dnnrsyfchmdh
dnnrsyfchmdh
kita cinta dan inspirasi
196 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
dnnrsyfchmdh · 3 years ago
Text
Soft Spot
Aku percaya bahwa setiap orang mempunyai seseorang 
yang menjadi titik kelemahannya.
Dan untukku, 
seseorang itu adalah kamu.
Tidak peduli sudah seberapa sering kamu pergi, 
aku pasti akan menerimamu kembali ke dalam hidupku
seakan kepergianmu kemarin tidak pernah menyakiti hatiku.
Luka yang kamu torehkan di hatiku, kamu tebus dengan perlakuanmu 
yang mengistimewakanku, seakan aku adalah 
satu-satunya wanita yang paling spesial dalam hidupmu.
Tapi kamu bisa berubah menjadi sangat dingin,
memperlakukanku seakan aku hanyalah beban dalam hidupmu,
dan aku tidak pernah tahu alasan mengapa kamu seperti itu.
Dan tetap saja,
maaf yang tidak pernah kamu minta 
akan terus saja aku berikan kepadamu.
Aku tidak akan pernah bisa membencimu,
meskipun aku tahu bahwa semestinya aku harus.
A.W.
Bandung, 18 September 2018.
837 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yang bingung makan camilan apa malam ini, yuk bisa recook resep dari resepkoki.id, ada Tahu Cabe Garam yang enak dan praktis!
21 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
Hujan Akhirnya Turun
Tahukah kamu ada seseorang yang selalu menanti hujan? Kala hujan turun yang paling basah bukan tubuhnya, tapi hati dan pikirannya. Kenapa? Sebab saat hujan turun seketika itu pula ia mengucap doa, hatinya berdzikir, dan pikiran mengagumi takdir yang membawanya sampai saat ini.
Hatinya penuh doa dan harapan agar dikuatkan dalam perjalanan dunia ini, seakan hujan membasahi hatinya dengan semangat dan prasangka baik bahwa semua akan berlalu dan berakhir. Dan semua doa dan penantiannya akan segera Allah ijabahi pada waktu yang tepat.
Begitulah seorang yang suka dengan hujan dan selalu menunggunya, bukan basah dan syahdunya, tapi pada keberkahan dan terbukanya pintu langit untuk dia berbicara pada Allah. Tuhan pemilik langit dan apa yang diturunkan.
Jangan pernah membenci hujan, jangan pula mencerca takdir hari ini. Ada yang marah karena hujan menyebabkan agendanya terhalangi, tapi seharusnya ia sadar bahwa ada kebaikan dari itu.
Percayalah bahwa hujan ini membawa keberkahan, sebagaimana doaku untukmu agar Allah memberikan semua yang terbaik dalam kehidupan dan impian.
@jndmmsyhd
Cirebon, 14 September 2021.
Tumblr media
703 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
Tumblr media
Mungkin benar kata sebuah tulisan yang isinya tuh seperti ini:
Setiap orang berhak mengejar, dan setiap orang yang di kejar berhak pula menghindar.
Tinggal yang jadi pertanyaan kala itu adalah, mau sampai kapan mengejar, dan mau sampai kapan menghindar? Jawabannya mungkin sesederhana; jika kau benar-benar tulus ya kejar terus, dan tatkala yang dikejar sudah merasa tak tertarik dan tak ada perasaan apapun ya ungkapkan dengan jujur dan lantang pada orang yang mengejar; jangan ragu karena ragu datangnya dari setan yang terkutuk.
Atas nama siapapun yang mengejar seseorang yang berarti di hidupnya:
Kau menyukainya, peduli padanya, dan kau menyayanginya. Terus saja seperti itu dan tak perlu berharap berlebihan, karena kau menyukainya dengan seluruh tulus. Jangan berhenti hanya karena satu atau dua kerikil, batu yang lebih besar jauh lebih menyulitkan, wajar jika dalam pengejaranmu kau sedikit tersandung dan terhuyung-huyung karena tak semua hal harus berjalan mulus..
Atas nama siapapun yang dikejar oleh mereka yang tak mengerti kapan harus berhenti.
Kau sudah melakukan yang terbaik untuk perasaanmu, kau berusaha melindungi hatimu dari apapun yang kau tidak mau. Jangan paksakan dirimu untuk menerima seseorang yang bahkan hatimu tidak mau. Yang harus kau lakukan saat ini adalah jujur dengan perasaanmu, jika kau tidak tertarik lagi padanya, katakan padanya untuk berhenti. Jika kau menyukainya, buka dan persilahkan ia masuk di hatimu. Ingat, jangan memaksakan apapun yang tidak membuatmu bahagia.
Seyogyanya, hubungan itu dibangun oleh dua orang yang saling mengejar satu sama lain, kemudian bertemu di tengah-tengah.
53 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
NHW #2 : Profesionalisme Perempuan
Menjadi perempuan adalah keistimewaan yang amat patut di syukuri. Salah satu cara mensyukurinya yaitu berusaha menjadi perempuan yang melakukan peran dengan sebaik-baiknya. Salah satu peran yang akan di jalani adalah menjadi seorang ibu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu adalah perempuan yang telah melahirkan; sebutan untuk perempuan yang sudah bersuami; panggilan yang takzim pada perempuan baik yang telah menikah atau belum; bagian yang pokok dan bagian utama dari beberapa hal. Bila dilihat dari definisi ini, tentu istimewa sekali menjadi seorang ibu.
Dari IIP saya baru mengetahui bahwa menjadi ibu ada dua jenis, yaitu ibu yang bekerja di ranah publik dan domestik. Kebanyakan dari kita menganggap bahwa ibu yang bekerja di rumah itu tidak keren, tidak harus memiliki pendidikan yang baik sehingga menjalankan perannya sesuai kemampuan tanpa berusaha untuk menjadi ibu domestik yang berkualitas. Oleh karena itu IIP mengajak perempuan untuk profesional dalam menjalankan peran sebagai ibu. Dimanapun tempat kita bekerja, semua perlu kepandaian khusus dalam menjalankannya. Apalagi ibu yang bekerja di ranah publik, maka perlu ilmu yang lebih banyak agar tidak meninggalkan kewajiban utama dengan suami dan anak-anak.
Tugas kedua dari IIP kelas matrikulasi adalah membuat indikator bagaimana caranya menjadi individu, istri dan ibu. Jika sudah menikah membuat indikator ini bisa melibatkan anak-anak dan suami agar sesuai dengan harapan. Kunci dari membuat indikator perlu SMART, yaitu Spesifik (unik/detail), Measurable (terukur), Achievable (bisa diraih namun tidak terlalu mudah), Realistic (berhubungan dengan kondisi sehari-hari) dan Time Bond (berikan batas waktu). Jika belum menikah, indikator ini dapat dibuat permainan “andaikata aku menjadi istri” atau “andai kata aku menjadi ibu”.
Sebagai individu
1.       Dapat melakukan kebiasaan bangun dan mandi sebelum subuh selama 21 hari.
2.       Dapat membuat satu masakan baru untuk keluarga dalam satu pekan.
3.       Dapat melakukan olahraga minimal satu kali dalam satu pekan.
4.       Dapat menambah hafalan minimal 15 ayat dalam satu pekan.
5.       Dapat membantu pekerjaan orang tua minimal dua jenis dalam sehari.
6.       Dapat silaturahim (mengunjungi teman) jauh satu orang dalam dua pekan.
7.       Dapat membaca dua buku dalam satu bulan.
8.       Melakukan amalan rutin minimal sholat dhuha empat kali dalam sepekan.
9.       Membimbing adik mengaji di rumah atau di masjid minimal tiga kali dalam sepekan.
10.   Datang ke majelis ilmu minimal satu kali dalam sepekan atau membimbing adik rohis satu kali dalam sepekan.
11.   Membuka media sosial dan chat non urgent 2 jam dalam sehari.
12.   Menulis minimal dua kali dalam sepekan.
13.   Mencatat setiap pengeluaran dan pemasukan dan di rekap setiap pekan.
Sebagai istri
1.       Membuat project figura kata motivasi di dinding rumah selama sepekan.
2.       Tilawah bersama suami minimal tiga kali dalam sepekan.
3.       Tadabbur alam dua kali dalam sebulan.
4.       Membuat bekal makanan minimal lima kali dalam sepekan.
5.       Datang ke kajian atau saling berbagi ilmu agama satu kali dalam sepekan.
6.       Membuat project rencana hidup dalam sebulan (3 hari pembuatan) lalu di evaluasi.
7.       Membuat kebiasaan no gadget dari 18.00-05.30 kecuali urgent selama 21 hari.
8.       Mengajak ibu atau ibu mertua pergi bersama satu kali dalam sebulan.
9.       Bersama suami silaturahim pada teman jauh satu kali dalam sebulan.
10.   Membuat project berbagi/partisipasi di lingkungan satu kali dalam sebulan (misal berbagi makanan).
11.   Melakukan evaluasi diri masing-masing setiap pekan.
Sebagai ibu
1.       Memahami tugas perkembangan anak dan membuat rencana pertumbuhan dalam satu pekan.
2.       Membuat kebiasaan membuka sosial media hanya satu jam perhari. Bersama anak tidak menggunakan gadget kecuali penting.
3.       Mengulang hafalan saat menidurkan anak tiga kali dalam sepekan.
4.       Membacakan dongeng satu kali dalam sehari.
5.       Memasak makanan untuk keluarga minimal lima hari dalam sepekan.
6.       Membuat project bersama anak seperti berkebun atau membaca satu buku dalam sepekan.
7.       Membuat kebiasaan tidak marah dan sabar dalam 21 hari.
8.       Membuat satu moment kebersamaan untuk berbagi cerita satu kali dalam seminggu.
9.       Mengikuti kelas parenting atau berkumpul dalam majelis ilmu minimal satu kali dalam sepekan.
10.   Melibatkan semua anggota keluarga dalam menjaga kebersihan rumah setiap hari.
11.   Mengaji dan setor hafalan minimal satu ayat setelah sholat maghrib.
Indikator akan semakin bermanfaat jika sesuai dengan kondisi yang kita alami. Membuat indikator bukan berarti terlalu kaku tetapi malah membuat hidup lebih terarah dan in syaa Allah capaian semakin terlihat. Ketika capaian walau sedikit namun terlaksana, maka akan membuat kita lebih semangat menjalani hidup karena memiliki arti dan tahu tujuan dan hal yang harus dilakukan.
Setiap peran memiliki tantangan. Tantangan bukan untuk dikeluhkan atau dihindari. Hadapi dan jadilah berkualitas. Bismillah… *Tulisan ini dibuat sebagai pengingat diri dalam berproses dan melaksanakan tugas Nice Homework dari IIP batch #5 kelas matrikulasi dalam materi Menjadi Ibu Profesional Kebanggan Keluarga
196 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
25 KIAT ISTIMEWA MENJADI BIDADARI DUNIA DAN AKHIRAT (UNTUK PARA ISTRI) Oleh: ustadz Firanda Andirja, MA 1. Segera menyahut dan hadir apabila diajak utk berhubungan. 2. Tidak membantah perintah suami selagi tidak bertentangan dgn syariat. 3. Tidak bermasam muka terhadap suami. 4. Senantiasa berusaha memilih perkataan yg terbaik ketika berbicara. 5. Tidak memerintahkan suami utk mengerjakan pekerjaan wanita. 6. Keluar rumah hanya dgn izin suami. 7. Berhias hanya untuk suami. 8. Tidak memasukkan orang ke dalam rumah tanpa seijin suami. 9. Menjaga waktu makan dan waktu istirahat suami. 10. Menghormati mertua serta kerabat keluarga suami. Terutama ibu mertua. 11. Berusaha menenangkan hati suami jika suami galau. 12. Segera minta ma’af jika melakukan kesalahan kpd suami. 13. Mencium tangan suami tatkala datang dan pergi. 14. Mau diajak oleh suami utk sholat malam, dan mengajak suami utk sholat malam. 15. Tidak menyebarkan rahasia keluarga terlebih lagi rahasia ranjang!! 16. Tidak membentak atau mengeraskan suara di hadapan suami. 17. Berusaha untuk bersifat qona’ah (nerimo) sehingga tidak banyak menuntut harta kpd suami. 18. Sedih dan bergembira bersama suami dan berusaha pandai mengikuti suasana hatinya. 19. Perhatian akan penampilan, jangan sampai terlihat dan tercium oleh suami sesuatu yg tidak disukainya. 20. Berusaha mengatur uang suami dan tidak boros. 21. Tidak menceritakan kecantikan dan sifat-sifat wanita lain kpd suaminya. 22. Berusaha menasehati suami dgn baik tatkala suami terjerumus dlm kemaksiatan, bukan malah ikut-ikutan. 23. Menjaga pandangan dan tidak suka membanding-bandingkan suami dgn para lelaki lain. 24. Lebih suka menetap di rumah, dan tidak suka sering keluar rumah. 25. Jika suami melakukan kesalahan maka tidak melupakan kebaikan-kebaikan suami selama ini. Karna ini sebab terbesar wanita masuk neraka. (Smoga bermanfaat dan dapat diwujudkan dlm kehidupan sehari-hari kita). MUTIARA NASEHAT MUSLIMAH 🙏 Ust Firanda Andirja sekarang adalah Doktor Lulusan Universitas Madinah
136 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
Mengajarkan Ibadah yang Menyenangkan pada Anak
Sebuah Catatan Seminar bersama Bunda Elly Risman, Psikolog
Oleh: Yulinda Ashari Bidang Pemuda ASA Indonesia Divisi Riset dan Kajian
Tumblr media
Sebagai orang tua Muslim, kita seharusnya sudah memahami bahwa tugas utama kita dalam pengasuhan anak adalah bagaimana menjadikan anak sebaik-baik hamba yang taat beribadah kepada Allah swt. Konsep ibadah dan keimanan ini harus diajarkan sejak anak masih dini, agar kelak ketika beranjak dewasa mereka sudah terbiasa untuk beribadah tanpa harus disuruh lagi. Metode pengajaran beribadah kepada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Ibadah bagi anak-anak harus dibuat menyenangkan. Mengapa ibadah bagi anak harus menyenangkan? Karena targetnya anak-anak, maka metode harus disesuaikan dengan cara kerja otaknya. Bagian sinaps pada otak anak belum menyatu dengan sempurna sehingga ibadah harus dikemas secara menyenangkan. Orang tua tidak bisa memberikan pengasuhan dengan mengabaikan perkembangan otak anak. 
Sebelum mengajarkan ibadah kepada anak, orang tua harus mengingat kembali bahwa hal ini merupakan perintah Allah yang harus diperjuangkan dengan bersungguh-sungguh, karena sejatinya tujuan penciptaan manusia di dunia adalah untuk beribadah dan mengagungkan keesaan Allah swt. Mari kita buka kembali QS. Ad-Dzariyat ayat 56-58, yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Salah satu tanggung jawab orang tua dalam hal beribadah ini adalah bagaimana cara membentuk kebiasaan yang baik serta meninggalkan kenangan yang baik pada anak. Ingatkah dahulu kala mungkin ada yang mendapat “ancaman” jika tidak salat? Barangkali hal itu dapat membentuk kebiasaan yang baik, namun kenangan yang tertinggal di ingatan adalah kenangan yang tidak baik, bukan? Kebiasaan baik dan kenangan yang baik. Ibadah harus dibuat menyenangkan agar anak tidak merasa terbebani, tidak menolak, dan tentu saja agar mereka merasa senang dan bahagia ketika beribadah. Jangan pernah tinggalkan kenangan buruk untuk anak ya Ayah Bunda!
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah berbicara dengan tutur kata yang benar.“ (QS. An-Nisa ayat 9)
Tugas pengasuhan anak apalagi terkait ibadah ini memang bukanlah hal yang mudah. Namun ingatlah bahwa karakter anak apapun yang Allah anugerahkan kepada Ayah Bunda, tidak akan melampaui batas kesanggupan masing-masing orang tua. Selalu ingatlah bahwa anak kita sejatinya bukanlah milik kita. Anak hanyalah titipan Allah yang dapat diambil kapan saja. Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemilik-Nya. Mereka adalah kenikmatan, tantangan, sekaligus ujian, yang kemudian proses pengasuhannya membutuhkan perjuangan berupa pikiran, perasaan, jiwa, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Bayangkan jika kita dititipi anak presiden, mungkinkah kita berani memukul, mencubit, atau berkata kasar padanya? Tentu saja tidak. Lalu bagaimana jika kita dititipi anak langsung oleh Sang Pemilik Kekuasaan? Masih beranikah kita mendidik anak tanpa ilmu dan bersikap sewenang-wenang pada mereka? Kira-kira sudah berapa banyak kita melanggar perintah Allah terkait pengasuhan anak ini?
Didiklah anak karena Allah. Jangan pernah mengharapkan kebaikan dari anak jika orang tua tidak mendidiknya dengan baik. Anak-anak kita bukanlah pilihan kita, mereka adalah takdir pilihan Allah untuk kita. Boleh memasukan anak ke sekolah-sekolah agama, namun bukan berarti kewajiban orang tua dalam mengajarkan agama menjadi gugur begitu saja. Tugas orang tua untuk mengajarkan agama harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memasukan anak ke pesantren. Di akhirat kelak, bukan guru-guru pesantren yang akan ditanya, tapi para orang tua masing-masing. Ayah dan Bunda, sudah siapkah mempertanggungjawabkan tugas pengasuhan ini?
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para orang tua dalam mengajarkan anak beribadah yang menyenangkan, antara lain: 1. Tantangan dari dalam diri sendiri dan pasangan Tantangan utama dalam hal ini adalah terkait bagaimana masalah agama ini ditanamkan pada diri Ayah dan Bunda sendiri. Selalu lihatlah ke dalam diri sendiri sebelum menyalahkan lingkungan. Seberapa pentingkah agama dalam hati dan kehidupan kita? Mungkinkah berharap anak yang salih saat kitapun tidak berusaha menjadi orang tua yang salih? Mungkinkah menginginkan anak yang rajin salat sedangkan Ayah dan Bunda tidak salat? Jadilah teladan yang terbaik bagi anak-anak kita terkait ibadah ini. Pelajarilah ilmu agama lebih banyak. Tumbuhkan kesadaran bahwa tujuan utama mendidik anak adalah menjadikan mereka penyembah Allah. Bagi yang sedang dalam proses pencarian pasangan, sepakatilah di awal pernikahan dengan pasangan untuk bersama-sama mendidik anak menjadi hamba Allah jika telah terlahir ke dunia kelak.
Tahukah Ayah dan Bunda, dalam proses pengasuhan ini, penanggung jawab utamanya ternyata adalah Ayah! Keterlibatan ayah untuk membentuk kebiasaan beribadah anak SANGAT PENTING! Anak yang mendapat keterlibatan pengasuhan ayahnya yang baik akan tumbuh memiliki harga diri yang tinggi, prestasi akademik di atas rata-rata, lebih pandai bergaul, dan saat dewasa akan menjadi pribadi yang senang menghibur orang lain. Maka wahai para ayah, kembalilah! Tugas ayah bukanlah sekadar mencari nafkah, namun juga sebagai penanggung jawab utama pengasuhan anak. Jika ayah terlalu sibuk bekerja—dengan alasan untuk kebahagiaan istri dan anak—maka tanyakanlah kembali pada diri: apa yang sebenarnya sedang ayah kejar? Apa yang ayah sebut dengan kebahagiaan anak dan istri tersebut? Tidak takutkah kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah mengenai hal ini?
2. Mengasuh generasi Alfa • Gen Y lahir pada rentang tahun 1980 – 1994. • Gen Z lahir pada rentang tahun 1994 – 2009. • Gen Alfa lahir pada rentang tahun 2010 – 2025. - Mereka hidup dengan internet (belajar, bikin PR, makan olahraga, tidur). - Semua serba cepat, instan, menantang dan menyenangkan. - Mereka terbiasa multiswitching (melalui gadget). - Mereka memiliki tata nilai yang berbeda. Generasi yang akan kita didik saat ini adalah para Alfa. Jika generasi Alfa ini tidak dididik dengan metode yang tepat sesuai zamannya, maka akan sulit memasuki dunia mereka, bukan? Karenanya, Ayah dan Bunda tidak boleh abai dengan tantangan dan perkembangan zaman ya!
3. Beban pelajaran yang berat • 70% anak masuk SD sebelum usia 7 tahun. • 46% anak di sekolah 6 – 7 jam sehari. • 25% sekolah masih memberi materi pelajaran formal setelah jam 12 siang. • 52% guru di sekolah masih memberikan 1 – 2 PR. • 18% anak mengikuti les mata pelajaran setelah pulang sekolah. • 25% anak mengikuti les 2 -3 hari dalam seminggu. • Standar kelulusan Indonesia tertinggi di dunia. Dengan beban pelajaran yang berat bagi anak, kegiatan beribadah seringkali menjadi tidak diutamakan. Para orang tua mendidik anak mereka menjadi orang yang pintar secara akademik, namun hampa secara keimanan. Tanamkanlah tekad dalam diri, “Anakku harus salih dulu, baru pintar”. Jangan salahkan pula jika kemudian anak menjadi mudah emosi karena terlalu lelah di sekolah. Jangan pernah abaikan perasaan mereka. Hindari menasihati mereka saat emosinya sedang tidak baik. Orang tua juga perlu menyelesaikan emosi dengan dirinya sendiri, jangan sampai emosi kita kemudian berimbas kepada anak dan pasangan. 4. Peer Pressure 5. Ancaman dari agama dan kepercayaan lain 6. Perubahan nilai dari masyarakat kita
Mulai dari mana?
Selesaikanlan urusan dengan diri sendiri dan pasangan terkait urusan ibadah ini. Semua kebiasaan beribadah ini bermula dari Ayah dan Bundanya, jadilah role model yang baik dan idola bagi anak kita sendiri. Orang tua juga perlu mengenali keunikan serta tahapan perkembangan otak anak, sehingga metode yang disampaikan dapat sesuai dan tepat sasaran. Kenalkan ibadah pada anak dengan cara yang menyenangkan. Biarlah jika pada awalnya mereka suka sekali bermain air saat berwudhu hingga bajunya basah dan haruss diganti berkali-kali. Biarlah jika gerakan salatnya masih semaunya, suka menarik-narik sajadah, atau menganggu ayah bundanya saat sedang salat. Jangan dimarahi. Biarkan anak senang dan bahagia terlebih dahulu dengan praktik ibadah ini. Masukan target “bahagia” dalam proses pengasuhan anak. Mendidik anak memang harus disertai kesabaran yang tanpa batas. Tidak apa-apa, didiklah anak dengan cinta karena Allah semata. Jika anak senang beribadah, ia akan mau beribadah, kemudian menjadi bisa beribadah, dan terakhir menjadi terbiasa beribadah tanpa harus disuruh dan merasa dipaksa.
Untuk mengajari anak ibadah yang menyenangkan diperlukan niat baik, kejujuran, keterbukaan, serta kerjasama yang baik dari kedua orang tuanya, tidak bisa hanya salah satunya saja. Setelahnya, kombinasikan semua tekad itu dengan mengenali kepribadian anak, sesuaikan dengan cara kerja otak, bakat, serta seluruh kemampuan anak. Setiap anak kita adalah unik, otak anak baru berhubungan sempurna ketika berusia 7 tahun, sedangkan hubungan anatara sistem limbik dan corteks cerebri di otak baru sempurna pada usia 19-21 tahun. Butuh sekitar 20 tahun bagi orang tua untuk mendidik anak dengan baik, maka bersabar dan bersungguh-sungguhlah, karena Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh. Jangan menuntut anak untuk dewasa sebelum waktunya. Anak perlu menjadi anak untuk dapat menjadi orang dewasa, hilangnya masa kanak-kanak akan mengakibatkan masyarakat yang kekanak-kanakan. Bantulah anak-anak kita untuki mekar sesuai dengan usia dan kemampuan serta keunikannya. Ayah dan Bunda harus membuat kesepakatan dan kerjasama di awal, siapa pengambil keputusan dalam hal A dan B, buat perencanaan-pelaksanaan-evaluasi, buat target per anak, pembagian kerjasama, kontrol, dan selalu bermusyawarah dalam setiap keputusan yang melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Ubah paradigma dan cara pandang kita, bahwa anak bukan saja harus bisa beribadah, namun juga suka beribadah.
Landasan Psikologis Anak
Anak Usia 5 – 8 tahun Ibadah untuk anak usia ini bukanlah suatu kewajiban, tapi perkenalan, latihan, dan pembiasaan. Tidak ada kewajiban syar’i bagi anak untuk beribadah, namun ada kewajiban syar’i bagi orang tua untuk membentuk kebiasaan anak dengan cara yang menyenangkan. Didiklah anak dengan modal, misalnya belikan mukena yang disukai anak, membelikan baju koko baru agar anak rajin ke masjid, dan lain sebagainya. Jangan ragu mengeluarkan modal untuk keperluan beribadah kepada Allah swt. Jangan juga hilang kegembiraan anak usia 5 -8 tahun, masuki dunia anak dengan metode 3B: Bercerita/Berkisah, Bermain, dan Bernyanyi. Landasan Psikologis Anak Usia 5 – 8 tahun: • Mudah dibentuk. • Daya ingat yang kuat. • “Dunianya” terbatas. • Meniru: orang tua/ situasi. • Rasa persaudaraan sedunia.
Landasan Psikologis Anak Usia 9 – 14 tahun: • Otak sudah sempurna berhubungan. • Umumnya: Mukallaf. • Emosi sering kacau. • Tugas sekolah semakin berat (ditambah les). • Banyak aktivitas, termasuk bermain internet dan games. • Peer Pressure yang sangat kuat. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: tanggung jawab seorang yang sudah baligh. - Perlakuan dan komunikasi sebagai teman. - Bisa menjadi pendamping/ pembimbing adik-adiknya. - Diberi tanggung jawab sosial: mengantar makanan untuk berbuka puasa, membayar zakat, dan kerja sosial yang mudah sesuai usia. - Ajari anak untuk berwirausaha/ berdagang.
Landasan Psikologis Anak Usia 15 – 20 tahun: • Prefontal Corteks hampir sempurna berhubungan. • Dewasa muda. • Semakin banyak aktivitas, games dan internet. • Mulai mengenal pacaran dan pergaulan bebas. • Orientasi semakin di luar rumah. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: dewasa muda, ajarkan fiqih pernikahan. - Perlakuan dan komunikasi sebagai sesama orang dewasa. - Bisa menjadi motivator dan pembimbing adik-adiknya. - Jadikan ia penggerak/ koordinator kegiatan anak dan remaja masjid/mushala.
Setelah mengetahui landasan psikologis pada rentang umur anak, maka metode pembiasaan beribadah pada anak dapat disesuaikan dengan perkembangan dan cara kerja otaknya. Ayah dan Bunda harus terus belajar untuk bisa menjelaskan pertanyaan “mengapa?” dari anak, jelaskan apa yang saja yang menjadi perintah dan larangan Allah swt., serta manfaat dan ganjaran dari beribadah. Gunakan pendekatan kognitif secara ringkas serta contoh yang kongkrit pada anak, serta selalu gunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai referensi utama,. Teruslah bersabar dalam mendidik anak karena waktu persiapan setiap anak tidaklah sama, proses pengasuhan harus disesuaikan dengan usia, kemampuan, kondisi fisik, dan karakter anak.
Persiapkanlah diri Ayah dan Bunda untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Gunakanlah kata-kata yang memahami perasaan anak, lebih banyak mendengar aktif, hindari kata-kata yang menghambat komunikasi dengan anak, serta biasakanlah memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Jika saat ini anak kita dimanjakan oleh fasilitas: kamar pribadi, rumah yang luas, gadget, serta wifi dan akses internet yang tidak terbatas, jangan lupa ingatkan anak untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluannya, ingatkan bahwa meski Ayah dan Bunda tidak berada di rumah atau di sekolah, ada Allah yang tetap mengawasi dimanapun mereka berada. Sampaikan tips sukses pada anak yang tidak hanya berupa kemampuan akademik, namun juga berupa salat tepat waktu, sayang pada ibu, puasa Senin dan Kamis, serta mengaji setiap pagi dan sore.
Akhirnya, selamat berjuang! Miliki kekuatan kehendak, bayangkan, dan doakan anak-anak menjadi penyembah Allah yang taat. Semoga Allah karuniakan kita anak-anak yang salih dan salihah.
Tumblr media
4K notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
Akhlak Mulia Minimalis hingga Level Tertinggi.
Karena hidup adalah perjalanan yang mencakup proses belajar dan berjuang tanpa batas.
“Ada saat di mana kita tidak lagi membalas cacian orang lain, tidak lagi mengangkat perkara di ranah publik dan tidak lagi mengada-adakan masalah yang seharusnya bisa selesai dengan komunikasi dua arah yang baik.
Bukan karena takut, tapi kita sedang belajar. Belajar bagaimana menempatkan titik masalah pada tempatnya. Belajar memahami bahwa proses yang kita alami tidaklah mungkin dilihat dengan satu persepsi. Bukan lagi mencari dukungan, bukan lagi menyalah-nyalahkan tanpa tahu latar belakang, tapi dengan memilah mana masalah, mana angin lalu, mana yang harus dibenahi dan mana yang halu.
Karena katanya, orang berhati besar tidak menganggap berat masalah-masalah kecil. Masalah hanya umpama kerikil dan orang tersebut umpama mobil-mobil gagah yang berlalu lalang di atasnya.” - Dena حَفِظَهُ الله.
Ada saat di mana kamu akan menyadari menceritakan kembali konflik kepada pihak yang tidak seharusnya terlibat justru berpotensi membentuk persepsi yang dapat menimbulkan ketimpangan karena orang lain hanya mendengar dari satu sisi saja, seringnya dilakukan demi mendapatkan validasi atas ego sendiri.
Hal ini justru memfasilitasi asumsimu yang seharusnya cukup berakhir di kamu saja namun kamu malah mentransfernya kepada orang lain kemudian berlanjut menjadi tajassus yaitu mencari-cari kesalahannya di mana hal tersebut menjadi pintu awal menuju dosa berikutnya yaitu gibah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa gibah diperbolehkan apabila memiliki tujuan syar’i dengan kondisi sebagai berikut:
Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”
Meminta pertolongan agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perawi hadis.
Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bidah terhadap maksiat atau bidah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Sahih Muslim, 16: 124-125)
Apabila seseorang menceritakan kepada pihak yang tidak berwenang, terdapat kemungkinan bahwa pihak yang tadinya diharapkan mampu menengahi justru akan berpotensi memihak salah satunya dan menghakimi pihak yang lain.
Keterlibatan banyak orang juga dapat menambah pelik dikarenakan ‘bumbu-bumbu omongan’ yang semakin meluas.
Selanjutnya, ada saat di mana kamu akan memilih bersabar dan memberi maaf daripada mengambil pembalasan terhadap orang yang menzalimimu (QS. Asy Syura: 39-43) atau lebih dulu meminta maaf meski bukan melulu salahmu. 
Sorry is just another way of saying you are more important than my ego.
Ada saat di mana kamu pun akan memilih untuk meninggalkan perdebatan di mana kamu menyadari lebih banyak kemudaratan yang ditimbulkan apabila tidak meninggalkannya. Membuang-buang waktu, mengeraskan hati dan menimbulkan baku hantam; di antaranya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barang siapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.” (Sahih at-Targib wat Tarhib, jilid 1, no. 138)
Yahya bin Muadz ar-Razi rahimahullah mengatakan, hendaknya tiga sikap ini kau berikan kepada setiap mukmin:
Jika engkau tidak mampu membantunya minimal jangan menyusahkannya.
Jika tidak bisa membuatnya gembira minimal jangan membuatnya bersedih.
Jika tidak bisa memberi apresiasi minimal jangan mencelanya. (Shifah al-Shofwah 4/338)
Penulis kitab Tuhfatul Ahwadzi mengatakan,
“Berakhlak mulia kepada sesama itu level terendahnya adalah tidak mengganggu dan menyakiti orang lain. Sedangkan akhlak mulia level paling tinggi adalah berbuat baik kepada orang yang menyakiti.”
Orang baik akan tetap baik sekalipun mendapat perlakuan yang tidak baik. Apa yang menyebabkannya tetap baik? Imannya.
Hanya mereka yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya yang akan sampai pada level ini.
Mereka yang senantiasa ikhlas Lillahi Ta’ala sebab bukan balasan dunia yang mereka harapkan serta meyakini bahwa berakhlak mulia bukan merupakan transaksi jual beli.
Wallahu waliyyut taufiq.
142 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
Fitrah Seksualitas
By: Elly Risman Musa
Punya suami yang kasar? Kaku? Garing dan susah memahami perasaan istrinya? Tidak mesra dgn anak? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ibunya ketika masa anak sebelum aqilbaligh.
Punya suami yang “sangat tergantung” pada istrinya? Bingung membuat visi misi keluarga bahkan galau menjadi ayah? Coba tanyakan, beliau pasti tak dekat dengan ayahnya ketika masa anak.
Kok sebegitunya?
Ya! karena figur ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak anak sejak lahir sampai aqilbaligh, tentu agar fitrah seksualitas anak tumbuh indah paripurna.
Pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir.
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.
Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu.
Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orangtuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian, dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat dsbnya.
Jadi dalam mendidik fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai AqilBaligh. Sedangkan dalam proses pendidikan berbasis fitrah, mendidik fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda beda untuk tiap tahap.
Usia 0-2 tahun, anak lelaki dan perempuan didekatkan pada ibunya karena ada menyusui, di usia 3 - 6 tahun anak lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.
Kedekatan paralel ini membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya, baik cara bicara, cara berpakaian maupun cara merasa, berfikir dan bertindak sebagai lelaki atau sebagai perempuan dengan jelas. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya, sehingga anak di usia 3 tahun dengan jelas mengatakan “saya perempuan” atau “saya lelaki”
Bila anak masih belum atau tidak jelas menyatakan identitas gender di usia ini (umumnya karena ketiadaan peran ayah ibu dalam mendidik) maka potensi awal homo seksual dan penyimpangan seksualitas lainnya sudah dimulai.
Ketika usia 7 - 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah Sholat.
Maka bagi para ayah, tuntun anak untuk memahami peran sosialnya, diantaranya adalah sholat berjamaah, berkomunikasi secara terbuka, bermain dan bercengkrama akrab dengan ayah sebagai aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya.
Wahai para Ayah, jadikanlah lisan anda sakti dalam narasi kepemimpinan dan cinta, jadikanlah tangan anda sakti dalam urusan kelelakian dan keayahan. Ayah harus jadi lelaki pertama yang dikenang anak anak lelakinya dalam peran seksualitas kelelakiannya. Ayah pula yang menjelaskan pada anak lelakinya tatacara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang lelaki.
Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Maka wahai para ibu jadikanlah tangan anda sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan.
Ibu harus jadi wanita pertama hebat yang dikenang anak anak perempuannya dalam peran seksualitas keperempuanannya. Ibu pula orang pertama yang harus menjelaskan makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan.
Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka
inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.
Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya, usia 10 - 14? Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.
Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis.
Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.
Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Apa maknanya?
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki yg tdk dewasa, atau suami yang kasar, egois dsbnya.
Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya, bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.
Semoga kita dapat merenungi mendalam dan menerapkannya dalam pendidikan fitrah seksualitas anak anak kita, agar anak anak lelaki kita tumbuh menjadi lelaki dan ayah sejati, dan agar anak anak perempuan kita tumbuh menjadi perempuan dan ibu sejati.
Agar para propagandis homo seksualitas tidak lebih pandai menyimpangkan fitrah seksualitas anak anak kita daripada kepandaian kita menumbuhkan fitrah seksualitas anak anak kita. Agar ahli kebathilan gigit jari berputus asa, karena kita lebih ahli dan berdaya mendidik fitrah anak anak kita.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
2K notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 4 years ago
Text
JADWAL PENDIDIKAN ANAK 🖤
Umur 0-6 tahun:
1. Belajar Huruf Hijaiyyah dan Membaca Alquran.
2. Belajar menghafal surat pendek
3. Belajar mengucapkan kalimat tauhid
4. Belajar Tata cara berwudhu dan tayammum
5. Belajar Tata shalat
6. Belajar Adab dan doa serta dzikir keseharian
.
Umur 7-12 tahun
1. Memperlancar Bacaan Alquran
2. Menambah hafalan Alquran secukupnya
3. Menambah hafal doa dan dzikir pagi dan petang
4. Belajar Adab bergaul
5. Belajar Mandi Junub
6. Belajar menulis Arab
7. Belajar Akidah Al Ushul Ats Tsalatsah (Tiga Landasan Akidah Islam)
.
Umur 13-15
1. Mengkhatamkan hafalan Alquran jika mampu/ 15 juz Alquran
2. Belajar Bahasa Arab, berbicara membaca.
3. Menghafal hadits Arbain Nawawi
4. Memperajari/menghafal Kitab Tauhid
5. Mempelajari Matan Al Ghayah Wat Taqrib (fikih Syafii)
.
Umur 16-18
1. Melanjutkan hafalan Alquran dan atau memperlancarnya
2. Menghafal Hadits Umdatul Ahkam
3. Melanjutkan mempelajari Matan Al Ghayah Wat Taqrib. (Fikih Syafii)
4. Mempelajari Al Aqidah Al Wasithiyyah
.
.
Ditulis oleh,
Ustadz Ahmad Zainuddin Al Banjary Lc, حفظه الله تعالى
.
ref : https://bbg-alilmu.com/archives/45013
[taken from: MalangMengaji]
569 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
RTM - Rumah Tangga Muda: Setelah Satu Bulan
RTM: Rumah Tangga Muda. Sebuah rubrik yang mulai saya tulis di Tumblr ini sebagai sebuah catatan kehidupan rumah tangga yang baru saja saya jalani bersama @dindarahmaniar. Terinspirasi dari mas @kurniawangunadi dan @ajinurafifah yang sudah memulainya dari dahulu, maka izinkanlah saya untuk berbagi melalui kanal sosial media ini. Catatan yang sebenarnya ditujukan untuk saya dan istri agar senantiasa menjadi pengingat dan pelajaran. Adapun tujuan lainnya sudah tentu untuk dapat saling berbagi, belajar, serta bertumbuh bagi teman-teman yang lain. Tulisan ini bisa juga diikuti dengan hashtag #RTM #rumahtanggamuda. Semoga senantiasa bermanfaat :) 
“Saat ta’aruf nanti, kamu itu hanya mengenal calon pasanganmu sebanyak 30%, bahkan mungkin kurang. 70% sisanya adalah pasca nikah. Dan itu akan menjadi ujian pertamamu, terutama tentang penerimaan”  
- Nasihat seorang teman
Tepat hari ini, sebulan lebih dua hari yang lalu ada tangan yang dijabat erat sebagai tanda munakahat. Jika mengingat kembali proses taaruf kami yang cukup panjang, berliku, serta berjauhan terpisah dua benua, rasanya tak ada kata lain yang pantas terucap pada hari itu selain Alhamdulillahi bini’matihi tathimmusshalihaat. 
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlahir dari teman-teman terdekat kami, bagaimana rasanya menikah, bagaimana proses kami dahulu, dan bagaimana-bagaimana lain yang sudah tentu tidak mampu kami jawab satu per satu, dan kami bersepakat tidak akan menceritakan kesemuanya. 
Secara singkatnya, baik saya dan istri hanya tahu satu sama lain melalui teman-teman terdekat kami, juga melalui akun sosial media kami. Proses perkenalan kami berlangsung secara virtual mengingat jarak Indonesia - Swedia yang jauh, walaupun kami sama-sama berasal dari kota Malang. Tidak pernah ada pertemuan fisik sama sekali hingga Juni 2020, beberapa hari setelah saya melakukan sidang thesis saya secara online, saya datang langsung ke rumahnya untuk menemui bapak dan ibunya sekaligus menyatakan keseriusan saya untuk menjadikannya sebagai pendamping hidup. 
Menjalani kehidupan satu bulan pertama sebagai suami, dan baginya sebagai istri sudah tentu banyak pelajaran dan hikmah yang dapat kami ambil. Terlebih hal yang sama-sama kami syukuri baik saya maupun dia tidak pernah berpacaran sebelumnya, sehingga banyak hal-hal yang sudah tentu masih malu di awal, bingung, kikuk, namun barangkali di situlah semoga Allah senantiasa menghadirkan keberkahan melalui rasa malu, canda dan tawa di antara kami berdua. 
Satu bulan yang mengajarkan bahwa betapa banyak perbedaan kami, namun juga tak kalah banyak persamaan kami. Betapa banyak pula ketidaksempurnaan di antara kami berdua, kekurangan satu sama lain yang harus diterima, serta kelebihan satu sama lain yang sudah seyogianya dikolaborasikan. 
Satu bulan yang mengajarkan, terutama bagi saya sebagai seorang Imam, bahwa amanah untuk membimbing istri dan keluarga bukanlah sebuah hal yang main-main, tersebab itulah Allah sejajarkan sebagai Mitsaqan Ghalidza di dalam Al-Quran, sejajar dengan perjanjian Allah dan RasulNya. 
Satu bulan pertama sebagai mahasiswa dan mahasiswi di Universitas Kehidupan. Sebab itulah kami bersepakat melepas semua gelar dan pencapaian kami dahulu saat memulai rumah tangga ini, mulai dari hal-hal kecil saat kami memilih tidak mencantumkan gelar kami di undangan, dan dokumen administrasi lainnya jika memang tidak diperlukan, semata-mata kami sadar bahwa kami masih jauh dari kata tahu terkait kehidupan rumah tangga. 
Satu bulan yang cukup menjadi bukti bahwa pernikahan memang bukan untuk mencari pasangan yang sempurna, tapi bagaimana berupaya mencintai pasangan kita dengan sempurna. Satu bulan yang semoga di sini Allah senantiasa hadirkan keberkahan yang kian hari kebaikan itu kian bertambah hingga nanti saat kami menua berdua dan kembali berpulang bersama yang semoga abadi di SurgaNya.
Tumblr media
Surabaya, 14 Januari 2020, 23.16
Mushonnifun Faiz Sugihartanto
226 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
RTM: Menumbuhkan Kepercayaan
Ada yang mudah, ada yang susah.  Ada yang butuh waktu, ada yang bahkan tak berpikir panjang, namun ada yang butuh berjuta pertimbangan, Ada yang barangkali bermula dari satu, dua, bahkan berpuluh penolakan, namun ada pula yang bermula dari sebuah penerimaan.  Ada yang memilih untuk mengungkapkan dalam perkataan, ada yang memilih untuk beraksi dalam tindakan.  Namun sejauh ini, yang aku percaya, keduanya pasti memuarakannya dalam doa-doa yang dipanjatkan. 
Satu pelajaran penting dalam kehidupan berumah tangga yang masih berusia dini ini adalah tentang kepercayaan kita satu sama lain terhadap pasangan. Tidak ada yang bisa menjamin sekalipun kami pernah mendengar bahwa banyak pasangan yang sudah mengenal bertahun-tahun, bahkan memulainya dengan pacaran, namun tak sedikit yang berakhir dengan ketidakpercayaan satu sama lain. 
Terlebih kami, yang barangkali baru mengenal secara intens pasca akad diucapkan. Rasa canggung dan malu bahkan hingga saat ini mungkin masih menghiasi, terlebih pada yang berjiwa introvert. Dari hal-hal kecil mengurus rumah tangga, menyapu, memasak, merapikan kamar, hal-hal yang seringkali kami lakukan bersama agar tumbuh kepercayaan diantara satu sama lain. Hingga hal-hal besar tentang visi, mimpi, tujuan besar yang dulu saat proses ta’aruf pernah didiskusikan dan dimusyawarahkan, tentu saja semua bermula dari kepercayaan satu sama lain yang harus senantiasa ditumbuhkan. 
Sebagai seorang yang berjiwa ekstrovert, mungkin bagiku amat mudah mempercayainya, namun barangkali berbeda dengannya. Aku sudah banyak membaca sebelum menikah terkait psikologi perempuan, terlebih seseorang dengan kepribadian yang introvert, maka sejak saat itu aku beranggapan bahwa kelak sekalipun telah menggenggamnya dalam ikatan suci pernikahan, maka meyakinkannya serta mencintainya adalah perjuangan yang takkan pernah berhenti sepanjang kehidupan.
“Seorang lelaki mampu memenangkan perasaan perempuan dengan kesabarannya, sebagaimana seorang perempuan yang mampu memenangkan perasaan laki-laki dengan menghapus rasa malunya”
- Ustadz Salim A. Fillah dalam buku Bahagianya Merayakan Cinta
Pesan di atas akan selalu menjadi pengingat agar pribadi ini menjadi pribadi yang sabar. Terlebih jika ingat kisah bagaimana Rasulullah SAW yang bersabar sekalipun Sayyidah Aisyah membanting piring di rumahnya, Umar bin Khottob yang bahkan hanya diam saat dimarahi istrinya, serta kisah para salafus-shalih dan para sahabat yang betapa luar biasa kesabaran untuk menghadapi istrinya. Belum termasuk kisah nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad yang ditakdirkan memiliki istri yang tidak mempercayai islam, seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Luth, rasa-rasanya ketika diri ini membandingkan seharusnya jauh lebih memperbanyak syukur. 
Maka benar barangkali jika ada pepatah mengatakan bahwa kepercayaan itu mahal harganya. Mahal mendapatkannya, butuh pengorbanan yang tak sedikit, butuh hati yang senantiasa diluaskan dan dilapangkan, butuh kesabaran yang senantiasa harus dimunajatkan agar tidak terbersit sedikit pun kata-kata bahkan sekedar perasaan suudzon terhadap sesama. 
Kepercayaan pula yang katanya jika dikhianati akan menimbulkan luka yang mendalam, yang semoga kami berdua dan kita semua terhindar dari hal-hal seperti ini. Kepercayaan pula yang katanya saat seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, butuh waktu yang tak sedikit untuk sekedar memaafkan bahkan terkadang sulit untuk kembali menerima seperti sedia kala.
Menumbuhkan kepercayaan memang butuh perjuangan, terlebih bagi dua orang yang masih baru memulai kebersamaan dalam mahligai ikatan. Terlebih bagi seorang dengan dua kepribadian yang berbeda (extrovert - introvert) yang ditakdirkan olehNya bersatu dalam satu genggaman. Selalu niatkan untuk ibadah, selalu niatkan untuk menggapai ridhaNya. 
Sebab barangkali, dalam perjuangan menumbuhkan kepercayaan, ada percikan-percikan pahala yang Dia hadirkan untuk ditampung sedikti demi sedikit. Ada lapis-lapis keberkahan, yang kian digali memang kian susah, namun di dalamnya ada harta karun yang menantinya. Ada serpihan-serpihan surga yang harus dirangkai bersama dan barangkali akan menjadi rangkaian yang utuh kala kepercaayan satu sama lain telah benar-benar utuh. 
Sejenak rehat di tengah deadline yang mengejar,  Dari seorang yang sampai hari ini masih memperjuangkanmu untuk menumbuhkan kepercayaan
Malang, 27 Januari 2021 , 01.15 a.m. Mushonnifun Faiz Sugihartanto
141 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
RTM: Menyatukan itu bukan berarti menyempurnakan.
Nanti, saat kamu sudah menemukan dia yang mendapatkan hati dan juga dirimu, jangan terlalu berharap tinggi pada ekspektasi. Sisakan ruang kosong untuk menampung rasa "memaklumi".
Saat ekspektasimu terlalu tinggi, bisa jadi nanti mudah bagimu untuk kecewa. Maklumilah bahwa pasanganmu itu manusia yang salahnya selalu ada dan akan terus berganti kesalahannya, bahkan menyatukan dua hati bukan berarti menyempurnakan semuanya, jika sudah sempurna maka tidak akan ada yang namanya saling memaafkan kesalahan dan saling mengingatkan soal kelalaian.
Bagimu yang sedang menunggu atau mencari, perbaikilah dirimu sembari mengusahakan untuk menjemput dan dijemput. Bagimu yang sedang berlayar dengan kapal dan nahkodanya, salinglah memperbaiki dan menasehati dengan sebaik-baik kata dan perilaku, pasanganmu layak mendapatkan pengingat tanpa melukai.
Perjalanan ini, jika tidak karena mencari pahala dan berkahnya Allah, akan mudah bagi kita untuk marah dan mencaci, mudah bagi kita untuk mencela dan mengganti. Niatkan saja semuanya untuk Allah, soal apresiasi atau tidak itu urusan belakang, yang terpenting adalah apresiasi Allah dengan pahala yang kamu dapatkan. Entah atas perjuanganmu melayani, atau mencari dan menunggu dengan menjaga diri.
Menyatukan itu tidak harus menyempurnakan, tapi membersamai dalam perjalanan dan mengobati luka perjalanan bersama-sama. Memadamkan api jika salah satu ada yang terbakar, menghangatkan hati jika salah satu ada kedinginan karena emosi yang selalu bergejolak.
Menikah itu perlu ilmu, bukan hanya ilmu biologis. Tapi ilmu menata hati dan rasa, menata marah dan bahagia, menempatkan cemburu dan perhatian pada tempatnya.
Selamat bertumbuh.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
Refleksi Postpartum
“istri-istri kamu adalah ladang/tempat kamu bercocok tanam” QS Al Baqarah: 223
Pagi ini saya membaca kembali buku Quraish Shihab yang berjudul Pengantin Al-Quran. Mungkin dulu saat pertama kali membuka lembar demi lembarnya, saya belum terkoneksi dengan baik karena seingat saya, saya membacanya di awal usia dua puluh tahun, atau bahkan belasan?
Kini ketika beberapa bagian dibuka kembali, menelusur tiap katanya, jadi ada internalisasi yang cukup terlebih setelah mengalami sepotong demi sepotong kisah berumahtangga. 
Adalah kejadian pascamelahirkan yang begitu saya ingat saat Quraish Shihab menuliskan pembahasan ayat yang tersebut di atas. 
Beliau memaparkan, “Ayat ini tidak hanya berbicara tentang hubungan seks dan perintah untuk melakukannya, atau sekadar mengisyaratkan bahwa jenis kelamin anak ditentukan oleh sperma bapak, sebagaimana petani menentukan jenis buah dari beih yang ditanamnya, Tetapi yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa bapak harus mampu berfungsi sebagai petani, merawat tanah garapannya (istrinya), bahkan benih yang ditanamnya (anak) sampai benih itu tumbuh, membesar, dan siap untuk dimanfaatkan.”
Lalu ingatan terbang saat detik-detik setelah melahirkan. Saya merasa menjadi seorang yang kuat sekaligus lemah dalam satu tubuh dan jiwa. Saya merasa begitu rapuh sekaligus terpenuhi dalam satu waktu. Dan saya menjadi seperti induk singa sekaligus anak burung yang ditinggal ibunya sebentar di sangkarnya dalam satu kelindan. 
Saat itu secara fisik belum pulih total, secara batin senang sekaligus berkecamuk, kadang cemas, takut kehilangan, merasa bersalah, dan resah datang tidak pakai aba-aba. Misalnya ketika menggendong bayi, takut sekali rasanya tulang-tulangnya patah, “betul tidak ya caraku? dia menangis, apakah aku salah menggendongnya? berkali-kali aku mengangkatnya dari lengan terlebih dahulu, apa tidak masalah?” dan pertanyaan-pertanyaan konyol lainnya jika dikenang, padahal dulunya sangat amat krusial bagiku. Saat itu saya butuh kejelasan, benarkah cara saya? Cukup becuskah saya menjadi ibu? Itu baru urusan menggendong. Belum terkait ASI, jahitan yang tidak kunjung kering, nifas yang berkepanjangan, merasa insecure karena perbedaan pola asuh, stress jam tidur yang berantakan, dan banyak hal lainnya sebagai ibu baru dan perempuan yang bertambah peranannya. 
Dan saya begitu tertolong karena salah satu nikmat yang Allah beri yaitu suami, yang saya tahu tidak sempurna dalam perjalanannya, tapi berusaha menunaikan ayat tersebut. Berusaha menjadi sebaik-baiknya petani. 
Masih saya ingat sampai sekarang betapa sebalnya saya saat kontraksi datang dan saya buru-buru mengajaknya ke Rumah Sakit karena merasa sudah tidak tahan lagi, beliau masih saja mengurusi soal halaman belakang rumah yang belum jadi. Beliau mengontak tukang untuk menggarapnya agar saat saya pulang dari Rumah Sakit, sudah terpasang kanopi sesuai rencananya. Alih-alih mengelus punggung saya atau mengingatkan saya mengatur nafas, beliau sibuk dengan sesuatu yang harus berjalan dengan matang itu: memasang kanopi untuk anak istri.
Rasanya saat itu jika saya boleh marah-marah kepada suami, bapak dari anak yang akan saya lahirkan ini, saya akan marah semarah-marahnya. Tapi saya tahan. Waktu itu seperti tidak ada daya untuk marah saking sakitnya kontraksi yang datang. Sepulang dari Rumah Sakit, saya mensyukuri ketidak marahan saya pada waktu itu, dan memaafkan diri saya sendiri yang memaki suami habis-habisan dalam hati. Alhamdulillah kanopi belakang sudah jadi, saat hujan datang, kami tetap bisa menjemur baju anak, saat pagi dan matahari sudah naik saya bisa menggendong anak saya untuk berjemur tanpa terlalu kepanasan, saat siang saya bisa memasak tanpa harus terlalu takut angin bisa mematikan kompor seperti sebelum-sebelumnya. Dia berusaha maksimal sebagai petani. 
Pun saat kebutuhan kami menjadi dua kali lipat. Aku tahu setiap anak akan ada rezekinya sendiri, tapi juga perlu diikhtiarkan. Dan suamiku begitu gigih berjuang demi popok-popok, kelancaran ASIku, dan benda-benda stimulasi tumbuh kembang anak yang lainnya seperti buku, mainan, kursi, gendongan, dsb. Beliau memutar otak membuka keran-keran rezeki yang lainnya mengingat bertambahnya kebutuhan kami.
Beliau juga menjadi teman terbaik saat aku nyaris terkena baby blues. Meskipun saat itu hanya kata “sabar” yang keluar dari mulutnya, tapi tangannya tiap malam memijat punggungku, kehadirannya utuh membelaku saat mertua, orangtua, keluarga, dan kerabat meremehkanku atau pola asuhku. Dia menjadi benteng yang kokoh sekaligus pintu keluar masuknya unek-unek maupun kata-kataku yang terlontar kurang pantas mungkin saat itu. Kalian tahu, kadang ibu habis melahirkan seberapi-api itu, yang jika tanpa support bagai orang kesetanan. 
Saya jadi paham mengapa para praktisi parenting begitu getol mengajak Ayah untuk kembali dan maksimal dalam perannya di keluarga. Mengapa mereka begitu galak dalam bersuara Ayah harus ikut mengasuh. Karena keluarga yang fatherless memang serapuh itu. Begitu dekat dengan kekerasan, kehampaan, kemiskinan, dan menurunnya kualitas kehidupan. 
Itulah mengapa ayat ini semestinya menjadi bahan renungan kita bersama, tidak semata soal seks dan betapa suami berhak atas istrinya dimana saja, kapan saja, tapi juga berkewajiban atas istri dan keluarganya dimana saja dan kapan saja. 
Para suami, kembalilah pulang, peluk, dukung, dan upayakanlah terus keluargamu…sebagaimana kamu mengupayakan impian dan ambisimu. 
Para suami, temanilah istri-istrimu, bercocok tanam dan perhatikan garapanmu meski itu saat hujan, badai, kemarau, maupun pancaroba. Jangan hanya berharap cuaca bersahabat setiap saat. 
Para suami, para ayah, para lelaki, saya menuliskannya sebagai perempuan yang merasa bahwa saya tumbuh sampai detik ini, juga atas jasa petani saya bercocok tanam meski kadang dia juga kurang betul dalam menyirami, kadang lupa memberi pupuk, pernah juga kepanasan dan agak layu, tapi tak mengapa, dia tengah berupaya. Tak henti doa saya, supaya petani saya senantiasa ada dan berkarya maksimal di ladang garapannya. 
Semangat berjuang petaniku, dan untuk benih-benihnya semoga tumbuh kuat mengakar, juga kian merunduk ketika kian berisi, bagai padi,
1K notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
282.
Salahkah aku?
Menahan laju inginmu untuk mengenalku;
Menolak keras kesediaanmu untuk mengetahui lebih banyak tentangku;
Menutup kesempatan bercerita yang ingin kamu dengar langsung dariku.
Salahkah aku?
Mengabaikan gelombang isyarat yang coba ditujukan kepadaku;
Membalas sapamu dengan biasa saja bahkan terkesan kaku;
Menanggapi seadanya saja candaanmu;
Lalu membuatmu merasa bahwa aku tidak mau kamu ada di hidupku.
Salahkah aku?
Tidak suka jika notifikasi darimu memenuhi aplikasi hijau ponselku;
Atau ingin menghilang saja ketika kamu coba mengetuk salah satu sisi rumahku;
Mengusirmu jauh-jauh agar tidak berharap lebih kepadaku.
Jika aku belum mau, salahkah aku?
Ruang ragu, 15.50 | 30 Januari 2021.
134 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
252.
Puan, terus menuntut dan mempertanyakan sebuah kepastian apakah cukup membuatmu lega?
Padahal ia tengah berjuang setengah mati untukmu sementara kau berlaku seolah yang paling sakit dan dirugikan.
Puan, untuk mengikatmu di hadapan-Nya bukanlah perkara mudah—semudah membangun 1000 candi dalam satu malam.
Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang, ketakutan yang berusaha dilawan sekuat tenaga dan tak jarang beberapa kekhawatiran membuatnya susah tidur kala malam datang.
Puan, percayalah, sekalipun untuk menujumu harus tertatih-tatih, ia akan tetap memilihmu. Jika tidak, sudah sejak jauh hari ia menyerah pada keadaan, betul begitu 'kan?
Maka, bersabarlah, sebentar lagi saja.
Ruang tengah, 19.11 | 19 Oktober 2020.
71 notes · View notes
dnnrsyfchmdh · 5 years ago
Text
Melangkah Searah; Sehidup Sesurga.
Beberapa hari lalu tergerak untuk mengikuti voting di instastory-nya Masgun,
“Kamu akan memilih yang mana jika dihadapkan pada pilihan bus eksekutif atau ekonomi?”
Tanpa pikir panjang langsung mengklik eksekutif, kemudian terbayang bus eksekutif Ramayana atau Nusantara jurusan Semarang- Jogja, tentunya perjalanan ke Magelang akan lebih nyaman jika dibandingkan dengan bus ekonomi.
Eits, tetapi banyak yang terkecoh dengan pertanyaan ini karena point of view-nya bukan terletak di situ. Beliau pun menambahkan eksekutif atau ekonomi bukan suatu masalah, jika kamu tahu betul tujuanmu. Bingung?
Mari analogikan saat kamu sedang berada di terminal (ex. terminal Sukun, Tembalang, Semarang) akan ada banyak bus eksekutif dan ekonomi, entah Ramayana, Nusantara, Eka, Sugeng Rahayu atau Safari tentunya dengan tujuan masing-masing. Lantas jika kamu memiliki tujuan ke Magelang apakah kamu akan menaiki bus Eka, Sugeng Rahayu atau Safari tentu tidak kan? Karena bus tersebut adalah bus dengan tujuan Solo.
Pun jika kamu dihadapkan pada pilihan bus ekonomi tentunya juga tidak menjadi masalah selama bus itu akan membawamu sampai ke tujuan, sama halnya dalam pernikahan.
“Ada yang kaya, ganteng, dsb so perfect bangetlah tetapi kalau tujuannya beda sama kamu, kamu ngapain mau nikah sama dia? Begitu juga sebaliknya. Dan seringnya, mau berumah tangga kita kegoda sama hal-hal yang surface kayak paras, suku, keturunan, pekerjaan, gaji, dsb.
Dalam mengawali rumah tangga, paling penting adalah paham soal tujuannya itu apa?
Kalau kamu sudah tahu tujuannya apa, ga peduli nanti “wahananya” eksekutif atau ekonomi, alias dalam menjalani pernikahannya bakal selalu happy atau penuh perjuangan, damai dan berkecukupan atau musti ngalamin banyak cobaan finansial dan keluarga.
Ingat-ingat lagi, tujuanmu :)
Dan penting banget untuk punya partner yang tujuannya sama!”
Fakta lapangan: yang saleh/salihah belum tentu setujuan sama kamu. Yang pekerjaannya mapan belum tentu setujuan sama kamu.
Yang apa pun ada dalam kriteriamu semua menjadi tidak bermakna apa-apa kalau kamu sendiri nggak paham tujuanmu berumah tangga itu apa?
Sampai seolah-olah harus buru-buru karena dikejar waktu, merasa harus berumah tangga karena teman yang lain sudah berumah tangga, semua hal yang membuatmu mengesampingkan tujuan. Akan menjadi boomerang dalam berumah tangga, itulah kenapa kamu bisa menyaksikan pasangan yang terlihat sempurna, ahli agama, cantik/tampan, popular, dsb. Bubar pernikahannya, karena tujuannya udah nggak sama.” – Masgun
Berkaca pada diri sendiri, ada yang datang dengan kemapanan, ada juga yang datang dengan kesederhanaannya tidak lantas membuat kami beriring menuju pelaminan karena setelah ditelusuri ternyata tujuannya memang berbeda.
Seorang sahabat menambahkan,
“Gimana ya, setelah nikah itu perjuangan soalnya.”
“Udah ndak bisa bawa-bawa budaya di keluarga sebelumnya. Harus bikin budaya sendiri di keluarga sendiri. Soalnya nyocokin sama pasangan baru.”
Kalau di permulaan saja visi dan misi sudah kentara berbeda lalu bagaimana akan membersamai sehidup sesurga? Seperti naik odong-odong keduanya harus mengayuh supaya salah satunya tidak merasa kelelahan.
“Tidak bisa dua orang yang hendak menikah hanya memiliki satu alasan saja untuk menikah. Carilah sebanyak mungkin alasan bagi kalian menikah. Sebanyak mungkin. Agar ketika satu poin tidak mampu kalian capai, kalian selalu punya tujuan lain.” – karenapuisiituindah.
Selamat berproses, Innallaha Ma’ana! :)
169 notes · View notes