Teman yang tak terasa seperti teman. Aku selalu merasa sebagai warga kelas 3. Apapun prestasiku, apapun kebaikanku, apapun keramahanku, semua menguap bagai embun terkena sinar mentari. Dan aku kembali mempertanyakannya: mengapa berusaha sekuat itu jika akhirnya tetap tak dianggap?
Apa yang salah denganku?
0 notes
Text
The Gate

Kemarin malam aku sudah memutuskan untuk mulai membuka diri. Menggunakan profil normal di akun instagram untuk memulai pertemanan dengan mereka-mereka yang mengenalku namun tak tahu sisi diriku yang lain.
Awalnya perasaanku begitu membuncah dengan harap. Aku punya perasaan baik soal itu (setidaknya aku berusaha berpikir demikian). Namun seperti yang lalu-lalu, aku berakhir dengan tangis. Aku menangis sambil memeluk miku.
Permintaan pertemanan hanya ditanggapi dengan membiarkanku mengikuti mereka tanpa mereka mau menekan tombol follow pada akunku. Seolah aku yang ingin tahu hidup mereka namun tidak sebaliknya. Ahahaha sungguh ironis bukan?
Maka kulakukan apa yang layak untuk dilakukan: meng-unfollow akun-akun yang sok keren seolah mereka idola dan aku penggemar. Bagiku, hukum pertemanan tidak seperti itu. Jika kamu tak mau berteman denganku, maka aku pun tak ingin berteman denganmu. Jalan masing-masing saja. Toh hidupku memang sepi. Aku akan menghargai siapapun yang memperlakukanku setara dengan mereka: seorang teman.
1 note
·
View note
Text
20/09/2023
Olahraga pagi seperti beberapa hari belakangan ini. Kali ini rekorku 50 menit berjalan. Menghirup udara subuh nyatanya semenenangkan itu, Meski hari ini banyak berpapasan dengan bapak-bapak yang pulang dari masjid, moodku masih terjaga baik (maklumlah bocah ini sukanya meminimalisir interaksi dengan manusia).
Aku juga berpapasan dengan seekor kucing kecil (bayi sih) yang menggigil kedinginan dan berusaha mendekatiku untuk mencari kehangatan dari kain celana panjangku. Seekor kucing yang lucu yang kelucuannya tidak mampu mengetuk hati penguasa di rumah untuk boleh membawanya pulang. Maka aku mengucapkan selamat tinggal padanya, berdoa semoga kucing kecil itu menemukan jalannya dan dapat tumbuh hingga tua.
Hari ini kepalaku agak melayang sedikit saat berjalan; semangatnya tidak sama seperti dua hari lalu. Perasaanku masih sering berubah-ubah. Dada kananku lebih sering berdenyut nyeri dari hari sebelumnya. Aku berharap itu bukan pertanda buruk melainkan sesuatu yang normal-normal saja sehabis mastektomi. Semalam aku kembali down karena aktivitas suntik-menyuntik insulin yang masih belum kukuasai dengan baik. Bayangkan, 4x sehari. Hahaha. Tapi kemudian si manusia lalai ini sadar, semua adalah hasil perbuatanku sendiri. Maka ketika tidak ada seorang pun yang maju untuk membantu, aku tak boleh bersungut-sungut dan ngambek pada dunia.
Hadapi saja.
0 notes
Text
Tak ada kawan bicara.
Aku sampai di titik di mana aku merasa tak dipedulikan siapa pun. Meski mereka berkata peduli, nyatanya yang kurasa adalah tekanan dan kekosongan. Wajah yang kesal dan bersungut-sungut, selalu dituntut dan disalahkan, didikte ini dan itu. Penyakit ini tak membuatku lebih dicintai walau hanya sedikit.
Terlintas dalam benakku, mungkin ada baiknya aku mati ketika operasi kemarin. Astaghfirullah.
Sungguh, aku hanya ingin istirahat.
0 notes
Text
Gurat
Aku berpikir tentang banyak hal: mengapa manusia sangat protektif dengan keluarganya; mengapa asing memiliki hukum kekekalan yang menjadikannya tetap asing; mengapa manusia melakukan sesuatu dengan pamrih; mengapa ngotot memaksakan kehendak yang tidak membuat orang lain bahagia?
Sejujurnya, aku tadinya tak memiliki kekhawatiran apapun saat dokter memvonisku kanker payudara stadium 3. Aku menerimanya dengan tenang, dengan penuh kesadaran bahwa ini adalah buah dari apa yang kujalani selama ini. Tapi hei, ini bukan vonis mati. Aku dan badanku punya pertahanan yang luar biasa hebatnya. Namun kemudian, terlalu banyaknya informasi yang dibagikan padaku membuatku memikirkan yang tak semestinya kupikirkan. Aku ingin tertawa sinis. Tak bisakah meninggalkanku sendirian dengan tenang? Aku tak butuh semangat untuk hidup karena aku masih takut akan kematian. Aku tak ingin mendengar cerita orang lain karena itu kisah mereka, bukan kisahku. Aku hanya ingin diperlakukan seperti orang sehat. Aku tak ingin terus menerus dijejali ini dan itu seolah aku sendiri sudah mati dalam hidup.
Aku tak ingin diperlakukan berbeda.
0 notes
Text
Mimpi Buruk
Hi. Halo...
Kali ini aku datang dengan kondisi yang berbeda. Tahukah kamu kalau ternyata aku mengidap kanker payudara stadium 3 dan sudah menjalani operasi pengangkatan payudara kanan pada Kamis, 31 Agustus 2023?
Sesungguhnya aku tak tahu apa yang ingin kutuliskan di sini. Rasanya ingin kembali ke masa lalu dan mengubah semua yang salah. Tapi hukum waktu tidak berjalan demikian, bukan? Aku harus menerima kondisiku saat ini sambil tetap berusaha positif menjalani hidup. Walau tentu, rasanya sangat berbeda. Seperti mimpi buruk yang aku tak bisa bangun dan tersadar darinya. Saat ini, aku ingin masa pemulihan ini segera berlalu dan aku dapat kembali menjalani hari seperti biasa--sehat, bersemangat, tak membebani siapa pun.
Aku masih terlalu muda untuk mati.
0 notes
Text
Benang Kusut
Aku tak menjadi pilihan itu sudah lagu lama, barang butut. Meski aku mencumbu kesendirian seperti para penyembah nafsu berasyik masyuk dengan kekasihnya, terkadang aku menginginkan hadirnya seorang kawan: kompanyon. Tapi ya, seperti adegan murahan dalam iklan berdana murah yang selalu diulang, kesendirian adalah apa yang selalu menungguku di ujung jalan.
Tak ada adegan seseorang yang tiba-tiba datang ke sampingku karena ia ingin bersamaku. Yang acapkali terjadi adalah orang mendatangiku hanya karena butuh, selebihnya tidak.
Aku menjalani hari-hari seperti itu sudah lama. Hingga akhirnya aku bisa meramal masa depanku sendiri dan semakin membangun jarak dengan orang lain. Empati yang semula menggebu kini diam seperti air yang tenang. Aku tak lagi merasa perlu untuk berbaik budi, bersopan santun pada manusia yang tidak melakukan hal sama padaku.
Muak.
0 notes
Text

Ketemuan sama babang leon yang udah lebih pantes disapa om di film ini. Entah kenapa kok keknya mukanya jadi beda banget walau masih ada garis-garis khas leonnya. Tapi tetep sih leon re 2 remake adalah leon versi paling ganteng. Plus di sini kenapa kepribadiannya jadi kek beda juga ya. Apa karena sudah lebih berumur? Yang jelas dia ga dingin dan kaku kayak leon di re 4 remake.
Pengalaman nonton di sini yaaaa biasa aja sih. Teaternya sepi walau gerombolan mbak-mbak di baris seberang heboh teriak-teriak pas adegan leon bertarung sama sarah.
Jadi inti tulisannya apa? Ga ada sih. Cuma pengen nulis sesuatu mengingat sudah lama ga posting sesuatu. Dan pengen bilang sekarang saya naksirnya sama laki-laki bernama leon scott kennedy ini. Sekian terima pinangan abang leon.
0 notes
Text
Pinggir Jurang
Nyatanya berdiri sendirian itu memang membutuhkan kekuatan yang besar. Sekuat apa pun aku sebelumnya, tak dapat dipungkiri, mentalku terkikis sedikit demi sedikit. Meninggalkan apa yang kusebut sebagai sebuah kegilaan. Jika tak pandai-pandai mengingat diri sendiri, sudah pasti aku akan hilang dalam badai ketidakwarasan.
Aku membenci mereka yang hanya ikut-ikutan karena takut ditinggalkan tanpa pernah mencoba untuk berpikir dan bertindak sebagaimana harusnya atau sebagaimana inginnya--bukan kehendak manusia lain. Mungkin karena sedari kecil aku hidup dalam belenggu: mengalah pada laki-laki; menahan diri ketika ditekan; menutup mulut; dan membiarkan hidupku diatur oleh manusia lain, aku tumbuh menjadi sosok yang berjuang demi kemerdekaan kecilku sendiri (yang tentu saja tidak mulus, lebih banyak terjegal).
Sesungguhnya aku lelah. Namun aku tak boleh berhenti karena ini hidup yang harus kuperjuangkan dengan tidak menjadi sama dengan mereka yang menjual jiwanya pada sesuatu yang semu. Aku muak disalahpahami dan selalu disalahkan. Aku membenci mereka. Maka sampai mati aku tak akan pernah ikhlas pada orang-orang yang menuduhku ini dan itu tanpa pernah berusaha mengenalku terlebih dahulu.
1 note
·
View note
Text
Tahukah kamu?
Tahukah kamu? Ada manusia-manusia yang dicap antisosial padahal sejatinya mereka orang yang hangat. Mereka yang gemar memberikan label pada manusia lain tanpa tedeng aling-aling adalah manusia yang paling menyedihkan. Tanpa merasa perlu tahu kenapa atau siapa yang menyematkan label terlebih dahulu, mereka dengan mudahnya mengikuti apa yang menurut kawan mereka benar.
0 notes
Text
Mengubur empati bukan karena tak punya hati melainkan karena acapkali memberikan sepenuh hati selalu dibalas dengan caci maki dan sakit hati.
0 notes
Text
...
Hal yang sama, terjadi berulang. Berkali-kali. Dalam interval yang membuatku muak. Bicara bukan lagi solusi. Kemunafikan ini...dan persatuan dalam hal duniawi...mendorongku semakin dalam sebagai seorang pengamat. Orang ketiga tunggal. Pencilan. Orang luar. Aku bersyukur tidak asyik masyuk dengan hal-hal menjijikkan seperti itu. Namun di lain sisi aku merasa dihakimi oleh kelakuan mereka yang begitu standar--standar pengikut dajjal. Yang dengan mudah mengasingkan orang karena punya prinsip yang berbeda, karena tidak bahagia dengan hal-hal duniawi yang isinya adalah hedonisme bermodalkan uang rakyat, yang dengan tegas mengatakan tidak untuk sesuatu yang bertentangan dengan logika dan standar moral. Harus berkelompok dengan manusia-manusia macam itu sungguh menguras kewarasan. Kadang nuraniku bertanya: aku kah yang terlalu kaku atau mereka saja yang memang tak tahu malu?
Hidup berhasil menunjukkan padaku bagaimana orang-orang bisa menjadi begitu memuakkan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri di hadapan manusia. DI HADAPAN MANUSIA. Pffttt. Dan adalah hal lumrah ketika seseorang dianggap berbeda maka dia dijauhi dan ditinggalkan.
Aku tahu aku terlalu banyak mengeluh di sini. Inilah pertahananku. Aku enggan menjual diri dan prinsipku demi sesuatu yang semu dan palsu. Maka biarlah aku sendirian. Selama aku punya Allah semestinya aku akan baik-baik saja. Aamiin.
0 notes
Text
Lone Wolf
Pada akhirnya yang kupunya memang hanya diriku sendiri. Di saat aku mencoba bertahan semampuku, aku dikatai sombong dan tak mau disalahkan. Padahal, hey, aku tak pernah menepis orang-orang yang berusaha memberitahuku apa keburukanku. Tapi adalah perkara yang berbeda ketika aku ada di posisi yang benar namun aku diserang dengan kekuranganku yang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan posisiku saat ini.
Mencengangkan.
Tak ada kawan bicara.
Lone wolf.
Aku ingin menangis dan menumpahkan segalanya. Namun, pada siapa.............?
0 notes