Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Dua Puluhan
Tanggung.
Diusia ini, aku bukan lagi anak-anak.
Bukan lagi remaja usia belasan.
Untuk disebut sebagai manusia dewasa, aku belum matang yang sigap menghadapi semua persoalan. Semuanya masih terasa kikuk.
Proses menjadi dewasa di usia ini terasa begitu sepi, seolah semua orang memalingkan muka. Yang terlihat hanya punggung- punggung setiap orang yang sedang berjuang pada masing-masing pertarungannya.
Menjadi dewasa terasa begitu sepi. Tak lagi ada kata teman yang tercipta dari ketidak sengajaan duduk di bangku sebelah seperti saat sekolah. Semua sedang mengusahakan hidup, cinta dan cita-citanya.
Aku ingin membicarakan hal-hal acak yang tiba-tiba muncul di kepala. Tapi di usia ini, tak ada seorangpun memiliki waktu untuk bercengkrama.
Sudah hampir di ujung dua puluh.
Teman-teman yang selepas lulus kuliah memutuskan untuk melanjutkan studi, sudah menyelesaikannya Sebagian lain sudah hampir menimang anak kedua Sebagian yang lain sudah mulai stabil dalam karir Sebagian yang lain sudah memiliki tabungan yang cukup untuk tujuan yang lebih besar Sebagian yang lain sudah berhasil membiayai kuliah adiknya Dan beberapa yang lain tiba-tiba pulang menghadap Sang Pencipta.
Duapuluhan sungguh usia yang terasa sepi dan sangat aneh.
0 notes
Text
Setiap yang hidup pasti mengalami pasang surut.
Kadang kita berada di atas
kadang di tengah-tengah
kadang juga di bawah
Ini adalah sesuatu yang pasti.
Memang rentang waktu tiap orang saat berasa di fase tertentu pasti juga berbeda. Saat kita sama-sama mengatakan sedang di atas, dilihat dengan sekilas pasti terlihat berbeda.
Bisa jadi batas atasku ini hanya 50 meter, tapi kau bisa mencapai ribuan kilometer. Lalu sebagian orang mungkin bingung, bagaimana ketinggian 50 meter bisa dikatakan sedang di atas? Mungkin terlihat cukup rendah bagimu dan beberapa orang. Namun bagiku dan beberapa yang lain, 50 meter sudah cukup tinggi, dan kami bersyukur dapat memanjat hinggat ketinggian 50 meter. Kami merangkak, memanjat dengan terseok-seok dari minus ribuan kilometer dari permukaan.
Seberapapun keras dan cerdas usaha kita, tempat dan waktu selalu menjadi misteri. Kau tahu kan, aku adalah orang yang memikirkan semuanya dengan rinci sebelum eksekusi? Tapi kau juga tahu seberapa keraspun usahaku, aku tak bisa memaksa untuk berada di titik tertentu dalam kurun waktu tertentu. Selalu ada faktor-faktor lain yang memaksaku untuk berbelok atau menetap lebih singkat atau lebih lama di suatu titik. Kita bisa mengusahakannya Ge, tapi tempat dan waktu akan selalu menjadi misteri.
Pasang dan surut kita mungkin berbeda, tapi syukur membuat kita merasakan yang sama.
Kuharapkan selalu ada rasa syukur dan kedamaian untuk semua makhluk yang sedang mengusahakan hidupnya.
0 notes
Text
Kaki-kaki mungil.
Ge, saat ini mataku terpikat satu peristiwa. Aku sedang melihat seorang anak dalam pelukan ibunya. Erat. Tampaknya sang ibu bahagia. Langkah-langkah kaki kecil yang biasanya jatuh dalam dua – tiga langkah, baru saja berhasil menggapai tangannya. Ia tak merasakan takut kalau-kalau kakinya gagal melakukan apa yang diinginkan, terjatuh dan merasakan sakit. Mungkin ia merasa aman. Karena kalaupun ia gagal dan jatuh, ibunya di sana. Pastilah ia akan menghampirinya dan membawanya dalam pelukan. Rasa sakit saat jatuh akan membaik saat ia berada dalam pelukan ibunya. Semua akan baik-baik saja, apapun yang terjadi. Ibunya ada untuknya. Tapi aku hanya menebak-nebak. Bukankah sewajarnya seperti itu?
Kaki-kali mungil itu berjalan tanpa berpegangan. Berhenti dalam dua langkah, bergetar, tapi ia berusaha tetap berdiri, lalu setelah menyeimbangkan tubuh yang ditopang, ia melanjutkan langkah kecilnya, sampai dalam jarak delapan hitungan.
Ternyata saat ini aku juga tersenyum selama beberapa detik. Makhluk mungil itu memiliki tempat tujuan yang berjarak delapan langkah dari tempatnya duduk. Mereka terkekeh sambil saling menatap. Dalam kepalaku muncul beribu pertanyaan, tapi yang paling jelas adalah: Apakah aku dulu juga melakukannya? Melangkahkan kakiku yang gemetar, berusaha menopang tubuhku dan menyeimbangkannya, berhenti sejenak, menatap seseorang yang seharusnya kupanggil Ibu dan melanjutkan langkahku. Apakah aku juga terkekeh dan merasa senang saat berhasil meraih tangannya? Apakah dia juga memelukku dengan erat? Apakah juga ada rasa bangga yang membuncah?
Ge, pemikiran-pemikiran ini membuatku berharap untuk bisa memutar lagi ingatan-ingatanku pada saat itu. Tapi bagaimana jika yang sebenarnya terjadi tidak seperti yang aku harapkan? Biarkan aku untuk membuat ingatanku seperti itu. Ingatan yang hangat, saat - saat dimana "mungkin" hal-hal kecil yang terjadi padaku juga selalu dirayakan.
4 notes
·
View notes
Text
Pagi ini dia diam lagi. Sebenarnya sejak kemarin dia tiba-tiba diam. Tentu saja seperti biasa aku kembali bertanya-tanya, apa lagi salahku kali ini?
Rasanya sangat melelahkan untuk bertahan saat kau seringkali tiba-tiba marah, tiba-tiba diam lalu tiba-tiba bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa.
1 note
·
View note