iqwansetiawan
iqwansetiawan
Tanpa judul
1 post
Don't wanna be here? Send us removal request.
iqwansetiawan · 2 months ago
Text
WABI SABI & PENERIMAAN DIRI
Tahun 2025 yaitu tahun dimana percepatan informasi, sosial, gaya hidup, dan kehidupan sangat berkembang pesat. Bayangkan saja dengan meluasnya media sosial sangat berpengaruh secara signifikan dengan persepsi dan pola konsumsi manusia. Meluasnya media sosial bak mata pisau yang disisi lain membawa kemudahan mengakses informasi atau menyebarluaskannya, disisi lain ia menjadi alat untuk manusia membandingkan dirinya dengan yang lain, baik secara fisik, finansial, gaya hidup, life style atau pencapaian pencapaian dalam hidup manusia yang membuat manusia mencari atau membandingkan kesempuraan dirinya dengan orang lain. ada pula yang mencari kesempurnaan dengan hal hal yang dipaksakan. disini kita melihat bahwa kesempurnaan yang tidak realistis, kekekalan, atau kekayaan materialistis sangat berpengaruh terhadap persepsi manusia. padahal kita tahu sendiri bahwa tidak semua sempurna, tidak semua kekal, dan tidak semua kaya. 
Wabi-sabi (侘寂) adalah filosofi estetika Jepang yang menghargai keindahan dalam ketidaksempurnaan, kefanaan, dan kesederhanaan. Konsep ini mengajarkan untuk menerima dan menghargai hal-hal yang tidak sempurna, sementara, dan sederhana dalam kehidupan, serta melihat keindahan dalam perubahan dan penuaan. 
Esensi Wabi Sabi:
Wabi (侘) – mencerminkan kesederhanaan, kesunyian, dan keheningan yang bersahaja. Wabi menunjukkan keindahan yang timbul dari kehidupan yang sederhana, tidak berlebihan, dan selaras dengan alam.
Sabi (寂) – berkaitan dengan keindahan yang datang seiring waktu: penuaan, pelapukan, dan perubahan. Sabi mengajarkan kita untuk menghargai jejak waktu pada benda maupun kehidupan—misalnya, retakan pada tembikar tua atau warna yang memudar di kain.
Nilai - Nilai Wabi sabi terdiri dalam 3 hal yaitu Ketidaksempurnaan, Ketidakkekalan, dan Kesederhanaan.
KETIDAKSEMPURNAAN (IMPERFECT)
Ketidaksempurnaan dalam kehidupan seringkali mengganjal dalam diri kita, baik tidak sempurna secara fisik, batin, emosional atau lainnya. Seringkali kita dituntut untuk menjadi sempurna, namun Wabi Sabi hadir untuk mengingatkan bahwa manusia pada dasarnya tidak sempurna tetapi itu bukanlah aib atau kesalahan. Setiap manusia pasti mempunyai kekurangan baik secara fisik atau luka batin, penyesalan atau kesalahan dalam kehidupan. Hal itu bukanlah hal yang memalukan tetapi itulah wujud seorang manusia. yang perlu dilakukan ialah menerima dan jujur dengan diri sendiri bahwa kekurangan tersebut adalah bagian dari diri kita, bagian dari kisah hidu kita yang perlu kita peluk dan terima sebagai bagian dari karakter kita. Mengubahnya menjadi kekuatan atau keindahan.
KETIDAKKEKALAN (IMPERMANENT)
“Tidak ada yang abadi.” Segala hal dalam hidup—benda, pengalaman, perasaan, bahkan kehidupan itu sendiri—terus berubah, membusuk, hancur, atau lenyap.
Dalam Wabi Sabi Ketidakkekalan adalah suatu yang lumrah dalam hidup yang perlu disadari sebagai fakta alami dari kehidupan. Tidak ada yang permanen dalam hidup ini. Orang datang dan pergi, perasaan bahagia atau sedih, hubungan dengan personal, kekasih, kawan, sahabat, orang tua. Tidak ada yang tetap dalam hidup ini. Semua hal berubah. Namun hal itu menjadi sangat menyedihkan bagi kita adalah ketika kita menganggap semua hal ini bersifat permanen dan melekat dengan diri kita. Semua hal bisa pergi dalam sekejap, itu bukanlah konsep tetapi fakta kehidupan. Hal yang perlu kita terima adalah fakta bahwa kehidupan ini tidaklah kekal. Bukan hanya dalam persoalan umur tetapi juga dalam hal kekayaan, hubungan, pencapaian, dan emosional.
KESEDERHANAAN (SIMPLE)
Dalam wabi sabi kesederhanaan bukanlah hanya tentang ruang atau benda tetapi juga tentang penerimaan diri untuk melihat keaslian diri kita sebagaimana apa adanya. Banyak hal dalam kehidupan ini yang memaksa kita untuk melakukan hal hal yang berlebih supaya kita diterima dilingkungan tertentu atau diberikan pujian. Namun disini kesederhanaan membawa kita untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain dan jujur pada diri sendiri. Kesempurnaan atau Kemewahan bukanlah terletak pada kesempurnaan tetapi ketulusan pada diri sendiri. Kita tidaklah harus menjadi istimewa untuk layak dicintai tetapi menjadi versi autentik yang terbaik pada diri sendiri. Dan kesederhanaan untuk menghargai sebuah proses dalam kehidupan bukan pada terletak sempurna atau tidaknya hasil pada proses itu. Proses untuk bertumbuh dan membiarkannya berjalan dengan alami tanpa adanya tekanan. Dan menghargai kesederhanaan seperti menikwati waktu sendirian yang tenang dan menghargai keistimewaan asli kita sebagaimana adanya serta menghargainya.
Disini kita paham akan esensi Wabi Sabi dalam penerimaan diri mengajarkan kita untuk menerima dan melihat keindahan dari ketidaksempurnaan, ketidakkekalan, dan kesederhanaan dalam diri kita. Bahwa dari ketidaksempurnaan  baik luka, rekatan, dan kekurangan kita bukanlah suatu kecacatan tapi keunikan dalam perjalanan hidup kita. Menyadari bahwa dalam hidup ini tidak ada yang tetap dan kekal, segalanya berubah dan terus berubah dan itu membuat setiap momen dalam hidup layak untuk dihargai. Dan dalam kesederhanaan kita memahami bahwa kebahagiaan tidak datang dari pencitraan atau pencapaian berlebih, tetapi dari kejujuran dan kehadiran dalam hal hal kecil yang tulus. Dengan demikian Wabi Sabi mengajarkan kita tentang penerimaan diri kita dalam menghadapi kehidupan ini dan mencintai diri kita dengan manusiawi bahwa “Kita Cukup, Bahkan Dalam Retak Kita Indah, Saat Tak Lengkap Kita layak, Saat Sederhana Kita Bahagia”.
1 note · View note