fatikaskr
fatikaskr
The Wind of Season
22 posts
personal contemplation and reflection
Don't wanna be here? Send us removal request.
fatikaskr · 5 years ago
Text
Getting Older, Growing ...
Sejak usia mengijak kepala dua, saya mencoba untuk rutin menulis di tanggal 28 Januari. As reflect on all that I have learned over the past year. 
Tumblr media
Waktu memang selalu cepat berlalu. Tidak terasa sudah kembali bertemu dengan tanggal 28 Januari. Tahun ini 2021 adalah ke-23 kali bagi saya. Tahun lalu (re: 2020), saat usia saya masih 22 tahun dan baru menyandang status wisudawati. Ada ketakutan tersendiri yang menghantui menjelang seremonial di Gedung Auditorium.
Saat itu pikiran apa yang akan saya lakukan setelah lulus? mau kerja dimana? atau sekolah lagi? interest saya apa? mau memperdalam bidang apa? selalu beputar di kepala. Hal yang wajar dialami para lulusan baru ketika menanggalkan status mahasiswa. Ibarat permainan ini seperti memasuki babak baru dengan level lebih berat.
Menyandang gelar sarjana dan peran barunya.
Short story, I came back from Semarang in the very beginning of February 2020, to my parents house at Tangerang after finished my bachelor graduate. Kepulangan waktu itu rasanya amat terburu-buru. Bahkan tidak sempat berpamitan secara langsung dengan semua kawan saya disana (hanya beberapa). Terima kasih untuk cerita dan hal baik pun sudah mau menjadi kawan saya bertumbuh selama kuliah. Saya minta maaf sebesar-besarnya, semoga lain waktu saya masih bisa kembali berkunjung dan bertemu kalian dalam keadaan baik.
One year has passed, and this is my 11th month of work at a non-profit organization/NGO which engaged in development and human rights. Talking about scope or job desc at office, it almost 90° different from my background studies. Mungkin letak kesamaanya yakni masih serumpun di bidang sosial. Hanya saja saya menemukan banyak hal baru disini. Terutama mengenai peran dan integrasi antar keilmuan. Selama kurang lebih satu tahun saya mencicipi mulai dari development studies, behavioural economics, until SDGs. Too complex.
Sementara itu, tahun 2020 (bahkan sampai sekarang) kondisi dunia sedang kalang kabut mengatasi pandemi –epidemi, atau penyakit menular yang mendunia—termasuk di Indonesia. Informasi terakhir, kasusnya mencapai satu juta penyintas. Program vaksinasi sudah mulai berjalan, sedikit titik terang. Namun keadaan dunia tidak akan sama lagi. Belum lagi awal tahun ini terjadi rentetan peristiwa/bencana. Doa terbaik untuk semuanya, semoga kita tetap diberikan ketabahan, kekuatan untuk bertahan, dan perlindungan. Meskipun begitu, saya sangat bersyukur hingga masih diberi kesehatan, berkumpul dengan keluarga.
Learn, Grow,.. always
Being a fresh graduate finally able to earn and do something new, I was a bit ambitious. So, sometimes I wanted to be a better at my job, earn more opportunities, then maybe decide to go back to college, also looking for lots of experience. It was the purpose I had at the time. Don’t ask me about date or getting married. My friend say that I was even skeptical about this topic, thinking of it as a waste of time and energy.
Well, let me correct. The last point might be like this ... for me it’s never easy to deal with someone who will be our whole life time partner. like I've wrote about this topic on my #20Journal. It takes time. It takes much effort. Preparing everything, so that when the time is coming, I’ll be perfectly ready to deal with every single thing.
Same case with work or school contexts. You need to enrich yourself with new things. Started to prepare, learn everything and anything from now on. Because you'll never know what's happen tomorrow. Life is a place full of "uncertainty" (ketidakpastian).
Lewat ketidakpastian yang disuguhkan tersebut kita sebagai manusia belajar mengelola cemas, takut, pun khawatir. Perasaan tersebut sejatinya adalah alarm untuk kita mengenali bahaya dan belajar, mencari cara bagaimana menghadapinya, menyiapkan diri, mental serta ruang penerimaan. Ketika berbagai harapan berjalan beriringan dengan kekhawatiran. Pada akhirnya tetap harus dihadapi, meredam rasa khawatir dan takut agar tidak semakin mendominasi.
Merangkum perjalanan sepanjang 2020. Penuh dengan pergolakan yang cukup menguras fisik dan mental. Berjibaku dengan pencarian jati diri, mengenali kelebihan dan kekurangan. Penuh keraguan, dihadapkan dengan kegagalan, beberapa kali terlintas untuk menyerah sebelum akhirnya memutuskan bertahan. Sampai pada suatu titik saya sadar kalau ini masih dipermulaan. Kalau orang bilang, kehidupan setelah lulus kuliah akan jauh lebih berat. Mungkin benar adanya, Being an adult isn't pretty easy at all terus kenapa pas kecil pengen segera dewasa coba -___-
Kedepan tantangan demi tantangan mungkin akan hadir dengan berbagai bentuk juga, dan semoga saya (juga kalian yang membaca) selalu punya mental kuat untuk menghadapinya.
The last...
A note to myself; for a better version of me.
Dear self,
The older you grow up the more anxiety and bitterness you accumulate and hate that. Despite the creeping side effect of aging, somehow glad that deep within you that small quiet voice persists: we are going to be just fine, let’s just continue walking.
You’ll make mistake. You’ll say the wrong things. You’ll hurt someone. You’ll feel awkward and alone, but never stop.
Know that whenever you want something done there will be consequences to pay. But as with anything, you won’t achieve nothing without doing, deal with it.
Some people will tell you, that achievements are nothing and to some extend they are right. Remember that achievements don’t define you, but get yourself personal milestones that you can be proud of.
Those milestones are not degrees, not a house, a car, or whaterver society makes you think you should achieve to be somebody. Those milestones are what you think is necessary to be a better person for yourself. The people you love and all humanity.
And know that a smile you gave to a strangers today or a helping hand to someone who needs it is an accomplishment. Know that every step out of bed, dealing with another day filled with dull responsibilities or any day where you choose to deal with your fear, is an accomplishment.
Seek a life not of happiness, but a life of meaning. Strive to give meaning to this short life of yours and live. Breath the air that surrounds you and look at the faces of the people that you meet –people who are in this with you.
Remember that every moment is precious and simply strive to do the best you can as much as possible and in those days where you fail to do so. Let go and forgive yourself.
Remember why you started, remember the things that drove you to where you are today. Filter out the nouse from outside that tells you that you’ve taken the wrong path. Those noises, that want you to head to a different destination than you had in mind –they don’t know the destination you have for yourself. They don’t know who you are. So keep at it.
Be brave, be brave because no one can be brave for you. Have courage because no one will have it for you.
Have strength. The walk is long and arduous, the destination blurry, the path full of stories. But walk anyway, day after day. How else will you reach more?
And lastly perhaps also, Have faith. That you are but an extension of God. That you can never be lost. We are going to be Ok.
you are always more –always deeper—always wider.
Regards, F.
*jujur saya mohon maaf kalau bahasa yang ditulis campur2, ini mengikuti apa yang muncul di kepala saya*
2 notes · View notes
fatikaskr · 6 years ago
Text
Aamiin 🙏
Semoga Allaah menguatkan langkah-langkah orang-orang yang ikhlas mengupayakan kebahagiaan orang lain. Dan kebahagiaan mereka, cukuplah Allaah yang akan membalasnya dengan ketenangan dan kebahagiaan yang berlipat-lipat sebab keikhlasannya membahagiakan orang lain.
Aamiin.
562 notes · View notes
fatikaskr · 6 years ago
Text
Lihat Sekelilingmu, Jangan-jangan Mereka Butuh Kamu
@edgarhamas
Cobalah sesekali kamu duduk di halte dan simpan sejenak gadgetmu di tas. Lalu, pandangi orang-orang yang berlalu-lalang datang dan pergi, dengan raut wajah beraneka dan busana yang bermacam-macam. Ada ribuan kehidupan di samping kanan-kiri depan-belakangmu, lengkap dengan pikiran dan keluh kesahnya.
Seringkali orang yang berusaha berdandan sebaik mungkin tak bisa menutup kesedihannya sendiri. Yang berusaha tegak barangkali karena ia trauma diremehkan oleh orang. Yang mondar-mandir bisa jadi sedang memikirkan hutangnya yang banyak, dan anak-anak sekolah yang murung bersandar di jembatan sedang meratapi keluarganya yang broken home.
Seorang guru pernah bilang, bahwa pemimpin itu bukan lahir dari atas, tapi dari bawah. Bukan dari kastil mewah, tapi dari nadi masyarakat. Bukan masalah kaya atau cukup. Yang membedakan mental pemimpin dan bukan, adalah kemampuannya menyentuh dasar paling dalam dari fenomena hidup bangsanya, untuk mencarikan solusi paling baik bagi mereka.
Hal paling gundah dalam hidup manusia, adalah ketika mereka bingung harus mengadu pada siapa, dan kemana harus meminta pertolongan. Inilah yang dirasakan rakyat kita hari ini. Hidupnya sulit, tapi jauh dari taat. Dunianya sempit, dan ia tak sadar bahwa sujud memuaskannya.
Mereka tidak sepenuhnya salah, barangkali hanya karena belum ada yang membuka ruang dialog dengan mereka. Barangkali karena da'i-da'inya belum bisa terjun lebih membumi. Dan di saat yang sama, kita tidak sadar bahwa kita adalah orang yang berkewajiban menuntun mereka.
Padahal, setiap muslim pada dasarnya telah Allah berikan tugas untuk menjadi ‘natural hub’ antara manusia lain untuk mengenal Tuhan-nya. Dengan cara apapun itu —asalkan tak menabrak syariat— maka itulah ruang aksi bagi kita.
Coba lihat Sekelilingmu, jangan-jangan mereka butuh kamu.
524 notes · View notes
fatikaskr · 7 years ago
Text
Tentang Bertambah Usia dan Harapan
Banyak hal yang saya anggap penting sewaktu kecil, menjadi sepele seiring bertambahnya usia saat ini. Sebut saja sepatu, tas baru di pergantian semester kala sekolah, baju baru di hari raya dan perayaan ukang Tahun.’
Hari ini usia saya bertambah, 21 Tahun. Tidak seperti ketika saya masih sekolah dulu dimana saya merasa tanggal 28 Januari adalah keramat. Bahkan kalau bisa keluarga, teman dekat dan orang yang saya kenal harus ikut merayakan. Baik dengan hadiah ataupun sebuah ucapan. Bisa keki sendiri saya jika ada yang lupa. Tapi itu dulu...
Betapa perhatian dan perlakuan spesial adalah sebuah kebutuhan untuk saya, dulu.
Tidak ada yang salah dari sebuah perayaan, apalagi yang hanya datang setahun sekali. Namun, saya merasa semakin tua umur maka perayaan, hiruk-pikuk, dan sejenisnya, semakin tidak begitu penting. Energi dan waktu pun semakin sedikit, sedangkan rutinitas, pekerjaan, serta masalah lain yang musti diselesaikan semakin banyak. Oleh karena itu saya sudah tidak begitu meladeni hal-hal yang saya anggap penting sewaktu kecil dulu.
Saya bersyukur, semakin bertambahnya usia, saya semakin tahu apa saja kebutuhan saya.
The journey I took was my decision and choice. I'm enjoying with it! My close friends are only few, but I'm very grateful that they are always there and care, and I still have family too, that is enough. I also still have energy, and ability to reach my dreams. I'm still trying to learn to be diligent, independent and self-controlled too. I learned to believe and dare to dream even though the reality and future theories are so bitter.
Usia saya semakin banyak, badan saya semakin renta, tetapi jiwa saya enggan dewasa.
Di usia saya yang sekadang (21), kalau ditanya bagaimana rasanya? Melewati 28 Januari ke 21 ini saya menyadari banyak hal dan merasa banyak yang berubah. Banyak dari teman-teman saya yang sudah berumah tangga (menikah), atau kalau masih sendiri ada yang sedang/sudah menyelesaikan kuliah, bekerja di kantor atau membuka usaha. 
Usia 21 ini, intensitas bertemu teman-teman menjadi sangat minim, bahkan sangat jarang. Tapi, sekalinya bisa betemu merasa kualitas pertemuan itu menjadi semakin berarti. Obrolan pun semakin berbeda, bumbu-bumbu obrolan didominasi pembahasan mengenai masa depan dan isu-isu yang kata orang, “berat banget pembahasan, lo”. Ah sudah sejauh itu, kah?
Tapi, sesuai perkembangannya di usia 20-an ketas memang seseorang cenderung akan memfokuskan diri terhadap sesuatu yang orientasinya masa depan. Termasuk juga tentang mimpi-mimpi setelah lulus...
ini tahun terkahir (Insya Allah, Aamiin) saya kuliah program Sarjana. Kalau ditanya, “setelah lulus nanti mau ngapain?” saya akan menjawab “Insya Allah bersyukur dulu sebanyak-banyak yg sama Allah...”
Setelah itu, saya akan mulai mempersiapkan diri dengan keputusan-keputusan yang akan saya ambil nantinya. Lanjut program master salah satunya, atau bekerja, hm menikah(ini belum kepikiran sih hehe..) atau mungkin pilihan-pilihan lainnya. Ya, karena saya pun masih banyak kurangnya masih harus banyak belajar lagi. 
intinya... Saya harus merawat apa yang sudah menjadi keputusan saya
On the path that I chose, I'm happy. I hope, when I go through my 21st, 22nd, 24th, 25th years, I willn't lose the path and direction I've chosen.
Semoga tahun ini juga bisa lebih banyak ambil bagian dalam kegiatan sosial dan pendidikan. Ada, sebuah nasihat dari seseorang di hari menjelang saya umur 21 Tahun ini...
"Di umur-umur segini tuh, cobalah untuk bener-bener mencintai diri kita sendiri, menerima apapun yang ada dalam diri kita, menghargainya. Setelah itu, InsyaAllah, akan jadi jauh lebih mudah untuk menerima apapun yg akan terjadi nanti"
Jadi, Selamat berdiskusi dengan dirimu! Selamat datang 21 tahun!
1 note · View note
fatikaskr · 7 years ago
Text
Berubah
Dari tahun lalu hingga tahun ini, berapa banyak kita menyadari hal-hal yang berubah?
Mungkin,
Keterbukaan dan kedekatan dengan orang tua, yang dulu renggang menjadi dekat. Yang dulu malu-malu untuk bercerita, sekarang menjadi terbuka. Dulu selalu bertengkar soal cita-cita, kini menjadi orang tua yang paling mendukung cita-citamu Atau sebaliknya, hubungan yang dulu hangat menjadi dingin. 
Kondisi finansial keluarga yang dulu pas-pasan bahkan kurang, sekarang terasa cukup. Yang dulu harus pusing untuk mencari jalan keluar akan hutang-hutang, sekarang satu persatu simpul hutang itu terlepas. Begitu juga sebaliknya, yang dulu berkecukupan, sekarang tak tentu pendapatan. 
Teman-teman kita yang sedang meniti jalan berhijrah, ada yang dulu jauh dari majelis ilmu, kini jauh lebih rajin dari kita sendiri. Yang dulu shalatnya suka tertinggal, sekarang menjadi orang yang paling tepat waktu. Yang dulu belum menutup aurat, sekarang malah lebih rapat daripada kita. Begitu juga sebaliknya, ada yang dulu kawan satu kajian, sekarang hilang entah kemana. Yang dulu paling rajin mengingatkan kita akan maksiat, sekarang justru ahli maksiat. Yang dulu kerudungnya terurai panjang, kini lepas dari ikatan.
Kalau kita mencari, ada banyak perubahan disekitar kita yang mungkin tak kita sadari tapi terjadi. Terjadi seiring dengan perubahan yang ada dalam diri kita sendiri. Karena fokus hidup kita selama ini tidak ada di sana, kita tidak mengamati, juga tidak tahu apa saja yang terjadi sebenarnya. Hanya bisa menyangka tanpa memahami proses.
Begitulah perjalanan, hidup seorang manusia naik dan turun. Yang kita sangka baik, ternyata tidak, dan sebaliknya. Yang kita kira akan bertahan dalam perjalanan ini, ternyata lebih dulu berhenti. Yang kita sangka akan menemani perjalanan kita, ternyata memilih untuk pergi.
Berubah, adalah tentang dirimu sendiri. Orang lain, juga berubah, dan bukan kapasitas kita untuk menilai dan menghakimi. Hakimilah diri ini, apakah aku sudah berubah menjadi lebih baik dari hari kemarin? Yogyakarta, 5 Januari 2019 | ©kurniawangunadi
948 notes · View notes
fatikaskr · 7 years ago
Text
Membaca
Mumpung masih muda, masih sehat matanya, masih kuat punggungnya, masih jernih isi kepalanya, banyak-banyaklah membaca. Siapa yang tahu nanti ketika tua ternyata kemampuan mata dan kekuatan tubuh yang semakin melemah membuat kita kesusahan untuk membaca?
Bebas membaca apapun. Yang penting dengan membaca itu setidaknya membuat otak kita ternutrisi dan tak berhenti berpikir. Membuat pola pikir kita lebih baik. Membuat rasa penasaran kita memuncak sehingga kita bersemangat untuk menganalisisnya lebih jauh.
Mungkin kita bukan bagian dari orang kaya raya yang bisa dengan mudah pergi ke luar negeri menjelajahi negara-negara di seluruh dunia. Tapi kita bisa sekali duakali menyisihkan uang untuk membeli buku-buku yang akan menjangkau pengetahuan kita tentang seluruh dunia bahkan melebihi mereka-mereka yang menampakkan foto-fotonya diantara musim dingin dan atau musim gugur.
Kalau uang kita tak cukup untuk membeli buku yang menurut ukuran kita itu mahal, kita bisa pergi ke perpustakaan. Perpustakaan kampus, perpustakaan daerah, perpustakaan masjid. Kalau masih kurang puas dengan buku-buku di perpustakaan, kita bisa pergi ke toko buku yang mungkin lebih lengkap isinya. Diantara buku-buku yang dibungkus, pasti ada beberapa sampel yang tak terbungkus plastik. Kamu bisa membacanya, kan?
Tak hanya buku, kita juga harus bisa membaca alam. Gemericik air, udara dingin, kabut senja. Sampai daun gugur. Bertafakkur mencari makna-makna diantara ayat-ayat kauniyahNya. Menghubungan pelajaran-pelajaran alam dengan kehidupan sehari-hari.
Kita juga perlu membaca diri sendiri. Mengaca dengan diri sendiri, membandingkan kebaikan-kebaikan kita dengan keburukan-keburukan kita. Berkontemplasi dan mengintrospeksi diri sendiri.
Tak ketinggalan, kita juga semestinya membaca masa lalu. Membaca hari-hari yang sudah terlewati untuk agar supaya bisa diperbaiki hari ini, misalnya.
Bacalah juga lingkungan dan orang-orang yang kita temui setiap harinya. Membaca mata penuh harap dari pedagang asongan atau seorang pengamen. Membaca wajah-wajah tegar dari setiap ibu yang tak sengaja kita temui dijalan sambil beliau menggendong anaknya. Membaca ayah-ayah yang rela bermacetan, berpanasan untuk mencapai jalan jihad menafkahi keluarga. Membaca wajah antusias teman-teman kuliah yang begitu semangat dan gigih dalam belajarnya.
Sejatinya, yang paling penting untuk kita adalah membaca ayat-ayat langitNya. Membaca makna-makna hingga kita rindu untuk mengulang setiap detik yang diberikan kepada kita. Menuruti apa yang menjadi kehendakNya. Mengiyakan dengan lembut segala titahNya. Itulah sejatinya inti dari membaca.
Berdoalah. Memintalah kepada Allah. Supaya kita selalu diizinkanNya membaca dan menyimak makna juga menulis rasa sepanjang itu adalah kebaikan.
Sudah membaca ulang berapa kali percakapanmu dengan doi hari ini, sis?
250 notes · View notes
fatikaskr · 7 years ago
Text
Terkait Kemantapan Hati
Menurut saya, kemantapan hati itu perjalanan spiritual tersendiri bagi masing-masing individu. Susah ditakar. Susah pula dideskripsikan. Kalau mantap ya insyaAllah mau bagaimana sikonnya mantap melangkah. Begitupun kalau ragu…adaa saja yang buat enggan.
Masalah kemantapan hati sebelum menikah akhir-akhir ini, masyaAllah, lumayan banyak yang mengirim ask dan DM ke saya dengan berbagai macam kasus yang berbeda.
Tapi…
Jawaban saya sama, general, masing-masing hati nampaknya lebih tahu. Saya nggak bisa kasih saran macam-macam selain istikharahlah.
Perbanyak dialog dengan Yang Maha Memiliki Kuasa Atas Hati. InsyaAllah masing-masing orang akan menemukan jawabannya masing-masing. Toh kadang sebenarnya kita sudah punya jawabannya…dan hanya butuh dikuatkan.
Maka jika kebutuhan itu adalah dikuatkan, butuh masukan, dengarkanlah saran dari yang begitu menyayangimu. Yang ridhanya masih kamu cari : orangtuamu.
Karena jawaban istikharah tidak melulu dari mimpi. Bisa juga restu kedua orangtua.
PS : oiya istikharah itu baiknya nggak cuma sekali duakali. Hehe sampai mantappp, menemukan jawaban :)
654 notes · View notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
Afirmasi Positif
Tulisan ini dibuat secara khusus agar teman-teman bisa meneruskannya dengan menambahkan afirmasi positif apapun agar pesan berantai ini bisa sampai ke lebih banyak orang, bertambah seiring tulisan ini tiba disetiap orang yang membacanya. Silakan reblog dan tambahkan afirmasi positif menurut teman-teman semua yang layak kita miliki untuk menjalani hidup ini, agar hidup ini lebih menenangkan dalam perjuangan, lebih bergairah dalam menjalani, juga lebih yakin untuk menghadapi setiap ujian yang pasti akan ada disepanjang perjalanan.
Hal-hal yang akan aku tanamkan dalam hidup ini :
Tidak berharap pada manusia
Menjaga shalat tepat pada waktunya
Menghubungi orang tua lebih sering
Menjadi pendengar yang baik
Bersyukur
Berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain
Menutup halaman sosial media yang destruktif
Menahan diri untuk berkomentar
Menahan diri untuk menghakimi
Membaca lebih banyak buku
dst
silakan teman-teman teruskan poin-poin tsb sesuai pemahaman masing-masing :)
2K notes · View notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
Relatif.
Hidup seorang manusia di dunia, tak akan pernah 100% baik-baik saja. Saya rasa itu lah rasa dunia; tergantung perspektif. Tak pernah benar-benar manis, atau benar-benar pahit. Lain dengan sifat kehidupan setelah kematian. Bagi mereka yang yakin akan adanya kehidupan akhirat (termasuk saya), saya merasa kehidupan akhirat adalah mutlak; benar-benar manis atau benar-benar pahit. 
Baik, saya tak bermaksud membahasnya lebih lanjut.
Tentang rasa dunia yang relatif, berdasarkan perspektif masing-masing orang, muncul akibat tiba-tiba teringat sebuah momen ngobrol dengan seorang murid bimbingan privat saya. 
Saya akan menceritakan latar belakang momen itu terjadi. Kurang lebih empat tahun yang lalu, saya mengajar privat seorang anak berusia 13 tahun hampir tiap malam di daerah kalibata. Untuk bisa sampai ke rumahnya, sehari-hari saya harus menempuh angkot, ganti transjakarta, ganti angkot, lalu kadang ojek; dengan penghasilan bersih sekitar 70 ribu persesi (padahal saya berada di jalan sekitar 3-4 jam bolak balik untuk sesi belajar yang hanya sekitar 2 jam; beberapa kali berangkat jam 3 sore, lalu sampai di kos Salemba sekitar jam 12 malam. Jakarta gitu.) 
Sebulan saya mengajar, saya hanya bisa ngomong dalam hati,”Ini anak enak bener ya. Tinggal kipas-kipas di rumah, gurunya dateng melawan badai Jakarta.” atau “Asik banget bisa les macem-macem. Tanpa mikir biaya. Ngga harus ngerasain kerasnya kehidupan kopaja (hahaha). Rumahnya cukup besar untuk kategori rumah di kota Jakarta. 
Nyatanya, Allah tak membiarkan saya tersesat begitu lama. Gadis itu bercerita tentang kegundahan hatinya (setelah biasanya selama sebulan ia kerap membicarakan dan menunjukkan sederet nama artis luar negeri yang tak saya kenal, atau gebetannya yang berubah-ubah tiap minggu, haha).
X : “Kak, tahu ngga, sebenarnya aku sedih, hehe.”
A : “Kenapa X? Gebetan barunya udah punya pacar?”
X : “Engga laah, hahahaa.”
A : “Terus kenapa?”
X : “Aku kesepian.”
A : “Loh, kenapa? Kan teman-teman X banyaak. Kalian kan sering jalan-jalaan..”
X : “Tiap malam, papa sama mama selalu pulang setelah aku udah mau tidur. Papa sama Mama berangkat habis subuh..Terus, Mama ngga suka ngajarin aku pelajaran, soalnya aku susah ngerti. Mama jadi capek.. Aku juga tidur sama Mbak (ART) setiap hari…“
A : *speechless*
X : “Hehee.. Sedih kan kak.”
A : “X kangen yaa ngobrol sama Mama Papa..” *berusaha ngga nunjukin muka sedih*
X : “Iya..”
A : “Nanti weekend kan bisa main sama Mama Papa. Kalau weekdays, Papa sama Mama kerja dulu biar  X bisa liburan bareng nanti “ (Keluarga mereka sering jalan-jalan keluar negeri)
X : “Hehe.. Iya Kak”
See? Ada banyak hal sederhana yang tidak saya sadari telah saya miliki; keluangan waktu bersama keluarga di usia gadis itu, yang dimimpikan olehnya. Hal yang hampir tak pernah saya sadari, bahwa hal itu berharga; tak pernah bisa ditukar dengan apapun.
Hal-hal yang ‘tak bisa ditukar dengan apapun’ itu, banyak perwujudannya, serupa kehangatan keluarga, kesehatan, waktu luang, dan…. masih banyak lagi. 
Maka, lagi-lagi, ada satu hal yang tak pernah berhenti saya panjatkan pada Allah. Semoga Allah mudahkan saya agar termasuk golongan orang-orang yang mudah mensyukuri hal-hal kecil di dunia. Karena ternyata dunia itu relatif; soal bagaimana menempatkan rasa kita padanya; bebas, mau memilih syukur atau tak puas dan terus menerus mengeluh. 
Mengingat kata pepatah bijak, hidup yang kau keluhkan, barangkali adalah hidup yang dimimpikan orang banyak…
Delft, 4 November 2017
76 notes · View notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
That's why dad always be the Heroes for daughter
Cerpen : Ayahmu
Ayahmu memang yang terbaik dan aku tidak akan pernah mampu menjadi terbaik seperti beliau. Dalam takaran apapun, tidak akan pernah semili pun aku akan mencapai derajat yang sama di sisimu, sebagaimana beliau di sisimu. Dalam hal rasa aman, rasa tenteram, rasa sayang, dan segala hal yang memungkinkanmu untuk jatuh cinta setiap hari kepada beliau.
Ayahmu, tempat bernaung badan dan pikiranmu. Juga menjadi tempatmu bertanya meski belum tentu ada jawabannya, kamu tidak pernah kecewa. Tempatmu menimba ilmu, dari ilmu dunia dan ilmu agama. Tempatmu bertanya tentang sejarah dunia, sejarah keluarga, juga sejarah pertumbuhanmu dari sebelum dilahirkan hingga sebesar ini.
Dalam segala hal, aku tidak akan pernah sanggup menyamainya. Tidak sedikitpun. Sementara kamu berharap mendapatkan sosok seperti beliau. Tidak sempurna sebagaimana laki-laki pada umumnya, tapi kamu menemukan segala yang kamu butuhkan padanya. Pada ayah yang selalu kamu ceritakan dengan bangga kepada siapapun yang bertanya tentangnya.
Barangkali memang akan selalu begitu. Dan semuanya memang tidak akan pernah sesederhana cerita dalam buku-buku yang kubaca. Karena aku tidak tahu bagaimana mungkin bisa berhadapan dengan seseorang yang menyandang predikat terbaik dalam segalanya di matamu. Aku akan selalu tampak kurang; kurang bijaksana, kurang sopan, kurang ajar, dan semua hal yang sering ditakutkan oleh laki-laki, yaitu kurang kepercayaan diri.
Ayahmu memang yang terbaik dan aku memang tidak akan pernah mampu menjadi terbaik seperti beliau. Ada jarak berpuluh tahun yang harus aku tempuh, barangkali. Untuk bisa duduk dengan tatap mata bijaksana dan pikiran yang tajam, Ada hal-hal yang menuntutku untuk menjadi lebih bertanggungjawab sebagai laki-laki, juga memaksaku untuk menjadi kuat, menjadi berani.
Saat aku berniat membangun sebuah rumah dan menyusun tangga satu per satu untuk lebih banyak kehidupan.
Yogyakarta, 1 Oktober 2017 | ©kurniawangunadi
937 notes · View notes
fatikaskr · 8 years ago
Quote
Kuberitahu sesuatu, Waktu terbaik itu hanya milikmu, bukan milikku. Kau hanya seseorang yang membutuhkan seseorang lainnya untuk mendengar setiap mimpimu, namun kau tidak pernah mencoba untuk mendengar mimpi orang tersebut, karena kau tidak benar-benar menyayanginya.
f
0 notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
#Balada20Tahun
For those who might have been in their 20s or going to be in their 20s.
I know it is very hard to fall in love in this age. I mean, practically, It’s hard because you are no longer a teenager who can easily like someone without thinking about the plus and minus points of his/her, like someone without even think about will your future plans b matched each other, or even as simple as “Can we even get along for a long time periode without any doubts?”
Well, I bet all of us in our twenties are facing the same problem.
Fall in love in this age is about looking for someone who will truly love us just the way we are. It’s all about looking for someone who will try as hard as you’ve been doing so far. And it’s simply about looking for someone who is ready to share his/her future plans with you.
It’s not the time to have relationship without any goals, without any visions, it’s not the time to play, and it’s not the time to choose someone to be your partner based on their look only. It’s time to choose wisely, for once in a life time this might be your biggest decision. Sometimes, I found it odd, when there are people who easily confess their love like there’s no burden at all knowing that they have to deal with him/her, they have to tie their commitment to be together. But then you have to end your relationship because of one and another things, and easily say goodbye.
Isn’t it hurt if you choose to be their partner but then you break up your relationship? Isn’t hurt your feeling seeing someone who used to be your lover holding other’s hand?
It’s not about only him/her who we are going to deal with, but all the people around them, and even the whole things in his/her life. Their family, their friends, their problems, and even their comfort zone. Have you been ready enough to meet his/her family? Have you been brave enough to come into his/her comfort zone? Have you been ready enough to deal with him/her in bad and good sides of them? –because some of them only show their good image while dating.
It’s never easy to deal with someone who will be your whole life time partner. Your significant other. And yeah, those who haven’t found their partner doesn’t mean that they’re not ready yet, but they’re still trying to fix their heart, preparing everything for both of you, and upgrading themselves to be better and better, so that when the time is coming, they’ll be perfectly ready to deal with every single thing in his/her life.
For me personally, dealing with people can not be that easy. It takes time. It takes much effort. Because, diving into your mind and soul will never be as easy as praising your appearace.
-Just a random thought of me, sorry if you guys have something different or not agree with this-
2 notes · View notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
Selalu ada saat dimana kamu tak sengaja berada di suatu tempat -yang kemudian waktu seolah mengembalikanmu pada dimensi ruang dengan detail yang nyaris serupa. Namun sayangnya, seperti ada potongan gambar lain yang hilang. Setelah itu kamu pun tersadar, bahwa ruang itu mengingatkanmu pada; seseorang.
0 notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
Terlanjur dilanda kecewa.. Lebih baik bungkam seribu bahasa, pergi tak bersuara, menghilang layaknya angin di udara, sama-sama mengesalkan keadaan yang ada.
Terjadi. Kembali. Berhenti dimana saatnya berhenti. Berhenti berbicara, berhenti melakukan hal yang tak disuka, berhenti bercengkrama akan ketidakpastian. Bukan berharap. Waktu kan menjawab bahwa Harapan itu telah hilang dengan sendirinya.
Yang berlalu biarkanlah berlalu.
0 notes
fatikaskr · 8 years ago
Quote
… pahami dirimu sendiri. Pahami apa yang paling penting dalam hidupmu, kemudian kejar itu habis-habisan. Jangan menyerah. Mungkin kamu perlu mundur memperbaiki diri, tapi bukan berarti kamu menyerah. Jadilah ketapel, mundur beberapa langkah untuk maju…
Nasihat seorang kakak.
3 notes · View notes
fatikaskr · 8 years ago
Text
Bahagia itu sudah ditetapkan sesuai masanya. Maka setelahnya kita harus tabah menjalani setiap fasenya. Dan fase terberatnya yaitu : bangkit dari keterpurukan tersebut.
1 note · View note
fatikaskr · 8 years ago
Text
Ujian sebenarnya
Akibat habis ngomongin keadaan pondok yang sekarang (Alhamdulillah) makin maju. Saya teringat masa-masa tinggal di pondok dulu. Kurang lebih 5 tahun yang lalu saat saya menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di pondok pesantren. Masuk pesantren ini adalah kemauan pribadi saya, tanpa tuntutan dari siapapun. Dan orang tua, pastinya sangat mendukung. Tamat SMP, saya mulai diantar orang tua ke sebuah pondok pesantren. Letaknya memang di tengah-tengah kota, karena Papa masih khawatir dengan kondisi saya yang sering sakit.
Tanpa keluarga, dan sanak saudara, lingkungan yang benar-benar baru dan asing saya dilepas oleh kedua orang tua saya. Di tempat itu, saya menemukan banyak hal baru. Keluarga baru, menggali ilmu. Bukan hanya ilmu eksak, namun juga agama. Disinilah pencarian jati diri dimulai. Sebuah ikatan persaudaraan terasa begitu kuat.
Menjadi anak pesantren, atau tinggal dan hidup di pesantren bukanlah hal yang mudah. Banyak sekali tuntutan, mulai dari dalam hingga luar. Hidup yang serba diatur, semua harus teratur, dan disiplin. Masa pertama menjadi seorang santri bagi saya adalah masa penyesuaian tersulit, terlebih saya yang berlatar belakang dari sekolah negeri, hafalan masih sangat minim, tajwid masih amburadul. Memasuki pertengahan saya mulai bisa menyesuaikan diri, namun dimasa itulah fase kelabilan muncul. Hanya saja selabil-labilnya santri itu labilnya cerdas dan kreatif, selalu saja ada akal untuk bisa bebas dari aturan-aturan yang mengikat, tapi tetap tidak keluar batas. Makanya jangan heran kalau nemuin santri yang kreatif dan punya ide brilian 😅. Masa-masa terakhir di pondok, ini adalah fase pemahaman. Dimana kita harus mengikuti semua rangkaian proses untuk kelulusan. Dan rasa sedih juga haru karena akan keluar dari rumah yang selama ini menjadi keluh, kesah, susah, sedih, dan bahagia seorang santri.
Dan bagi saya (dan beberapa teman yang sudah lulus dari pondok). Masa-masa pasca lulus dari pesantren adalah masa tersulit. Masa dimana kita harus menyesuaikan diri dari homogen ke heterogen. Bagaimana cara agar kita tetap bisa Istiqomah. Itu adalah yang paling sulit.
“Menjaga”.
Nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Kehidupan di luar dunia pesantren itu sangat keras. Dan pastinya setelah kamu keluar dari pesantren, kamu akan merindukan masa-masa dimana lantunan ayat Al-Qur'an selalu bergema disetiap sudut, tidak perlu takut dicap sok alim atau ekstrim ketika membaca Al-Qur'an ditempat umum. Masa dimana pertemanan adalah keluarga sekaligus guru paling berharga, dan masih banyak lagi.
Hidup dan tinggal di pesantren itu asyik kok, dan anak pesantren itu istimewa. Syukuri itu. Karena ini saya rasakan sendiri, perjalanan 3 tahun yang membentuk diri saya saat ini. Pengakuan ini datang dari keluarga dan teman dekat saya saat sekolah di SMP dulu. Menjadi lebih kuat, tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab. Meskipun belum sepenuhnya, saya selalu mencoba untuk berproses menjadi versi terbaik.
Terimakasih banyak untuk guru-guru, teman, ustadz, ustadzah, Bu Nyai, Pak Kyai, Gus, Ning, dan semua penghuni pondok yang membesarkan saya selama 3 tahun. Bagi saya kalian luar biasa dan saya bangga.
1 note · View note