Aries Hamal Mesa I am a cardinal zodiac sign and fire element. The proud dragon, also a millenium-born. True, fellow Arian. ✩ Love many things, Hate many things. Life is balance, uh?
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Jodoh Rahasia Tuhan
(romansa, islami)
Perkenalkan, namaku Siti Izumi. Aku adalah seorang santriwati di pondok pesantren Al-Islamiyah yang berada di desa Konoha.
Saat ini aku sedang menuntaskan tahun terakhir studi kuliahku di pesantren ini sembari membantu Ummi, sebutan untuk istri kyai, mengajar para santriwati baru. Ummi Mikoto sangat baik hati, beliau sudah seperti ibu kandungku sendiri. Ummi mengizinkan ku untuk mengajar di pesantren ini, karna beliau tahu kalau aku adalah tulang punggung keluarga.
Ya, ayahku telah meninggal saat aku berusia 5 tahun, dan kini aku hanya tinggal berdua saja dengan ibuku yang bekerja sebagai penjual nasi uduk di depan rumah. Penghasilan yang kudapat dari mengajar memang tidaklah besar, tetapi aku harap itu bisa meringankan beban ibu.
Pesantren Al-Islamiyah ini telah lama didirikan oleh KH. Indra Otsutsuki dan saat ini dipimpin oleh keturunannya, KH. Fugaku Uchiha. Kyai Fugaku Uchiha sangat terkenal dikalangan masyarakat luas terutama dikalangan para pemimpin pesantren. Beliau memiliki wibawa dan kharisma yang tinggi, serta terkenal dengan ilmu agamanya yang dalam. Istrinya, Ummi Mikoto Uchiha pun terkenal sangat baik hati, dermawan dan berparas cantik. Dilihat dari sosok pemimpinnya yang ideal, tidak salah jika pesantren Al-Islamiyah ini sangat masyhur bahkan hingga ke negara tetangga.
"Izumi? Kamu melamun?" Suara Ummi memasuki indera pendengaran ku.
"Eh" Aku tersentak dari lamunanku, "Maaf Ummi" jawabku sambil tersenyum malu dan segera melanjutkan aktivitas mengiris bawang merah yang sempat terhenti karna lamunanku.
Saat ini, aku dan Ummi sedang berada di dapur. Selain membantu mengajar, Ummi juga sering mengajak ku untuk menemaninya dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Seperti sekarang ini, aku sedang membantu Ummi memasak, karna akan kedatangan tamu penting ke rumahnya.
"Melamunkan apa sih siang-siang begini, kepikiran jodoh ya?" Pipiku langsung bersemu merah saat Ummi menggodaku dengan kata jodoh.
Mendengar kata jodoh, membuatku teringat dengan umur. Tahun ini, umurku akan menginjak 24 tahun, memang sudah waktunya untuk memikirkan tentang jodoh. Tetapi saat ini, prioritas ku hanya ingin membahagiakan ibuku, tidak ada yang lain.
"Hayo.. kok melamun lagi? Benar ya kepikiran jodoh?" Ummi tertawa kecil saat menggodaku. Duh Ummi, suara tawanya saja sudah terdengar anggun.
"Ti-tidak Ummi, bukan itu" Aku gelagapan saat menjawabnya. "Saya cuma kepikiran, selama ini Ummi sudah baik banget bantuin saya sama Ibu. Tapi sampai sekarang, saya belum per...", belum selesai aku berbicara, Ummi sudah memotong ucapan ku.
"Hush, kamu ini ngomong apa sih, itukan sudah jadi kewajiban kita buat saling tolong menolong sesama umat manusia. Ummi ga minta apa-apa dari kamu. Yang penting kamu terus berbuat baik dan selalu mengamalkan ajaran agama kita. Terlebih kamu perempuan, kelak akan jadi seorang istri dan melahirkan keturunan. Ibu itu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya, jadi kamu harus banyak belajar dan beramal supaya kelak menjadi istri dan ibu yang Sholihah." Walaupun suara Ummi bercampur dengan hiruk pikuk suasana dapur, tapi nasihat Ummi selalu bisa menyentuh hatiku.
"Iya. Maaf Ummi, tadi saya malah ngeluh."
Ummi tersenyum menanggapi ucapanku dan memulai topik obrolan baru. Kami pun melanjutkan mengobrol sambil memasak.
"Nah Izumi, Ummi serahin sisanya ke kamu ya. Ummi mau siap-siap dulu nyambut tamu, perhitungan datangnya sih 30 menit lagi." ucap Ummi sambil mencuci tangannya, dan segera beranjak untuk meninggalkan dapur.
"Siap Ummi." aku membalas ucapan Ummi dengan bersemangat sambil mengacungkan jempol.
"Oke, terima kasih ya Izumi." Ummi juga mengacungkan jempolnya dan segera menghilang keluar dari area dapur.
Setelah Ummi pergi, suasana dapur yang tadi hanya diisi dengan suara berbagai peralatan memasak, kini menjadi semakin riuh dengan obrolan para bibi. Bibi adalah sebutan untuk asisten rumah tangga yang membantu Ummi. Jika ada Ummi di dapur, mereka memang sungkan untuk mengobrol keras-keras, malu sama Ummi katanya. Melihat tingkah yang sudah sangat aku hapal ini, membuatku tertawa dalam hati. Mereka lucu sekali, batinku.
Saat aku mulai fokus melanjutkan pekerjaanku, aku tidak sengaja mencuri dengar percakapan mereka,
"Katanya, yang mau datang anaknya Ummi yang ganteng itu"
"Yang kuliah di luar negeri itu?"
"Ah yang bener? Kata siapa?"
"Iya, semalam waktu saya lagi ngecekin pintu-pintu di rumah, saya ga sengaja denger Kyai sama Ummi ngobrolin kedatangan anaknya"
"Yang mana? Anaknya Ummi kan ada 2, ganteng-ganteng semua lagi"
"Iya yang mana? Dua-duanya juga kuliah di luar negeri"
"Haduh saya lupa namanya, pokoknya anaknya yang sulung itu loh, yang kuliahnya di Mesir"
Sulung? Mesir? Aku sangat kenal anak Ummi yang memiliki kriteria seperti itu. Tapi... apa benar kalau dia yang akan datang?
Seketika, ingatanku terlempar ke masa lalu. Saat aku yang berusia 5 tahun sedang menangis di hari lomba MTQ, sehari setelah kematian ayahku. Sepanjang hari itu aku menangis karena ayahku tidak akan hadir ke lomba MTQ ku yang pertama, aku menangis, bahkan sejak berada di panggung hingga setelah aku kembali ke kursi peserta.
"Kamu mau permen?"
Sebuah suara dari seorang anak laki-laki berhasil menghentikan tangisku. Aku menghapus sisa air mata agar dapat melihat dengan jelas sosok itu. Anak laki-laki tersebut kira-kira seumuran denganku, ia sedang tersenyum sambil menyodorkan permen lolipop warna-warni.
Melihat reaksiku yang hanya diam saja, anak itupun menarik tanganku dan meletakkan lolipop tersebut disana. "Ini permen biar kamu tidak nangis lagi." lanjut anak itu dengan tetap mempertahankan senyuman tulus di wajahnya.
"Kata Ummi, kalo kita nangis, muka kita jadi jelek loh" anak itu berbicara dengan gaya seakan sedang mengajariku, "nanti jeleknya kayak gini" lanjutnya sambil memeragakan wajah yang konyol.
Melihat wajah konyol tersebut sontak membuatku tertawa.
"Yeyy kamu udah ketawa!" anak itu berteriak kegirangan, "Sekarang kita main yuk!"
Aku mengangguk mengiyakan ucapannya yang mengajakku bermain. "Nama aku Itachi, nama kamu..." belum selesai anak yang bernama Itachi tersebut berbicara, seseorang telah mengangkatnya dan menggendong Itachi, "Itachi, kamu ini darimana aja sih. Kamu dicariin Ummi dari tadi." ucap orang tersebut sambil menjawil hidung Itachi.
Setelah berbicara kepada Itachi, orang tersebut langsung melihat ke arahku, "Sudah dulu ya mainnya gadis kecil, Itachi-nya sudah dicariin sama Ummi." ucapnya dengan tersenyum dan segera meninggalkan lokasi tempat ku berada.
Itachi... aku menyebutkan nama anak tersebut dalam hatiku sembari memperhatikan kepergian mereka.
Sejak melihat senyum tulusnya untuk menghiburku dihari itu, aku mulai mengagumi sosok Itachi. Prestasi Itachi yang selalu Ummi ceritakan, diam-diam ku jadikan sebagai motivasiku dalam belajar. Mungkin aku naif, mengagumi seseorang yang sudah sangat jelas derajatnya jauh lebih tinggi dariku. Seseorang yang bahkan tidak mengenal namaku. Tapi aku tidak meminta lebih, aku sudah cukup bersyukur diizinkan oleh tuhan untuk bisa mengaguminya dalam diam.
--------
Sudah sebulan sejak kepulangan ustadz Itachi dari Mesir. Kini beliau diberi amanah untuk mengajar santriwan, sekaligus dipersiapkan oleh Kyai Fugaku untuk meneruskan kepemimpinan pesantren Al-Islamiyyah ini kelak. Maka dari itu aku memanggilnya dengan sebutan ustadz, dan karna memang sudah seharusnya begitu.
Beberapa hari ini, jika aku sedang ada keperluan ke rumah Ummi, aku melihat ustadz Itachi mengobrol dengan ustadz Shisui dan seorang perempuan. Aku tau ustadz Shisui, beliau adalah kerabat dekat ustadz Itachi. Tapi aku tidak pernah lihat yang perempuan. Karna penasaran, maka aku pun bertanya kepada bibi ketika sedang membantu di dapur,
"Bi, tamunya ustadz Itachi yang perempuan itu siapa ya? Kayaknya saya baru liat."
"Oh yang perempuan itu ustadzah Hana, anaknya kyai Inuzuka yang sekarang mimpin pesantren Kalbu. Kalo tidak salah, itu temennya ustadz Itachi waktu kuliah di Mesir."
Aku mengangguk mendengar penjelasan bibi. Kalau pesantren Kalbu aku tau, itu salah satu pesantren besar di negara api, sama seperti pesantren Al-Islamiyah ini. Pantas saja terlihat sangat akrab dengan ustadz Itachi dan ustadz Shisui, mereka sama-sama berkuliah di Mesir.
"Huft..." tanpa sadar, aku menghela nafas.
Aku teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu, saat aku ditawarkan beasiswa prestasi untuk kuliah ke Mesir. Jujur saja, aku sangat ingin mengambilnya, tapi... aku tidak bisa meninggalkan ibu sendirian di sini. Walaupun ibu berkali-kali bilang tidak apa, aku tau itu hanya untuk menenangkanku saja.
Aku melepas beasiswa tersebut dengan ikhlas dan melanjutkan studi kuliah di pesantren Al-Islamiyyah ini. Di sini aku bisa tetap belajar sambil membantu ibu, aku sudah sangat senang dengan itu.
"Bibi dengar, ustadz Itachi dijodohkan sama ustadzah Hana ya?"
Mendengar perkataan bibi, aku sontak menoleh dengan ekspresi terkejut. "Dengar dari siapa bi?"
"Bibi-bibi yang lain sering ngobrolin itu. Bibi sendiri juga, sebenarnya pernah tidak sengaja dengar percakapan mereka waktu bibi lagi nganterin jamuan. Ngobrolin tentang pernikahan gitu, tapi bibi cuma dengar sekilas aja. Tidak tau pernikahan siapa yang lagi dibicarakan. Apa nak Izumi tidak pernah dengar beritanya?" penjelasan bibi sukses membuat perasaanku campur aduk.
Aku menggeleng, "Tidak bi. Ini malah saya baru dengar dari bibi. Apa Ummi pernah bahas ini langsung?" aku mencoba memastikan dari sumber yang terpercaya. Meskipun aku tau ustadz Itachi sangat jauh berbeda denganku, tapi tetap saja, perasaanku ini adalah perasaan seorang perempuan. Yang terdapat sedikit harapan pada perasaan tersebut.
"Kalo ditanya tentang itu, Ummi jawabnya cuma senyum aja. Malah disuruh tanya langsung ke ustadz Itachi."
Jawaban itu malah semakin membuat perasaanku sesak. Rasanya, aku ingin menangis sekencang-kencangnya. Tapi, siapa aku? Anak yatim sepertiku tidak mungkin bisa meraih ustadz Itachi yang merupakan seorang anak kyai terpandang. Aku memang harus sadar diri.
Sejak mendengar berita perjodohan ustadz Itachi, aku menyibukkan diri dengan tugas akhir kuliah ku dan menghindari berita apa pun terkait beliau. Aku tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, karna itu sama saja dengan aku mengecewakan Ummi dan ibu. Aku benar-benar telah melupakan perasaanku.
Sebulan lagi aku akan di wisuda, dan sudah 5 bulan sejak terakhir kali aku mendengar berita tentang ustadz Itachi. Untuk mengisi waktu luang sebelum wisuda, aku mulai mengajar santriwati lagi.
Dan sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai, lebih baik aku segera masuk ke ruangan kelas.
*Krrriiinggg drrttt drrrttt*
Ponselku berdering saat hendak berbelok ke area ruang kelas.
Aku segera mengambilnya dari saku dan melihat tulisan 'ibu' di sana. Aku mengernyit, tumben sekali ibu menelpon ku saat aku sedang akan mengajar .
"Assalamualaikum bu."
"Waalaikumsalam, nak Izumi ini om Minato. Kamu sekarang pulang ke rumah ya. Sudah ditunggu sama semua yang ada di rumah. Sudah segitu aja, ini om ga bisa lama-lama telponnya. Yang penting kamu harus langsung berangkat ke sini. Wassalam."
Tut...tut...tut... Telpon langsung dimatikan dari seberang.
Singkat sekali. Aku menjadi panik dan bertanya-tanya, Kemana ibu? Kenapa om Minato yang menelpon? Ada apa di rumah? Semua yang ada di rumah itu siapa? Apa ibu baik-baik saja?
Aku yang hendak berjalan ke kelas, mengubah haluan menuju ke parkiran untuk segera bergegas pulang ke rumah.
Sebelum sampai di parkiran, aku sempat bertemu dengan seorang anak muridku. Anak tersebut menyampaikan pesan dari Ummi yang menyuruhku untuk segera pulang ke rumah. Ini semakin membuatku panik, bahkan Ummi juga menyuruhku pulang? Sebenarnya ada apa?
Aku melajukan kendaraanku dengan kencang agar bisa segera sampai di rumah dan untuk mengenyahkan semua pikiran negatifku tentang keadaan di rumah.
Ketika sudah sampai rumah, aku melihat sebuah mobil di halaman. Tamu? Siapa? Ada perlu apa?
Semakin penasaran, aku segera masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru.
"Assamualaikum ibu!" aku mengucap salam dengan lantang, nyaris berteriak.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarakatuh" semua yang berada di ruang tamu serentak menjawab salamku.
Seketika, aku tertegun melihat siapa tamu tersebut. Tamu itu...
"Nah, Izumi sudah datang ya," aku mendengar suara om Minato menyambutku, "Duduk sini, sudah ditunggu oleh tamunya dari tadi."
Dengan gugup, aku menuju kursi yang ditunjuk oleh om Minato. Yaitu, kursi yang berseberangan langsung dengan si tamu.
Dan tamu itu... adalah ustadz Itachi. Beliau datang bersama dengan ustadz Obito dan ustadzah Rin yang merupakan pasangan suami istri pengasuh pesantren kepercayaan kyai Fugaku.
Ada keperluan apa ustadz Itachi datang ke rumahku? dan.. Kenapa tadi aku berteriak?! Duh, memalukan sekali!
Om Minato memperkenalkan para tamu kepadaku dan menyampaikan kalau mereka sudah mengutarakan keperluannya kepada om Minato. Disepanjang perkataan om ku, aku hanya menundukkan kepala saja, karna sebenarnya aku sangat gugup dan rasanya seperti ingin menghilang.
"Izumi, nak Itachi ini datang langsung ke sini menemui ibu dan om bersama dengan walinya, dengan maksud dan tujuan untuk meminta izin melamar kamu."
Aku sontak menoleh ke arah om Minato, memastikan kalau aku tidak salah dengar.
"Untuk kejelasannya, om sama ibu sih serahkan ke kamu, kamu pasti tau apa yang baik buat kamu."
Aku menjadi
"Jadi, silahkan kalian mengobrol dulu, saling mengenal satu sama lain. Om pamit ke belakang, mau bantu ibu siapkan kudapan."
Om Minato beranjak dari duduknya dan pergi ke dapur. Meninggalkan aku, ustadz Itachi, ustadz Obito dan ustadzah Rin di ruang tamu. Suasana menjadi sepi selama beberapa saat, sampai aku mulai memberanikan diri untuk memulai percakapan.
"Maaf ustadz, apa ustadz yakin dengan lamaran ini? Maksud saya, apa ini bukan karna keterpaksaan? Bu, bukannya saya menolak, tapi, apa ustadz kenal saya? Dan ustadzah Hana... bukannya ustadz sudah dijodohkan dengan ustadzah Hana?" suaraku melemah saat membahas ustadzah Hana, entahlah, mungkin itu cemburu.
"Sebelumnya saya juga minta maaf, karna sudah datang dengan sangat mendadak."
"Ah ya tidak apa-apa," aku segera membalas
"Terima kasih atas pengertiannya." ustadz Itachi tersenyum sebelum melanjutkan perkataannya, "Sepertinya ada kesalah pahaman di sini, Hana memang sedang mempersiapkan pernikahan, tetapi dengan orang lain, bukan saya. Saya, Shisui, dan Hana adalah teman yang sangat dekat, jadi kami ikut membantu persiapan pernikahan. Hanya itu saja."
Aku mengangguk dengan wajah menghadap ke bawah. Aku tidak ingin ekspresi-ku terlihat.
Suasana hening sejenak, "Ya, kita mungkin tidak saling mengenal... tapi saya ingat, saat berusia 5 tahun, saya pernah mengenal seorang gadis seumuran saya yang menangis di hari perlombaan MTQ-nya saat itu."
Mendengar kalimat yang terakhir, aku sontak menatap ke arah beliau. Tatapan kami beradu pandang, dan ustadz Itachi kembali melanjutkan perkataannya.
"Jika antum berkenan, saya ingin antum menyampaikan kabar lamaran ini untuk gadis itu. Karna sejujurnya, gadis itulah yang menguatkan keyakinan saya, hingga bisa membawa saya ke sini. Juga sampaikan terima kasih untuk dia, karna telah menjadi motivasi saya sampai hari ini dan semoga hingga seterusnya." beliau mengakhiri ucapannya dengan tatapan serius.
Aku sempat tercengang, sampai secara sadar aku merasakan wajahku menghangat. Aku mendadak salah tingkah, dan mencoba berbicara walau tidak dapat menahan senyum yang berkembang dari bibirku.
"Ya ustadz, akan segera saya sampaikan. Gadis itu pasti sangat senang dan bahagia mendengar kabar itu. Dia akan merayakan kebahagiaan sederhana dengan lolipop yang sangat dia sukai sejak berusia 5 tahun." Aku menundukkan wajah sebelum melanjutkan perkataanku,
"Dan, gadis itu juga akan mengucapkan terima kasih, untuk alasan dan harapan yang sama dengan antum."
Selesai.
Note: Re-publish dari wattpad.
0 notes
Text
Dari Balik Jendela
Langit sudah semakin cerah saat aku terbangun dan melihat ke arah jendela. "Huh, aku harus pergi ke sekolah," dengusku dalam hati. Aku mengambil handuk coklat dan beranjak ke kamar mandi. Sehabis mandi, aku memakai seragam sekolah dan segera turun ke lantai bawah untuk bersarapan dengan ibu. Tentu saja aku harus mengisi tenaga sebelum melalui hari yang berat di sekolah, terlebih saat ini aku sudah memasuki tahun terakhir sebelum kelulusan.
Sesampainya di sekolah, aku langsung memasuki ruang kelas. Bangku di sampingku masih kosong, sepertinya dia belum datang. Dia itu adalah Itachi Uchiha, teman sebangku-ku dan... aku menyukainya. Aku sudah menyukainya sejak kecil. Ya, kami sudah berteman sejak kecil karena kami berasal dari klan yang sama, Uchiha. Itachi merupakan anak dari pemimpin klan Uchiha, tentu saja, Itachi mewarisi kharisma ayahnya. Dia sangat populer di kalangan para gadis di sekolah.
Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa menyukainya. Mungkin, karna wajahnya yang menawan, mata onyx-nya yang tajam, hidungnya yang mancung, atau bibirnya... Entahlah, aku menyukainya begitu saja. Terkadang, cinta tidak butuh alasan kan?
Dari pertama sekolah, aku selalu duduk bersebelahan dengannya. Tempat duduk di kelas kita tidak diatur, tetapi, dia yang ingin. Mungkin karna dia populer, dan malas berurusan dengan para gadis tak dikenal yang selalu berlebihan memujanya. Dia selalu mengajakku duduk di barisan bangku dekat jendela. Alasannya, karena dia suka melihat ke jendela. Aku mengikuti saja.
Tiba-tiba, sosok Itachi datang dari luar pintu, melihat kehadirannya saja sudah ingin membuatku tersenyum. "Pagi Izumi, tumben kamu pagi-pagi udah di sekolah," tegur Itachi. Aku hanya bisa tersenyum, aku tidak tahu harus berkata apa. Seorang Itachi yang aku sukai, menegurku dengan kata-kata selamat pagi, itu sangat membuatku salah tingkah.
Itachi membalas senyumanku, tampaknya dia senang melihat wajahku yang terlihat sangat bodoh ini. Apakah separah ini aku menggilai seorang Itachi? Aku pun juga tidak tahu. Seketika, Itachi menduduki bangku di sampingku, dan melihat ke arah jendela.
Aku bingung, kenapa Itachi sangat senang melihat ke arah jendela, apa di ujung sama Itachi sedang melihat seorang gadis lain? Huh, aku hanya gadis biasa, mana mungkin Itachi menyukaiku, itu hanya pikiran bodoh yang sering terlintas di otak-ku. Walaupun berasal dari klan yang sama, tetapi posisi kita berbeda. Itu jelas.
Sebenarnya, aku tidak mau momen ini hilang begitu saja, momen saat aku dan Itachi hanya berdua di kelas. Namun, sayangnya, kelas mulai penuh dan Pak Danzo sudah siap mengajar. Pak Danzo adalah salah satu guru yang menyeramkan di sekolah ini, entah karena wajahnya, atau apanya aku tidak tahu.
Selama jam pelajaran pak Danzo, Itachi hanya mengabaikan dan melihat ke arah jendela. Itachi sudah ditegur 2 kali hari ini oleh pak Danzo karna tidak memperhatikan pelajaran, tetapi, Itachi tetap mengabaikannya dan melihat ke arah jendela lagi.
Aku semakin curiga, apa yang dilihat oleh Itachi, entah kelas di ujung sana, atau ...? Ah, aku tidak tahu, aku bahkan tidak berhak melarang Itachi menyukai orang lain selain aku. Aku tahu itu hal bodoh, tetapi, yang aku inginkan hanyalah ... dicintai oleh seorang Itachi.
Di pikiranku selalu bertanya-tanya, apa yang Itachi lihat? Aku pun menoleh ke arah jendela, di seberang sana terdapat kelas XII-1, apa Itachi menyukai seseorang di kelas itu? Tidak mungkin, tapi mungkin saja, ah rasanya aku ingin berteriak di depannya, dan memberi tahunya kalau aku sangat sayang kepadanya.
Saat jam pelajaran usai, aku menanyakan langsung kepada Itachi, sebenarnya apa yang dilihatnya di seberang sana, tetapi, Itachi hanya menjawab, "Nanti juga kamu tau kok". Sungguh, aku ingin menangis, tetapi, air mataku tidak akan mengubah rasa sayangku sedikit pun untuknya. Dan, dengan air mataku ini, tidak akan bisa mengubah perasaan Itachi untuk menyukaiku. Sungguh, aku ingin menjauhi Itachi, sangat ingin!
Keesokan harinya, aku tetap berpura-pura tidak peduli kepada Itachi, sebenarnya ini sangat menyiksaku, sangat. Karena, berpura-pura tidak apa-apa itu jauh lebih sulit daripada mengakui kalau itu menyakitkan. Mungkin Itachi tidak mengerti perasaanku, mungkin saja, tidak akan mengerti. Rasanya, aku ingin berhenti berharap, tidak akan mungkin Itachi membalas perasaanku, terlebih dengan penampilanku yang biasa saja seperti ini.
Jam istirahat dimulai, baru saja aku keluar dari kelas ingin menuju kantin, Hana, anak kelas XII-1 dan juga yang merupakan seorang sahabat baikku, berteriak memanggil namaku dan menghampiriku. Hana bilang, dia menyukai Itachi. Sungguh, mendengar sahabat baikku menyukai seseorang yang ku sukai, aku ingin menangis tanpa henti sekarang.
Mungkin, selama ini Itachi melihat Hana yang berada di kelas seberang dari jendela, aku tahu, Hana adalah tipe orang yang menyenangkan, baik hati, pintar dan juga cantik. Hana juga merupakan anak dari pemimpin klan besar, Inuzuka. Mereka memiliki posisi yang sama, mereka pasti sangat cocok. Pantas saja Itachi menyukainya.
Hana bilang, Itachi sering menoleh ke arahnya dari balik jendela. Ternyata benar, orang yang selama ini dilihat Itachi dari jendela itu adalah Hana, dan Hana bilang, Itachi sering tersenyum kepadanya. Mendengar Hana bercerita, aku hanya tersenyum, dan berpura-pura ikut senang atas kesenangan Hana.
Hana memintaku untuk memperkenalkan dirinya kepada Itachi, aku hanya menganggukkan kepalaku dan mengantar Hana ke dalam kelasku untuk menemui Itachi.
"Itachi, ini Hana Inuzuka, anak kelas XII-1, dia mau ngobrol sama kamu, boleh ya? Aku mau ke kantin nih, have fun ya buat kalian." Aku tersenyum kecil, dan Itachi hanya balas tersenyum melihatku.
Sebenarnya, aku bukanlah ke kantin, tetapi ke toilet. Melihat sahabatku, berdua dengan orang yang aku suka, rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya, perasaanku campur aduk.
Aku kembali ke kelas, dan melihat Itachi sedang tertawa ria dengan Hana, mereka terlihat sangat cocok, benar-benar pasangan yang serasi. Perasaanku sakit, aku tidak ingin melihat mereka berduaan , saat ini, aku hanya ingin waktu berjalan sangat cepat. Aku menunggu bel pulang, tapi itu masih lama. Aku menjalani sisa pelajaran hari itu tanpa semangat.
Akhirnya, bel pulang pun sudah berbunyi. Tetapi aku tidak langsung pulang. Aku sengaja berada di dalam kelas sampai keadaannya kosong, aku sedang ingin melamun sekarang. Aku merasa seperti gadis paling bodoh di alam semesta, mencintai seseorang yang mencintai sahabatku sendiri, apa aku ini tulus atau bodoh?
Saat aku menunduk untuk mengambil pensilku yang terjatuh ke bawah meja, aku tidak sengaja melihat ke arah kolong meja Itachi dan melihat buku catatannya yang terbuka. Aku mengambilnya dan berniat untuk mengembalikan langsung kepadanya, buku catatan pelajaran tidak boleh hilang kan? Saat hendak menutup buku tersebut, mataku tidak sengaja melirik tulisan yang ada di sana, ternyata itu bukan buku catatan pelajaran, hanya buku coretan biasa.
Aku melihat halaman demi halaman, aku tersentak dengan tulisan yang ada di sana. Buku ini berisi catatan Itachi tentang gadis yang disukainya.
Dia cantik ya? Ah, dia juga sangat manis. Wajahnya saat senang, bosan, cemberut, bahkan saat tertidur pun, dia lucu sekali. Melihat wajahnya dari jendela saja sudah bisa membuat perasaanku senang. Aku selalu memperhatikannya dari jendela, aku memperhatikan saat dia sedang serius memperhatikan pelajaran, saat sedang mengantuk, aku memperhatikannya setiap saat. Dia benar-benar telah mengambil hatiku, aku rasa, aku mencintainya.
Aku meneteskan air mata, aku tidak tahan dan tidak ingin melihat halaman berikutnya. Ini hanya membuat perasaanku semakin sakit. Itachi, aku tau Hana adalah tipemu, ya, dia cantik dan sangat manis kan? Saat ini, aku merasa semakin bodoh karna telah mencintainya. Itachi, tidak kah kamu bisa mencintaiku sedikit saja?
Aku menutup buku catatan milik Itachi tersebut. Tiba-tiba, "Izumi? Kenapa kamu nangis?", itu suara Itachi. Aku terburu-buru menghapus air mataku dan menoleh ke arahnya, "Ah tidak, mataku kemasukan debu. Kamu, kenapa belum pulang?" Aku berbohong dan mencoba menguatkan hatiku.
"Aku ke sini mau ambil barang yang ketinggalan, mungkin ada di kolong meja." Itachi menjawab sambil melihat ke arah tanganku yang masih memegang buku catatan miliknya. Aku pun baru menyadarinya, kalau buku catatan Itachi masih ada di tanganku. Aku segera menaruhnya di atas meja, "Maaf, tadi mau aku kembalikan langsung ke kamu. Aku pulang duluan ya," Setelah mengetahui perasaan Itachi yang sebenarnya untuk Hana, aku tidak tahan untuk berada di dekat Itachi, itu hanya membuatku ingin menangis lagi.
Tetapi, sebelum aku sempat melewatinya, Itachi langsung menarik tanganku, "Aku tau, kalo kamu nangis. Kenapa? Kamu udah baca buku catatan punya aku kan? Udah tau kan, apa yang selalu aku liat di balik jendela?"
Itachi bodoh! Seharusnya dia tau kenapa aku menangis setelah melihat buku catatan miliknya, kenapa dia malah bertanya seperti itu? Seharusnya dia sadar kalau aku mencintainya, bukan menanyakan aku tahu atau tidak dengan jendela yang selalu ditatapnya setiap hari!
"Iya! Aku tau semua, yang kamu liat selama ini Hana kan?! Selama ini, apa kamu tidak tau kalo aku suka sama kamu? Aku sayang sama kamu, apa kamu tidak bisa peka sedikit untuk perasaanku? Kenapa kamu malah menanyakan jendela itu? Aku tau Hana lebih baik daripada aku, aku tau di mata kamu Hana itu sempurna, tapi mungkin aja, kamu tidak akan pernah bertemu gadis seperti aku yang bodoh setengah mati karna bertahun-tahun menunggu kamu. Aku tau, aku bodoh karna udah nyimpan perasaan ini sendirian selama bertahun-tahun, perasaan yang udah bikin aku sakit hati. Iya, aku udah baca buku catatan kamu, aku udah tau semuanya!" Sebenarnya, aku tidak ingin berbicara sekasar itu pada Itachi.
Aku melihat Itachi dengan wajahnya yang kebingungan, aku tidak mengerti. "Hn? Kok kamu jadi gini? Bukannya harusnya kamu senang? Apa kamu belum baca halaman terakhirnya? Itukan tentang kamu, kenapa kamu malah nangis begini? Ini, seharusnya kamu baca buku ini sampai selesai." Itachi menjawabku sambil memberikan buku catatan tersebut.
Aku bingung dengan jawaban Itachi yang seperti itu, apa maksudnya? Apa aku harus membaca halaman terakhirnya? Apa Itachi sengaja ingin membuatku semakin sakit hati? Ah, lebih baik aku melihat halaman terakhir itu dulu, aku pun mengambil buku catatan tersebut dari tangan Itachi.
Aku membuka halaman terakhir dan mulai membacanya perlahan-lahan. Kemudian, aku menemukan tulisan tangan Itachi yang seperti ini:
Wajahmu, lucu, aku tau kamu baik, ramah, aku tau kamu pintar, cantik. Kamu berbeda dari gadis lainnya, aku tau kamu selalu bertanya-tanya, kenapa aku selalu melihat ke arah jendela. Seandainya kamu tau, jendela itu menghasilkan pantulan seperti cermin. Dan sebenarnya, aku tidak melihat ke arah seberang sana, tapi, aku melihat wajahmu, Izumi Uchiha.
Tiba-tiba tubuhku membeku, aku tidak tahu harus bereaksi apa. "I-Itachi... ini..."
"Sekarang kamu sudah tau kan, kenapa aku sering melihat ke arah jendela? Itu untuk lihat pantulan wajah kamu dari jendela, Izumi."
Selesai.
Note: Re-publish dari wattpad. Aku bikin ini karna keinget sama cerita yang pernah aku baca sekitar 7-8 tahun lalu. Mungkin kalian ada yang pernah baca bentuk cerita kek gini sebelumnya, ya mungkin itu cerita yang sama. Aku suka banget sama cerita itu, dan sampe sekarang pun ga lupa. Aku shipper-nya itaizu dan ngerasa mungkin cerita ini cocok dibikin versi mereka. Tapi sayang bgt, aku lupa judul buku yang ada cerita ini didalemnya. Aku cuma inget garis besar ceritanya aja. Aku ga bisa bilang ini terinspirasi sih, tapi, aku bikin cerita ini sesuai ingetan aku dari cerita itu dan sisanya aku tambahin sendiri.
1 note
·
View note
Photo


Definisi dari 'direstui keluarga, tapi gak direstui keadaan.'
0 notes
Photo
THANK YOU SO MUCH!!!!!!! i will never accept the ending for these two here. NEVER! givin her last sweet moments, putting her in a tsukyomi where she lived the entirety of her life, growing old with Itachi, in a fraction of a second, before killin her….*sobbinghard*
121 notes
·
View notes
Quote
The day is made up of 24 hours and an infinite number of moments. We need to be aware of those moments and make the most of them regardless of whether we're busy doing something or contemplating life.
Paulo Coelho, The Witch of Portobello
0 notes
Photo
LMAO mentang-mentang ga keliatan jadinya kurang diperhatiin

2K notes
·
View notes
Text
Gue dulu anak AIESEC, and we have this meaningful statement that we hold in our heart; "Indonesia is a home". Meskipun dengan semua kekurangannya, gue masih berusaha untuk ga ngebenci negara ini. But dude, at this point, I dont know anymore. Gue sayang Indonesia sebagai sebuah negara dengan segenap kekayaannya, gue sangat menghargai para pejuang dan pahlawan, gue bangga sama bahasa Indonesia, tapi Indonesia sebagai institusi yang seharusnya melindungi rakyat malah begini tingkahnya.
Ga heran Kak Gitasav bilang kalo hidup di Indonesia ibarat kejebak di hubungan yang toxic, mau pergi ga bisa, tinggal karena terpaksa.
"Indonesia is a home", they said. But sometimes, at some point, home can no longer feel like home. Sometimes, it turns to hell.
53 notes
·
View notes
Text
THERE IS A WAY
Jalaluddin Rumi
There is a way between voice and presence,
where information flows.
In disciplined silence it opens.
With wandering talk it closes.
1 note
·
View note
Audio
Waktu kecil gue punya kotak musik, trus musiknya lagu ini. Langsung jatuh cinta deh
0 notes
Text
LMAO keturunannya Indra
Pas PDS4 maunya tarung sama Hashirama, udah dikasih bunshinnya juga gamau. (Chapter 632)
Katanya dia mulai perang bukan karna Rin, eh pas battle sama Kakashi malah ngungkit mulu. (Chapter 629)
Waktu ditanya ttg Izumi bilangnya gaada apa-apa, padahal awalnya pas Shisui nyebut nama Izumi lgsg nengok. (Itachi Shinden Vol.1)
Ngomong sama Naruto ngomel-ngomel, pas dipanggil Sakura langsung soft gitu. (Chapter 60)
YAELAH UCHIHAAAAA WKWKWK
10 notes
·
View notes
Audio
Hello darkness, my old friend I've come to talk with you again Because a vision softly creeping Left its seeds while I was sleeping And the vision that was planted in my brain Still remains Within the sound of silence
0 notes
Audio
Lord, I'm one, Lord, I'm two Lord, I'm three, Lord, I'm four Lord, I'm five hundred miles away from home Away from home, away from home
0 notes
Text
ANY LIFETIME
Jalaluddin Rumi
Any lifetime that is spent without seeing the master Is either death in disguise or a deep sleep. The water that pollutes you is poison; The poison that purifies you is water.
0 notes
Video
tumblr
BRUH, IM IN LOVE WITH THEM!!! They’ve been happily sailing in the sky, right? 😭😭😭
12 notes
·
View notes
Text
A FAIRY SONG
William Shakespeare
Over hill, over dale, Thorough bush, thorough brier, Over park, over pale, Thorough flood, thorough fire! I do wander everywhere, Swifter than the moon’s sphere; And I serve the Fairy Queen, To dew her orbs upon the green; The cowslips tall her pensioners be; In their gold coats spots you see; Those be rubies, fairy favours; In those freckles live their savours; I must go seek some dewdrops here, And hang a pearl in every cowslip’s ear.
0 notes