Text
Menuju Urban Tourism yang Ramah Lingkungan melalui Penerapan Green Building
Isu mengenai green building atau yang juga dapat disebut green architecture mulai muncul karena permasalahan lingkungan seperti perubahan iklim dan pemanasan global yang kian hari dampaknya semakin dirasakan oleh masyarakat. Bangunan atau arsitektur hijau pun menjadi suatu langkah guna merespon permasalahan tersebut. Green building merupakan konsep yang mendukung pembangunan berkelanjutan rendah karbon yang mana sepanjang siklus hidup bangunan tersebut mulai dari pemilihan lokasi, arsitektur dan struktur bangunan, proses pembangunan, perawatan, renovasi hingga peruntuhan dilakukan secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber daya. Hal tersebut dilakukan melalui kebijakan dan program peningkatan efisiensi energi, air, dan material bangunan serta penggunaan teknologi ramah lingkungan (Widyawati, 2018:46). Bangunan dikatakan telah menerapkan konsep green building jika telah lolos proses evaluasi penilaian. Adapun beberapa sertifikasi green building yang terkenal adalah LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) dari Amerika Serikat, CASBEE (Comprehensive Assessment System for Built Environment Efficiency) dari Jepang, BREEAM (Building Research Establishment Environmental Assessment Method) dari Inggris, dan Green Star dari Australia. Di Indonesia, sertifikasi green building dikenal dengan nama Greenship yang diinisiasi oleh GBCI (Green Building Council Indonesia) pada 2010 (Alfata, 2017).
Penerapan green building tentunya dapat mendorong terwujudnya SDGs di area perkotaan yang memiliki banyak gedung dan bangunan. Bagi lingkungan, keberadaan green building dapat memperbaiki kualitas udara dan air, menghemat energi, mereduksi limbah, dan mendukung konservasi alam. Hal tersebut dapat terwujud melalui manajemen elemen-elemen green building yakni lahan, material, air, udara, dan limbah. Green building juga berdampak positif pada lingkungan sosial di mana penghuni atau masyarakat sekitar akan merasa lebih nyaman, meningkatkan kesehatan, dan dapat meningkatkan produktivitas. Di sisi lain, manfaat ekonomi juga dapat diperoleh karena green building dapat mengurangi biaya operasional dan properti yang menerapkan konsep tersebut umumnya juga memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Widyawati, 2018:57; Widiati, 2019:71).
Dari sisi pariwisata, bangunan green building umumnya memiliki desain dan arsitektur yang unik dan terlihat elegan yang mana menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Misalkan Pixel Building di Melbourne yang dinobatkan sebagai gedung perkantoran paling rama lingkungan di dunia pada 2010, Namba Park di Jepang yang merupakan gabungan dari perkantoran dan pusat perbelanjaan yang memiliki 8 level taman, dan Taipei 101 yang menjadi landmark wisata kota Taipei, Taiwan serta bangunan perpustakaan kota di Salt Lake City, Amerika. Bangunan-bangunan tersebut selain menjadi ruang aktivitas publik juga menarik wisatawan, terutama generasi milenial yang menyukai spot-spot instagramable. Berbagai akomodasi dengan konsep green building pun juga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Misalkan di Indonesia yang juga mulai menerapkan konsep tersebut melalui green hotel maupun eco-resort, salah duanya adalah Hotel Borobudur Jakarta yang merupakan hotel bintang 5 yang mendapatkan penghargaan ASEAN Green Hotel Awards 2014–2016 dan Alila Villas Soori di Bali yang juga menerapkan panduan dari EarthCheck guna mengurangi kerusakan lahan asli yang berupa persawahan masyarakat di sekitar resort tersebut.






Meskipun tingkat kesadaran masyarakat mengenai isu lingkungan dan upaya menerapkan green building mulai meningkat, tetapi selalu muncul kontra dalam perkembangannya. Mulai dari perdebatan dalam penilaian dan evaluasi bangunan hijau hingga biaya yang tinggi serta teknologi yang digunakan apabila ingin mendirikan bangunan dengan konsep green building maupun dalam hal pemeliharaan bangunan yang cukup rumit (Arthaa, dkk, 2020:50; Alfata, 2017). Akan tetapi mengingat penggunaan energi terbesar di dunia adalah konstruksi atau bangunan, maka green building dapat menjadi sarana untuk menjawab permasalahan tersebut. Selain itu, semakin meningkatnya tren terhadap pariwisata yang ramah lingkungan, maka atraksi wisata, amenitas, maupun akomodasi dengan konsep green building dapat menjadi keunggulan dan daya tarik wisata pada urban tourism di masa mendatang.
REFERENSI
AirFixture. (2019). 20 Of The Most Famous LEED Certified Buildings. https://airfixture.com/blog/famous-leed-certified-buildings. Diakses pada 9 April 2021 pukul 21.11 WIB.
Alfata, Muhammad N. F. (2017). Telaah atas Konsep Green Building di Indonesia.https://enerbi.co.id/2017/02/green-building/. Diakses pada 9 April 2021 pukul 20.30 WIB.
Angelin, Sisil. (2019). 10 Hotel Ramah Lingkungan di Dunia. https://www.gotravelly.com/blog/hotel-ramah-lingkungan/?doing_wp_cron=1617982141.8483378887176513671875. Diakses pada 9 April 2021 pukul 21.47 WIB.
Artha, Bhenu, dkk. (2020). Analisa Kajian Literatur Green Building berdasarkan Sudut Pandang Perkembangan Ekonomi. Jurnal Arsitektur Pendapa. 3 (2), 47–52.
Reza. (2020). 13 Green Hotel di Indonesia yang Keren dan Ramah Lingkungan.https://blog.tiket.com/green-hotel-di-indonesia/. Diakses pada 9 April 2021 pukul 21.40 WIB.
Lia, Lita. (2019). 12 Bangunan Berkonsep Green Building yang Menginspirasi.https://blog.spacestock.com/12-bangunan-berkonsep-green-building-yang-menginspirasi/. Diakses pada 9 April 2021 pukul 20.53 WIB.
Widiati, Iis Roin. (2019). Tinjauan Studi Analis Komparatif Bangunan Hijau (Green Building) dengan Metode Asesmen sebagai Upaya Mitigasi untuk Pembangunan Konstruksi yang Berkelanjutan. Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) X 2019. Bandung: 5 November 2019. Hal. 69–76.
Widyawati, RA Laksmi. (2018). Green Building dalam Pembangunan Berkelanjutan Konsep Hemat Energi menuju Green Building di Jakarta. Jurnal KaLIBRASI. Vol. 13, 43–59.
2 notes
·
View notes