Erika Hidayanti - Indonesia | Have faith in your dreams, and someday, your rainbow will come smiling through. No matter how your heart is grieving, if you keep on believing, the dreams that you wish will come true
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Ngobrolin Gaji
Hai guysss, welkambeek!
Sorry for the super duper late post, sekitar 1 minggu lalu gue bikin voting di instagram dan yg menang adalah tulisan soal gaji dan karir, yaang baru gue posting sekarang haha telat banget emang. Kenapa? Karena gue tulis draftnya panjang bener sampai lebih dari 5 halaman, bingung kan postingnya gimana. Akhirnya gue memutuskan untuk memangkas dan membaginya ke dalam beberapa tulisan.
Baiklah, here we go
Di tulisan kali ini, gue ingin sedikit membagi cerita gue tentang "gaji" yang sensitif kali yee. Banyak banget kemarin di twitter yang bahas tema "berapa sih gaji yang pantas buat lu?" Jujur, ini pertanyaan yang sulit dan akan membuat galau sebagian orang-orang di usia nyaris seperempat abad seperti gue ini. Gue sendiri sudah mengalami beberapa "besaran" gaji dari awal gue kerja yaitu ketika masih kuliah.
Ya, gue sudah berpenghasilan sendiri sebelum lulus kuliah (bahkan SMA juga sih udah biasa dagang). Dulu sewaktu gue belum punya gelar, kerjaan apa aja asal halal dan bisa gue kerjain pasti gue garap, gajinya berapa aja pasri gue iyain, sampai tak terasa penghasilan gue satu bulan pernah ada yang tembus dua digit (iya, ini kerja siang malem, dan ga cuma satu kerjaan). Saat itu gue berpikir, "Freelance gini terus enak juga, kerja di kosan, komunikasi sama klien via telfon aja, fee tinggal tunggu transferan, klien butuh hal-hal mepet berani bayar dua kali lipat, gue ga mau kerja kantoran, fixx!!"
Nah, kemudian datanglah masa di mana proyek sulit didapat, klien sepi, abang ini ga ada kerjaan, mas itu ga ada garapan, sepi, paling sebulan cuma bisa ngantongin beberapa ratus ribu atau nggak sama sekali pun pernah. Saat seperti ini, apa yang gue pikirkan? Tentu saja, "Gue pengen cepet lulus aja, punya kerjaan tetap, tandatangan kontrak, gaji tiap bulan masuk, gak apa-apa deh gak bebas jalan, kan ada cuti sama hari libur,"
Lalu, tibalah saat gue lulus kuliah setelah memutuskan untuk fokus skripsi dan menolak beberapa kerjaan (yang kemudian gue sesali beberapa saat setelahnya, cerita lengkap di tulisan lain ya). Tapi gue lega sih karena akhirnya bisa lulus, gak telat-telat amat, masih sangat wajar di fakultas dan jurusan gue, nilainya juga ya Alhamdulillah.
Di sini gue dilema mau lanjut freelance dan coba bisnis atau kerja kantoran. Nah kantoran juga kebagi lagi, mau ambil bidang jurnalistik atau kesehatan. Akhirnya, gue coba dua-duanya, daaan ga mudah, di sini gue merasa, "Kok abis lulus malah jadi susah kerjaan ya? Apa yang salah dengan gue?"
Singkat cerita, gue pun memutuskan agak mengenyampingkan idealisme dan keinginan keukeuh jumekeuh yang gue punya (ya, mon maap saya ini golongan darah A, Leo pula, pasti punya rencana ynag perfect dan akan bete setengah mampus kalau akhirnya ga berjalan sesuai rencana) but i have to deal with it.
Gue pun diterima kerja di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Pusat. Rumah sakit yang tanpa sadar pernah gue lewati duluuuuu banget waktu liputan ke TIM, yang waktu itu gue liatin dan entah kenapa mikir, "Gimana rasanya ya kerja di situ," dan gue pun merasakan gimana rasanya.
Kerjaannya cukup bisa gue handle, walau sebelumnya gue ga kebayang kayak apa. Gue mulai bisa mengikuti ritmenya, sampai-sampai pada titik gue cukup diandalkan untuk beberapa kerjaan, bahkan yang mungkin bukan job desk gue. Gaji gue saat itu? UMR Jakarta, tentu nominalnya agak lebih kecil dibanding beberapa teman gue kebanyakan saat itu. Gue ngeluh ga? Bohong kalau gue ga ngeluh dan berharap lebih, ketika ngeliat temen-temen gue yang lain bisa dapat lebih. Lalu gue pun berpikir, "Akan ada saatnya nanti, toh rezeki bukan cuma dari gaji,"
Kemudian, si Leo ini mulai kangen dengan zona nyamannya dan ingin jadi wartawan ajaaaa, pliss gak apa-apa cape liputan, tapi gue kembali ke zona nyaman, kembali ke lingkungan yang lebih klik sama gue. Tapi, ya buka rezeki, gak ada yang nyantol mulu.
Gue yang memang sedang galau bukan hanya karena gaji dan kerjaan yang mulai berasa gak sesuai passion dan gak sesuai-sesuai amat juga sama ilmu yang gue pelajari di kampus (padahal mah nyambung juga sih), makin galau karena orang tua yang ingin gue pulang dan kerja di Bandung (yang sebelumnya selalu gue tolak mentah-mentah, Jakarta udah jadi zona nyaman gue). Lama kelamaan gue selalu kangen rumah dan ga tega liat ibu bapak, gue pun bulat memutuskan untuk pindah ke Bandung.
Tanpa disangka, percobaan pertama langsung berjalan mulus, gue langsung diterima jadi pegawai kontrak di Dinas Kesehatan Kota, seneng banget dong ibu karena gue akhirnya pindah ke Bandung, meski artinya harus melepas pekerjaan tetap dan menjadi tenaga kontrak. Soal gaji? Gue sebenarnya ga nyangka bakal turun, tapi ya UMR Bandung dan Jakarta memang beda, dan entahlah profesi gue masih dimentokin gajinya di UMR di sini.
Selang 2 bulan, gue keterima CPNS di lingkungan kerja yang sama. Ini juga kaget. Banget. Gue, Erika Hidayanti jadi PNS, anak kantoran seumur hidup, temen-temen gue pun pada kaget. Soal gaji? Ya turun lagi, CPNS gaji baru dapat 80% tanpa tunjangan pula.
Naaaaahh, misuh-misuh ga tuh gue dengan perubahan-perubahan itu? Iya, gue ngeluh beberapa kali, lalu nyesel karena udah ngeluh. Gue ngerasa berdosa kalau gue ngeluh, padahal mungkin banyak orang yang mau jadi kaya gue sekarang atau bahkan kaya gue dulu. Kalau mau ngomongin masalah duit, masalah gaji emang gak akan ada abisnya. Manusia itu gak akan pernah puas, apalagi kalau lu tengok kiri kanan depan belakang.
Dikasih kerjaan freelance, ngeluh cape, begadang mulu, minggu-minggu kerja. Jadi anak kantoran pun ngeluh, kerja mulu nine to five, over time pula, lemburan ga dibayar, laporan numpuk, administratif banyak betul. Kaan jadi maunya apa coba ngeluh mulu?
Harusnya gue bersyukur, gue pernah jadi freelancer, jalan-jalan gratis, kerja fleksibel, hobi tersalurkan. Kantoran juga gue bersyukur, setiap bulan pasti digaji, pensiun dapet, gak usah susah-susah cari klien. Dann sekarang gue sangat bersyukur.
Gue akhirnya meyakini bahwa rezeki bukan cuma masalah nominal rupiah yang masuk rekening lu tiap bulan, tapi semua nikmat yang lu dapet termasuk oksigen yang masih bisa dihirup dengan baik.
Makanya, kalau lu ikut-ikutan bandingin kerjaan lu, gaji lu, dengan orang-orang di luar sana, gak akan ada habisnya.
Gue pun belajar, semakin gue melihat dan mendengar orang-orang yang bilang, "Harusnya tuh gaji lu sekian, harusnya elu tuh kerjaannya bukan itu er, lu lebih pantes jadi bla bla er, gaji segitu emang lu bisa pake buat apa," semakin gue misuh-misuh. Ya, jangan pernah dengerin orang lain guys! Walau maksud mereka mungkin baik, tapi bisa jadi racun buat diri karena bisa ngerasa kurang terus. All of us have different way of life
Jangan lihat gue. Jangan lihat dia. Belajar jadi bodo amat kalau kata Mark Manson. Jangan jadikan hidup orang lain itu patokan kita, kita punya hidup sendiri. Set tujuan sendiri, jalani dengan cara yang kita bisa dan mampu, ingat proses tidak akan mengkhianati hasil.
Satu hal yang gue dapatkan dari perjalanan gue yang mungkin baru seumur jagung ini, ketika lu ga bersyukur saat itu juga lu menderita dan ketika lu bersyukur, saat itu juga lu merasa jadi orang paling diberkahi.
Misuh boleh guys karena manusiawi, tapi jangn lupa bersyukur juga harus. Kalau sekarang ngerasa gaji ga sesuai keinginan dan kerjaan ga sesuai dengan passion, coba tutup mata sebentar, nafas pelan-pelan, rasakan nikmatnya menghirup udara. Hidup emang butuh duit tapi ga melulu soal duit kok.
Kalau masalah passion? Di tulisan selanjutnya yaa!
Terima kasih sudah membaca, selamat bersyukur 😊
3 notes
·
View notes
Text
Akhirnya Ngomongin Pemilu
Er, lu pilih siapa? Er lu golput ya? Lu cebong apa kampret?
Emang entah kenapa gue selalu menerima pertanyaan, "lu pilih siapa?" "Kalo si A gimana er, kalo si B?" Mulai dari pemilihan ketua OSIS pas masih sekolah, pemilihan ketua DEMA, pilgub, sampe pilpres 😂
Dari dulu gue emang gak pernah tertarik untuk masuk dan terjun langsung ke dalam politik praktis. Puyeng gue. Penuh drama. Cukup drama Korea aja lah yang memenuhi hidup gue. Gue pun gak pernah secara eksplisit "memamerkan" pilihan politik gue. Makanya temen-temen gue pada kepo kali ya, si Erika diem-diem bae. Dan mungkin juga ada dari mereka yang mikir si Erika masih waras lah, rada netral bulan timses, jadi bisa ditanyain.
Baiklah mari lanjutkan ...
Sejak 2014, suasana politik di Indonesia tuh makin lama makin bikin penat. Hoaks di mana-mana. Orang-orang pada berantem cuma gara-gara beda pilihan politik. Gampang banget bilang orang auto kafir, auto dosa, auto masuk neraka, auto komunis, auto anti pancasila. Sentimen SARA dimainin terus. Hashhhhh gini amat sih.Udahan dongg!!
Then, I’ll give you some tips for the election day! Biar ga pusing karena isu-isu tadi
1. Cari informasi valid sebanyak mungkin
Seperti yang sudah gue bilang sebelumnya bahwa dari pemilu 2014 suasana politik sudah semakin gak enak, banyak hoaks dan kampanye hitam. Jadi, bagi kalian yang ingin mencari informasi terkait capres-cawapres ataupun caleg (iya jangan lupa kalian juga harus nyoblos caleg!) carilah sumber yang terpercaya dan tolong jangan tanya sama fans fanatik salah satu calon karena biasanya mereka udah ga rasional gaes haha ciri-ciri fanatik gimana? tidak menerima kritik, gampang termakan hoaks, bagi mereka lawan adalah musuh yang selalu salah, emosian dan cenderung menonjolkan kejelekan lawan dibanding kebaikan calon yang didukung. Kalau ada temen kalian yang gini, gak apa-apa tetep temenan aja, tapi ga usah didengerin.
Salah satu website yang bisa kalian buka adalah pintarmemilih.id, di situs ini kalian bisa mencari data terkait visi-misi capres-cawapres, caleg, dan partai perserta pemilu. Meski masih info-info dasar tapi ini bisa jadi langkah awal yang baik untuk mengenal calon yang akan kita pilih. Di situs ini juga ada panduan bagaimana cara untuk memilih 17 April nanti.
Nah, setelah mengenali info-info dasar, mulailah cari informasi lainnya, mulai dari latar belakang hingga rekam jejak. Karir sebelumnya gimana? Pencapaiannya apa saja? Pernah kesangkut kasus ga? Kasus apa? Ingat ya sumbernya yang VALID, jangan dari broadcast ga jelas sumbernya di media sosial atau postingan yang banyak tanda seru sama capsloknya, sudah jangan dibaca yang kaya gitu sih. Situs-situs berita dalam dan luar negeri bisa dijadikan referensi, loh kok luar negeri juga? Agar kita tahu dari semua presfektif untuk berita-berita yang memang menarik perhatian dunia. Selain itu kalian juga boleh coba baca-baca bagimana pemilu di negara-negara lain, ya biar cukup tahu aja kalau politik musingin itu ga cuma di negara lu doang haha
Tambahan: Gue kasih tau situs berita yang saat ini paling sering gue baca setiap harinya deh ada dua sekarang favorit gue, BBC dan Tirto.
2. Jangan pilih mantan koruptor! Lihat juga latar belakang dan rekam jejak partainya
Ingat jangan pilih calon-calon yang pernah terlibat kasus korupsi ya, kalau caleg nih bisa dilihat di sini. Bagaimana pun juga nama-nama tersebut sudah pernah terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya. Mau keulang lagi?
Sedangkan untuk capres-cawapres ehm memang tidak ada ya yang mantan “pemakai rompi orange”, tapi kalian bisa cari-cari bagaimana pandangan mereka terhadap korupsi. Selain itu, karena mereka juga memiliki bisnis coba cari tahu selama ini rekam jejak bisnisnya bersih atau tidak hehe ya memang sulit sih, tapi dicoba saja cari dulu.
Untuk memilih caleg kalian juga mesti memperhatikan visi-misi yang diusung partainya, karena badan legislatif itu bekerja secara kolektif tidak individual. Perhatikan isu apa yang akan mereka perjuangkan nantinya, bagaimana pandangan umum partainya, apa program yang ditawarkan, masuk akalkah? Pentingkah? Tepat sasarankah?
3. Bantu ciptakan suasana yang lebih baik dan kondusif
Gimana caranya? Balik lagi ke hoaks, jangan percaya hoaks dan jangan sebarkan hoaks. Sepertinya mudah sih, tapi coba deh tengok kiri kanan masih banyak kok yang percaya, karena gak jarang yang provokatif bikin hoaks itu seorang tokoh yang dipercaya masyarakat atau setidaknya dipercaya netizen. Jadilah netizen cerdas, jangan percaya begitu saja apa kata “influencer”, dan oiyaa banyak netizen yang bikin drama sendiri, ya orang posting apa terus komentarnya apa, nah jangan terbawa provokasi komentar-komentar seperti itu gaesss.
4. Hargailah perbedaan
Ini tuh penting dan sangat mendasar tapi sering dilupakan. Coba berapa banyak keluarga yang ga harmonis gara-gara beda pilihan? Berapa banyak tetangga yang gak saling sapa lagi? atau yang paling banyak adalah netizen yang berantem ga jelas di medsos.
Guys, gue punya teman, sahabat malah, bagi gue keluarga dia itu panutan. Kenapa? Pilihan politik dalam satu rumah itu beda, beda banget, tapi tetap kompak sebagai keluarga. Gak pernah tuh gue lihat temen gue update status berantem sama emaknya, yang ada malah update foto dengan simbol yang berbeda. NAH gitu dong netizeeen, enak kan lihatnya.
Hargailah teman, kawan, sahabat, keluarga yang beda pilihan. Masa gara-gara pemilu doang silaturahmi jadi rusak :( nga lucu ah kalian :(
Bagi gue sih termasuk hargai orang yang golput. Golput itu adalah pilihan, itu hak orang, pilihan masing-masing. Ketika melihat orang memilih golput, harusnya kita instropeksi diri, berarti ada kelompok yang merasa diabaikan dan tidak dihargai kepentingannya, ada kelompok yang tidak puas dengan kondisi politik dan pemerintahan sekarang.
Jadi elu pilih siapa er? RAHASIA hahaha
Lagi pula gue sekarang sudah jadi bagian dari ASN, harus netral dihadapan publik daan ya pilihan gue adalah untuk merahasiakn pilihan poltik gue, itu hak gue dong! Lagi pula kan pemilu katanya pas gue belajar di SD sih luberjurdil :)) Yang pasti akan ada yang tidak gue pilih hahaha *yaiyalaah err
Baiklah terakhir dari gue, pilihlah sesuai hati nurani kalian, karena sesungguhnya tidak pernah ada yang bisa adil dan mengakomodir semua keinginan publik, akan selalu ada kelompok yang tidak puas, hanya Tuhan yang bisa berbuat adil.
Selamat menyongsong 17 April 2019! Gue kasih bocoran juga nih, akan banyak diskon guyss !! haha
3 notes
·
View notes
Text
Persma Dipecat Rektor?
Hellooo welkambek guyss 😂
Kali ini gue mau bahas tentang topik yang sedang hangat, Pers Mahasiswa Suara USU yang katanya dipecat oleh sang rektor. Loh kok bisa?
Beberapa waktu yang lalu Suara USU menerbitkan cerpen dengan tema LGBT, sebuah isu yang dianggap "sensitif". Sebelum gue cerita lebih lanjut, silakan kalian baca dulu cerpennya;
http://www.andreasharsono.net/2019/03/ketika-semua-menolak-kehadiran-diriku.html?m=1
Sudah baca? Baiklah mari kita lanjutkan. Cerpen tersebut dianggap tidak pantas dimuat serta ada konten pornografi. Atas anggapan itulah kemudian pengurus Suara USU diminta untuk menurunkan cerpen itu dari laman suarausu.com, pihak kampus pun sempat memblokir laman tersebut. Namun, pengurus Suara USU merasa tidak ada pelanggaran dalam cerpen yang mereka muat dan menolak untuk menurunkan cerpen tersebut.
Singkat cerita, akhirnya rektor mengambil keputusan untuk memecat seluruh pengurus aktif Suara USU dan akan melakukan perekrutan baru. Ketika pertama kali mendengar beritanya gue langsung merasa gak ganjal, "Bisa ya rektor pecat anak persma? Semacam mahasiswanya ini pekerja aja,"
Gue sendiri menyangkan keputusan rektor tersebut. Kenapa? Jelas ini adalah bentuk intervensi kepada persma dan pembatasan ruang kreativitas dan kebebasan berpendapat mahasiswa.
Isu pembredelan persma sendiri sebenarnya bukan isu baru, coba kalian baca ini
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/membredel-pers-mahasiswa-b5ka
Persma kerap kali dianggap sebagai musuh kampus. Dianggap hanya bisa mengkritik dan jelek-jelekin nama kampus (eh mon maap curcol malah). Padahal, persma tak jarang sebenarnya menuliskan berita yang mengharumkan nama kampus, lihat saja di laman-lamannya kalau tidak percaya. Kami menulis apa yang dianggap layak untuk ditulis, kalau bagus ditulis bagus, kalau jelek ya siapa lagi yang mengingatkan jika bukan persma?
Sekarang mari kita bicarakan isi cerpennya. Sudah baca kan? Kalau belum silakan scroll lagi ke atas.
Menurut gue pribadi cerpen ini tidak melanggar etika dan tidak mengandung unsur pornografi. Cerpen ini hanya menceritakan tokoh utama yang memiliki kecenderungan seks yang berbeda dari yang kita sebut "normal", ya dia seorang lesbian.
Berapa kali pun gue baca, gue ga bisa menemukan unsur pornografi di sana. Tidak ada kata-kata vulgar, tidak ada kalimat yang tidak senonoh, gue rasa sama sekali tidak ada.
Jika permalasahannya adalah karena mengangkat tema LGBT, bagi gue cerpen tersebut hanya menceritakan realitas yang ada di tengah masyarakat. Mereka yang memang ada di sekitar kita.
Dari cerpen ini justru kita bisa belajar bahwa penyimpangan seksual itu bisa terjadi karena derita psikologis. Jika tidak setuju dengan LGBT, bukankah harusnya bisa mengangkat pelajaran dari cerita tersebut dan bagaimana cara menyikapinya?
Gue sendiri termasuk orang yang tidak setuju dengan LGBT. Kenapa? Agama gue melarang itu (baiklah w jadi bawa-bawa agama), selain itu faktor risiko penyakit menular seksualnya pun lebih tinggi (yak kali ini w bawa-bawa ilmu w dikit). Dan bagi gue dalam urusan seksualitas perempuan ya perempuan, lelaki ya lelaki, ga bisa dituker-tuker. Tapi, gue juga bukan orang yang kaku dan melaknat-laknat orang sembarangan. Apa hak gue melaknat sesama manusia, gue bukan Tuhan. Toh, LGBT bukan penyakit menular yang kek lu bersin terus virusnya terbang ke mana-mana.
Selain itu, apa harus kemudian kita anti terhadap isu-isu itu untuk dibicarakan? Bagi gue, kita itu justru harus melek terhadap isu itu agar kita mengerti dan paham bagaimana menghadapinya.
Gue rasa semakin kita anti, masalahnya justru akan semakin menjadi seperti gunung es. Kita juga tidak bisa terus menerus mendiskriminasi mereka yang dianggap berbeda. Driskriminasi dan antipati adalah hal yang membuat masalah menjadi lebih besar.
Baiklah, di akhir tulisan yang acak adut ini gue menyarankan agar pihak kampus USU mau menerima usul untuk diskusi dan duduk bersama, hadirkan sastrawan, hadirkan ahli bahasa, monggo. Jangan hadirkan saya tapi, saya mah bukan ahli apa-apa.
Kalau menurut kalian sendiri bagaimana? Its okay if its different than I think, just tell me why.
0 notes
Text
Hello Again, Tumblr!
Hai dari gue yang baru tahu beberapa hari lalu kalau tumblr sudah ga diblokir. Seperti biasa biarkan gue kembali meracau.
Well, I'll tell you what happened from the last 3 months
Akhir Oktober lalu, gue memutuskan untuk akhirnya resign dari kantor gue, sebuah rumah sakit swasta di Jakarta karena gue diterima jadi Tenaga Kontrak di Dinas Kesehatan Kota Bandung. Mungkin kalian bisa berpikir gue agak gila, kenapa gue harus ninggalin kerjaan yang padahal sudah pasti untuk hanya jadi seorang tenaga kontrak? Bandung dan orang tua, adalah alasan utama kenapa gue mau pindah. Entah sudah berapa lama, ibu dan bapak ingin gue pindah ke Bandung. But, I was always said no. Baiklah, gue akan ceritakan di postingan lain kenapa akhirnya gue nurut sama orang tua.
Di luar itu, setelah gue satu tahun bekerja, gue selalu merasa kehilangan diri gue. Sampai akhirnya gue selalu memotivasi diri gue bahwa Erika akan tetap jadi Erika.
Setelah 2 bulan di Bandung, gue cukup merasakan bahwa jiwa gue kembali terisi. Setidaknya karena gue bisa lebih tenang dan bahagia melihat ibu dan bapak bahagia. Apalagi setelah itu gue lulus tes CPNS di Kota Bandung. Tentu, orang tua gue senang bukan main. My mother was cried hear that news, a happy one.
Gue? Tentu saja bersyukur dan bahagia juga. Apalagi yang bisa lebih bahagia dari melihat orang yang kita sayang bahagia?
Tapi, tepat hari ini gue kembali merasa kehilangan diri gue. Baiklah, gue ulangi lagi, gue amat sangat bersyukur atas apa yang telah Allah berikan untuk perjalanan karir gue. Hanya yang gue rasakan kehilangan adalah gue jadi banyak takutnya.
Ya, gue gak pernah berpikir sedikit pun bisa jadi PNS. Di otak gue selama ini, benar-benar gak ada sedikit pun ide untuk jadi bagian dari pemerintah.
Terus takut apa, Er? Gue jadi kebanyakan mikir sekarang kalau mau berpendapat, eh gue kan sekarang CPNS kalo ngomong macem-macem nanti bermasalah lagi
Shit!
Gue gak nyangka, seorang Erika Hidayanti berpikir seperti itu. Padahal, gue harusnya paham betul seorang ASN itu kalau masalah politik harus netral (well, gue bukan orang yang demen kampanye apalagi sekarang mau pilpres, gue bukan pendukung siapa-siapa, gak ada yang ingin gue dukung juga sih)
Dan gue pun harusnya paham betul, jadi ASN itu artinya abdi negara bukan abdi penguasa. Dan selama gue berpendapat dan melakukan hal yang benar, kenapa gue takut?
Gue rasa sebenarnya perasaan ini bahkan sudah ada sebelum gue jadi calon ASN. Sejak gue merasa kehilangan diri gue setaun lalu. Gue rasa yang mulai hilang dari gue adalah keberanian.
Tapi gue berharap mulai sekarang gue kembali jadi seperti dulu.
Gue akan tetap nulis opini.
Gue akan tetap berpendapat ketika gue anggap itu benar dan dengan cara yang benar tentunya.
Gue calon abdi negara bukan abdi penguasa.
Ingatkan gue untuk selalu amanah dan tetap berani.
Dan selalu jadi Erika.
1 note
·
View note
Text
orang-orang yang bertanya
orang-orang yang bertanya mengapa kamu tak kunjung menikah: akankah mereka membayari biaya katering pernikahanmu?
orang-orang yang bertanya mengapa kamu/istrimu tak kunjung hamil: akankah mereka mengurusi bayimu saat dia demam, growth spurt, atau tantrum?
orang-orang yang bertanya mengapa kamu tak tambah anak lagi: akankah mereka membayari ongkos sekolah anak-anakmu?
orang-orang yang bertanya mengapa pekerjaanmu “biasa-biasa” saja, mengapa tak cari pekerjaan lain saja: akankah mereka membantumu di kala kamu merasa begitu lelah, burn out, dan justru kehilangan diri sendiri?
kebanyakan orang yang bertanya seperti itu hanya berbasa-basi. kebanyakan yang berbasa-basi tidak signifikan untuk hidupmu. memang, kadang-kadang, basa-basi itu sayang. tapi itu kadang-kadang.
layani obrolan, tapi tidak perlu kamu mengendapkan pertanyaan-pertanyaan itu, apalagi sampai hidupmu terusik.
tidak semua hal ada dalam kendali kita dan kita perlu memakluminya. dunia ini tidak akan pernah cukup kalau kita terus menuruti salah satu dari dua hal: keinginan diri sendiri atau omongan orang lain. merasalah cukup, apa pun keadaannya.
dan berhentilah bertanya seperti itu! seringkali kamu tidak tahu bagaimana usaha seseorang untuk bisa menikah, mungkin dia sudah berkali-kali melamar tetapi ditolak.
seringkali kamu tidak tahu bagaimana usaha seseorang untuk bisa mempunyai anak, mungkin dia sudah berkali-kali program hamil tetapi belum berhasil.
seringkali kamu tidak tahu bagaimana usaha seseorang untuk bisa mendapatkan penghidupan yang lebih layak, dan seterusnya.
jangan ambil hati untuk merasa dilukai. ambil hati untuk menikmati, mensyukuri yang ada sekarang, sambil mengusahakan yang lebih baik.
semangat!
893 notes
·
View notes
Text
Zaadit dan Kritik

Erika Hidayanti
Hai welcome back to my channel! (berasa youtube)
Baiklah abaikan saja pembukaan di atas. Kali ini gue ingin menanggapi isu yang sedang hangat dibicarakan jadi agak serius gitu bahasannya (tapi mohon maaf bahasa yang digunakan santai ya dan menabrak kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar).
Bagi kalian yang sering menonton dan membaca berita baik online, cetak, ataupun televisi, baik yang benar ataupun yang hoax pasti tak asing mendengar nama Zaadit. Ya, dia adalah Ketua BEM UI yang belakangan viral karena aksinya memberi “kartu kuning” pada Jokowi.
Di sini gue tidak akan membela Zaadit ataupun mengecam aksinya. Bagi gue, terlepas dari siapapun yang berada di balik aksinya, Zaadit perlu diberikan tepuk tangan atas keberanian dan keunikan caranya mengkritik. Butuh kekuatan besar loh sampai bisa berani melakukan aksi mencolok ini.
Kembali gue tekankan opini gue ini terlepas dari siapapun yang ada di balik aksi ini. Ya, karena sudah rahasia umum bagi mahasiswa saat ini rasanya kalau di kampus itu banyak “partainya” banyak “bekingannya”. Ketika pemilihan presiden mahasiswa kalian sudah tau kan si A si B si C dari mana, partai apa, afiliasinya dengan partai politik yang mana (walau tidak bisa dipukul rata seperti ini juga sih, tapi hal tadi adalah salah satu alasan kenapa gue waktu kuliah sering gak akur sama anak BEM atau DEMA). Jadi, dibahas lain kali aja jangan di tulisan ini.
Kembali ke Zaadit yang cukup pemberani. Ya sebenarnya sah-sah saja jika mahasiswa melakukan kritik. Sebaik-baiknya pemerintahan itu tidak pernah ada yang sempurna, harus siap dikritik, diingatkan, dan diawasi. Kalai tidak begitu akan jadi apa bangsa ini? Semua nurut dan tidak ada yang mengkritisi. Semua itu sah menurut gue asalkan ada landasan kuat kenapa dikritik. Lalu apakah alasan Zaadit kuat? Bagi gue isu yang dibawa Zaadit cukup punya alasan ko, terlepas dari apakah dia sudah melihat apa yang dilakukan pemerintah atau dari apa yang sudah dia lakukan untuk ikut berkontribusi mengatasi masalah, ini urusan belakangan. Istilahnya kalau di keluarga, aksi mahasiswa ini itu seperti seorang anak yang protes sama orang tuanya dan sebagai orang tua yang baik tentu tidak akan langsung memarahi si anak tapi memberikan pengertian dan instropeksi diri juga kenapa si anak bisa protes?
Sayangnya, kejadian ini kembali jadi momentum untuk dua kubu yang pro pemerintah dan kontra pemerintah untuk berseteru. Istilahnya, yang benci Jokowi tentu akan setengah mati memuja dan membela Zaadit, nah yang pro Jokowi akan setengah mati membenci dan mengkritiknya. Mirisnya lagi, kedua kubu ini menggoreng isunya di media sosial dibumbui sampai menarik dan membuat masyarakat adu mulut.
Hal itulah yang menjadi kekecewaan gue pada sebagian orang saat ini. Jika mereka benci lalu tak bisa melihat sisi positif dari yang dibenci, jika mereka suka lalu terlalu fanatik. Padahal tak pernah ada yang sempurna, apalagi jika dihadapkan dengan politik, tidak pernah ada yang hitam dan putih dalam politik. Apalagi kalau politiknya busuk, yang ada kalian akan pening dibuatnya.
Sebagian di antara kalian mungkin tahu bahwa gue adalah salah satu yang memilih Presiden Jokowi saat Pemilu. Karena yang pasti ada banyak alasan untuk gue tidak memilih saingannya saat itu. Dan sebagian di antara kalian juga mungkin tahu bahwa gue pernah dekat dengan lingkungan istana, ya setidaknya bekerja di bawah orang-orang istana dan punya akses ke presiden. Berkunjung ke istana dan rapat di sana adalah hal biasa bagi gue dulu.
Lantas apa gue jadi fanatiknya presiden? Tidak. Gue masih bisa melihat sisi baik dan buruk dari pemerintahan saat ini. Banyak hal baik dicapai tapi juga banyak hal yang belum terselesaikan. Contoh mudahnya saja pemerintahan saat ini menggejot insfrastruktur yang membuat banyak orang nyaman, tapi pemerintahan saat ini juga tetap tidak bisa mengusut kasus-kasus HAM yang terjadi di masa lalu (dua hal ini cuma contoh mudah yang populer loh ya)
Gue akui ketika gue berada di dalam lingkaran terdekat dengan pemerintahan, gue jadi lebih banyak tahu hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah, pencapaian apa saja, termasuk program apa saja yang masih mandek.
Pemerintahan saat ini memang tidak sempurna. Dan memang tidak ada pemerintahan yang sempurna. Misalnya saja, gue dulu jadi pemimpin umum sebuah organisasi yang gue rasa sudah banyak hal yang harus gue korbankan untuk organisasi itu sampai rasanya apa aja gue kasih, kritik untuk gue masih mengalir, junior-junior gue masih banyak yang nyinyir. Ya karena apa? Karena gue tidak sempurna. Gue tidak bisa mengakomodir semua keinginan mereka. Gue harus memutuskan A atau B di saat mereka ingin C. Pusing kan?
Contoh lain lagi, pekerjaan gue sekarang di salah satu rumah sakit swasta. Pasien selalu ada yang komplain. Padahal, semuanya sudah merasa kerja dengan maksimal, SOP dibuat, alur koordinasi dirapatkan, di lapangan sudah lelah melayani pasien, dimarahi atasan, eh pasien masih komplain. Karena tidak ada yang sempurna. Dan karena pasien tidak pernah jadi manajemen, sama seperti junior gue saat itu yang pun belum merasakan jadi pengurus. Atau mungkin sama seperti kita semua masyarakat biasa yang tidak tahu bagaimana jadi pemerintah.
Tapi pasien yang baik, junior yang baik, dan masyarakat yang baik adalah mereka yang berani mengkritik atasannya agar berubah jadi lebib baik. Istilahnya kalau pemerintah tidak ada yang mengawasi, semuanya bisa jadi semena-mena. Kalau bukan kita siapa lagi?
Kritik adalah anugerah. Untuk apa? Untuk kita pertimbangkan dan menjadi lebih baik ke depannya, basi memang tapi itu kenyataannya. Berpendapat, melontarkan kritik selama beralasan dan berpegang teguh pada data yang kuat itu hal yang baik. Tapi berpendapat dan mengkritik asal-asalan hanya karena benci, itu yang harus dihindari.
Marilah kita jadi orang yang bijak mengkritik dan menghadapi kritik. Bijaklah mengawal isu. Bijak pula menjadi mahasiswa yang mengkritik karena memang untuk kepentingan rakyat bukan golongan. Bijak juga menjadi mahasiswa yang mengkritik dengan data kuat. Bijak juga menjadi mahasiswa yang rajin membaca supaya tidak bodoh dan dibodohi politisi busuk yang menyamar menjadi teman baik kalian!
Salam cinta dari gue yang tidak suka politik praktis apalagi yang politik busuk yang cuma untuk kepentingan golongan. Dari gue mantan pers mahasiswa yang sering berantem sama DEMA dan rektorat. Dari gue yang cinta damai.
1 note
·
View note
Text
Lambe Turah
Erika Hidayanti
Hello again!
Pasti bakal basi kalau gue bilang sudah lama tidak menulis di sini haha because I did that almost everytime. Oke, jadi tulisan random kali ini adalah tentang “lambe turah” , yes I will tell you about gossiping.
Seperti yang kita tahu bahwa media sosial sekarang sudah semakin menggila. Televisi sudah semakin jatuh dari masa keemasannya. Setiap orang gila gawai, gila internet, dan gila media sosial. Apa pun sampai praktik klenik pun bisa kita jumpai di instagram (nanti kita bahas ini di tulisan berbeda).
So, dua minggu ini gue kembali menonton serial yang pernah gue tonton dulu, Gossip (gue mau review ah nanti haha). Menonton serial itu membuat gue berpikir, jangan-jangan akun-akun gosip yang bermunculan di media sosial terutama instagram dan youtube ini terinspirasi dari serial yang sudah dirilis sejak lebih dari 10 tahun yang lalu.
Sedikit bercerita, serial ini menceritakan tentang kehidupan remaja-remaja dari kalangan elit di Manhattan.Gossip girl adalah sebuah situs yang menampilkan isu-isu tentang kehidupan mereka, siapa saja bisa memberi informasi pada situs ini untuk kemudian dipublikasikan. Persis seperti konsep akun-akun gosip di media sosial saat ini.
Gue adalah salah satu orang yang malas bergosip sebenarnya. I dont really care about what famous people do. Memang gue juga agak malas mengurusi urusan orang lain. Meski ya mungkin beberapa kali sebagai seorang perempuan kadang gue pun melakukan hal itu.
Akun gosip memang bisa menjadi racun dan sarana penambah dosa bagi perempuan-perempuan di waktu senggangnya. Tapi bisa juga menjadi sarana mengungkap sesuatu yang penting untuk diperhatikan publik atau malah sarana untuk seseorang yang memang ingin terkenal dan memilih jalan menjadi kontroversial.
Akun gosip bisa jadi sumber hoax dan penghacur kehidupan nyata, tapi bisa juga jadi penangkal hoax dan menjadi penyelamat kehidupan sesungguhnya. Ya, selalu ada dua sisi seperti yin dan yang.
Misalnya saja, baru-baru ini sebuah video seorang pasien yang dilecehkan oleh perawat viral lewat salah satu akun gosip. Hal ini mendapat perhatian publik dan menjadikannya sebagai pelajaran, bahkan penyelidikan polisi dimulai meski korban belum melaporkannya. Positif bukan?
Nah, tapi di sisi lain video ini juga menyimpan sisi negatif, sama halnya dengan kebanyakan atau mungkin memang semua video di akun-akun gosip ini selalu lepas sensor. Korban pelecehan seksual tak seharusnya ditampilkan sejelas itu ke publik. Hal ini adalah perlindungan mendasar bagi psikis korban. DItambah lagi, kita tahu di dunia ini lebih banyak orang yang hanya ingin tahu dibanding dengan peduli. Jadi menampilkan wajah korban sejelas itu jelas langkah yang buruk.
Beberapa konten privasi orang pun sering dilanggar akun gosip. Video atau foto yang seharusnya tidak dikonsumsi publik secara terang-terangan dipublikasikan. Hal ini jelas pelanggaran privasi seseorang.
Juga perlu diingat untuk para penggemar akun-akun tersebut adalah untuk jangan baper dan menjadi “heboh” sendiri di kolom komentarnya. Sudahlah jangan terlalu sibuk bertingkai di atas isu orang lain. Sudah cukup dosa kita hanya dengan bergosip di dunia nyata dan melihat aib-aib orang lain terungkap bukan?
Baiklah malam ini hanya ingin bercerita sedikit dan tidak terlalu serius. Tentu menulis adalah salah satu media pengingat bagi gue alias self reminder, terutama reminder untuk tidak banyak bergosip haha see you again tumblr!
0 notes
Text
Curcol Bulan Agustus

Erika Hidayanti
Hello again! Jadi, kali ini gue pengen curhat (bahasanya selow aja ya semacam bahasa di WhatsApp). Baiklah, belakangan gue sibuk memikirkan hidup gue, ya memang salah satu kelemahan si Leo yang bergolongan darah A ini adalah sebenarnya ‘gampang kepikiran’, sayangnya keburukan gue lagi adalah saat-saat itu gue bisa drop sendirian dan lambat bergerak (ini yang sering bikin gue bete sama diri sendiri).
Jadi, jika kalian adalah salah satu teman gue dari dulu, kalian pasti tahu bawah seorang Erika adalah seorang yang suka dengan Bulan Agustus and her birthday! Yay, because I always have something great in my birthday. But, it seems different for past 2 years. It is not about cake, gifts or party. Tapi lebih ke pikiran, “Gue udah makin tua, udah kepala dua ada buntutnya, tapi masih gini-gini aja,” and then I hate being older.
Di umur gue yang sudah kepala dua dan berbuntut ini memang kalau dipikir-pikir masih banyak hal yang belum gue lakukan dengan maksimal. Banyak hal yang belum bisa gue capai. Hidup mandiri 100% aja masih belum bisa. Ya, gue memang sudah berusaha cari uang sendiri semenjak kuliah. Tapi, kakak gue masih sering kasih gue uang, gak sebanyak dulu, tapi tetap aja gue merasa gagal mandiri. I know he did it because he loves me so much.
Gue selalu merasa jadi adik paling beruntung di dunia kalau inget punya kakak seperti mas gue. Baik, pinter, ganteng, feels so perfect. Bahkan dia selalu rela hidup lebih ’susah’ untuk membuat gue senang. Sampai sekarang gue selalu ingin membalas semua kebaikan dia, meski kayaknya gak bakal pernah setimpal, sama kaya gue ingin membalas kebaikan kedua orang tua gue yang sampai kapan pun gak akan pernah setimpal. But I’ll try my best to be the best daugther and sister ever!
Kembali ke pembahasan awal kalau gue ini lagi kepikiran belum bisa cukup ‘berarti’ di umur gue yang segini. Apalagi setelah gue lihat banyak orang yang seumur gue udah bisa raih macam-macam hal. Ada yang udah nerbitin banyak buku, bikin usaha sendiri, jadi influencer, karirnya melejit, aktif di organisasi dunia, dan banyak deh. Intinya kadang gue iri.
Gue banyak baca cerita dari beberapa orang yang gue anggap keren itu di internet. Dan lalu gue berkata, “Pantes aja,” Ya mereka sudah berbuat banyak sejak kecil. Banyak fakor memang, salah satunya banyak yang lebih beruntung secara finansial sehingga segalanya bisa lebih mudah terpenuhi. Tapi, bukan itu poinnya, karena gue pun melihat banyak orang yang jauh lebih beruntung secara finansial tapi gak sekeren mereka.
Satu hal yang akhirnya gue temukan di antara semua orang keren itu. Mereka pekerja keras. Entah sudah ada modal finansial atau belum. Tapi gue lihat mereka bekerja keras. Lalu gue sadar tak pernah ada berlian yang tiba-tiba datang tanpa digali. Nothing worth having comes easy.
Jalan cerita orang berbeda-beda. Seperti kata salah seorang narasumber gue beberapa hari yang lalu, dia bilang bahwa takdir memang sudah dituliskan oleh Tuhan tapi kita diberi kesempatan untuk berusaha dan berdoa untuk merubah takdir kita. Ya, itu benar. Jadi, gue selalu percaya setiap orang bisa merubah takdirnya jadi lebih baik dan jadi berguna dalam hal apapun. Mungkin gue gak bisa sekeren mereka tapi gue bisa jadi ‘keren’ untuk hal lain.
Di dunia ini mungkin ada yang namanya keberuntungan, tapi keberuntungan tidak akan pernah berpihak kepada kita lagi ketika kita berhenti berusaha. Ketika kita hanya mengandalkan keberuntungan, maka ujung-ujungnya jadi pasrah tanpa berusaha, padahal sudah ada perintah untuk kita berusaha dan berdoa loh.
Intinya, gue pun sedang memotivasi diri sendiri untuk jangan takut, jangan lemah, jangan lambat, jangan malas, jangan banyak buang waktu lagi, dan jangan anggap ‘lu gak bisa’. Meski gue sadari bahwa langkah gue mungkin jauh tertinggal dari banyak orang. Tapi kalau gue gak melangkah, gue akan semakin tertinggal.
Meski mungkin saat ini kita merasa ‘belum jadi apa-apa’, kita masih bisa berusaha semaksimal mungkin, jangan malah jadi berdiam diri gitu aja. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Jika kalian percaya Tuhan, maka kalian pun akan percaya adanya perubahan.
Gue akui memang sulit, tapi kita bisa melakukannya sedikit demi sedikit. Misalnya dengan mengurangi mengeluh dan selalu bersyukur. Atau sederhana seperti apa yang gue lakukan sekarang, memotivasi diri sendiri (syukur-syukur ada yang ikut termotivasi).
Baiklah terima kasih kalau kalian mau baca sampai akhir curhatan plus motivasi diri sendiri gue ini haha see you on top guys!
Ps: Jika kalian mau berbaik hati menegur gue ketika gue kembali lemah dan malas, gue akan sangat berterimakasih.
0 notes
Text
Chester dan Depresi Masa Lalu

Erika Hidayanti
Seminggu ini beragam media sibuk memberitakan isu terkait bullying, depresi, hingga bunuh diri. Dan yang paling mengejutkan dunia adalah bunuh dirinya vokalis Linkin Park, Chester Bennington. Sebagai salah satu fans Linkin Park sejak kecil tentu saya kaget dan sedih.
Chester memang mengalami depresi berkepanjangan sejak kecil. Mulai dari pelecehan seksual, tekanan perceraian, hingga sikap kasar teman-temannya di sekolah. Chester kerap kali di-bully karena kurus dan berbeda. Ia kemudian menggunakan obat-obatan dari ganja hingga heroin dan kecanduan alkohol untuk menghilangkan stres.
Dirinya kemudian menemukan kedamaian lain melalui seni. Ia aktif membuat puisi, tulisan hingga lagu dan memulai karir di dunia musik. Hingga akhirnya sukses membawa Linkin Park menjadi band dengan aliran rock yang digandrungi di dunia.
Kematian Chester kemudian membangkitkan ingatan saya tentang masa kecil yang cukup banyak tekanan. Saya ingat mengenal lagu-lagu LP dari kakak saya, mencoba mendengarkannya, hingga mencari liriknya dan merasa terobati dengan lagunya.
Ya, bagi saya dan (mungkin) kakak saya, Linkin Park adalah band yang menemani kami di saat sulit. Lagu-lagunya membangkitkan. Sebagian besar adalah curahan hati Chester, bahkan hingga album terakhir mereka One More Light.
Kurang lebih mungkin saya mengerti apa yang dirasakan Chester kecil dan Chester dewasa. Ya, saya yang mendengarkan lagunya pun adalah salah satu orang yang mungkin bisa dibilang pernah mengalami depresi. Suprised? Saya rasa ini adalah pertama kalinya saya mengatakan hal ini.
Kalian tidak perlu tahu kenapa, kapan, dan bagaimana. It is my story not yours. Saat-saat itu adalah saat di mana saya berpikir, “Aku masih umur segini, terus kenapa Tuhan lakukan ini?” Mungkin itu juga yang pernah menjadi pertanyaan Chester.
Tidak ada yang pernah tahu persisnya apa yang saya rasakan, kecuali Tuhan. Tapi saya tahu saya tertekan dan saya ingin lepas. Itulah juga yang menjadi alasan kenapa dulu saya bercita-cita jadi seorang dokter ahli jiwa, kali stresnya keterusan jadi bisa sembuhin diri sendiri.
Bagi orang-orang di sekitar saya, teman-teman di sekolah mungkin tak akan menyadari jika saya hidup penuh tekanan. Everyday, everytime, everywhere I always smile and laugh. Is it make sense when I said I was depressed?
Saya memilih diam. Kenapa? Saya berpikir no one will understand, no one ever be me, they just want to know my story but never be me. Ya, bahkan saya sempat mempertanyakan keberadaan Tuhan, hampir jadi Atheis mungkin. Saya salat, saya mengaji, saya beribadah tapi bukan untuk Tuhan melainkan mempertanyakan keberadaanya. In my pray I always asked to God, “Where are you? Are you real?” Bahkan sempat beberapa kali saya seolah-olah “menantang Tuhan” (Astagfirullah maaf Ya Allah).
Ya, sesakit itu, sesulit itu. Itu juga yang mungkin dirasakan Chester dan orang lain yang depresi apalagi sejak kecil. Saya rasa apa yang saya rasakan “sesakit itu” mungkin belum ada apa-apanya.
Jika Chester memilih alkohol dan obat-obatan saya lebih baik karena saya hanya kecanduan kafein. Ya, kafein untuk meredakan nyeri dan pusing di kepala saya ketika tertekan. Tapi nyatanya efek jangka panjangnya tidak baik. If you are one of my friends who know I have a head tension, this is the reason why I have that, depressed and too much cafein.
Sewaktu saya lagi di puncak depresi yang bahkan mempertanyakan keberadaan Tuhan. Seriously, I dont care what you say, anything. Bahkan orang ceramah saja saya gak peduli (maaf ya ustad) apalagi orang lain yang terkesan menggurui. Itu juga yang jadi alasan kenapa lebih baik saya diam, saya cerita juga mungkin akan banyak “kata-kata menggurui” yang justru tidak akan saya dengarkan dan malah akan saya benci. Semengerikan itu memang. Maka dari itu kan rehabilitasi ga ada yang sebentar.
Lalu apa yang harus kita lakukan kalau tahu ada orang depresi di sekitar kita? Ya, jadi saya memang bersyukur karena sampai dengan hari ini, Allah masih sayang sama saya. Bahkan, di saat saya mempertanyakan keberadaannya, Allah membantu saya dengan menjaga pikiran saya dari hal-hal buruk seperti menyakiti diri sendiri.
Saya bisa perlahan bangkit karena keadaan yang juga perlahan berubah (kaya Chester pas akhirnya sukses di musik) dan upaya saya saat ini untuk selalu dekat dengan Tuhan, but to be honest tekanan itu kadang masih menghantui dan muncul beberapa kali. Eh, jadi jawaban pertanyaan tadi apa ya? Hehe maaf prolognya kebanyakan.
Ya jadi gini, jika kalian tahu ada orang yang sedang depresi dan mungkin seperti saya (jadi gak percaya sama orang-orang, bahkan Tuhan). Jangan sekali-kali mencoba menceramahi mereka apalagi dengan nada nyinyir, kayak “Yailah, gitu doang stres, masalah tuh dihadapin jangan ditangisin,” Ga ada yang salah dengan kata-kata itu, benar kok masalah harus dihadapi. Tapi kan gak segampang membalikan telapak tangan bro, sis.
Kalian harus tahu setiap orang punya kapasitas berbeda, belum tentu kalian bisa jadi mereka, dan mereka bisa jadi kalian. Kita punya kapasitas masing-masing.
Kata-kata menggurui juga harus dihindari, karena orang depresi itu sensitif bro sis. Bisa-bisa jadinya dia makin tertekan karena malah merasa semakin salah. Paling penting juga adalah, HINDARI KEPO. Sumpah, ketika orang itu lagi stres dan cerita sama kalian, itu aja sudah untung. Kepo tanpa ada empati itu tidak membantu sama sekali.
So, bagi saya, saat saya tertekan yang paling membantu adalah mereka yang bersikap baik dan santun. Well, mungkin mereka tidak tahu cerita saya, tapi dengan orang-orang yang bersikap baik dan santun dengan saya, membuat saya merasa dihargai dan masih punya alasan untuk hidup.
Mungkin mereka tidak membantu memecahkan masalah saya. Tapi mereka membantu saya tersenyum dan masih ingin hidup lebih baik. Kenapa? Karena energi positif yang mereka berikan membuat saya berpikir positif juga. Terima kasih untuk kalian yang baik pada saya, walau mungkin saya gak kenal, but you are my remedy.
So, always be kind and respectful to everyone you meet. Itu juga yang selalu berusaha saya lakukan. Walau mungkin belum sempurna, tapi saya selalu mencoba karena saya tahu rasanya ketika sedang stres tapi ada orang yang bersikap baik pada saya, neraka bisa tiba-tiba berubah jadi surga.
Percayalah ketika kalian sudah respek dan baik kepada setiap orang, orang itu akan lebih terbuka, mungkin dia akan cerita dan di sini kalian bisa membantunya (walau untuk kasus saya, saya tetap tidak cerita, tapi energi positif itu menyembuhkan).
Sesimpel itu memang menghadapi orang depresi (yang belum parah banget ya). Sayangnya, saat ini lebih banyak mereka yang nyinyir (apalagi di medsos) dibanding mereka yang respek. Padahal kalian itu gak akan pernah tahu kalau orang yang kalian nyinyirin itu lagi menghadapi tekanan atau bahkan jadi tertekan gara-gara kalian nyinyir.
Dari pada nyinyir, serius deh kalau gak suka udah diem aja sih. Kata-kata kalian itu bisa membunuh, saya sudah bilang kan orang depresi itu sensitif, satu kata aja bisa bikin makin parah. Itu lah kenapa banyak orang yang bisa stres cuma gara-gara hate comment di medsos.
Semoga dengan selalu respek dan berbuat baik kita bisa membantu mengurangi kematian karena depresi dan bunuh diri. Satu lagi, jika kalian mungkin merasa tertekan dan gejala depresi, ungkapkanlah setidaknya pada Tuhan jika masih belum bisa percaya pada manusia (saya tahu ini susah, tapi cobalah).
Oke. Maaf kalau postingan ini amburadul, semoga ada manfaatnya.
Remember, be kind and respectful, always. Cause everyone you meet is fighting battle you know nothing about.
Ps: Saya tulis artikel ini karena Chester. Karena lagu-lagunya yang “bukan sekadar lagu” bagi saya. Meski mungkin ia depresi, tapi ada jutaan orang depresi lain yang bisa ia tolong dengan lagu-lagunya. Thank you so much.
0 notes
Text
Home
Home.
Bagi saya, itu bukan sekadar kata benda. Namun, satu kata yang memiliki banyak makna. Satu kata yang semakin saya dewasa semakin sulit untuk didefinisikan.
Rumah.
Secara harfiah mungkin kita akan terpikirkan sebuah bangunan dengan atap, tembok-tembok yang di cat beragam warna, kamar-kamar, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga toilet. Tapi, bukan bangunan seperti itu yang pada akhirnya menjadi ‘rumah’ bagi kita nantinya.
Bagi saya, rumah adalah tempat di mana kita kembali dan selalu kembali. Ke mana pun kita pergi, akhirnya akan kembali ke rumah. Orang tua saya tinggal di Bandung dan kini sudah hampir 5 tahun saya merantau ke pinggiran Jakarta, Ciputat. Selama itu pula saya perlahan kehilangan makna di mana rumah saya.
Tentu, saya bukan anak durhaka yang lupa orang tua. Setiap saat, saya merindukan mereka. Hangat peluk dan perhatiannya, masakan ibu, candaan bapak, dan semua tentang mereka. Saya juga rindu Bandung, kota di mana selama 18 tahun saya tumbuh. Kota yang menyimpan semua kenangann kecil hingga remaja, semua yang pahit hingga yang manis.
Namun, saya kehilangan maknanya, apakah Bandung adalah rumah bagi saya? Apakah bangunan yang menjadi tempat tinggal orang tua saya adalah rumah bagi saya? Saya memang kembali ke sana, menyebutkan kata ‘pulang’ tapi itu lah juga yang saya katakan ketika akan kembali ke indekos saya di Ciputat, saya kembali memakai kata ‘pulang’.
Terkadang, saya juga malah merasa nyaman berada di kota asing, di atas gunung, di pinggir pantai, atau bahkan di sudut sebuah cafe tempat saya berjam-jam melakukan pekerjaan yang paling saya sukai dan menghidupi saya sampai saat ini, menulis. Lalu, apakah itu rumah bagi saya?
Definisi yang cukup sulit. Banyak yang bilang rumah adalah tempat kita kembali dan rindukan setiap kali pergi jauh. Lalu ke mana saya akan kembali? Tempat mana yang selalu saya rindukan? Saya jatuh cinta pada Bandung dan selalu merindukan keluarga saya, tapi saya juga terlanjur sayang pada Jakarta dan segala dramanya, saya juga selalu merindukan kekasih dan sahabat-sahabat saya.
So, for me, home is a complicated things to describe. Home is not just a home for me. Home is where my heart feel save and warm. Until now, home is everywhere I loved.
1 note
·
View note
Text
Gara-gara Pilkada
Sumber foto: beringkas.com
Erika Hidayanti
Akhirnya, hari ini Pilkada DKI Jakarta putaran kedua dilaksanakan. I just wanna say, thanks god this long long long never ending dramas almost over. Yap, semenjak putaran pertama lalu, Pilkada DKI Jakarta menjadi sorotan tajam. Hampir setiap hari kita disajikan dnegan beragam berita dan isu terkait pemilihan kepala daerah ibukota ini.
Padahal, Pilkada diadakan serentak dan bukan cuma masyarakat Jakarta yang melakukan pemilihan. Isu dan masalah negara pun tidak sesempit Pilkada DKI Jakarta. Yes, please open your eyes and mind guys. Hidup lu gak sesingkat dan sesempit Pilkada.
Bagi saya, yang mungkin sehari-hari tinggal di perbatasan (iya, Ciputat geser dikit Jakarta, loncat dikit Tangsel, terbang dikit Jawa Barat) isu Pilkada DKI Jakarta terasa semakin menggerahkan setiap harinya. Terasa bagaimana kubu A dan kubu B nyinyir depan saya. Then, I just smiling at them a while before continue my own business.
Baiklah, saya rasa tidak usah terlalu panjang pembukaannya, nantinya saya malah jadi ikutan nyinyirin orang nyiyir lagi. Sebelumnya, saya ingin memberikan disclaimer, di sini saya tidak punya kepentingan politik apa pun. Saya pun sudah tidak begitu tertarik untuk membahas latar belakang politik di balik segala isu yang di blow up di media. Saya hanya akan berbicara tentang kemanusiaan dan kehidupan sosial, yes just about humanity.
Banyak hal yang secara tidak sengaja kita sadari atau tidak, hanya gara-gara Pilkada, berbeda pendapat, berbeda pilihan membuat hubungan sosial kemanusiaan kita yang tinggal di Indonesia menjadi retak. Secara sengaja atau tidak, kita menjadi lebih sensitif dan sentimentil terhadap orang yang berbeda pendapat dan pilihan, jangankan hubungan dengan tetangga dengan saudara saja bisa hancur, cuma gara-gara Pilkada.
Beberapa minggu yang lalu, saya sempat membaca sebuah laporan di sebuah laman situs berita online. Dalam laporannya diceritakan bagaimana hanya gara-gara Pilkada hubungan darah bisa jadi kacau. Begitu jelas kebencian dan ketidakterimaan salah satu kelompok terhadap orang yang berbeda pendapat. Bahkan, sekali pun ia adalah saudaranya. Ini hanya berbeda pendapat loh, tapi hubungan darah hancur, bahkan saling menghina dan menghasut.
Bagi saya tentu hal itu bukan harga yang pantas untuk sebuah Pilkada. Pilihan politik dan pendapat orang yang berbeda tentu tak bisa dipaksakan. Bagaimana pun juga hubungan baik apalagi hubungan darah itu lebih berharga. Simpelnya gini deh, ketika kita terkena musibah siapa yang akan pertama kali menolong kita? Tetangga kan? Saudara kan? Lalu apakah hanya karena perbedaan pandangan hal ini menjadi tak berlaku lagi?
Baiklah, kalau misalnya masih belum terlihat sederhana dan berbelit belit sekarang saya hanya akan mengajukan pertanyaan untuk kalian yang ‘ikut rusuh’ di isu Pilkada kali ini. Berapa kali kalian ngomongin tetangga kalian yang beda padangan di belakang kalian? Berapa kali kalian nyinyir? Berapa kali kalian terhasut akun hoax terkait isu Pilkada? Berapa kali kalian secara sadar atau tidak menjadi tidak suka dengan orang yang berbeda pandangan dengan kalian? Berapa kali kalian keukeuh dan debat kusir ketika beda pendapat? Berapa orang yang sudah left group di kelompok media sosial kalian cuma gara-gara Pilkada?
Saya rasa, harusnya kita semua sudah paham bahwa setiap orang memiliki hak masing-masing untuk menyuarakan pendapat dan pilihannya. Setiap orang tidak bisa dipaksakan memiliki pandangan yang sama. Termasuk pilihan politik.
Sekarang mari kita berpikir lebih jernih bagaimana menyikapi semua ini. Jangan sampai jadi korban buzzer-buzzer politik sampai akhirnya merusak hubungan sesama manusia. Kita sudah tinggal di Indonesia berapa lama sih? Memang berbeda-beda dan diajarkan sejak kecil juga kan kalau perbedaan itu indah?
Well, hari ini bagi teman-teman saya yang memiliki hak suara di Pilkada DKI Jakarta gunakan hak pilih kalian sebaik mungkin. Gunakan hati nurani dan keyakinan kalian untuk memilih pemimpin. Tidak usah termakan segala hasutan.
Setelah nyoblos, mari ajak saudara, teman, atau tetangga ngopi bareng. Saling silaturahmi lagi. Coba minta maaf juga sama orang yang sudah kalian nyinyirin atau kalian gosipin. Bercengkrama lagi lah di pos ronda, di teras rumah, di taman-taman tanpa ada isu panas Pilkada. Belajarlah dengan ikhlas dan legowo menerima perbedaan.
Saya juga berharap bagi siapa pun yang nantinya akan memimpin Jakarta bisa menjadi pemimpin yang baik dan amanah. Tidak mengecewakan mereka yang telah memilih, bahkan yang sempat mengorbankan kehidupan sosial masyarakatnya. Semoga pemimpin yang terpilih nantinya mampu kembali merajut apa yang telah kusut, memperbaiki apa yang telahhancur hanya karena Pilkada.
Di akhir tulisan, saya juga ingin segala drama yang seperti tak ada habisnya ini segera usai dan masyarakat kembali bersatu. Lalu, yang paling penting semoga kita semua taubat dari nyinyir, termasuk nyinyirin tulisan saya!
0 notes
Text
Ironi Lingkungan Hidup Indonesia

Erika Hidayanti
Puluhan perempuan bertopi caping tampak letih di tengah siang Jakarta yang panas. Kebaya-kebaya dan kain yang mereka kenakan pun sudah penuh peluh. Namun, mereka tetap di situ, duduk dengan kaki dipasung semen. Semangat mempertahakan kelestarian alam pun dituliskan pada kotak kayu pasung semen mereka, “Kendeng Lestari”.
Media massa menjuluki mereka 'Kartini Kendeng' karena rela menyemen kaki demi melawan hadirnya bermacam pabrik semen. Konflik agraria berkepanjangan masih terjadi di Pegunungan Kendeng. Setelah satu tahun lalu, aksi yang sama digelar dan membuahkan keputusan ditutupnya sementara aktivitas PT. Semen Indonesia, hingga kini perubahan belum terjadi.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo nyatanya malah memberikan izin baru untuk aktivitas penambangan di Pegunungan Kendeng. Pabrik semen pun terus beroperasi mengancam kelestarian alam. Kini, di depan Istana Negara 50 Kartini Kendeng kembali memasung kakinya. Namun sayangnya, harapan mereka untuk mendapatkan solusi dari presiden belum juga terlihat. Presiden tampak belum tegas mengatasi masalah ini dan mengembalikannya pada gubernur.
Pegunungan Kendeng memiliki ratusan mata air yang menghidupi ribuan warga. Mayoritas warga di sana adalah petani yang menggantungkan hidupnya pada alam. Wilayah subur itu bahkan bisa terus hidup mandiri sampai ratusan tahun lagi bahkan ribuan jika tak ada campur tangan manusia yang merusaknya.
Dikutip dari Mongabay.com perusakan ekosistem di Kendeng memicu risiko bencana ekologis banjir dan kekeringan bagi kawasan tersebut. Terdapat 33 mata air di wilayah Grobogan, 79 mata air di wilayah Sukolilo Pati dengan debit relatif konstan. Dan menjadi sumber air bagi 8000 kepala keluarga dan lebih dari 4000 hektar sawah di Sukolilo. Itu baru sebagian saja, bagaimana jadinya jika seluruh pegunungan karst itu dieksploitasi?
Selain itu penelitian ASC Yoyakarta menyebutkan, kawasan karst juga berfungsi terhadap penyerapan karbon di udara sebagai penyebab pemanasan global. Berdasarkan penelitian dari Yuan Duaxian (2006) kawasan karst di dunia mampu menyerap karbon 6,08×108 ton/annual. Sehingga penambangan batu gamping di kawasan karst beresiko meningkatkan emisi karbon di kawasan itu dan sekitarnya.
Incaran tambang-tambang raksasa di kawasan karst Pegunungan Kendeng sangat masif. JMMPK mencatat, di Pati seluas 2025 hektar akan di tambang PT Sahabat Mulia Sakti (SMS, di Blora 2150 hektar PT Blora Alam Raya, di Grobogan 2507 hektar ditambang lempung 743 hektar oleh PT Vanda Virma Lestri dan PT Semen Grobogan 200 hektar di daerah Tanggungharjo. Selain itu seluas 900 hektar di Kabupaten Rembang oleh PT Semen Indonesia.
Tak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi beberapa tahun setelahnya. Usaha tambang mungkin secara singkat bisa memperkaya beberapa pihak. Tapi kekayaan harta mereka tak akan pernah sebanding dengan kerusakan alam dan kerugian beribu-ribu warga lainnya.
��Darurat Lingkungan
Kendeng, hanya segelintir cerita miris serakahnya manusia atas alam ini. Di luar itu, kejahatan korporasi terus menerus terjadi. Beragam macam perusahaan besar melakukan ekspansi untuk menyedot kekayaan alam secara membabi buta. Biadabnya lagi, sebagian dari mereka hanya akan meninggalkan jejak kerusakan setelah mengeruk habis sumber daya alam yang ada.
Pertambangan mulai dari batu bara, minya, pasir, hingga semen terus menggerogoti berbagai pegunungan di Indonesia. Tak heran, setap tahunnya kita akan terus mendegar berita seputar longsor, banjir, hingga kebakaran hutan besar-besaran. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sampai dengan November 2016 terdapat 2.171 jumlah kejadian bencana. Sebanyak 69% nya merupakan bencana ekologis seperti kebakaran hutan dan lahan, banjir, serta longsor.
Belum lagi konflik dan kriminalisasi warga yang harus terusir dari tempat tinggalnya demi berjalannya kegiatan beragam korporasi. Ombudsman Republik Indonesia (RI) mencatat ada 450 konflik terkait lahan seluas 1.265.027 hektar pada 2016. Perkebunan menduduki peringkat tertinggi, dengan 163 konflik atau 601.680 hektar, terbanyak di perkebunan sawit. Urutan kedua sektor kehutanan seluas 450.215 hektar, properti 104.379 hektar, migas 43.882 hektar, dan infrastruktur 35.824 hektar. Lalu pertambangan 27.393 hektar, pesisir 1.706 hektar, terakhir pertanian lima hektar.
Saya rasa, jika hal ini terus berjalan sampai bertahun-tahun ke depan tentunya negara yang terkenal kaya akan sumber daya alam ini akan kolaps. Alam tak akan lagi mau menaungi mereka yang telah dengan keji merusak dan merampas kehidupannya. Ancaman ini nyata dan harus segera dihentikan.
Beragam aksi cinta lingkungan telah disuarakan oleh berbagai pihak. Tapi itu semua hanya akan sia-sia jika pemangku kebijakan sendiri belum sadar tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Mulailah mencintai lingkungan dari hal-hal kecil dan diri sendiri, Berdoa dan bantulah masyarakat yang sedang menyuarakan kebenaran melestarikan alam. Karena sesungguhnya bumi ini hanya dititipkan bukan diwariskan.
*terbit pada kolom Tabloid Institut edisi Maret 2017
0 notes
Text
Lembaran Baru SGU di The Prominence Tower

Senin, 20 Maret 2017 Swiss German University (SGU) menyelenggarakan acara syukuran ebagai bentuk rasa syukur dengan siapnya gedung baru SGU di The Prominence Tower. Acara tersebut pun menandai hari pertama perkuliahan di gedung yang berada di Jalan Jalur Sutera Barat Kav 15, Alam Sutera Tangerang ini. Hadir dalam acara ini adalah segenap pengurus Yayasan Swiss German University, seluruh staf, dosen dan juga perwakilan orang tua serta mahasiwa.
Sebagai sebuah kampus bertaraf internasional tentu acara ini pun menjadi salah satu perwujudan SGU dalam keseriusannya untuk kembali mengadakan kegiatan belajar mengajar. Dengan gedung baru ini ke depannya SGU akan terus melakukan beragam pelayanan untuk mahasiswa dan meningkatkan prestasinya.
Acara syurukarn tersebut dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Non-akademik, Edward Boris P. Manurung, M.Eng dan dilanjutkan oleh sambutan Rektor SGU, Dr. rer.-nat. Filiana Santoso. Dalam sambutannya, ia mengapresiasi kepada mahasiswa yang tidak saja tetap kuat di masa sulit SGU, namun juga memberikan kekuatan kepada dosen maupun staf untuk terus memberikan pelayanan pendidikan terbaik. Selain itu, ia juga mengapresiasi kebersamaan yang bertambah solid antar semua stakeholder SGU.
Hal serupa juga diungkapkan Frans Tshai, Chairman of SGU Board of Management. Dalam sambutannya, ia juga berterima kasih kepada seluruh civitas akademika, jajaran yayasan, mahasiswa dan orang tua. Sebelum menutup sambutannya, ia berpesan kepada para civitas akademika, untuk terus disiplin dalam membangun kader kader bangsa yang berkarakter.
Dalam acara ini, orang tua mahasiswa jga berperan aktif. Salah satu perwakilan orang tua mahasiswa, Adam pun memberikan sambutan. Dalam sambutannya ia menyampaikan terima kasih kepada SGU dan berharap ke depan SGU akan menunjukkan kualitas dan pelayanan yang lebih baik lagi. Ia pun bangga dengan orang tua yang mau terlibat dalam masa-masa peralihan SGU ke gedung baru ini.
Bahkan, para orang tua juga memproduksi sendiri baju bertuliskan “I Stand on SGU Side” serta mengenakannya saat hadir pada acara syukuran ini sebagai bentuk kepedulian dan partisipasi aktif serta dukungan orang tua bagi SGU. Hal ini menunjukan kualitas SGU yang memang tak diragukan oleh orang tua mahasiswa sebagai pengguna jasa layanan pendidikan di SGU.
Perwakilan mahasiswa yang diwakili oleh ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-SGU) dan Ketua Majelis Perwakilan Mahasiswa SGU (MPM SGU) juga turut menyampaikan sambutan. Mereka berterima kasih untuk tindakan cepat dan juga keterbukaan SGU dalam menghapi persoalan yang ada. Mereka juga berharap masa peralihan ke gedung baru ini dapat berjalan lancar.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh Bapak Frans Tshai dan Ibu Dr. rer.-nat Filiana Santoso. Potongan tumpeng kemudian diberikan kepada perwakilan staff, dosen, orang tua dan juga mahasiswa yang hadir. Acara kemudian di tutup dengan campus tour bagi orang tua untuk melihat ke seluruh bagian gedung kampus baru SGU yang berada di lantai dasar, lantai 3 dan juga lantai 20 gedung The Prominence Tower.
Semoga ke depannya kampus SGU ini dapat terus melebarkan sayapnya di dunia!
0 notes
Text
Diskiriminasi Jaminan Buruh
Erika hidayanti

Sumber Foto: Merdeka.com
Jaminan kesehatan menyeluruh bagi seluruh rakyatnya merupakan salah satu ciri kemajuan suatu bangsa. Kini, Indonesia sedang dalam tahap untuk menuju jaminan kesehatan menyeluruh tersebut. Mulai dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), buruh, hingga yang tak mempunyai pekerjaan pun nantinya akan terjamin.
Sistem universal health coverage yang akan diterapkan di Indonesia ini diadopsi dari negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu menerapkannya seperti Jerman dan Inggris. Harapannya, tak ada lagi rakyat yang kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan. Namun, masih banyak yang harus diperbaiki di dalam sistemnya.
Jaminan bagi buruh misalnya. Kini, buruh bisa mendapakan Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua (JHT) jika sudah tak bekerja lagi. Jaminan pensiun diberikan 40% dari upah terakhir dan iuran ditetapkan 3%, 1% dari pekerja dan 2% dari pengusaha. Sedangkan, JHT akan diberikan penuh setelah satu bulan pekerja tak lagi bekerja, baik pensiun maupun PHK.
Jika dilihat, jaminan pensiun untuk buruh nantinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan PNS yang mendapatkan manfaat sebesarr 75% dari gaji terakhir. Hal ini menunjukkan adanya diskriminasi peraturan antara PNS dan buruh. Selain itu, jika mengacu pada besaran iuran 3%, maka manfaat yang akan diterima nantinya sekitar Rp3,4 juta untuk yang tertinggi, dan Rp300 ribu untuk yang terendah. Angka tersebut dinilai sangat tidak layak.
Sejak bekerja buruh selalu mendapatkan ketidakadilan, apa sekarang selepas bekerja dan mendapat jaminan pun harus merasakan hal yang sama? Selaiknya, jaminan seperti ini tak perlu ada diskriminasi. Karena pada dasarnya pun semuanya sama-sama pekerja dan tinggal di Indonesia.
Belum lagi penerapan jaminan kesehatan yang sering kali sulit didapat ketika di lapangan. Entah di mana yang salah, jika dilihat para pekerja itu pun telah membayar biaya kesehatan yang dicicil selama mereka bekerja bukan semata-mata mendapatkan jaminan cuma-cuma, tapi diskriminasi pelayanan masih sering ditemukan. Banyak yang berdalih, uang yang dibayarkan pemerintah belum cukup untuk menutupi biaya-biaya pengobatan para penerima jaminan.
Padahal, pelayanan yang didapat ��penerima jaminan pun masih berupa pelayanan dasar yang seharusnya prosedurnya mudah. Namun, sejak awal penerima jaminan sudah dihadapkan dengan berbagai prosedur yang sulit dan lama. Bagaimana jadinya jika jaminan kesehatan jika seperti ini caranya? Yang ada rakyat malah semakin sakit karena harus stres mengahadapi berbagai tekanan tersebut.
Apalagi jaminan kesehatan yang sebenarnya sekarang diterapkan belum sepenuhnya berupa jaminan untuk sehat. Jaminan yang dijalankan selama ini baru sebatas pemotongan biaya pengobatan jika sakit. Seharusnya, jaminan justru diberikan sebelum orang-orang sakit. Itulah yang masih beum bisa diterapkan di sini, bagaimana seharusnya jaminan tersebut berupa jaminan untuk tidak sakit.
Jaminan seperti ini, saya rasa sangat penting dan dibutuhkan terutama bagi pekerja. Setiap hari mereka selalu mendapatkan risiko tambahan di tempatnya bekerja berbeda dengan orang lain yang tak perlu mendpatkan risiko dari pekerjaan yang dijalaninya sehari-hari. Maka, seharusnya pemberian jaminan pun berbeda bagi pekerja sesuai dengan risiko yang diterimanya setiap hari.
Perawatan dan pelayanan kesehatan tingkat dasar atau pencegahan penyakit justru lebih dibutuhkan pekerja. Hal ini, merupakan bentuk tanggung jawab pegusaha dan pemerintah yang telah memakai jasa pekerja. Sayangnya, di negeri dengan berjuta penyakit yang dapat berkembangbiak ini masih banyak yang mengabaikan faktor pelayanan dan perawatan dasar bagi pekerja.
Sebagian besar pengusaha pun hanya tahu mengobati tanpa mencegah. Padahal, tanpa terasa setiap hari mereka telah menanamkan risiko-risiko penyakit akibat kerja pada para pekerjanya. Memang, tak semua dampak akan terlihat langsung, tapi sebenarnya akan sangat mempengaruhi produktifitas. Nah, ketika seseorang sudah tak dapat lagi produktif sebenarnya itu sudah termasuk tak sehat karena sehat pada dasarnya bukan hanya secara fisik terbebas dari penyakit namun bisa bekerja dan produktif secara ekonomi dan sosial.
Sungguh malang memang nasib buruh di Indonesia. Upah minim, jaminan minim, mendapatkan diskriminasi pula. Suara-suara perjuangan yang sering digaungkan nampaknya memang belum bisa mengubah nasib buruh yang ada di Indonesia. Bahkan, ketika jaminan kesehatan akan diberikan menyeluruh untuk seluruh rakyat.
Jaminan kesehatan bagi sleuruh rakyat Indonesia harus sudah tercaapai 2019 nanti, tapi jika sistemnya seperti ini apakah masih bisa diterapkan? Jangan dulu untuk orang-orang yang tak bekerja, untuk buruh yang bekerja saja masih sangat buruk dan banyak diskriminasi. Semoga saja universal health coverage nantinya tk hanya sekadar omong kosong.
0 notes
Link
Menyesap secangkir kopi arabika hitam di tengah dinginnya udara Pegunungan Bukit Barisan Sumatera rasanya begitu nikmat. Namun siapa sangka, di balik kenikmatan secangkir kopi ini pula, jumlah perambahan hutan di Taman Nasional Kerinci Sebat (TNKS) menjadi berkurang.
Jauh sebelum mengenal kopi arabika, para petani di Lembah Renah Pemetik, Kecamatan Air Hangat Timur, Kerinci, sejak dulu umumnya menggarap tanah di kawasan TNKS. Mereka menganggap tanah di kawasan TNKS lebih subur untuk dijadikan lahan pertanian ketimbang di Renah Pemetik. Namun, bertani di kawasan TNKS membuat hidup mereka tak tenang karena selalu dikejar-kejar patroli polisi hutan. Ancaman pidana pun menghantui mereka yang tertangkap tangan.
Selengkapnya, silakan klik judul :)
0 notes
Text
Bekali Diri di Kampus Internasional

Erika Hidayanti
Memilih kampus tentu menjadi salah satu penentu masa depan. Banyak yang bingung ketika dihadapkan dengan harus berkuliah di mana? Sama. Saya juga beberapa tahun yang lalu seperti itu. Belum lagi tuntutan keluarga yang pasti menginginkan kita masuk ke perguruan tinggi yang kredibel. Biasanya sih, pasti diarahkan ke perguruan tinggi negeri, karena selain biayanya relatif murah, kualitas “negeri” masih dianggap masyarakat sebagai salah satu indikator unggulan.
Namun, tak selamanya begitu. Sekarang kampus swasta pun banyak yang kredibel bahkan jauh lebih baik dari kampus negeri. Basis internasional bisa didapat di beberapa kampus. Salah satunya adalah Swiss German University (SGU).
SGU adalah sebuah perguruan tinggi swasta yang terdapat di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. SGU adalah universitas yang disponsori Foundation (Yayasan Swiss Jerman University-Asia) yang didirikan pada tahun 2000.
SGU didirikan sebagai sebuah institusi dengan komitmen jangka panjang di Indonesia untuk memberikan pendidikan yang bermutu sesuai dengan standar internasional. SGU bertujuan untuk mengembangkan tenaga profesional untuk memenuhi kebutuhan lulusan yang berkualitas untuk memperkuat hubungan antara Asia dan Eropa.
SGU menerapkan standar internasional melalui pembentukan kurikulum yang acuannya dari industri terkait, bekerjasama dengan 17 mitra institusi yang tersebar di Eropa dalam pemberian dual degree, penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar serta program magang selama 1 tahun yang menjadi syarat kelulusan. Tak hanya itu SGU juga menerapkan pendidikan karakter bagi mahasiswanya.
Hmm, menarik bukan? Kuliah di Indonesia tapi rasa Eropa. Bahkan, mashasiswa SGU bisa mendapatkan program magang di luar negeri seperti di Jerman, Swiss dan negara lainnya. hal ini dapat membentuk mental mahasiswa menjadi lebih unggul dan membuka pengetahuan mereka akan wawasan yang luas. Asyik yaa!
Buat kalian yang penasaran, SGU ini memiliki 3 fakultas dengan 11 jurusan untuk jenjang S-1, di antaranya Faculty of Engineering and Information Technology, Faculty of Business Administration and Humanities, dan Faculty of Life Sciences and Technology. Tentunya semua fakultas di SGU berstandar internasional dan memiliki kesempatan magang di luar negeri serta dual degree bagi mahasiswanya.
Kalau kampus swastanya seperti ini tentu keluarga pun tak ragu untuk mengamini keinginan anaknya kuliah. Tak hanya itu, jika kita sejak S-1 sudah terbiasa dnegan kurikulum internasional tentu jaringan dan kesempatan akan terbuka lebih luas untuk melanjutkan studi ke luar negeri.
Sekarang ini, kemampuan internasional sangat dibutuhkan, kenapa? Ya apalagi bukan karena sudah dibuknya pasar global. Indonesia sudah masuk ke dalam salah stau negara yang menyetujui adanya AFTA (ASEAN Free Trade Area). Dengan adanya AFTA ini kita harus bersaing dengan berbagai sumber daya dari ASEAN untuk mendapatkan pekerjaan. Tak heran jika kemampuan internasional sangat diperhitungkan.
Bagi saya, pasar global adalah tantangan yang menarik. Dari pada kita sibuk meneriaki pemerintah dan protes sana-sini soal kebijakan dan ketidaksiapan menghadapi pasar global, lebih baik belajar dan membekali diri agar tak tersingkir dari persaingan global. Loh, kapan Indonesia bisa siap kalau dari masing-masing individunya tak mempersiapkan diri. Jangan teriaki pemerintah dulu deh, mari mulai dari diri sendiri.
Selamat belajar! :)
0 notes
Text
Beda
Erika Hidayanti

Setiap orang punya kekuatannya masing-masing. Pemikiranya masing-masing. Kemampuan yang berbeda. Prinsip yang berbeda. Pengalaman yang tak sama. Kepercayaan yang beragam. Intinya setiap orang itu beda.
Perbedaan ini yang justru membuat semuanya indah. Dan yang terpenting adalah bagaimana kalian menerima perbedaan dan hidup damai di dalamnya. Perbedaan yang bisa jadi saling melengkapi. Oke, oke, ini terlalu melebar, bukan ini yang akan saya bahas, salah fokus -_-
So, ini masih dalam rangka di tengah-tengah kejenuhan bersama skripsi. Saya tahu ini sudah larut dan sudah seharusnya segera menyelesaikan revisi untuk bimbingan pagi nanti. Tapi, inilah kekuatan saya, menulis. Kalau jenuh, ya nulis santai dulu, berhubung kemarin-kemarin sudah janji akan mengaktifkan kembali tumblr ini, jadi nulisnya di tumblr (jadi isinya ga bisa bebas curhat semena-mena kaya di notes).
Kali ini, saya ingin cuap-cuap soal kekuatan yang berbeda bagi setiap orang. Beberapa saat yang lalu saat saya scroll dashboard tumblr saya menemukan quote ini, “Allah test different people with different trials, because everyone has a different level of patience, tolerance, and faith,” Kata-kata ini lalu mengetuk hati saya yang terkadang sadar bahwa masih sering lupa bersyukur dan tentu masih suka membandingkan satu sama lain, entah saya dengan orang lain, entah orang lain dengan yang lain lagi. Saya tahu sejak lama bahwa itu salah, tapi tanpa sadar masih saya lakukan.
Kata-kata ini juga yang kemudian mengingatkan saya bahwa kita harus percaya ketika ujian datang pada kita, semua itu adalah skenario Tuhan yang paling indah dan pas untuk kita. God always know the best. Tidak mungkin salah, tidak mungkin memberikan hal yang di luar kemampuan umat-Nya. So, you will pass every trials that you may happen to you. Kita harus yakin atas kehendak-Nya, kita pasti bisa melalui setiap hal yang mungkin kita anggap berat.
Setiap orang memiliki kekuatannya masing-masing. Saya dan kalian memiliki kekuatan yang berbeda. Saya dan kalian menghadapi masalah dengan cara yang berbeda. Tapi, saya dan kalian akan bisa melewati semua itu atas kehendak dan skenario-Nya.
Jadi, jangan lupa bersyukur hari ini. Jangan lupa untuk selalu kuat. Jangan lupa untuk selalu saling menguatkan :)
“Count your blessing not your problems”
Sampai jumpa di tulisan berikutnya, semoga bermanfaat :)
0 notes