fajarism
fajarism
Le djournal de nyingkong
14 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
fajarism · 3 years ago
Text
Suatu hari seorang teman, bilang kepada saya, “Siapin jawaban kalo nanti ditanya-tanya sama calon mertua, Jar”. Kemudian saya balas, “Oya? Kenapa harus disiapin jawabannya?” Dan teman saya membalas, “Biar pas jawab ngga grogi”. Saya pun membalas dengan “Hoo..” (Re: Meh). Kemudian tidak tertarik dan penasaran untuk menanggapi lebih jauh.
Kemudian saat hari lebaran kemarin, fenomena yang sama muncul. Bahkan sampai ramai di sosial media. “Siapin jawaban kalo ditanya tante, om, kerabat saudara ‘kapan nikah’, ‘kapan punya anak?..yada..yada..’
Saya pribadi tidak pernah merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan seperti. Terganggu disini maksudnya adalah ‘risih’ atau sampai ‘tersinggung’. Yaa saya balas saja dengan nyengir lebar. Hehee..
Sempat berpikir, kenapa orang-orang kalau bertemu bertanyanya selalu urusan dunia seperti itu. Maka, bosan selalu memberikan jawaban “sehat” atau “alhamdulillah hidup” saya jawab “Alhamdulillah masih beriman” Hehee
Segala pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya teringat waktu sekolah SD. Pernah punya guru agama yang galak minta ampun. Penampilannya sangat khas pegawai negeri, baju safari empat saku, celana bahan dengan lipatan dibawah, dan kumis tipis tapi hanya dibagian pinggirnya saja, orang-orang bilang kumis lele 😂. Suatu hari Bapak Guru Agama ini (saya lupa namanya, maafkan ya Pak) bercerita tentang kehidupan di akhirat. Apa yang terjadi saat kita dikuburkan jika sudah meninggal. Guru Agama saya ini bercerita jika manusia sudah meninggal nanti akan datang malaikat yang memberikan pertanyaan kepada kita “Marabbuka”. Siapa Tuhanmu? Kemudian saya terpingkal-pingkal karena bapak guru agama saya ini sambil memeragakan bagaimana (ceritanya) malaikat bertanya. Matanya melotot, mulutnya sambil monyong sedikit (untuk membuat semakin dekat dengan ekspresi malaikatnya) kemudian meninggikan dan memberatkan suara dan teriak “MARABBUKA!!!” Saya tertawa karena sehari-hari bapak guru agama ini tidak pernah sekalipun menyelipkan humor setiap beliau mengajar. Maka saat beliau beratraksi seperti itu buat saya lebih kepada self-deprecating, komedi jadinya.
Dan kalau dipikirkan lagi sekarang, sesungguhnya pertanyaan itu jauh lebih serius daripada pertanyaan-pertanyaan diatas. Bagaimana kalau saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu? “Marabbuka?” Lidah kelu tidak bisa menjawab. Membayangkannya membuat saya pias. Cemas.
Ya Allah, bagaimanapun, biarpun, meskipun, dan berjuta pun-pun yang lain, jadikan hamba selalu mengingat-Mu. Kirimkanlah selalu “kesadaran” itu. Jadikan file iman itu terproteksi sempurna, tidak tembus virus jahat apapun. Dan ready di download saat malaikat penjaga kubur datang menginterogasi hamba.
0 notes
fajarism · 3 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media
Kaki Gunung Ceremai. Minggu, 12 Desember 2021.
Shot from iPhone 11
0 notes
fajarism · 3 years ago
Text
Tumblr media
Balairung dan Gedung Rektorat Universitas Indonesia.
Taken with Sony a6000 attached with E 18-105 f4.
0 notes
fajarism · 3 years ago
Text
Setiap liburan lebaran saya selalu sempatkan untuk datang ke Masjid Istiqlal. Alasan utamanya lebih karena Masjid Istiqlal memiliki arsitektur yang sangat bagus. Tiang-tiang besar dengan selasar di sayap kanan dan kirinya membuat banyak sekali komposisi menarik untuk di foto. Belum lagi area-area terbuka membuat cahaya yang masuk menjadi menarik untuk ‘bermain’ lighting.
Sama seperti tahun lalu kali ini saya main ke sana pada siang hari. Memilih siang karena situasi cahaya di sana cocok dengan kamera dan lensa saya yang punya aperture maksimal 4, tidak cukup besar untuk menangkap cahaya lebih banyak. Kedua, saya tidak membawa tripod padahal tripod sangat mendukung saya untuk mengambil gambar di dalam dengan shutter rendah demi menjaga iso rendah sehingga gambar menjadi lebih tajam dan terbebas dari noise.
Sampai di Masjid Istiqlal saya sedikit terkejut karena ada beberapa perubahan yang terjadi. Halaman masjid di renovasi sedikit sehingga mirip sekali dengan halaman di GBK. Area luas dengan bangku dan tanaman yang ter-cluster kecil-kecil. Terlihat menyenangkan dan rapi. Dan yang menurut saya paling terlihat perubahannya adalah, saat ini jamaah tidak diizinkan melepas sepatu dan sendal persis di depan pintu masuk utama. Sepatu dan sandal harus dilepas dan dititipkan di tempat penitipan yang berjarak sekitar 20 meter dari pintu utama. Bagus karena membuat pintu masuk menjadi lebih bersih dari sepatu dan sandal yang berserakan. Sayangnya antara tempat penitipan dengan pintu utama tidak difasilitasi dengan lantai atau sesuatu yang melindungi lantai dari terik matahari. Yang terjadi, jamaah harus berjinjit-jinjit sambil meringis karena lantainya panas minta ampun. Serius, panas minta ampun. Cukup untuk membuat telapak kaki melepuh.
Di dalam masjid, di aula utama, karpet yang digunakan masih karpet merah, hanya terlihat lebih bersih. Di tiang-tiang besar sudah tersedia mushaf banyak jadi jamaah bisa pinjam untuk tilawah di tempat. Area terbuka di kanan dan kirinya lebih bersih tidak terlihat sampah-sampah menumpuk. Meski masih saja banyak jamaah yang tidak tertib menjaga kebersihan. Air minum tumpah di lantai, sampah makanan (dari bekal) yang masih berserakan (tidak banyak, tapi cukup menyebalkan melihatnya). Ditambah lagi perilaku tidak tertib dari sebagian jamaah (ini yang paling menyebalkan). Mencari tempat-tempat ‘terpencil’ untuk tidur (bahkan ada yang buka baju singletan doang) dan makan, mengacuhkan instruksi petugas untuk menitipkan sepatu dan sendal (bebal sekali orang-orang ini, hih).
Anyway, Masjid Istiqlal masih menjadi pilihan umat Islam di Jakarta (dan juga dari daerah lain) untuk sholat di sana, terutama pada (dua) hari raya. Bagi saya, Masjid Istiqlal tetap pilihan utama untuk hunting foto. Ehehee.. Mengasah kemampuan mencari komposisi dan melatih insting bermain cahaya yang menarik. Akan kembali lagi untuk hunting disaat malam, karena pastinya lebih indah.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Gambar 1 dan 2 diambil menggunakan mirrorless Sony dengan lensa 18-105mm. Gambar 3 dan 4 diambil menggunakan iPhone 11 karena lensa widenya lebih lebar dibandingkan lensa mirrorless.
2 notes · View notes
fajarism · 4 years ago
Text
There is this girl
In a coffee shop
Not on her phone
Not on her laptop
Not even on her book
Just she and her coffee
Watching people
Like a psychopath
0 notes
fajarism · 4 years ago
Text
Meracau (3)
Bangun subuh
Mata kuyu, mulut menguap, rambut berantakan 
Masuk ke kamar mandi
Tiba-tiba cicak loncat. Begitu saja hinggap di tangan. Terkejut bukan kepalang. Hampir saja memekik
Cicaknya pergi setelah kukibaskan. Menghidupkan keran. Kali ini beneran menjerit. Kecoa terbang dan hinggap di betis.
Kurang ajar betul
Dan tiba-tiba tersadar
Diam
Gagu
Bagaimana kalau yang tadi muncul adalah Malaikat maut 
Bersiap untuk memutus semuanya
0 notes
fajarism · 5 years ago
Text
Meracau (2)
Today there is one story the entire world is talking about: CORONAVIRUS, aka COVID-19. The virus now is in more than 100 countries, with over 133.000 confirmed cases, and 13.000 (at least) people globally have died (https://www.aljazeera.com/news/2020/01/countries-confirmed-cases-coronavirus-200125070959786.html), and it looks ike it’s only getting worse. The WHO has officially declared coronavirus a global pandemic.
Which yes of course, is scary for us humans.
But from corona’s perspective, it’s pretty cool. Yeah?
Think about it. For a virus, this is like going platinum, you know. It’s a big day. Started from Wuhan, and now they’e all over the world. Ha ha..
People are panic, of course. Panic is not gonna help anything. We’re still learning about this. We’re still learning about the mortality rate. And panic is not help anything.
Because right now, some people are letting their panic make them dumb as shit.
Here, the examples:
People panic-buying...Toilet Paper?! https://www.nytimes.com/2020/03/12/opinion/toilet-paper-coronavirus.html
People, what are you doing?? I really do not understand why you need to panic over toilet paper. Water, i would understand. Food, medicine, yes, i would understand. But, toilet paper? You can survive without toilet paper. And don’t forget that you are in a bathroom with a shower! Try clean your butt with WATER!
I feel like people in first world country don’t know what to panic about. Toilet paper?? Are you shitting me?!
Just avoid panicking. Because if you panic, you stop thinking clearly. And if you stop thinking clearly, then you will start to believe anything you hear. And there is a lot of bad information that is out there.
Like these:
Eating garlic and drinking bleach: https://www.bbc.com/news/world-51735367
Snorting cocaine: https://metro.co.uk/2020/03/11/snorting-cocaine-wont-protect-coronavirus-officials-warn-12379616/
I don’t understand how anyone falls for any of that.
Bleach gets rid of stains. You can’t drink it. Garlic gets rid of vampires. Okay! Cocaine gets rid of your money. That’s it. 
Sigh.
Coronavirus is not just making people sick. It’s also making people stupid. And the misinformation going around online is even more viral than the disease. 
Use your brains, people. 
Don’t go full retard.
0 notes
fajarism · 5 years ago
Text
Favorite Movie (1)
ETERNAL SUNSHINE OF THE SPOTLESS MIND (2004)
Tumblr media
First of all, i love the title. Nothing beats my love for a movie title other than this movie.
Second of all, sometimes you will see a movie that just connects with you, it gets you and feels particulary relevant to where you are in life. A movie comes along and then after it ends it’s all you think about or a few days. It takes a certain type of film to do that, and for me it was Eternal Sunshine of the Spotless Mind.
Enough shit about me. Let’s talk about the movie, shall we
Written by the master of the non-linear story Charlie Kaufman and directed by Michael Gondry, Eternal Sunshine of the Spotless Minds remains one of the most perfect love stories ever made even more than decade later. Charlie Kaufman’s narrative is perfect for a story about loss and particular memory loss. The way Eternal Sunshine of the Spotless Mind flips back and forth between past and present, reality and Joel’s memories, and also Joel’s memories as they warped by the procedure requires a verbal ability that very few screenwriters could pull off even after decades of practice. Kaufman does it effortlessly.
How about the cast? Jim Carrey takes the leading role as Joel, a shy man who is enduring a messy breakup with his ex. And as his opponent, Kate Winslet playing a portrait of a girl named Clementine. Jim Carrey’s performance matches Kate Winslet’s beat for beat, and their chemistry is remarkable. His vulnerability is stunning, and he has channeled his comedic physicality into a tightly controlled performance that makes the absurd completely believable.
Joel discovered that Clementine had Joel erased from her memory. In despair at the thought of this, Joel opts for the same procedure. Most of the movies takes place within Joel’s mind as the procedure goes on and he starts to regret all the things that led him to this moment. Joel’s mind turns out remembering all the reasons he originally loved her. The story becomes that of a man on the run, attempting to protect his memories of Clementine.
Clementine proceed this erasing memories from a company called Lacuna inc. The procedure of memory-erasing adressing a certain spot in the brain that contain a memory about a person that want to be erased. By this procedure, you must think that all the memories, experiences, about that person is go away. Well, it’s not that simple. This film shows me that while it can erase spesific memories out of a person’s brain, it can’t do anything about the natural human impulses that led to that situation in the first place. For Joel and Clementine, even though they wiped their brains of each other, their regressive memories reminded them of why they fell in love in the first place. They buried subconscious impulses in their minds, deep enough they couldn’t be erased and use them to re-discover one another. Even after they find out how their first relationship ended, they choose to move forward and try again. The power of love and experience is what creates the individual, and the film suggests that simply having a spotless mind does not bring eternal sunshine. It’s like wiping wine from a rug doesn’t do anything about the stain.
Would erasing a terrible experience make us happier, or it would change who we are? Are our negative experiences just as important to the consturction of self as the positives?
Eternal Sunshine of the Spotless Mind shows me that memories aren’t files to be deleted. They are more that simple thoughts stored in mind, as they shape the core of the self. People need both the good and the bad to learn and grow. Attempting to remove a person’s memories effectively extinguishes that person, as memories are what build people into who they are. Further, the film shows me the power of human impulse and nature. Things that call to us as people can’t be modified by ignorance or denial.
Another messages from this film is, do not run from your pain; heal it. There are no quick fixes to grief after relationship ends. If there are quick fixes to trauma, these become addictive and ineffective. And most importantly, Eternal Sunshine of the Spotless Mind is about accepting people for who they are, rather than trying to make them into who we want them to be. If we cankt accept the good, bad, complicated, and everything else in between with our partners, it’s time to moveonin a healthy and life-affirming way. Last, the film makes clear that love is a thing worth fighting for, a thing that is worth holding on to despite all the challenges and setbacks.
0 notes
fajarism · 5 years ago
Text
Meracau (1)
Remote AC
On
Off
Timer
Temperature
Air swing
Menu
Fan speed
Reset 
Cancel
Seandainya aku bisa mengatur-atur perasaan ini
Maka mungkin akan ku cancel, off atau reset saja lah semua perasaanku padamu
0 notes
fajarism · 5 years ago
Text
Kehilangan
Semua orang, sebahagia apapun hidupnya, manusiawi jika pernah sekali, dua kali, bahkan lebih mengalami kehilangan yg menyakitkan.
Ada yang kehilangan harta kesayangan, seperti uang, dompet, HP, kamera, motor, mobil.
Ada yang kehilangan dokumen sakti, macam KTP, passport, ijazah, sertifikat, surat nikah.
Ada yang kehilangan anggota keluarga tercinta, seperti ayah, ibu, suami, istri, adik, kakak, nenek, kakek, bibi, paman.
Ada yang kehilangan sesuatu yg lebih abstrak dan sulit untuk dijelaskan, seperti cinta, ketenangan, kenyamanan, harga diri, reputasi.
Apapun bentuknya, kehilangan itu selalu kongkrit, mulai dr secara fisik memang tidak ada lagi, menatap ruangan kosong tempat benda itu dulu berada, menatap kamar kosong tempat seseorang itu dulu sering bersenda-gurau.
Hingga secara jiwa, hati yang nelangsa, perasaan yang kosong, posisi yang tidak lagi dihargai, sehingga menimbulkan rindu, marah, sedih, menangis, dan sebagainya.
Lantas, sepanjang hidup kalian selama ini, kehilangan apakah yang membuatmu merasa begitu sedih? Mari terpekur sejenak, mengingat-ingat kemudian sebutkan dalam hati, kehilangan apa yang paling membuat kalian sedih?
Tidak ada?
Jika tidak ada, kalau begitu saya ubah pertanyaannya: “Kehilangan apakah yang paling kalian takutkan di masa depan?”
Karena saya punya satu, di antara kehilangan HP, kehilangan kartu atm, dokumen, cinta, teman baik, dan sebagainya, saya ternyata memiliki sebuah kehilangan yang amat menyesakkan, belum terjadi (atau jangan-jangan sudah terjadi); yang membuat saya takut sekali.
Saya sungguh takut kehilangan "kehilangan", kehilangan perasaan "kehilangan" itu sendiri.
Tidak mengerti? 
Sama. Awalnya saya juga  enggak mengerti kalimat aneh ini; membuat saya tertegun lama. Padahal sejatinya, banyak sekali orang yang tidak tahu, tidak sadar, kalau dia sebenarnya telah: kehilangan "kehilangan”. Tidak peduli; merasa semua baik-baik saja.
Kita kehilangan momen-momen indah bersama keluarga; kasih-sayang kepada orang-tua; kedekatan, sibuk dengan hidup, rutinitas dan teman-teman baru, yang boleh jadi itu tidak hakiki.
Kehilangan saat-saat menyenangkan saat bicara dengan ayah, ibu, adik, kakak; bercengkerama. Kita sesungguhnya kehilangan, tapi tidak tahu kalau kita telah kehilangan perasaan "kehilangan" tersebut.
Kita kehilangan menikmati setiap detik nikmat hidup yang diberikan, setiap tarikan nafas.
Kita kehilangan menikmati setiap kejadian yang tersaji di depan mata kita saat kita berangkat atau pulang kantor. Deretan gedung-gedung tinggi kekuningan yang tertimpa sinar matahari. Deru suara motor dan mobil yang saling berebut jalan demi sampai di tujuan mereka tepat waktu. Para pengendaranya yang terlihat tersenyum ramah dan melambaikan tangan mempersilakan pejalan kaki untuk menyeberang, pengendara yang bersumpah serapah sambil membunyikan klakson kendaraannya karena merasa terganggu saat berkendara, sampai mereka yang dengan zholim merampas dan mengganggu hak dari pengendara atau pengguna jalan lain.
Apakah akan kita biarkan rutinitas menikam waktu, membiarkan tidak peduli bahwa kejadian-kejadian itu sesungguhnya sarat sekali dengan pelajaran yang bisa membuat kita bisa lebih baik dan bijak.
Apakah akan kita biarkan rutinitas menikan waktu, membiarkan tidak peduli betapa menyenangkannya menatap aktivitas pengamen, tukang asongan, kondektur transjakarta yang mengingatkan penumpangnya untuk taping sebelum duduk, mengingatkan penumpangnya halte pemberhentian berikutnya. 
Tersenyum ramah mempersilakan orang lain untuk duduk, mengucapkan “mohon maaf” saat tidak sengaja menginjak kaki orang lain.
Kita tahu persis semua itu luar biasa, tapi kita membiarkannya hilang, kita kehilangan perasaan "kehilangan".
Semoga saja Tuhan tidak membiarkan kita untuk kehilangan “kehilangan”. Jikapun itu terjadi, semoga saja kita diberikan kesempatan untuk segera tersadar dan menyadari betapa besar dan banyak nikmat yang Tuhan berikan kepada kita. Berbarel-barel nikmat yang Tuhan limpahkan, banyaknya kesempatan untuk membaca dan mengambil pelajaran.
Semoga. 
0 notes
fajarism · 6 years ago
Text
30, 50 tahun dari sekarang
Penyesalan adalah bagian dari prosesi kesedihan. Beberapa orang menyesal telah memilih seseorang, menghabiskan waktu bersama begitu lama, ternyata kemudian hanya untuk berpisah dengan cara yang menyakitkan. Beberapa orang lainnya telah melakukan kesalahan (entah itu kecil atau besar) hingga membuat sebuah hubungan putus tak bersisa. 
Menyesali betapa bodohnya kesalahan tersebut. Beberapa orang lagi menyesal telah memutuskan untuk pergi dari seseorang, entah itu karena tidak cocok, bosan, atau karena menemukan seseorang yang lebih baik. Atau ada lagi yang menyesal karena menahan perasaan begitu lama. Apapun bentuknya, apapun penyebabnya, penyesalan merupakan sebuah ritus kesedihan yang sejak lahir melekat pada manusia. 
Seberapa lama itu akan mengganggu rutinitas keseharian? Membuat tidak nyaman bangun lagi. Menghela nafas panjang. Tidak semangat kerja. Menghabiskan malam dengan merutuki perbuatannya. Memeluk bantal guling resah. Ada yang membutuhkan beberapa hari saja untuk pulih, ada yang membutuhkan beberapa minggu. Ada pula yang berada pada titik ekstrem ketika rasa sesal itu membelenggu berbulan-bulan berbilang tahun. Bahkan ada yang menyiksa diri tidak sepantasnya. 
Berbicara soal penyesalan, ada sebuah kata bijak yang pernah membuat aku tediam lama. “30 tahun dari sekarang, sungguh kita akan menyesali atas apa-apa yang tidak kita lakukan, dibandingkan dengan atas apa-apa yang kita kerjakan meski itu sebuah kesalahan”
Percaya atau tidak, 30 tahun dari sekarang kita memang akan menyesali hal-hal yang tidak kita lakukan, entah karena takut, ragu-ragu, terlalu penuh perhitungan, hingga mungkin karena kita bodoh, tidak mengerti pertanda yang diberikan. Seluruh dunia akan pedulu benar jika kita pernah melakukannya. Berani mengambil keputusan itu.
Jika saat ini sedang berdiri di persimpangan, dalam fase yang membutuhkan keputusan, dihadapkan dengan pilihan-pilihan, kumpulkan seluruh keberanian, kemudian lakukan. Semoga dengan demikian, jika kita harus menyesal, maka biarlah rasa sesal itu karena sebuah penolakan, ditinggal pergi, atau sejenisnya, tapi bukan karena kita terlalu takut untuk melakukannya.  Ada banyak cerita soal ini, tertulis dalam buku-buku romantis, tergambarkan di film-film penuh romansa. Diantara kisah-kisah itu ada yang berakhir dengan bahagia, ada yang berakhir menyedihkan. Tapi biarlah itu menjadi kisah-kisah orang lain. Let’s write your own stories. Kisah dengan meyakini: 30 tahun dari sekarang, sungguh kita akan menyesali atas apa yang tidak kita lakukan, dibandingkan dengan atas apa-apa yang kita kerjakan meski itu sebuah kesalahan.
0 notes
fajarism · 6 years ago
Text
Restart, Undo, Delete
Andaikan hidup ini sesederhana main game Solitaire. Kalau kalah tinggal restart. Kalah lagi, restart lagi. Terus begitu sampai menang. 
Andaikan hidup ini sesederhana menulis di Office Word, salah tinggal delete. Eh, ngga jadi didelete deh, tinggal undo. 
Eh ya ampun, filenya yang malah ke-delete. Gampang, tinggal restore. 
Yahh..udah ke-delete permanen dari recycle bin. Gampang, tinggal install software restore super sakti, filenya kembali lagi. 
Andaikan hidup sesederhana itu. Sayangnya tidak. Terkadang hidup ini tidak memiliki kesempatan untuk undo apalagi restart. Sama sekali tidak.
Jika kita terlalu bodoh mengambil keputusan, bisa jadi semuanya tinggal sayonara. 
0 notes
fajarism · 6 years ago
Text
Prestasi
Mendaki sebuah gunung bukanlah sebuah kebanggaan. Karena kalau kita anggap itu sebuah kebanggaan, jangan lupa penduduk setempat bahkan bisa setiap hari mencari kayu bakar, rotan dan sebagainya di sana. Naik turun puncak gunung. Berangkat pagi pulang sore, begitu saja setiap hari.
Mengunjungi Kota New York, London, Paris, dan sebagainya bukanlah prestasi. Karena kalau melanglang buana itu kita anggap prestasi, pengemis, gelandangan, setiap hari melanglang buana. Mengemis dan tidur di sudut-sudut kota kemudian besoknya berjalan pindah ke kota lain. Bisa jadi mereka tidur dan mengemis di tempat kita baru saja berpose. 
Kita tidak bicara berapa banyak gunung yang didaki. Berapa lembar foto indah yang kita kumpulkan. Tapi berapa banyak pemahaman yang menetap di hati kita. Lantas menjadi sumber inspirasi kebaikan bagi sekitar. Menyayangi alam dan memahami kebesaran Tuhan, itulah hakikat pendakian.
Kita tidak bicara berapa banyak dan jauh kota dan negara yang dikunjungi. Berapa banyak lembar foto hebat yang didapatkan. Tetapi berapa banyak pelajaran yang tertinggal di kepala kita. Bisa memahami keanekaragaman dan perbedaan, berhenti sombong dan berlebihan. Itulah hakikat perjalanan.
Lakukanlah perjalanan, kunjungi tempat-tempat indah dan spesial. Tetapi bukan untuk dipamerkan. Tapi simple, perjalanan adalah perjalanan. Dia akan mendidik kita dengan lembut. Tentang banyak hal. 
0 notes
fajarism · 6 years ago
Text
Tumblr media
Hi there.
Finally, bisa terealisasi juga membuat platform blog untuk menyalurkan sebuah need to meracau. Setelah kurang lebih sebelas tahun tidak melakukan aktivitas nulis di blog dan sempat pundung karena gagal membuat blog di platform sebelah lantaran berbayar (hih..), jadilah fajarism.tumblr.com ini sebagai media untuk menulis.
Hope your time can be well spent by visiting and reading my blog. 🙂
1 note · View note