it's not about the journey, but it's all about thing flll-up my journey.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Photo

Pagi ini. Sarapan nasi goreng. Lalu teman-teman yang pergi wedding ke Palembang ajak vidcall. Karena tadi malam lupa nulis catatan harian. Jadilah pagi-pagi udah nulis tentang daily kemarin. Terus mau edit-edit tulisan di notebook. Bismillah.
0 notes
Text
[Cerpen] Mencari Inspirasi(2)
Minggu ketiga petualangan. Kara memilih tempat minum kopi yang lumayan hits di kota. Awalnya ia canggung saat masuk ke dalam tempat tersebut. Karena di lapangan parkir semuanya di penuhi oleh mobil.
Pede aja. Kan kafe tempat siapa saja.
Kara melangkah pelan. Ia melirik tempat duduk yang kosong. Ia berjalan agak cepat, karena merasa dilihat-lihat semua orang di kafe. Setelah pesanannya datang, Kara terbelalak. Ia sebenarnya agak sulit memilih menu disini. Karena harganya lumayan tidak bersahabat untuk kantongnya. Sehingga dia memilih harga yang paling murah di list menu tersebut. Dan tampilannya membuat Kara hanya bisa terdiam. Satu slice cake yang dia pesan, dan menurutnya tampilannya biasa saja dan karena bentuknya yang kecil Kara menyendoknya kecil-kecil.
Kara beralih dari makanannya ke laptop. Rasa cake yang 'tidak sesuai' dengan lidahnya membuat konsentrasinya buyar. Dan ia memutuskan untuk minum kopi untuk menetralisir. Tapi kopi pun tak membantu. Malah memperburuk.
Kara hanya bisa menelan ludah.
Ampuuuun. Nggak lagi-lagi lah kesini. Kara menggeleng spontan.
Setelah membayar, Kara bergegas keluar.
"Waaaa... rasanya ampuun. Nggak mau lagi." ujar Kara setelah jauh dari kafe tadi. Jalanan cukup lengang sehingga ia berani untuk bicara sendiri.
***
"Assalamu'alaikum," Kara masuk dan terduduk lemas di ruang tengah.
"Wa'alaikum salam," jawab Tiwi yang saat itu berada di ruang tengah. "Kenapa Ra? Pulang hangout kok lemes?"
"Aku nggak hangout Tiwi, tapi cari inspirasi," rewel Kara.
"O, ya ya," Tiwi menutup mulutnya. "Ya maksudnya itu. Kok lemes, harusnya semangat dong".
"HUAAAAAAA HUAAAAAAAAA" tangis Kara membuat hampir seisi kamar keluar.
"Kara? Ngapain nangis?" Tanya Husna.
"Tiwi, kamu apain Kara?" canda Vista yang bikin anak-anak yang lain memukul pundaknya. Vista pun menggangguk merasa bersalah.
"Kenapa Ra? Pulang-pulang kok nangis?" Tanya Yuna pelan.
"Masih susah cari inspirasi?" Tebak Husna.
Kara mengangguk lemah. "Tapi lebih dari itu."
"Iya apa????" Rini udah gregetan.
"Tadi kan aku ke kafe kopi yang hits sekarang itu loh. Yang pernah kita bicarain sebelumnya." Kara melihat ekspresi mereka angguk-angguk. "Iseng. Mana tau bisa dapat inspirasi, kayak penulis-penulis lain. Terus aku pesan makanan. Dan kalian tau?" Kara menghela napas sejenak. "Kopi sama makanannya sama sekali nggak enaaaaaaak. Mahaaaaal pula. Uang jajan selama seminggu itu. HUAAAAAA HUAAAAAAAA."
"YA AMPUN KARAAAAAAA. Aku kira apaaan," Rini kesal dan balik ke kamarnya.
"Kan tetap aja sediiiih," Kara beralasan.
"Emang kamu ngapain cari inspirasi Ra?" Tanya Yuna bijaksana.
"Hmmmmm..," Kara terdiam sebentar.
"Cari inspirasi untuk cerpen Yu. Coba-coba kayak penulis lain yang kadang nemu inspirasi di kafe-kafe gitu." Husna menjelaskan pelan.
"Serius Ra?" Disertai anggukan Kara dan diikuti sorakan 'Aaaaaaaaaaa' dari teman-teman lainnya.
Kara refleks menutup kuping dan memejamkan matanya. "Ya aku kan coba-coba." Ujar Kara setelah sorakan berhenti. "Kalau nggak di coba kan nggak tau," Kara beralasan.
"Ya Ra. Nggak papa. Cuman kita gregetnya, kamu tu nggak pandai milih tempat. Masih mahasiswa jajan tempat mahal kayak gitu. Dan seingat aku kamu nggak suka kopi deh," Vista menasehati.
"Iya Vis. Tapi kan, sekali lagi. Mana tau, kopi disana enak." Alasan Kara lagi.
Hahahahahahhaah. Semua di ruang tengah sontak tertawa. Antara kesal dan kasihan melihat Kara yang sangat berusaha mencari inspirasi.
"Kara, Kara," ujar mereka serentak dan menggelengkan kepala.
"Makanya, kamu mau cari inspirasi ke tempat yang gratis aja Ra." Vista mengingatkan lagi.
"Iya Vis. Aku cari inspirasi di kos aja."
"Hahahhahaha. Iya bener tu. Lihat kita. Kan bisa jadi sumber inspirasi juga," Ujar Yuna percaya diri.
"Huuuuuuu," Yuna dapat sorakan dari yang lainnya, dan Kara sekaligus terhibur.
"Boleh, boleh. Kalau Kara mau, dari Tiwi juga bisa. Tanya kisah-kisah Tiwi. Hohoho," ujar Tiwi centil.
"Huuuuuuu, Tiwi. Kamu ikutan aku juga," ejek Yuna.
"Hahahahhaaahah," semua isi ruangan tengah tertawa.
"Jadi, sekarang masih mau coba cari inspirasi keluar lagi?" Tanya Husna meyakinkan.
Kara menarik napas. Tersenyum. Dan menggeleng keras. "Kan inspirasi aku ada di green castle," ujar Kara seraya tersenyum.
"Cieeeeeeeee."
***
Ranti memutuskan untuk pulang. Ia masih kesal dan rasanya ingin menangis kencang. Ia bergegas pulang dan ingin menangis sejadi-jadinya di kamar. Saat sampai di depan rumah, Ranti tercengang. Ada sepeda motor Adit. Ranti berlari kencang, berhenti di depan pintu sambil ngos-ngosan. Mama dan Adit yang duduk di ruang tamu memandangi Ranti heran.
"Kenapa nak? Ngos-ngosan. Kayak dikejar doggy aja," Mama menghampiri Ranti yang sedikit berkeringat.
"Hmmm, nggak Ma," geleng Ranti. "Adit ada perlu apa?" Tanya Ranti to the point.
Adit berdiri kelihatan bingung. "Mau ketemu Ranti," ujar Adit pelan.
Mereka berdua berdiri diam di taman dekat rumah Ranti.
"Ma, aku sama Adit ngomong di luar dulu ya," ujar Ranti dan menarik Adit keluar.
"Ada apa Ranti?" Tanya Adit yang masih bingung
"Maksud kamu ada apa Dit?" Tanya Ranti balik.
"Iya, dengan tampang kamu yang ngambk gini, wajar dong aku tanya ada apa," jelas Adit datar, masih menjaga nada suara.
"Ngambek. Aku nggak ngambek. Aku tu nggak suka sama orang yang nggak tepat janji," ujar Ranti to the point dan sedikit keras.
"Nggak tepat janji? Siapa?" Adit semakin tidak mengerti.
"Ya kamulah Dit. Siapa lagi," Ranti mulai tidak sabar. "Janjinya ketemu di tempat pertama ketemu. Dua jam aku nunggu Dit. DUA JAAAAAAAM," Ranti juga menunjukkan dua jarinya ke Adit.
"Tunggu. Emang menurut kamu dimana tempat pertama kita ketemu?" Adit sudah mulai mengerti arah pembicaraan.
"Ya di kafe biasanya lah Dit. Terus dimana lagi," Suara Ranti sudah mulai pelan.
"Hmmmm," Adit menggumam. "Yakin?" Goda Adit.
Ranti menoleh Adit kesal. Ia sedang kesal malah di goda.
"Adiiiiiiit," ujar Ranti dengan kesal.
"Hahahaa. Salah paham ini harus segera diselesaikan. Coba deh kamu ingat lagi pertemuan pertama kita." Terang Adit masih dengan tertawa.
Dahi Ranti mengkerut. Ia meningat-ingat lagi. Namun susah. "Kalau sedang kesal, aku susah mikir."
"Di ulang tahun kamu, Ranti. Ya berarti di rumah kamu. Ulfa, sahabat kamu kan sepupu aku. Masih belum ingat?" Ujar Adit pelan.
Ranti terdiam. Mukanya bersemu merah. Ia mengangguk membenarkan kata Adit. "Makanya, bikin surat jangan pakai kata aneh-aneh deh. Jadinya kan ambigu," Ranti masih membela diri.
"Hahahahahahaa," tawa Adit keras. "Iya, berarti sekarang udah aman kan?"
"Hmmmm, gimana ya?" Ranti usil dan meninggalkan Adit. Ia berjalan balik ke rumahnya.
"Ranti,"panggil Adit. "Aku ditinggal begitu aja?"
Ranti menoleh ke belakang, tersenyum jahil. "Kamu boleh masuk rumah, kalau bawa makanan yang pertama kali aku pesan saat kita janjian di kafe pertama kali," Ranti berbalik dan tertawa senang.
Adit geleng-geleng dan hanya bisa tertawa kecil. Cewek, cewek.
“Alhamdulillah. Yes. Udah selesai Na," ujar Kara pada Husna.
Husna membalikkan badan dari cermin dan memberikan jempolnya.
Kara tersenyum dan bersiap dengan langkah selanjutnya.
The end.
0 notes
Text
[Cerpen] Mencari Inspirasi(1)
"Selesai juga," Kara menutup novel yang dibacanya dengan girang. "Oke. Next aku bakal bikin cerita lagi. Hahahaha." Ujarnya pada dirinya sendiri.
"Yakin?" Sindir Husna-teman kamarnya. "Kara, kamu selalu aja niatnya paling kencang. Tapi kalau ngerjainnya selalu nggak selesai-selesai."
"Husnaaaaaa," rajuk Kara. "Kali ini akan aku buktikan." Kara mengepalkan tangannya dan menatap cermin kamarnya dengan yakin.
Husna melirik tak yakin.
"Kar, aku selalu yakin kok sama kamu. Cuma kalau yang ini kamu tuh sering heboh sendiri dan ujung-ujungnya nggak jadi. Makanya aku mencoba biasa aja. Hahaaha."
"Yah, Husna. Kalau nggak ada semangat dari kamu, aku juga jadi kurang semangat," Kara pasang muka lemas.
"Lebay." Husna berlalu keluar kamar meninggalkan Kara yang masih lemas.
***
"Kara, kemarin jadi ngirim lomba cerpen di website mediagirl.com?" Tanya Tria saat mereka sudah selesai kerja kelompok.
Kara hanya tersenyum lebar dan menggeleng. "Nggak jadi Tria, nggak tau kenapa pas nentuin konfliknya susah banget. Jadinya berhenti deh."
"Sayang banget ya Kar. Padahal katanya cerpen kamu udah banyak. Kenapa nggak cerpen kemarin-kemarin aja?"
"Ha?"
Itu kan cerita ketinggalan jaman banget Tria.
"Oh, iya sih. Tapi kan lebih baik ceritanya fresh. Jadi mau bikin baru," Kara beralasan.
"Oh oke deh. Nanti kalau ada lomba lagi kamu mau aku kasih kabar nggak?" tawar Tria
"Oh boleh-boleh," angguk Kara cepat.
***
Kara masih berkutat di depan laptop kesayangannya. Hari ini adalah malam minggu. Jadi teman-teman kosnya lebih memilih 'ribut' di rumah daripada keluar, menghabiskan duit. Kara ingin bergabung, namun dia ingin melanjutkan ide cerita yang sudah ia rancang di kelas 'Patofisiologi' tadi. Husna pun sudah mengajaknya untuk ikut bergabung. Tapi saat itu Kara masih sedang asyik mengetik. Sepuluh menit kemudian, Kara buntu masih belum memutuskan cerita selanjutnya seperti apa. Dan obrolan di ruang tengah terdengar semakin hangat. Kara melirik ke arah pintu kamarnya. Namun, ia juga sedih jika harus meninggalkan tulisannya yang masih menggantung.
"Kara, Kara. Ayok sini ke ruang tengah. Ngapain kamu malam minggu ngerjain tugas?" Teriak Vista dari ruang tengah.
"Dia nggak bikin tugas Vis. Tapi bikin cerpen," ujar Husna pelan dan 'pelan' ini masih terdengar oleh Kara.
"Ha? Bikin cerpen? Mau ikut lomba?" tanya Vista lagi.
Ceklek. Kara membuka pintu kamarnya. Husna yang duduk di depan pintu hampir jatuh ke belakang.
"Aduh Na, maaf, maaf. Aku nggak tau kamu di depan pintu." Kara menepuk pelan bahu Husna.
"Kamu sih, buka pintunya terlalu cepat. Iya nggak papa," ujar Husna sambil memperbaiki duduk.
"Heheh. Maaf ya Na," ucap Kara lagi.
"Iya, iya." Husna kembali sibuk makan kacang dengan yang lainnya.
"Apa yang bikin kamu betah di dalam Ra?" Tanya Vista to the point.
"Iya Ra. Tumben-tumbenan malam minggu kamu nggak ikutan nimbrung. Biasanya yang nguasain ruang tengah kamu sama Husna." Lanjut Tiwi dan disertai tawa anak-anak yang lain.
"Hehhehheeh. Coba-coba bikin cerpen, tadi inspirasinya buntu makanya keluar melihat wajah-wajah ribut kalian." Ujar Kara usil.
"Apa? Wajah ribut?"
"Emang wajah ribut it gimana?"
"Jadi kami ribut?"
Kara dicecar pertanyaan beruntun. Kara tertawa jail disertai teriakan dari teman-temannya. Dan pembicaraan selalu berganti topik. Ruang tengah Green Castle-rumah kedua Kara. Selalu menarik mereka keluar dari kamar dan duduk di sana untuk dalam waktu yang tak ditentukan.
***
Hari Minggu, Kara yang biasanya bangun siang, pagi ini sudah mandi, cuci dan setrika baju. Ia terlihat rapi dengan jeans hitam dan kemeja tunik berwarna pink muda. Mencari-cari padanan jilbab yang cocok.
"Mau kemana Kara?" Tanya Husna dengan suara parau.
Kara yang sedang sibuk cari jilbab. Sedikit kaget, tiba-tiba Husna sudah bangun. "Eh, Husna. Iya, mau main keluar. Makan-makan aja sih."
"Sama siapa?" Tanya Husna lagi dan sekarang sudah duduk bersandar.
"Sendiri," ucap Kara tidak yakin.
"Sendiri? Yakin? Nggak pergi sama Tria?"
"Insya Allah yakin. Hehhehe. Cari inspirasi Na. Mana tau ketemu inspirasi di kafe." Kirana tersenyum ragu.
"Hahahaa. Masih cari inspirasi juga. Oke deh. Aku do'akan ketemu." Husna bangkit dari tempat tidur dan meninggalkan Kara yang masih linglung.
Bisa kan Kar, ya? Bisa. Bisa. Semangat.
Setelah semuanya siap, Kara agak berat melangkahkan kaki keluar rumah. Karena ia jarang pergi sendiri keluar rumah tanpa alasan yang jelas. Namun ia selalu teringat kata-kata Husna. Bahwa ia ingin membuktikan dia bisa menyelesaikan suatu cerita. Tapi dia tidak ingin membuktikan pada siapa-siapa. Ia hanya ingin membuktikan pada diri sendiri. Bahwa dia tidak hanya bicara saja.
***
Kara berencana pergi ke restoran cepat saji yang menyediakan fasilitas wifi. Sehingga ia tidak sulit nantinya jika ingin browsing hal-hal tertentu. Saat sampai disana, Kara melihat sekelilingnya. Ruangan makan restoran dipenuhi oleh anak-anak remaja yang bergurau dengan suara keras.
Oh iya. Sekarang kan hari Minggu.
Kara agak ragu untuk masuk. Namun, karena sudah sampai, ia lanjutkan saja. Setelah memesan makanan, ia memilih lantai dua untuk cari inspirasi. Dan ternyata lantai dua tidak jauh berbeda dengan lantai satu. Kara mencari-cari bangku yang disampingnya tersedia colokan. Namun sayang, kebanyakn sudah diserbu para remaja. Alhasil, dia hanya bisa memilih tempat duduk di tengah ruangan
Kara akhirnya membuka laptopnya, sembari menikmati makanan yang ia pesan tadi. Ia segera menuliskan apa yang terpintas di pikirannya. Lalu berhenti. Lalu menulis lagi. Memperhatikan sekitar. Lalu menulis lagi. Satu jam terlewati Kara hanya baru bisa menghasilkan satu paragraf.
Apa karena ribut banget ya. Bukannya di tempat seperti ini inspirasi mudah muncul.
Satu jam berikutnya. Kara hanya melakukan kegiatan yang sama berulang-ulang. Ketik-hapus-ketik-hapus. Namun sudah ada penambahan menjadi dua paragraf.
Satu jam berikutnya lagi, Kara pasrah. Dan memutuskan untuk pulang.
***
Minggu berikutnya, Kara memutuskan memilih hari Sabtu. Kara kali ini memilih kafe pizza paling enak di kotanya. Jam 11 ia sudah sampai disana, dan kafe masih sepi. Ia bisa dengan bebas memilih spot yang akan ia tempati. Setelah menyapu pandangan ke semua tempat, Kara memutuskan untuk duduk di dekat jendela dan ada colokan di dekat tempat duduk tersebut. Setelah memesan Kara membuka laptopnya dan jarinya mulai menari lentik di atas keyboard. Terkadang ia memperhatikan sekilas ke arah pelanggan kafe yang lain. Lalu kembali melanjutkan.
Ranti masih menunggu di tempat duduk pertama kali mereka bertemu. Memesan makanan dengan menu yang sama saat mereka pertama kali bertemu. Sudah dua jam berlalu. Namun yang ditunggu tidak kunjung datang.
"Hmmmm, terlalu miris ini." Kara berbicara pada dirinya sendiri. Lalu ia menghapus lagi kata-kata yang telah diketik tadi. "Ranti mestinya belum mesan makanan ini, aduh gimana ya." Kara garuk-garuk kepala. Fokusnya teralihkan dengan pasangan diseberang mejanya yang sangat asyik mengobrol.
"Udah jam berapa?" Kara melihat jam di taskbar. Kaget. Dengan segera ia membereskan barang-barangnya dan membayar menu yang ia makan tadi. Ia melangkah ke mesjid yang tidak jauh dari kafe. Ia telat shalat dzuhur.
***
0 notes
Text
[Baca Buku] Awe-Inspiring Me by Dewi Nur Aisyah.
Tulislah rencanamu dengan pensil, lalu berikan penghapusnya kepada Allah. Biarkan Ia menghapus bagian-bagian yang salah dan menggantikannya dengan skenario-Nya yang jauh lebih indah.
Planning. Setiap kita, dalam melakukan sesuatu pastilah memiliki rencana. Baik rencana tersirat maupun tersurat. Nah bagi saya yang pelupa, rencana tersirat itu seperti angan-angan saja. Sudah direncanakan tapi nggak bisa dikerjakan. Dengan alasan beruntun yang nggak jelas. Pernah ada rencana untuk menulis rencana perbulannya. Tapi entah kenapa saya ragu. Kemungkinan karena nggak ada contohnya. Di sekitar saya kebanyakan banyak menggunakan prinsip air mengalir, atau let it the flow. Biasanya saya selalu berpikir selain rutinitas, kegiatan bermanfaat apa yang bisa saya lakukan. Tapi, sayang sekali kebanyakan waktu itu selalu habis saat saya memilih sibuk dengan dunia online.
Sampai saya menemukan buku Awe-Inspiring Me : Dream Big, Shine Bright, Inspire More. Awal beli buku ini karena saya suka sama tata penulisan sang penulisnya di setiap caption foto Instagram. Sehingga saya yakin bukunya akan sangat menarik untuk dibaca. Dan ternyata buku ini benar-benar keren. Kalimat yang saya tulis di awal kalimat, adalah salah satu kalimat favorit saya. Salah satu pembahasannya dalam bab 'Menjejak Asa Menulis Rencana' memperlihatkan contoh nyata dari plan into action.Bahwa jika kita menulis rencana kita, kita akan mengetahui prioritas kita. Sehingga waktu yang tersedia, dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Saat saya lihat contoh dari plan penulisnya, Dewi Nur Aisyah, saya tak hentinya bilang wow, wow, wow. Hampir semua target penulis saat kuliah terpenuhi. Dan tentunya dengna kompetensi dan usaha pencapaiannya dijabarkan. Sehingga saya punya pandangan bagaimana cara penerapannya. Perencanaan disertai kompetensi yang harus kita penuhi untuk dapat mencapai target yang kita inginkan.
Selain keberhasilan, penulis juga menyampaikan kegagalan-kegagalan yang dihadapi. Dan didalam buku ini, penulis memberikan tips-tips dalam menghadapi jatuh bangun dalam mengejar impian.
"Setiap manusia pasti mengalami pasang dan surut dalam hidupnya, tinggal tergantung bagaimana kita akan menghadapinya."- Dewi Nur Aisyah.
Dengan membaca buku ini, saya menjadi paham. Bahwa setiap dari kita yang mengejar impian, akan menemukan kesulitan-kesulitan. Dan kesulitan ini tak bisa dibandingkan. Apakah saya lebih sulit dan dia tidak ada kesulitan sama sekali. Benar-benar harus dibuang jauh-jauh pikiran itu.
Penulis selalu tidak lupa mengingatkan bahwa semua yang kita kerjakan dimulai niat karena Allah, dan hasil akhirnya kita percayakan pada Allah. Karena hasil terbaik adalah hasil yang diridhai Allah.
Bagi saya pribadi, memang sulit sekali untuk patuh pada perencanaan yang telah saya buat. Tapi memang disana tantangannya, karena ada masa kita harus menyesuaikan dengan kondisi dadakan yang kita hadapi, dan harus berusaha untuk tetap pada jalur yang telah kita rencanakan dari awal. Apakah saya sudah berhasil? Masih belum. :) Namun saya masih memiliki semangat untuk itu.
Let's make better plan for our future. :D
0 notes
Text
[Cerpen] Apa Kabar Dia?
Jika ditanya sekarang apakah saya masih menyukainya. Saya pun tak bisa menjawabnya. Karena semuanya masih berada di nilai 50% : 50 %. Tidak pernah bertemu lagi sesudah itu, bahkan untuk saling sapa lewat chat pun tidak.
Pertemuan pertama, saat itu acara pertemuan kelompok lintas fakultas. Kampus saya mewajibkan mahasiswa tingkat tiga untuk mengikuti kegiatan yang diadakan di daerah, yang disebut Bakti Daerah. Acaranya diadakan selama dua minggu, dan kita bersosialisi dengan warga sekitar dan mengaplikasikan ilmu yang kita dapat selama di bangku kuliah. Waktu itu pertemuan dengan dosen pembimbing Bakti Daerah.
Apakah suka pada pandangan pertama? Tidak. Melihatnya saja saya tak berani, karena penampilannya terlihat menakutkan. Dengan setelan kaos hitam, dan celana bagian lutut yang sudah robek. Dia duduk berjarak dua bangku di belakang saya. Saya hanya melirik sekilas, saat dia melewati bangku yang saya duduki. Sebenarnya dia bisa tak segarang itu, jika rambutnya dipotong pendek. Rambutnya gondrong? Iya, rambutnya lebih panjang dari rambut saya.
Dalam pertemuan Bakti Daerah itu ada dua kelompok, dan saya sangat berharap tidak sekelompok dengannya. Membayangkannya saja tidak mau. Dan ternyata? Kami sekelompok. Dan hampir sebagian isi kelompok saya adalah laki-laki. Hmm...
Pergi survey. Dalam kelompok tersebut, saya bagian yang pasif. Tidak terlalu banyak bicara, sampai berkenalan dengan teman pertama kenalan saat di kelas. Dan ternyata kita satu kelompok. Sehingga dalam perjalanan survey, saya ada teman bicara. Bersyukur, teman saya adalah teman yang suka bicara. Saat berangkat survey, saya tidak melihat keberadaan dia. Perjalanan yang bertujuan untuk survey lokasi ini menggunakan dua kendaraan. Satu bus kampus dan satu mobil pribadi. Laki-laki dari kelompok saya yang menggunakan mobil pribadi, dan dia yang mengemudikan mobilnya.
"Pantesan nggak kelihatan," gumam saya.
"Siapa?" tanya Zaina
"Ha? Emang tadi aku ngomong apa?"
"Nggak kelihatan, apanya yang nggak kelihatan?"
Saya salah tingkah, "Bukan, bukan apa-apa. Oh ya kamu sudah beli makanan?" Langsung saya alihkan pembicaraan. Takut dikira yang tidak-tidak.
Perjalanan menuju tempat lokasi tidak terasa. Zaina pun banyak membawa makanan, dan tentunya saya dapat bagian. Siang terik, kami sampai di tempat tujuan. Menyapa bapak pimpinan di daerah tersebut, kebetulan di daerah tersebut sedang ada acara. Sehingga jadi lebih mudah untuk pertemuannya. Saya masih belum bisa bersosialisasi dengan teman-teman baru yang saya kenal di kelompok. Saya hanya dekat dengan Zaina, dan jika merasa telah nyaman, maka saya sudah tidak perlu lagi bicara banyak dengan yang lain. Lalu bagaimana dengan dia? Tidak ada yang spesial dari dia, yang spesial hanyalah suara besarnya saja. Yang menurut saya menganggu. Oh ya, ada satu hal dari dia yang saya tidak suka dari dia. Dia merokok.
Sebelum kita akan mengadakan kegiatan, H-14 sebelum keberangkatan kita mengadakan rapat. Oh ya, sampai saat ini saya masih belum tahu nama dia. Aneh? Saya rasa tidak, untuk orang yang kurang sosial seperti saya. Baru di rapat inilah saya mulai mengenal nama teman kelompok, termasuk dia. Di pertemuan itu saya tidak melihat dia. Mendengar percakapan teman lainnya, mengatakan kalau dia suka molor orangnya. Dan agak diragukan datang pada pertemuan ini. Namun, dia mesti datang. Karena dia ketua kelompok. Jadi, satu kelompok besar ini dibagi menjadi dua kelompok. Setelah menunggu lama, akhirnya dia datang juga.
Tapi, saya lama baru menyadari yang datang itu adalah dia. Karena dia datang dengan tampilan yang berbeda. Tidak ada lagi rambut gondrong dan celana robek. Dia datang dengan potongan rambut sebahu, dan mengibaskan rambutnya. Dalam hati saya, saat melihat dia, saya berkata "Cantik". Saya serius.
Dan lagi-lagi, ternyata saya satu kelompok dengan dia. Saya kaget dan sedikit takut dan juga sedikit senang. Saya juga tidak tahu senang karena apa.
Pertemuan terakhir dengan dosen sebelum berangkat ke lokasi. Dua kelompok berkumpul, dan membentuk lingkaran. Dari tempat saya duduk, saya sangat jelas dapat melihat dia. Dan entah kenapa, saya merasa dia memperhatikan saya dari awal pertemuan. Iya, sepertinya saya terlalu percaya diri.
Siap-siap berangkat ke tempat lokasi pertama. Agak kecewa, karena dia tidak bisa berangkat serentak dengan kami. Karena ada keperluan penting yang dia harus bereskan terlebih dahulu.
Kapan mulai menyukai dia? Saya juga tidak tahu. Berbagi pikiran dengan dia cukup menyenangkan, tapi untuk berbagi tugas tentang masalah kelompok dia cukup sulit diandalkan. Atau lebih tepatnya menyebalkan.
Saat itu ada kebutuhan kelompok yang harus segera dipenuhi. Saya bukanlah tipe orang yang aktif dalam kelompok. Tapi, tiba-tiba dia meminta saya untuk menemani dia. Kaget. Kita nggak pernah ngomong, palingan bicara-bicara asal aja, saat diskusi kelompok. Saya deg-degan. Tidak tahu selama perjalanan bakal bicarain apa. Sekarang saya sedang menunggu, dan dia sedang mengambil sepeda motor.
Kesal. Karena sempat-sempatnya dia merokok sambil membawa motor. Memang sih, perjalanan yang kita tempuh tidak jauh, tapi tetap saja asap rokoknya ganggu.
"Dimas matiin rokoknya dong," ujar saya karena sudah tidak tahan dengan asapnya.
Lalu apa yang dia lakukan? Dia malah tambah membuat banyak asap-bercanda-dengan cara menghembuskan asapnya kemana-mana. Saya hanya tertawa kecil. Ada rasa senang sedikit . Ternyata dia tidak segarang itu. Dan satu lagi yang saya suka, setelah menemukan tempat sampah dia langsung mematikan rokoknya dan membuangnya. Terima kasih Dimas.
Acara selanjutnya jaraknya cukup jauh dari rumah. Dan kita berencana untuk berangkat bersama-sama. Saya inginnya goncengan dengan teman perempuan, tapi teman perempuan tidak ada yang bisa bawa sepeda motor. Dari hati terdalam, saya inginnnya dengan Dimas. Karena terakhir kali pergi dengan dia, dia orang yang asyik. Tapi saya tidak mau menyampaikannya.
Dan tak disangka, saya akhirnya berangkat dengan Dimas. Karena rumah kami searah. Selama perjalanan, pandangan saya terhadap dia semakin lama semakin berubah. Tapi menyebalkannya tetap ya. Dia orangnya baik, dan punya keinginan yang kuat untuk segera lulus kuliah agar bisa bekerja. Jauh berbeda dengan saya, yang lebih suka menjalani apa adanya saja.
Bakti Daerah selesai. Dan saatnya berkutat dengan laporan. Kita berkumpul di suatu tempat. Tapi Dimas tidak ikut, katanya dia harus mengurus sesuatu yang berhubungan dengan penelitiannya. Dan entah kenapa, percakapan sampai dengan tentang Dimas yang ternyata sudah memiliki teman spesial. Reaksi saya? Rasanya ada yang sakit, dan ingin segera pulang.
Perpisahan. Kita mengadakan acara perpisahan karena tugas sudah selesai. Sebenarnya masih bisa bertemu lagi, karena masih di area kampus yang sama. Tapi tentunya akan sulit. Dan saat itu tentunya tidak ketinggalan foto bersama. Apakah saya ada foto berdua dengan dia? Tidak. Karena saya sangat gengsi untuk meminta itu.
Sekian tahun telah berlalu. Sekarang, saya tidak tahu bagaimana kabar pastinya. Terakhir mendengar kabar, dia sudah bekerja di perusahaan terkenal. Rasanya ingin mengulang waktu untuk mengisi bagian puzzle yang kosong. Tentu puzzle itu hanya saya yang tahu.
Hmmmm.. Apa kabar Dim?
0 notes
Text
#it's(not)ourlaststruggle(23)
Sampai di fakultas, langsung menuju ruang seminar. Masih ada yang tampil. Selagi menunggu giliran saya yang masih dua jam lagi, saya ambil lagi bahan tadi malam yang udah dibahas. Nggak fokus sebenarnya. Mungkin sedang panik kali ya.
Jam pelajaran pertama kuliah selesai, Uya dan Febi datang untuk menyemangati. Saya titip tas sama mereka, dan pesan minuman untuk dosen pembimbing dan dosen penguji nanti. Setelah pesan, saya pergi ke jurusan Kimia. Beli susu, karena tadi nggak sarapan. Takut pingsan kalau seminar nanti. :)
Balik ke tempat Uya dan Febi nunggu. Sembari menunggu jadwal seminar saya, saya minta Uya untuk nanya-nanya dari materi saya. Dan saya nggak bisa jawab sama sekali. Saya agak panik. Tapi nggak mau biarin panik itu berlanjut, saya milih berpikir rileks aja.
Sekarang yang lagi seminar senior 09. Dan seminarnya adalah seminar hasil, jadi penentu untuk bisa lanjut ke sidang skripsi atau tidak. Selesai seminar, kakaknya keluar dan dari jauh saya perhatikan menangis. Dan dikelilingi teman-temannya. Aduh saya panik, jadi takut juga. Alhamdulillah, kakaknya lulus dan bisa lanjut sidang skripsi. Alhamdulillah. Waktu saya seminar tinggal satu jam lagi. Saya memilih untuk duduk di dalam sambil menyimak peserta seminar sebelum saya. Saya keluarin laptop. Menyiapkan ppt yang akan ditampilkan.
Sebenarnya ada satu hal yang masih bikin deg-degan sebelum seminar saya dimulai. Dosen penguji saya satu lagi berhalangan hadir, saya nggak tau penggantinya sudah fix atau belum. Sebenarnya, untung sih nggak dipikirin, karena kalau mikirin itu bisa-bisa nggak fokus belajar.
Tibalah saat saya tampil. Yang bikin terharu, teman-teman terdekat saya datang. Padahal hari ini bentrok sama jadwal kuliah. Dan mereka rela nggak kuliah hari itu. Makasih banyak teman-teman sayang. Kehadiran kalian berarti banget.
Nah, sekarang masalah dosen penguji. Jadi dosen penguji pengganti ternyata masih belum ada pengganti. Tapi entah kenapa waktu itu saya nggak merasa cemas atau apapun (mungkin karena pikiran terkonsentrasi untuk persiapan presentasi). Dan Ketua Sidang akhirnya memutuskan dosen yang menguji sebelumnya diminta untuk menjadi pengganti. Awalnya Bapaknya nggak mau, tapi lama-kelamaan Bapaknya bersedia juga. Alhamdulillah. It's time for presentation. Saya kalau presentasi di depan banyak orang, selalu cepat. Karena kalau lambat selalu lupa.
Tiba-tiba salah satu dosen penguji, menyampaikan pada saya untuk presentasi pelan-pelan saja. :D
Masuk di sesi pertanyaan, pertanyaan pertama dari dosen dadakan yang jadi penguji saya. Pertanyaan pertama agak bikin saya kagok. Ragu menjawab. Kalau benar sih aman, tapi kalau salah, malah lebih diperdalam lagi pertanyaannya. Semua kemungkinan berkecamuk di kepala. Untuk pertanyaan pertama, saya nggak bisa menjawab dengan lancar. Alhamdulillah pertanyaan selanjutnya bisa dijawab dengan lancar.
Setelah semua dosen bertanya, dan tibalah sesi penentuan nilai, ini udah mulai deg-degan. Nggak berpikir gimana-gimana, seperti sebelum seminar. Cuma bisa senyum senyum pasrah, nunggu hasil dari nilai semua dosen. Dan, hasilnya pun disampaikan....
Alhamdulillah, saya dipercayai untuk lanjut penelitian a.k.a lulus seminar proposal.
27/11/13.
0 notes
Text
Cerita BBW
Senaaaaang banget akhirnya dapat kabar kalau Big Bad Wolf akan diadain di Surabaya. After one years waiting yaah. Hahahah. Acara ini adalah acara sale buku besar-besaran. Mulai dari buku anak-anak, kesehatan, crafting, art, arsitektur, agama dan buanyaaak banget.
Saya bingung mau pergi sama siapa. Lalu ajak Kak Sin, kebetulan tahun kemarin Kak Sin ikut acara ini, jadi kurang lebih udah tahu gimana acaranya. Saya tahun kemarin nggak bisa pergi karena lembur di kantor.
Oke. Hari yang dinantipun tiba. Kita janjian abis zuhur. Abis zuhur pas saya berangkat, dan udah chat Kak Sin tapi belum di balas-balas. Sampai di lokasi acara, saya langsung masuk. Kebayang nggak, masuk di tempat yang udah lama kamu ingin-inginkan dan dikelilingi sama beribu-beribu buku. Saya masuk aja udah mesem-mesem sendiri, ternyata ada tempat seperti ini. Wow. Pengen diborong aja semua buku. Andai aja saya punya adek kecil, karena hampir setengah isi hall itu isinya buku anak-anak, dan semuanya itu lucu-lucu dan gemesin.
Saya sebenarnya udah punya list untuk beli buk-buku apa aja. Tapi, yah namanya di gedung yang bukunya bejibun ini, kayaknya agak sulit gitu bagi saya ngikutin list. Jadi cuma benar-benar buku most wanted banget yang bakal saya cari. Langsung deh cari bagian "Kesehatan", tanya sama karyawannya. Setelah itu sayang langsung tanpa babibu lagi. Tapi udah sampai ujung dekat kasir pembayaran, nggak nemu. Yang nemu bagian crafting. Dan saya coba keliling dibagian itu dulu. Ada buku Coloring for Adult, dulu pengen banget beli bukunya tapi nggak kesampaian. Alhamdulillah ketemu yang lebih murah. Hehheheh.
Saya beli yang paling murah. Karena saya usahain banget tekan budget, karena bakal ikut acara seminar minggu depan. Mesti diatur sedemikian rupa. Setelah dibagian crafting, saya cek smartphone lagi, sinyal dalam hall jelek banget. Menebak-nebak Kak Sin udah datang atau belum. But, it's okay. Karena saya masih bisa puas-puas keliling.
Disebelah crafting, ada buku untuk anak-anak arsitektur dan desain grafis. Bukunya tebal-tebal dan keren-keren. Walaupun udah sale, harga bukunya tetap mahal, menurut saya. Berarti harga aslinya lebih mahal lagi berarti ya. :O
Keliling-keliling, bagian kesehatan masih belum nemu. Jadi saya cuma putar-putar, berhenti-baca sinopis-putar lagi. Setelah putar ketempat yang sama kedua kalinya, nah, baru kelihatan bagian kesehatannya. Dan sayangnya buku incaran saya pun nggak ada. Tapi nggak menghilangkan semangat untuk tetap cari buku kesehatan. Setelah dari bagian kesehatan, saya menuju bagian self-help. Disini juga banyak buku yang keren-keren, dan tampilannya menarik. Ambil beberapa untuk dipertimbangkan mana yang akan dipilih. Ada juga buku tentang keuangan dan saya juga ambil buku tentang agama. Dari kejauhan saya lihat Kak Sin. Saya lihat smartphone, nggak ada chat. Saya langsung samperin, dan beneran Kak Sin. Kak Sin sedang enak banget baca bukunya, jadinya saya milih untuk mutar-mutar lagi. Dan langsung menghitung berapa totalan buku yang saya ambil.
Saya cari posisi tangga, ada beberapa orang juga yang milih duduk-duduk disana. Sama seperti saya, memilah-milah buku. Setelah saya hitung totalannya, WOW. Jauh banget sama target belanja saya. Jadi mesti mengurangi beberapa buku. Bagian ini bagian kesal sih, karena buku yang saya pilih ini udah terpilih dari yang terpilih. :(
Dari sinopsisnya keren-keren semua. Saya seleksi satu persatu, yang bagian self-help yang saya kurangin dan ada juga buku bagian kesehatan yang mesti saya relakan untuk balik ke induknya. Kalau bagian lagian sih masih nggak apa-apa. Tapi bagian buku kesehatan ini, sedih aja. Karena ini juga bagian dari kerja saya, jadi hopeful banget. Tapi saya mesti harus bisa milih, dan akhirnya totalannya berkurang setengah. Dan kali ini saya mesti kembalikan buku itu ke tempatnya masing-masing. Karena sudah diperingatkan, "Mohon kembalikan buku ketempat semula" kurang lebih seperti itu. Untungnya, dari price tag, udah dikasih tau bagian segmennya, jadi kalau lupa lihat di price tag nya.
Setelah saya dan Kak Sin, selesai melakukan pencarian. Kita bayar ke kasir, dan makan di area lantai dua hall. Senang juga akhirnya bisa ketemu lagi dengan teman seperjuangan. Bentar lagi Kak Sin juga mau balik ke kampung halaman. Sedih. Tinggal saya, dari delapan orang.
Sekian cerita hunting bukunya.
Berikut list buku yang saya beli :
Kalau Sudah Rezeki Takkan ke Mana - Nashiruddin Al-Barabbasi
Color Your World An Adult Coloring Book
Understanding Migraine adn Other Headache - Dr Anne MacGregor
Understanding Irritable Bowel Syndrom - Dr Kieran J. Moriatry, CBE
Understanding Children's Illnesses - Dr Teresa Kilgour
Hidup nyaman Dengan Hiperkolesterol - dr. Yudi Garnadi
Ngaji bareng Ust. Wijayanto "Jodohku Maunya sih Kamu"
Be a Living Qur'an "Petunjuk Praktis Penerapan Ayat-Ayat Al-Qur'an dalam Kehidupan Sehari-hari" - Ibrahim Eldeeb
0 notes
Text
#it’s(not)ourlaststruggle(22)
Hari yang dinanti pun tiba. Saya terbangun, ketika Yuyu, Icut dan Dya akan berangkat ke bandara. Saya keluar kamar dan terlihat Wira juga ikut melepas keberangkatan mereka. Kalau dipikir-pikir tidur saya cuma sebentar banget, tiga atau empat jam. Karena saat mereka berangkat, waktu Subuh belum masuk. Setelah mereka pergi, saya nggak bisa tidur. Dan baca ulang proposal dan juga presentasi yang akan disampaikan nanti. Subuh masuk, saya bersiap-siap dan baca-baca lagi.
Saya bertanya pada Meli. Bagusnya saya pergi kuliah atau nggak. Walaupun jawaban saya enggak, tapi saya masih pengen nanya pendapat lain. Meli bilang,“Kalau kita pergi kuliah kan ada penyemangat sebelum seminar nanti.” Hmmm, benar juga. Tapi saya rasanya nggak sanggup untuk pergi kuliah.
Fix. Saya nggak pergi kuliah. Rencanya jam sembilan mau berangkat ke kampus. Tapi hati masih aja resah. Terus pengen cari tontonan yang bikin ketawa. Saya langsung teringat Running Man. Saya buka laptop dan langung putar episode favorit saya, yang selalu bikin ngakak. Dan tau? Saat itu saya nggak ketawa sama sekali lihat video itu, nggak tau kenapa. Masih resah. Akhirnya nelepon Mama. Waktu diangkat sama Mama, saya bilang saya mau ujian seminar, dan saat itu saya langsung nangis. Bilang kalau saya takut nggak lulus ujiannya. Mama langsung mengingatkan untuk jangan lupa baca do'a dan selalu baca do'a. Dan Mama membacakan do'a yang disarankan. Saya sedih dan angguk-angguk, sambil baca do'anya.
Alhamdulillah. Lega banget setelah nelepon Mama. Dan saya segera bersiap berangkat ke kampus. Perjalanan ke kampus, Darid kasih semangat lewat sms. Saya langsung ketawa sendiri. Jarang banget abang saya suka sms kayak gini. :D
1 note
·
View note
Text
#it's(not)ourlaststruggle(21)
Setibanya di kos, pikiran saya masih belum bisa jauh-jauh dari yang diceritakan oleh teman-teman tadi. Namun sorenya teralihkan, karena Yuyu, Icut dan Dya packing untuk persiapan keberangkatan ke Malang. Saya bermain ke kamar Yuyu. Menanyakan persiapannya, dan Yuyu menyemangati untuk seminar besok. Saat itu Yuyu berkata yang akhrinya membuka lagi pikiran saya, untuk semangat lagi presentasi besok.
Saat itu saya masih bingung tentang apoptosis. Kenapa apoptosis, dan apa bedanya dengan sitotoksik. Lalu Yuyu menjawab,"Hmm, kalau sitotoksik kita mencari tahu di konsentrasi berapa fraksi yang kita inginkan dapat membunuh sel kanker tersebut. Sedangkan di uji yang double staining ini, kita mencari tahu bagaimana cara kematian sel kanker tersebut setelah diuji dengan fraksi zat tertentu."
Aha. Saat itu rasanya ada gambar lampu yang menyala terang di dekat kepala saya. Saya nggak bohong. Serius. Karena selama saya bikin proposal, saya masih bertanya. Kenapa saya melakukan penelitian yang sudah terbukti dapat membunuh sel kanker, lalu yang saya lakukan ini tentang apa. Barulah terbuka pikiran saya untuk semangat membaca bahan presentasi lagi. Cerita teman-teman di kampus tadi, saat itu terlupakan.
Jam terus bergerak, saya sudah beberapa kali membaca presentasi dan mempraktekkannya. Pintu kamar sengaja ditutup Meli, supaya saya lebih enak belajarnya. Saya mengingat-ingat tujuan penelitian, hal yang kemungkinan ditanya (saya baca detail bab 1), metode yang digunakan dan perhitungan yang akan digunakan.
Setelah Isya, Ima masuk kamar, dan bertanya tentang persiapan saya. Lalu Ima mengajak saya untuk coba presentasi di depan Ima. Saya coba. Dan hasilnya saya terbata-bata, dan lupa apa yang mau disampaikan. Namun Ima tetap menenangkan. Memberi suasana santai pada saya.
Jam tidur sudah semakin dekat, Meli-teman sekamar-menanyakan tentang persiapan saya. Karena saat itu saya terlihat sangat bingung. Saya berdiskusi dengan Meli tentang perhitungan statistiknya. Ini bukan masalah angka, tapi lebih memaknai arti data itu sendiri. Setelah berkutat lama, Alhamdulillah, saya dan Meli menemukan jawabannya. Lega. Dan kami bersiap-siap untuk tidur.
0 notes
Text
#it's(not)ourlaststruggle(20)
Keesokan harinya semua yang namanya terpajang untuk seminar minggu depan, sudah mulai membuat ramai fakultas. Sayang, dosen pembimbing dua saya nggak bisa hadir, karena suatu alasan. Dalam acara seminar, minimal dosen yang datang harus empat. Sehingga untuk seminar saya nanti semua dosen penguji harus komplit.
Setelah menunggu surat undangan, saya mempersiapkan berkas-berkas yang harus dipersiapkan untuk diberikan ke dosen pembimbing dan dosen penguji. Sebelumnya saya sudah belajar dengan Kak Titin, tentang seminar proposal dan menanyakan apa saja yang biasa ditanyakan saat seminar proposal. Masih ada hal yang saya belum paham, yaitu tentang statistik data. Setelah bertanya pada Kak Titin saya sudah lumayan paham. Namun, ketika saya membuka lagi lembarannya saya jadi tidak paham lagi.T.T
Hari pertama seminar telah dilewati, Oji sukses melewati seminar itu. Dan ada suatu kejadian tak terduga, Bu Ayu salah satu penguji saya nggak bisa hadir saat seminar saya, dan akan menyampaikan hal ini pada Bu Ani (salah satu penguji saya juga). Saat itu saya hanya mengangguk, dan tidak terlalu memikirkan hal tersebut.
H-1 saya masih pergi ke kampus. Nggak tau mau ngerjain apa. Ikut Dhira ke lab, karena mau autoklaf botol yang akan dipakai untuk wadah media. Jam 1 siang, saya bersiap pulang. Ketemu dengan teman-teman seangkatan yang juga sama-sama menanti angkot. Bercerita tentang dosen-dosen penguji. Saat itu mereka menyebutkan salah satu penguji yang juga akan menguji saya, mereka bercerita kalau ada salah satu senior yang nggak lulus seminar proposal karena penguji tersebut. Saya kaget, dan bersamaan itu angkot datang, mereka naik namun saya berkilah dengan mengatakan menunggu bus saja.
Sulit menggambarkan perasaan saya saat itu. Saya sebenarnya nggak pernah cari tahu tentang sifat-sifat dosen. Karena saya lebih suka menjalani itu apa adanya saja. Tapi, tadi secara tidak sengaja saya mendengar, jadinya panik dan cemas. Tapi tidak mungkin semua kejadian dipukul rata. Jika saya belajar dengan baik, Insya Allah hasilnya pun akan sesuai dengan usaha. Di lain hal, saya juga tidak memungkiri kepanikan saya.
0 notes
Text
Kali Kedua
Pagi-pagi, sudah singgah ke Bandar Udara Interanasional Juanda. Bukan untuk pulang kembali ke kampung, tapi mengantarkan Icut yang akan berpulang ke kampung halamannya. Ini kali kedua saya ke Bandara dengan tujuan yang sama. Semoga saat kali ketiga, saya yang pulang ke kampung halaman. Aamiin.
Setelah check-in, Icut berlari keluar. Awalnya saya mengira, setelah check-in kita tidak bisa keluar lagi, ternyata salah. Selain saya, ada juga Vika, Meita, dan Mbak Tata yang ikut mengantarkan. Mereka adalah teman dekat Icut selama di Mojosari.
Hal yang paling saya takutkan dari perpisahan itu adalah tangisan. Karena saat air mata itu keluar, akan ada timbul rasa beban bagi kedua belah pihak. Maka dari itu saya memutuskan untuk tidak menangis. Bukannya tidak bersedih, tapi saya menyadari kehadiran sebuah agenda perpisahan dalam hidup ini, sehingga jika kita masih bisa memberikan emosi bahagia, kenapa tidak pilih bahagia.
Teman se-Mojosari Icut, sangat berat melepas Icut. Terlihat sekali mereka sangat dekat dan sulit melepaskan. Saya dan Mama hanya melihat. Saya menyadari kesedihan itu. Mungkin karena jarak mereka yang jauh, muncullah ketakutan, kapan akan bertemu lagi. Kalau saya, Insya Allah, masih bisa disempatkan karena jarak kampung halaman kita yang tidak terlalu jauh.
Jika boleh saya bilang, perpisahan saya dan Icut adalah perpisahan yang tertunda. Kita berdua adalah teman sekosan, sekamar, sefarmasi, dan setempat kerja. Yang bisa dikatakan di sekitar saya, saya selalu melihat Icut. Setelah kita kuliah, hal yang wajar, jika kita berpikir bahwa kita akan berpisah. Tapi Allah punya rencana lain. Kita berpisah setelah bekerja di perusahaan yang sama. Disaat kondisi menyatakan, ada pilihan yang lain. Dan disaat kita sudah paham, bahwa masing-masing kita punya jalur yang berbeda. Makanya saat bekerja, terkadang saya merasa tidak bekerja, karena lingkungan saya dikelilingi oleh teman-teman kuliah, salah satunya Icut. Dan sekarang satu-persatu pergi menapaki jalur yang baru.
May be it's time for leave your comfort zone, Fi.
Selamat sampai tujuan Cut. Always be positive person. Always active. :D
ps : please, about weight. Jangan ditambah ya. (reminder for me too, haha)
0 notes
Text
Dengerin OST. Descendant of The Sun (Random)
Judulnya agak polos ya. Hahhaha. Nyatanya, karena mau habisin kuota internet. Buka Youtube, nggak tau apa lagi yang mau ditonton. Favorit youtuber saya udah saya tonton videonya. Trus, pas baca kolom komentar, ada yang nyebutin Kim Ji Won. Dan teringatlah dengan Descendant of The Sun. Langsung dengerin OST nya.
Lagu pertama, lagu yang paling sering diputar kalau plotnya lagi lucu-lucunya. Everytime. Dengerin lagu ini banyak banget ngingetin kisah di Simorejo. Tempat kerja saya dulu. Secara saat itu sedang boomingnya drama korea ini, dan saya paling suka sama lagu Everytime ini. Tempat kerja yang menurut saya nggak tergantikan. Pertama kali kerja, Alhamdulillah langsung diterima, dan dapat partner-partner yang sifatnya nggak jauh beda. Hahahah. Jadi ketawa sendiri kalau ingat kelakuan aneh mereka. Ada jengkel dan kesal juga sih, tapi nggak diingat, karena banyak yang lucunya.
Simorejo memang banyak banget ninggalin kenangan. Walaupun saya cuma 10 bulan disana. But love at first sight, i think it's always true.
KANGEN SIMOREJO
0 notes
Text
#It's(not)ourlaststruggle(19)
Hari itu saya berencana berangkat kampus bareng Uya. Sebelumnya saya memang ada rencana ke kosan Uya, sehingga kita bisa berangkat bareng. Saat mau berangkat dapat sms, kalau dosen berhalangan hadir, sehingga perkuliahan dibatalkan. Jadinya saya dan Uya nggak jadi berangkat kampus. Lalu, ada lagi sms yang masuk. Menyatakan kalau jadwal seminar proposal sudah keluar. Saya dan Uya geregetan. Penasaran siapa yang bakal tampil pertama kali. Saya nggak tau kenapa, pengen banget lihat jadwal nya langsung dengan mata sendiri. Uya mager, jadi minta dilihatkan aja. Saya langsung berangkat ke kampus. Deg-degan. Takut dapat jadwal di awal-awal. Takut nggak siap. Takut ini-itu deh pokoknya. Sesampainya di kampus saya nggak lihat teman angkatan. Jadi nggak tau, mau lihat pengumumannya dimana. Setelah lihat-lihat papan pengumuman akhirnya saya ketemu jadwalnya. Deg.
Jadwal saya di minggu pertama. Hari Rabu, 27 Nopember 2013. Jam 11.00. Saya segera mencatat jadwal saya di note handphone. Setelah itu saya melihat jadwal teman-teman yang lain. Saya melihat jadwal Uya dan segera mencatatnya. Uya seminar di minggu kedua. Dalam hati saya iri. Karena Uya punya persiapan yang matang dalam persiapan seminarnya. Segera saya sms jadwal Uya pada Uya.
Kebetulan teman sepenelitian saya, Oji, tampil seminar di hari pertama minggu pertama. Setidaknya saya bisa lihat bagaimana penampilan Oji seminar, dan Kak Titin-tujuan penelitian yang sama- di hari pertama pula. Dan saya bisa sedikit lega.
1 note
·
View note
Text
#It's(not)ourlaststruggle(18)
Saya tipe orang yang paling suka mengumpulkan berbagai macam teori. Mencari berbagai sumber yang menurut saya pas sebagai pendahuluan dalam Bab 1 yang akan ditampilkan dalam seminar proposal nanti. Karena menurut pandangan saya, pendahulan yang menarik akan menarik minat orang untuk membaca bagian selanjutnya. Sehingga saya selalu-jika ada waktu luang-mencari referensi jurnal yang penelitiannya tidak jauh metodanya dengan penelitian saya. Nah, kelemahan saya adalah bagian memfilter. Setelah terkumpul sekian banyak jurnal saat browsing, saya selalu saja kebingungan memilih judul yang sebelumnya sudah saya tandai bahwa 'itu' menarik. Karena setelah mencari saya langsung asal simpan saja, tidak melakukan penggantian nama terlebih dahulu. Pun saya lakukan penggantian nama, tetap saja saya lupa. Kealpaan ini lah yang bikin laptop saya sering hang. Tidak mahir dalam memilah-milih.
Setelah menemukan berbagai macam jurnal dan buku yang cocok, saya langsung menumpahkannya dalam bentuk pendahuluan. Untuk Bab 2 dan 3 mengikuti metode dari peneliti sebelumnya dan juga SOP yang sudah ada. Setelah selesai, saya berniat untuk menemui Ibu Pembimbing, Bu Regina, untuk melakukan revisi bahan seminar proposal.
Setelah melalui semangat naik-turun, masih ada lagi yang mesti dipersiapkan untuk syarat. Yaitu, mengisi kartu kuning. Kartu kuning adalah kartu yang selalu ditanda tangani oleh ketua seminar. Bukti bahwa kita memang melihat seminar tersebut. Bisa nitip? Hmmm. Pikir-pikir dulu. Karena terkadang dosen juga suka cek pemilik dari kartu kuning tersebut. Di absen satu persatu. Dari melihat seminar tersebut kita bisa terbayang bagaimana pertanyaan dosen dan bagaimana menampilkan presentasi yang baik. Setelah beberapa kali revisi, dan akhirnya sudah fix, barulah saya berbenah untuk mengumpulkan persyaratan seminar proposal yang lain. Dari teman-teman yang bareng masukin pengajuan tugas akhir, nggak semua yang mengikuti seminar proposal gelombang pertama. Karena nggak ada kendala apa-apa, Saya dan Uya memilih untuk ikut gelombang pertama. Dengan modal deg-degan, karena memang nggak kebayang rasanya seminar proposal (walaupun udah banyak lihat, tapi tetap aja kalau ngalamin sendiri bakal beda rasanya).
Saya tipe orang yang pengennya kalau bisa bareng-bareng kenapa tidak, kalau bisa rame kenapa harus sendiri-sendiri. Jadilah saya greget lihat salah satu teman yang masih ragu apakah dia bakal ngajuin seminar proposal atau tidak. Jadilah saya menemani dia menemui dosennya untuk meminta persetujuan melalui tanda tangan dosen pembimbingnya. Padahal untuk pengumpulan syarat waktunya udah mepet. Tapi, entah dengan kekuatan apa saya meyakinkan dia untuk mengajukan seminar proposal bareng dengan saya. Karena saya lihat dia nggak ada kendala apa-apa, kurang percaya diri sedikit aja.
There is a will, there is a way. Teryata dosen pembimbing teman saya itu setuju kalo dia ngajuin sekarang aja. Dan tinggal minta persetujuan dosen pembimbing dua. Nah, mencari dosen pembimbing dua juga agak tricky. But, Alhamdulillah akhirnya ketemu dan jadilah syarat dan dapat dimasukkan segera.
Setelah memeriksa kembali syarat yang akan saya masukkan. Akhirnya tibalah waktunya saya memasukkan berkas. Belum tau kapan akan keluar jadwalnya. Sehingga kami deg-degan tanpa tahu pasti kapan deg-degan itu akan berakhir.
Sekian dulu ya. Semangat untuk teman-teman yang skripsi. Jangan ragu-ragu ya, yakin dan berusaha. Sisanya serahkan pada Allah. Karena Allah yang tahu skenario terbaik untuk kita.
1 note
·
View note