semoga tulisan ini bisa menjadi pemberat amal kebaikan kelak
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
SERANGKAIAN CERITA HAJI 2024
Selesailah sudah rangkaian perjalanan ini kutuliskan.
Dari Makkah, Arafah, Muzdalifah, Mina hingga Madinah.
Dari tawa, tangis, lelah, cemas, hingga rasa syukur yang tak berkesudahan.
Aku belajar banyak, bukan hanya soal manajemen jamaah, kesehatan, dan tanggung jawab sebagai petugas, tapi juga tentang makna sabar, ikhlas, dan rasa kecil di hadapan Allah.
Setiap peluh, setiap doa, setiap langkah di tanah suci… semoga semuanya tercatat sebagai amal.
Dan semoga setiap kekurangan, kelalaian, dan kesalahan, Allah tutupi dengan rahmat-Nya.
Namun, satu hal yang selalu kuingat:
Yang lebih penting bukanlah tanggung jawab di dunia, melainkan pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.
Semoga Allah ridha, semoga Allah panggil lagi, semoga Allah beri kesempatan bersama keluarga dan orang-orang yang selalu mendoakan.

Allahumma baarik. 🌹
—
SERANGKAIAN CERITA HAJI 2024
TAMAT
Indonesia, Juli 2024
0 notes
Text
PULANG KE TANAH AIR
Bandara Madinah, dini hari.
Ada dua momen yang sampai sekarang begitu membekas di hati.
Pertama, soal air zam-zam.
Sejak jauh hari, kami sudah was-was. Katanya ada pembatasan, bahkan ada kabar jamaah bisa saja tidak membawa pulang air zam-zamnya.
Tapi MasyaAllah, ternyata Allah mudahkan. Satu per satu koper jamaah lewat pemeriksaan, dan semuanya aman. Proses check-in pun berjalan lancar, meski berlangsung di tengah malam.
Hati kami pun lega—karena jamaah bisa tetap membawa pulang air berkah itu untuk keluarga di tanah air.
Momen kedua jauh lebih menegangkan.
Tepat saat pengumuman boarding, jamaah yang kondisinya drop tadi mendadak tensinya turun drastis, sekitar 60/palpasi.
Jantungku ikut berdegup kencang—kaget, cemas, takut. Tapi Alhamdulillah, aku bersyukur bangettt punya tim yang solid dan sigap dalam melakukan penanganan.
Dan di tengah rasa syukur itu, jamaah masih sempat bercanda:
“Ayo… ini kesempatan terakhir periksa ke dokter gratis. Soalnya kalau sudah di tanah air nanti, kalau periksa harus bayar lagi!” 🤭
Hahahaha. Aku tertawa bersama mereka. Tawa yang menyembunyikan lelah, tapi juga penuh bahagia.
Begitu kaki menginjak tanah air, rasa lega bercampur haru tak terbendung.
Semua jamaah selamat.
Semua amanah telah ditunaikan.

Ya, perjalanan ini akhirnya selesai.
Tapi doa-doa yang terpanjat, kenangan yang tercatat, dan pelajaran yang melekat—akan terus hidup selamanya.
Allahumma baarik. 🌹
—
CERITA TKHK #20
Bandara Madinah – Bandara Juanda, Juli 2024
0 notes
Text
AMANAH YANG BERAT, DOA YANG TAK PERNAH PUTUS
Menjelang kepulangan, ada satu jamaah yang kondisinya semakin menurun.
Sebagai dokter kloter, aku sudah menimbang-nimbang: sebaiknya dirujuk ke KKHI. Tapi sang jamaah bersikeras—ia ingin tetap pulang bersama rombongan dan keluarganya.
Aku tahu ini keputusan yang tidak mudah. Kalau hanya memikirkan sisi medis, tentu rujukan adalah pilihan yang paling aman.
Tapi haji bukan sekadar perjalanan medis, ini perjalanan hati, perjalanan keluarga.
Aku akhirnya berdiskusi dengan kepala sektor, seorang spesialis yang tentu lebih luas ilmunya daripada aku. Setelah banyak pertimbangan, diputuskan untuk merawat beliau di kloter.
Sejak itu, langkahku tak pernah lepas dari doa. Setiap detik selalu kuingatkan diriku: amanah ini sungguh berat.
Menjadi satu-satunya dokter kloter berarti tidak ada ruang untuk lengah.
Yang ada hanyalah memohon agar Allah menolong, agar setiap ikhtiar dibimbing-Nya.
Alhamdulillah, keluarga jamaah sangat kooperatif. Mereka mendampingi, mengikuti setiap arahan, menjaga dengan sabar. Dan akhirnya, dengan izin Allah, jamaah itu bisa sampai di bandara bersama kami.
Aku menarik napas panjang. Ada lega, ada haru, ada syukur yang dalam.
Sungguh, betapa kecilnya diriku tanpa pertolongan Allah.

Sehebat apa pun ilmu, setekun apa pun usaha, tetap saja hanya Allah yang mampu menjaga hingga semua tiba dengan selamat.
Di titik itu, aku semakin sadar: Menjadi dokter kloter bukan sekadar soal medis.
Ini adalah amanah jiwa-raga, yang hanya bisa dijalani dengan terus berpegang pada doa dan dzikir.
Allahumma baarik. 🌹
—
CERITA TKHK #19
Madinah – Bandara, Juli 2024
0 notes
Text
PERTEMUAN TAK TERDUGA DI MADINAH
Ada satu momen di Madinah yang terasa begitu personal untukku.
Sebenarnya jauh sebelum berangkat, aku sudah mengenal nama beliau—dosenku, saat aku menjadi asisten penelitian S2-nya.
Tapi jujur saja, kami belum pernah benar-benar bertatap muka. Karena kami memang terpisah jarak antar pulau. Saya di Jawa, beliau di Sulawesi. Semua komunikasi dulu berlangsung daring, karena waktu itu masih masa pandemi.
Siapa sangka, Allah pertemukan aku dengan beliau di tanah suci.
Beliau adalah PPIH KKHI Madinah, seorang spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (KFR). Aku tahu itu karena kami tergabung dalam satu grup koordinasi. Dari awal sampai Madinah, beliau sebenarnya sudah menghubungi agar kami bisa bertemu. Tapi aku maklum, jadwalnya begitu padat. Beliau koordinator ambulans—rujukan pasien di Madinah yang beroperasi 24 jam non-stop, dan beliaulah yang mengatur semua itu.
Hari demi hari berlalu. Aku sudah pasrah.. mungkin memang belum diizinkan untuk bertemu beliau secara langsung meski saat ini kami sudah berada di satu kota yang sama.
Hingga akhirnya, tepat setelah aku keluar dari Raudhah yang kedua kalinya, masuklah sebuah pesan:
"Ayo ketemu nanti ba’da sholat Isya."
Spontan aku ajak perawat kloterku yang perempuan untuk menemani. Dan benar saja, malam itu jadi salah satu malam yang berkesan dalam hidupku.
Aku akhirnya bertemu beliau.
Rasanya seperti menyambung benang cerita yang sempat terputus lama.
Aku ditraktir kunafa—manis sekali, pas dengan suasana, tentu tidak lupa dikombinasikan dengan kopi (yang katanya cocok dengan image “anak FK” yang suka kopi 😂).
Kami duduk, ngobrol hangat, diselipkan banyak wejangan, bahkan sempat berkenalan juga dengan para spesialis lain yang kebetulan libur jaga dan ikut sholat di Nabawi malam itu.

Aku benar-benar bersyukur.
Bertemu orang-orang yang begitu tulus mengabdi, yang profesional sekaligus rendah hati.
Di tanah suci, aku mendapat contoh nyata seperti apa seharusnya seorang dokter spesialis—bukan sekadar gelar, tapi dedikasi.
Dan aku sadar, di Madinah ini aku tak hanya dipertemukan dengan Rasulullah ﷺ lewat Raudhah, tapi juga dengan guru-guru kehidupan yang Allah hadirkan nyata.
Mereka menjadi pengingat bahwa jalan ini bukan sekadar tentang profesi, tapi tentang kebermanfaatan. Pulang dari pertemuan itu, aku hanya bisa berdoa dalam hati:
“Ya Allah, izinkan aku suatu hari kelak menyusul jejak mereka. Izinkan aku menjadi spesialis yang bermanfaat, penuh semangat, dan menginspirasi, sebagaimana mereka telah menginspirasiku malam ini.”
MasyaAllah, Tabarakallah. 🌹

—
CERITA TKHK #18
Madinah, Juli 2024
0 notes
Text
RAUDHAH KEDUA
Sejujurnya, aku tak pernah menyangka akan diberi kesempatan masuk Raudhah dua kali🥺
Yang pertama sudah terasa seperti mimpi, apalagi ternyata Allah masih menghadiahkan kesempatan kedua.
Dan kali ini, ada kisah yang jauh lebih menyentuh hati. Beberapa jamaah lansia kami sudah tidak fit untuk berjalan jauh. Ada yang punya komorbid, ada yang sudah lemah, sehingga tak mungkin bisa masuk Raudhah tanpa bantuan. Maka solusinya adalah kursi roda — dan di situlah peran petugas seperti kami sangat dibutuhkan.

Hari itu, aku mendorong salah seorang jamaah dari hotel menuju Nabawi. Perlahan-lahan, menyusuri jalan, dan memastikan beliau tetap nyaman.
Di sela perjalanan, aku bercerita sebisanya: tentang nama-nama tempat yang kami lewati, tempat apa yang akan kami tuju, dan tentang betapa istimewanya tanah Madinah ini. Sampai akhirnya… kami benar-benar masuk Raudhah.
Di momen itu, ada percakapan yang membuatku ingin tertawa sekaligus menahan haru. Si mbah tiba-tiba menoleh padaku, lalu bertanya polos:
"Ini tempat apa, Nak?"
Padahal posisi kami persis di depan makam Nabi ﷺ🥺 Aku mencoba menjelaskan dengan pelan, berkali-kali… tapi ternyata beliau tetap tidak memahami.
Akhirnya aku hanya bisa menuntunnya, “Mbah, banyakin sholawat dan doa apa saja.”
Sedih sekali rasanya, melihat betapa terbatasnya pemahaman karena usia, tapi sekaligus terharu: Allah masih berkenan menghadirkan beliau di tempat mulia ini. 🥹
Dan yang membuatnya semakin berkesan, momen itu datang persis di sore hari ketika malamnya kami akan pulang. Seolah Allah ingin memberi hadiah perpisahan yang tak ternilai.
Dalam perjalanan pulang dari Raudhah ke hotel, aku bertemu dengan jamaah lain. Kami sempat berhenti di depan kubah hijau, bersalam perpisahan, berfoto bersama, bercanda gurau, lalu berjalan pulang beriringan.

Senangnya bukan main melihat jamaahku sehat, ceria, dan optimal beribadah sampai akhir perjalanan di tanah suci.
MasyaAllah tabarakallah….
Pengalaman ini tak mungkin kulupakan.
Karena setiap kali aku mendorong kursi roda itu, aku merasa seperti sedang mendorong doaku sendiri.
Dan benar adanya pepatah yang sering kita dengar:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain."
Hari itu, aku merasakannya nyata.
Allahumma baarik. 🌹

—
CERITA TKHK #17
Madinah, Juli 2024
0 notes
Text
MADINAH AL MUNAWWARAH
Tiba di Madinah, suasana langsung berubah. Dari hiruk pikuk Makkah menuju keteduhan kota Nabi ﷺ. Konon katanya….
“Makkah mengajarkan gerak cepat, usaha keras, dan harus kuat. Sedangkan Madinah mengajarkan ketenangan, kelembutan, dan cinta yang mendalam.”
Begitu koper diturunkan dan jamaah masuk hotel, hati ini rasanya lega — Alhamdulillah jamaah sehat, aman, semuanya baik-baik saja.
Dan yang lebih membuat haru, kami langsung diizinkan menuju Masjid Nabawi. MasyaAllah… langkah terasa ringan, tapi hati bergetar hebat.
Shalat pertama di Nabawi selalu istimewa. Cahaya putih masjid, lantunan doa, payung-payung raksasa yang terbuka — semua jadi saksi betapa syahdunya suasana di kota ini.

Hari-hari berikutnya diisi dengan menunggu kabar: kapan giliran kloter kami mendapat jadwal ke Raudhah. Hati rasanya tak sabar, ingin berlama-lama di sana.. 🥹🥹
Konon saat ini untuk akses kunjungan Raudhah aturan sistemnya sudah jelas: satu kloter hanya mendapat jatah satu kali masuk. Jika ingin mencoba mandiri, bisa dicoba dengan aplikasi ‘nusuk’. Namun tentu saja kemungkinannya sangat kecil di tengah bulan Haji seperti sekarang ini. Aku pun pasrah, menerima dengan ikhlas.
Semoga kelak ada lagi kesempatan.
Aamiin Allahumma Aamiin 🌹
—
CERITA TKHK #16
Madinah, Juli 2024
0 notes
Text
PERPISAHAN DARI MAKKAH
Sebagai petugas, aku tahu tugasku belum selesai.
Masih ada jadwal shift, rapat evaluasi dengan tim sektor, dan segala urusan teknis yang harus tetap dijalankan.

Tapi di balik semua kesibukan itu, ada satu rasa yang diam-diam mengganjal: ingin sekali rasanya mengulur waktu… agar bisa lebih lama di Makkah.
Tapi tentu saja itu tidak mungkin. Waktu tetap berjalan, dan kami harus beranjak.
Hari itu, tepat di hari Jumat, bis kami bergerak meninggalkan Makkah menuju Madinah. Dan di sanalah, air mata benar-benar pecah lagi.
Bayangkan… duduk di kursi bis, bersama jamaah, sambil lantunan shalawat dan salam perpisahan berkumandang🥹 Setiap kalimat shalawat serasa menekan hati lebih dalam, membuat dada sesak, membuat air mata tak terbendung 😭
Rasanya beraaaatttt sekali.
Bagaimana bisa meninggalkan tempat di mana doa-doa terasa begitu dekat dengan langit?
Bagaimana bisa menjauh dari Ka’bah, yang setiap pandangannya mampu menenangkan jiwa?
Aku hanya bisa berbisik dalam hati, sambil menatap ke luar jendela bis:
“Ya Allah… izinkan aku kembali lagi. Jangan biarkan ini jadi perjumpaan terakhir.
Dan jangan hanya aku, ya Rabb… izinkan juga keluargaku, orang-orang yang kucintai, dan semua yang mendoakan dari tanah air… agar mereka pun merasakan nikmatnya haji, nikmatnya menatap Ka’bah, nikmatnya bershalawat di makam Rasulullah.”
Madinah menanti, tapi hati ini tertinggal di Makkah 🥺🌹

—
CERITA TKHK #15
Makkah – Madinah, Juni 2024
0 notes
Text
KEMBALI KE MAKKAH
Selepas Mina, kami kembali ke hotel di Mekkah. Dan entah bagaimana caranya, Allah izinkan aku tidur setengah hari penuh. Tenang, damai, tanpa ada gangguan dari jamaah maupun tim. Seakan Allah sendiri yang menjaga situasi tetap aman. Rasanya seperti hadiah kecil setelah hari-hari panjang penuh keringat, panik, dan teriakan. Allahumma baarik. 🌹

Tak hanya itu, Allah beri kesempatan lain yang tak ternilai. Selain umrah wajib, aku masih bisa umrah lagi. Rombongan kami bersama-sama berangkat mengambil niat di miqat, bahkan biaya transportasinya ditanggung jamaah. Aku hanya bisa terdiam haru. Betapa Allah sering menitipkan kebaikan lewat tangan-tangan orang lain.

Ada juga satu momen yang sampai sekarang masih terpatri jelas di hati. Sore itu, aku ingin sholat Maghrib di Masjidil Haram. Tapi waktunya sudah mepet, shaf depan pasti penuh, dan aku sudah pasrah kalau harus di barisan belakang. Tiba-tiba, ketika sedang diusir-usir askar yang menyuruh maju mundur ke sana kemari, ada seorang jamaah yang memanggilku. “Ayo sini, isi shaf ini!” katanya. Dan subhanallah, aku akhirnya mendapat tempat di shaf depan, tepat sejajar dengan Maqam Ibrahim.
Di detik itu, aku hanya bisa merinding. MasyaAllah tabarakallah… ternyata Allah bisa mengatur langkahku hingga sampai ke tempat yang bahkan tidak pernah aku rencanakan.
Haji memang penuh kejutan. Ada lelah, ada tangis, ada ujian. Tapi ada juga hadiah-hadiah kecil yang membuat hati ini terus bersyukur.
Allahumma baarik. 🌹

— CERITA TKHK #14 Mekkah, Juni 2024
0 notes
Text
MABIT DI MINA : NAFAR AWAL
Nafar Awal: adalah istilah yang digunakan untuk jemaah haji yang memilih untuk meninggalkan Mina lebih awal, yaitu pada tanggal 12 Dzulhijjah (hari kedua Tasyrik)
Hari kedua mabit di Mina. Suasananya mulai berganti. Dari riuh penuh desakan, menjadi lebih teduh. Dari kepanikan, menjadi lebih banyak syukur.
Di antara kabar yang sampai, aku dengar ada kloter lain yang harus menghadapi tenda padat dan pendingin yang rusak. Jamaah mereka kepanasan, lemas, sulit beristirahat. Hatiku terenyuh mendengarnya… karena Alhamdulillah, tenda kloterku tidak demikian. Kami masih bisa bernapas lega, masih bisa merasakan dinginnya hembusan pendingin.

Refleksiku sederhana: mungkin inilah yang dimaksud, setiap kloter punya tantangannya masing-masing. Entah… mungkin tenda yang kita dapat, fasilitas yang kita rasakan, adalah bagian dari doa-doa yang dipanjatkan, juga amal-amal yang Allah hitung dengan cara yang kita tak tahu. 🌙
Namun menjelang akhir Mina, Allah titipkan satu lagi ujian. Tiba-tiba, seorang jamaah mengeluh nyeri dada dan lemas. Jantungku ikut berdegup. Jujur, rasanya tubuh ini sudah sangat letih… dan membayangkan harus menggotong beliau ke pusat kesehatan untuk EKG membuat kaki terasa semakin berat. Tapi aku tak boleh ragu. Aku periksa segera, dan Alhamdulillah setelah melihat tanda-tandanya, lebih condong ke asam lambung. Aku berikan obat, lalu observasi ketat. Dengan izin Allah, kondisinya berangsur membaik, hingga akhirnya bisa pulang bersama kami ke hotel, tanpa gejala lagi.

Hari itu aku belajar, bahwa di Mina, syukur dan ujian berjalan beriringan. Ada tenda yang nyaman, tapi ada juga yang panas. Ada makanan berlimpah, tapi ada tubuh yang tiba-tiba drop. Ada haru, ada lega, ada panik, ada tawa. Semuanya bercampur jadi satu.
Dan aku semakin yakin… inilah haji. Ibadah yang bukan hanya soal ritual, tapi juga tentang bagaimana kita menerima setiap takdir dengan sabar, lalu menemukan alasan untuk tetap bersyukur.
Allahumma baarik. 🌹

— CERITA TKHK #13 Mina, Juni 2024
0 notes
Text
HARI-HARI DI MINA
Kalau Arafah penuh doa, Mina penuh drama. 😅
Bayangkan lautan manusia, tenda-tenda yang rapat, jalanan yang sesak. Semua berdesakan dengan tujuan yang sama: lempar jumrah. Dari jauh mungkin tampak sederhana, tapi percayalah… di lapangan, perjuangan itu nyata.
Hari itu aku benar-benar diuji. Bukan cuma diuji fisik, tapi rasanya juga diuji kesabaran dan kepemimpinan.
Satu jamaah, sudah jelas tidak dianjurkan berangkat. Tapi apa daya, semangatnya lebih besar dari tenaganya. “Saya harus ikut, Dok!” katanya mantap. Aku cuma bisa menghela napas. Baru jalan 2–3 km, wajahnya mulai pucat, keringat deras, dan akhirnya ia sendiri mengaku tak sanggup. Di situ aku sempat terpikir: apa aku harus gendong beliau? 😅 Detik itu juga aku sadar, jadi petugas haji bukan cuma soal ilmu medis… tapi soal kepemimpinan dalam krisis. Bagaimana mengambil keputusan cepat, tanpa kehilangan empati.

Belum habis satu drama, datang lagi kabar. Seorang jamaah lain, punya riwayat jantung, pagi itu ternyata tidak minum obat rutinnya. Sepulang dari jumrah, masih di jalur jamarat arah balik tenda, kabarnya ngos-ngosan, nyeri dada. Dan aku? Tidak tahu persis di mana posisinya. Mina itu padat, sinyal tersendat, ambulans pun tak ada. Yang ada cuma koordinasi secepat mungkin, sambil doa tak henti.
Hari itu benar-benar terasa panjang. Antara tenda, jalur jumrah, teriakan, desakan, dan doa yang lirih.

Lalu, seolah belum cukup, Allah titipkan satu lagi ujian. Seorang jamaah dari kloter lain tersesat. Bolak-balik ia mencari temannya, wajahnya sudah cemas dan bingung. Hingga akhirnya Allah takdirkan ia bertemu dengan kami. Kami tuntun bersama, melewati jalur jumrah yang padat, sampai akhirnya—alhamdulillah—menjelang tenda kami, ia menemukan rombongan kloternya. Air mukanya langsung berubah lega.
Sepanjang perjalanan itu, ada satu doa yang terus kupanjatkan, berulang kali, tanpa henti: اللهم صل على سيدنا محمد، سهل ويسر ما تعسر
Allahumma Sholli ‘ala sayyidina Muhammad, Sahhil wa Yassir Maa Ta’assar
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad. Mudahkan dan lancarkan segala yang sulit.”
Dan benar saja, semua yang sulit akhirnya Allah mudahkan.
Mina mengajarkanku satu hal penting: kadang, tidak semua yang berat harus ditanggung sendiri. Kadang, kita hanya perlu saling menggandeng, saling menuntun. Namun pada akhirnya, tetap Allah-lah satu-satunya yang benar-benar memudahkan setiap langkah. 🌙❤️
Allahumma baarik. 🌹
— CERITA TKHK #12 Mina, Juni 2024
0 notes
Text
MABIT MURUR - MUZDALIFAH MINA
Selepas matahari kembali ke peraduannya, kami bergegas untuk meninggalkan Arafah. Kloter kami mendapat urutan terakhir. Sehingga wajib hukumnya tidak boleh ada sesuatu yang tertinggal di Arafah, entah barang aplagi jamaah hajinya😄
Cukup kenangan, keringat, doa dan harapn utk kembali remidi ke Arafah yang tertinggal🥹❤️

-
Haji tahun ini, semarak dengan istilah Mabit Murur.

Dari mabit murur kita belajar bahwa dalam hidup: ada fase-fase yang hanya bisa kita lewati, tanpa berlama-lama. Yang penting bukan berapa lama singgahnya, tapi bagaimana hati tetap terikat pada Allah, meski hanya sekilas. 🌙🤲
Dan ternyata.. momen Armuzna ini merupakan sarana untuk menumbuhkan rasa persaudaraan dan persatuan umat Islam di seluruh dunia 🥹❤️


Allahumma baarik🌹
-
CERITA TKHK #11
—
Muzdalifah
Juni 2024
0 notes
Text
CERITA ‘UNIK’ DI ARAFAH
“Dok dok.. cepat kesana dok” ucap salah satu jamaah haji perempuan paruh baya sambil menarik-narik bajuku untuk segera bergegas mengikutinya.
“Duh.. kenapa bu? Ada apa?” jawabku sambil kembali memasang sepatuku yang baru ku lepas karena baru saja ingin beristirahat ngadem duduk dalam tenda kloter di Arafah 🥹

Dari arah depan, terlihat beberapa orang berkerumun sambil berjalan beriringan.
Ternyata oh ternyata, mereka lagi berusaha menutupi salah satu jamaah lansia yang lupa tidak menggunakan hijabnya sesaat setelah berwudhu… yaRabbbbb….
Seketika aku menarik nafas, sempat nge-lag. Lalu beristighfar dan kemudian mencoba menenangkan diri sebelum menenangkan orang lain.
Tapi…
MasyaAllah tabarakallah, tanpa ada yg menyuruh.. semua berbondong-bondong untuk menolong jamaah lansia ini.. termasuk kami yg fakir ilmu ini, mencoba berkonsultasi kepada pembimbing ibadah haji kloter kami terkait kasus salah satu jamaah lansia ini..
😭
—
Sebelumnya, aku juga dipanggil dadakan.. dan ternyata oh ternyata bukan masalah kesehatan juga. Melainkan masalah jamaah haji kloter lain yang tersesat kebingungan hingga akhirnya masuk ke dalam tenda kami.
Kejadian tersebut persis 5 menit menjelang waktu wukuf di Arafah. —“acara puncak haji”.
Tanpa panjang lebar, agar tidak kehilangan momen ini. Saya berusaha menenangkan jamaah haji tersebut, meskipun awalnya agak sulit karena beliau tidak begitu lancar berbahasa Indonesia, sedangkan bahasa daerah kami cukup berbeda — Madura dan Sunda😭🙏🏻 alhamdulillah, berkat pertolongan Allah, sang ibu paham dan mau untuk melakukan prosesi wukuf di tenda Arafah kami,
Tumpah semua tangis jamaah saat prosesi wukuf😭
“Mungkin Allah mengundang kita kesini bukan karena kita yang paling baik, namun bagaimana jika Allah mengundang kita kesini karena kita lah yang paling banyak dosa? Sehingga Allah mengundang kita untuk memohon ampun kepadaNya di tempat ini”
Nyesss…..
-
setelah prosesi inti selesai baru kami mencoba bantu proses mencari cara bagaimana mengembalikan jamaah tersebut ke tendanya.
Pasalnya, ibu tersebut hanya ke toilet dekat tenda milik kloternya.. namun ternyata ia tersesat jauh entah kemana..
Sempat saya mencoba mengantarkan berkeliling mencari tenda kloternya di sekitaran tenda kami.. namun hasilnya NIHIL. Semua tampak sama. Kami kebingungan, juga merasa kepanasan karena hawa di siang hari benar-benar puwanas.
-
Benar adanya, bahwa tidak boleh sedikitpun ada rasa tinggi hati merasa tahu segalanya.
Benar adanya, bahwa kami para petugas kesehatan sangat perlu untuk edukasi terkait kejadian heat stroke saat Arafah ini jauh-jauh hari
*heat stroke atau sengatan panas adalah kondisi medis serius yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang cepat hingga 41°C, yang dapat menyebabkan kematian, dan tubuh tidak bisa lagi berkeringat*
Benar pula adanya bahwa tantangan tiap kloter bisa berbeda-beda. “Ambil sebanyak-banyaknya pahala dari jamaah”
Alhamdulillah 'ala Kulli Hal🥹
Semoga perjalanan ini terus engkau permudah yaRabb..
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
"Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah”
-
CERITA TKHK #10
—
Arafah
Juni 2024



0 notes
Text

youtube
youtube
#tenaga kesehatan haji indonesia#tenagakesehatanhajikloter#haji2024#petugas haji#petugas haji indonesia#Youtube
0 notes
Text
“Bangunlah koneksi, baru koreksi”
Hari semakin dekat menjelang pelaksanaan puncak haji.
Yang dipikirkan bukan seberapa sering dan banyak waktu yang bisa dilakukan untuk umroh dan ibadah ke masjidil haram, melainkan persiapan-persiapan untuk jamaah terus dan terus dilakukan.
Membangun bonding antar petugas dan membangun koneksi dengan para jamaah.

Pasalnya,
“Bangunlah koneksi, baru koreksi”

Hal itu yang menurut saya, sebagai dokter kloter harus dilakukan. Sebelum mengoreksi, ada baiknya untuk membangun koneksi terlebih dahulu.
Dan benar yg saya rasakan, apabila sudah terbangun koneksi di antara petugas dan jamaah atau antar petugas. Maka akan lebih mudah rasanya untuk saling mengoreksi (re: saling mengingatkan dalam kebaikan), khususnya bagi kami hal-hal terkait kesehatan
1. Minum obat teratur bagi jamaah yg memiliki penyakit kronis
2. Istirahat cukup untuk memaksimalkan kondisi fisik saat puncak haji
3. Utamakan ibadah wajib terlebih dahulu, sedangkan ibadah sunnah hanya dilakukan jika mampu

-
Sedangkan pengingat bagi kami dan jamaah dari ustadz di sektor 9 :
Terus perbaiki niat
Terus berdoa dan berdzikir di sepanjang waktu
Ringan menolong sesama
Pernah diceritakan saat zaman Rasulullah, ada seseorang yang bertanya “apakah kelak aku akan masuk surga?”. Hingga 3x bertanya di kesempatan yang berbeda dan Rasul terus menjawab tidak, padahal 3x pula ia terus memperbaiki diri dengan amalan-amalan ibadah.
Hingga kedatangannya yang keempat, akhirnya Rasul menjawab “iya”🥹 dan apakah amalan yang dilakukan? Yakni dengan menolong dan mendoakan orang lain agar tidak masuk neraka
MasyaAllahh….🥹🥹
kuncinya adalah : ringan menolong sesama akan membawa ridho Allah untuk masuk surga.

Pesan lainnya : apabila diri merasa tidak mampu berjalan saat armuzna, ketika berat melangkahkan kaki dalam perjalanan armuzna. Maka teruslah berdoa dan berdzikir.
Adapun doa yang diajarkan kepada kami :
للهم صل على سيدنا محمد سهل ويسر ما تعسر
Allahumma Sholli ‘ala sayyidina Muhammadin, Sahhil wa Yassir Maa Ta’assar.
Ya Allah, semoga sholawat tercurahkan atas Rasulullah Muhammad, berilah kemudahan dan kelancaran atas segala sesuatu yang sulit.
Serta terus berdzikir
“Ya shomadu ya shomadu”
Arti : Yang Menjadi Tumpuan
-
Pasalnya, ke-mabrur–an haji bagi para petugas tidak ditentukan dari banyaknya ibadah sunnah di masjid yang dilakukannya, namun dari seberapa besar yang dilakukan dalam melayani jamaahnya..
Namun yang lebih penting bukanlah tanggungjawab di dunia, melainkan pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak
Laa hawla walaa quwwata illa billah.
Sungguh, tiada daya kekuatan kecuali pertolongan Allah
🌹
-
CERITA TKHK #9
—
Makkah
Juni 2024
0 notes
Text
Seperti Musa dalam Penjagaan Harun
“Betapa indahnya jika engkau menemui hati yang tidak pernah menuntut apa-apa darimu kecuali sebatas keinginan melihatmu dalam keadaan baik.”
Ada kasih yang tidak perlu digenggam atau dilihat dengan mata dunia. Ia hadir dalam diam, menjaga dengan cara yang paling halus: menginginkan keselamatan yang utuh—pada raga, jiwa, dan iman.
Keadaan baik, dalam pandangannya, bukan sekadar senyum yang tampak atau keberhasilan yang bisa diceritakan. Ia lebih dalam dari itu. Ia menghendaki ruh yang tetap hidup, hati yang tidak asing dari zikir, dan langkah yang selalu berada di jalan yang benar, meski dilanda lelah dan keraguan.
Ia ingin yang disayang tetap utuh, bukan hanya dari luka dunia, tapi juga dari keretakan batin yang menjauh dari Sang Pemilik Hati. Seperti Harun yang selalu menjaga Musa, meski tak tampak, ia memastikan langkahmu tetap berada di jalan yang benar, tanpa kata yang terucap.
Ia tidak meminta peran dalam cerita hidupmu. Ia tidak merengek untuk ditempatkan dalam ruang khusus. Rasa pedulinya adalah langit yang luas, tidak membatasi, hanya menaungi. Ia tidak menuntut untuk dikenali, cukup tahu bahwa dalam setiap malam, nama yang dicintainya tetap disebut dalam doa yang tak pernah putus. Ia adalah senja yang tak menahan matahari, hanya mendoakan agar cahaya itu kembali pulang dalam damai.
Ia tidak hadir untuk menjadi tujuan, namun menjadi saksi bisu yang berharap: semoga langkahmu selalu menuju kebaikan. Semoga bahumu tetap kuat meski ia tak bisa menyandarkannya. Semoga hatimu tetap lapang, meski tak ada tempat baginya di sana. Dan yang paling dalam—semoga Tuhan tak pernah melepas genggaman-Nya darimu.
Pada akhirnya, kasih yang paling tulus adalah yang merelakan, namun tetap setia dalam harapan. Yang tidak membungkus diri dengan kepemilikan, tapi membalut namamu dengan doa-doa yang tak diminta untuk dibalas. Seperti Harun yang setia dalam diam, meski tidak mendampingi setiap langkah, ia tetap menjaga dan berdoa agar Musa selalu dalam penjagaan Tuhan.
Jika di sepanjang perjalanan ini kita tak dipertemukan dengan hati yang seperti itu—yang menyayangi tanpa menuntut, yang hanya ingin melihatmu dalam keadaan baik, yang mendoakan tanpa pernah menyapa—semoga kita sendiri yang tumbuh menjadi sosok yang demikian.
Sebab dunia ini terlalu sempit untuk harapan yang serakah, namun cukup luas untuk ketulusan yang merdeka. Mungkin bukan tugas kita untuk selalu dipedulikan dengan cara yang tenang, tapi mungkin Tuhan menghendaki kita belajar menjadi pribadi yang meneduhkan.
Menjadi hati yang tidak menggenggam, tapi menuntun. Yang tidak menuntut balasan, hanya berharap kebaikan dibalas Tuhan. Menjadi pelita yang tak ingin dikenali sumber cahayanya, cukup menjadi terang bagi yang tengah dalam gelap. Seperti Harun yang tidak mencari pujian, tapi hadir untuk menjaga dalam diam, kita pun dapat belajar memberikan yang terbaik dalam hening, untuk orang-orang yang kita sayangi.
Dan semoga, jika tidak ada jiwa yang setia mendoakan kita dalam diam, kitalah yang diam-diam mendoakan dunia—agar semakin banyak kasih yang tidak menyesakkan, perhatian yang tidak memberatkan, dan hati-hati yang tidak ingin memiliki apa pun selain melihat sesamanya dalam keadaan benar-benar baik: lahir, batin, dan iman.
Yogyakarta, April 2025 || Kaderiyen
200 notes
·
View notes