Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Bahagia rasanya pernah menjadi bagian dari hidupmu, walaupun akhirnya tidak seperti yang kita harapkan, aku tidak pernah menyesal sedikitpun pernah bertemu denganmu dan berbagi banyak hal.
Aku tidak pernah membayangkan hari di mana takdir membawa kita pada perjalanan kita masing-masing, Padahal kita sepakat bahwa kita akan melangkah bersama menuju impian itu, namun nyatanya takdir tidak memihak.
Sekalipun tak bersama lagi, aku ingin melihatmu mencapai impian yang selama ini sering kamu ceritakan dan dengan siapapun kamu nantinya bersanding di hari pernikahan, percayalah aku adalah orang yang paling berbahagia atas kehidupan yang telah kamu pilih, sekalipun itu tidak denganku.
0 notes
Text
Teruntuk laki-laki baik yang sudah menikah maupun belum.
Hidupmu tak banyak berubah setelah menikah, kamu masih bisa bekerja, hang out dengan teman-temanmu, bahkan menginap pun lebih sering di rumah orang tuamu.
Tetapi hidup seorang istri berubah setelah menikah, ada yang tidak lagi bekerja, ada yang bekerja tetapi sesegera mungkin pulang ke rumah, rela meninggalkan orang tuanya untuk ikut denganmu baik itu tinggal di rumah orang tuamu, terpisah atau bahkan kamu ajak merantau jauh
Yang dulunya dia bisa cerita dengan keluarga atau sahabatnya saat dia ada masalah, kini tak lagi bisa. Marwahmu dan keluarga ini harus dijaga.
Dia hanya punya kamu saat ini, jangan lelah mendengar ceritanya. Dengar dengan antusias.
Jikapun dirimu lelah bekerja istirahatlah, tapi jangan abaikan dia.
Ingat dia hanya punya kamu sebagai sandarannya.
Bisa saja dia memilih bercerita dengan sahabatnya, tapi duhai takut sekali akan keceplosan cerita tentang masalah rumah tangga.
Kamu tempatnya bersandar, bertanggung jawablah. Jangan buat dia merasa sendirian.
0 notes
Text
Sembuh
Dan suatu hari nanti- entah besok, lusa, atau mungkin lebih lama dari itu- namamu tak lagi memicu nyeri di dada. Kenangan tentangmu tak lagi menyesakkan hati,
Aku tak lagi sibuk bertanya-tanya, apakah kamu menyesali keputusanmu untuk pergi atau tidak. Tak ada lagi keinginan untuk diam-diam mengintip media sosialmu, mencari bayanganku yang pernah tinggal disana.
Aku akan benar benar sembuh..
Hatiku akan pulih dan akan kembali utuh- entah karena waktu yang menenangkannya, atau karena hadirnya hati baru yang dengan lembut merawatnya.
0 notes
Text
Menikahlah dengan ia yang tidak hanya mampu mendengar cerita-ceritamu, namun juga mampu memberi respon positif atas apa yang kamu kisahkan.
Menikahlah dengan ia yang tidak hanya mampu menemani dirimu, namun juga paham dan mampu terkait apa yang kamu butuhkan saat itu.
Menikahlah dengan ia yang telah selesai dengan dirinya, dengan kesenangannya. Sehingga tanpa kamu minta pun, ia sudah paham dan tahu bahwa kamu adalah tanggung jawabnya, prioritasnya.
Menikahlah dengan ia yang mampu melihat keletihan-keletihan dari sudut matamu, yang paham perihal lelahmu meski hanya lewat embusan napas. Sehingga tanpa kau minta, ia menjadi lebih peka untuk mengulurkan bantuan.
Menikahlah dengan ia yang ketika kakinya melangkah memasuki pintu rumah, semua urusan yang ia miliki di luar sana, ia tanggalkan di depan pintu.
Menikahlah dengan ia yang banyak bercerita. Dengan dia yang lebih senang bercengkrama denganmu dibanding dengan rekan sejawatnya, dibanding dengan ponsel miliknya.
Karena seumur hidup itu sangat panjang, begitu lama. Maka kau perlu dibersamai dengan seseorang yang paham dan mengerti caranya membangun kehangatan rumah tangga.
Sepanjang usia itu terlalu jauh. Maka kamu perlu menemukan pasangan yang tidak hanya hangat di luar rumah, saat orang-orang melihat dengan mata kepala mereka, namun juga hangat di dalam rumah. Ketika kamu dan dia hanya berdua.
Sebab berbuat baik di depan khalayak ramai adalah mudah. Namun tetap keukeh dengan sikap yang sama adalah kesulitan yang tidak semua orang bisa.
Maka menikahlah. Dengan dia yang tidak hanya mampu memelukmu kala kau sedih dan terjatuh. Namun menikahlah dengan dia yang paham dan mampu menenangkan risaumu.
Karena menikah adalah pengorbanan. Maka menikahlah dengan ia yang rela menanggalkan segala senangnya, demi menyenangkanmu.
0 notes
Text
Tutorial Jatuh Cinta
Jatuh cintalah pada seseorang yang perasaan cintanya lebih besar darimu. Karena ia akan membuatmu menjadi sangat berharga. Bersedia untuk melakukan hal-hal kecil untukmu, menggendong anakmu saat kelelahan, membiarkanmu tetidur dan ia membereskan rumah, membelamu jika ada orang lain yang menyerangmu, menyediakan makanan-makanan kecil saat kamu malas memasak, dan tidak marah-marah saat kamu menghabiskan uang yang digunakan untuk kebutuhan kalian berdua. Jatuh cintalah pada seseorang yang memiliki cara berpikir yang baik, yang luas, yang terbuka. Karena di dalam pikirannya nanti kamu akan tinggal. Karena cara berpikirnya itulah yang akan kamu hadapi selama kalian bersama. Tentu merepotkan tinggal bersama orang yang ternyata cara berpikirnya mudah menerima hoax, tidak bisa mencerna informasi dengan baik, tidak bisa mengambil keputusan dengan bijak, tidak ada keinginan untuk berkembang, tidak punya pendirian yang kuat. Lelah sekali tinggal di pikiran yang seperti itu, bukan? Jatuh cintalah pada seseorang yang mudah diajak berbicara. Kamu tak perlu merasa takut untuk mengutarakan segala isi hatimu, mengutarakan segala penatmu, mengajaknya berdiskusi untuk keluargamu. Tentu tidak enak jika selama bersama, kalian tidak bisa membicarakan hal-hal penting untuk keluargamu. Bahkan, untuk sekedar mengatakan bahwa kamu lelah dan memintanya untuk mengasuh anak sebentar saja, kamu takut. Tak leluasa untuk berbicara. Padahal, memiliki teman bicara seumur hidup yang nyaman itu benar-benar anugrah yang tak ternilai.
Kalau kamu ingin jatuh cinta, tutup sejenak matamu dari hal-hal yang kamu lihat darinya. Rasakan dari hatimu, berpikirkan sejauh mungkin. Seberapa bisa kamu hidup dengan sosok sepertinya. Karena apa yang kamu lihat dari matamu, seperti kecantikan/ketampanan itu akan usang dimakan usia, harta bisa hilang, jabatan bisa lepas. Kalau nanti kamu jatuh cinta, kamu tak lagi takut jatuh ditempat yang menyakitkan karena kamu bisa memilih di tempat seperti apa cintamu jatuh. Hati-hatilah memilihnya. Kalaupun harus menempuh jalan yang panjang dan berliku, tidak apa-apa. Kalau harus menempuh waktu yang lama, tidak apa-apa. Tidak apa-apa.
0 notes
Text
Dear manusia favorite ku
Setelah sekian lama tak pernah mendengar kabar ataupun secara sengaja mencari namamu dalam jelajah dunia maya, tiba-tiba rindu menyerang begitu hebat dalam satu minggu berkala.
Setelah kamu berlalu, aku pikir bahwa hidupku akan kembali ke sedia kala sebelum kamu tiba. Bekerja, berlari, pergi ke luar kota atau sekedar berdiam diri saja seperti dulu.
Tapi tadi malam banyak sekali rindu mampir dan kembali terputar rintik-rintik suka tentang bahagia di masa lampau bahwa ternyata saat kamu melangkah menjauh, aku kehilangan separuh.
Aku akhirnya sadar saat aku melanjutkan hidup seperti yang sudah kusebut diatas, kemana pun, dimana pun, kapan pun, semuanya membawaku titik kembali; ke kamu. Rasanya ingin sekali egois meminta kembali, merebut dari laki-laki yang sekarang menjadi alasanmu tersenyum setiap pagi.
Tapi aku tau sebagaimana luka yang pernah aku beri, aku pantas untuk kamu maki. Aku sadar untuk tidak layak disuguhi maaf, tak pantas untuk duduk di sebelahmu lagi walau sebetulnya aku ingin sekali.
A, kamu itu seperti lautan di dunia ini, kamu terlalu sulit aku benami. Seperti cakrawala di atas horizon semesta, kamu terlalu jauh untuk aku gapai. Seperti banyaknya teori metafisika, isi kepalamu terlalu susah diuntuk dipecah.
Kamu tetap menjadi misteri terbesar di dalam perjalanan 29 tahun hidup dimana aku si penakut dan terlalu banyak pertimbangan ini, beberapa tahun lalu berani melangkah jauh untuk memilih hidup berdua. Memilih kamu untuk berhenti menjadi labuhan terakhir sampai nanti dipisahkan oleh batas ambang kehidupan.
Tapi karena kegegabahanku sendiri, kamu akhirnya pergi. Dan sudah cukup lama kamu menutup pintu. Memendam semua amarah, dendam, benci atau apapun itu yang pantas kamu sematkan. Aku tau aku sangat pantas.
Tapi mungkin kamu juga nggak sadar, aku selalu berdiri di depan pintu itu. Nggak kemana-mana, menunggu untuk dibukakan walau tak pernah ada lagi kesempatan.
A, rasanya baru seperti kemarin di kepalaku terbesit tentang bagaimana bahagia sesederhana membuka tirai jendela saat pagi tiba dan cahayanya memaksa masuk untuk melihat rupamu saat dalam masih di dalam batas sadar mimpi dan realita.
Atau sekedar memastikan helm yang melindungi kepalamu itu sudah terkunci aman sesaat sebelum kita membunuh jalanan Jakarta.
Atau mungkin sekedar menghabiskan siang dengan menontonmu memainkan tuts-tuts piano di rumah kita nanti sambil mengelus kucing-kucing nakal di taman rumah?
Semua itu terjadi ternyata, tapi bukan denganku disebelahnya.
Sialan. Menyebalkan.
Aku terlambat ya? Terlalu lambat untuk kapasitas inci memori kepalaku kalau ternyata aku mau menghabiskan sisa usia cuma denganmu saja. Melihatmu tertawa, menyaksikan banyak suka-duka berdua, menggenggam jemari menjagamu dalam dekap ketika sedang berlibur di Eropa. Atau mungkin sekecil membantumu menghapus rias wajah setelah menghadiri pesta teman kecil kita?
Yang pasti sih semuanya ada tapi dalam angan saja. Berhenti dalam batas harap, tak pernah terserap menjadi nyata.
Kamu pergi. Aku disini.
Aku sedih sedikit sih. Tapi aku pun juga bahagia karena kamu akhirnya mempunyai dia yang selalu ada.
Maaf ya A. Aku menulis ini karena memang tak ada medium lagi yang menghubungkan kita kembali.
Aku hanya ingin minta maaf dan mengucap selamat.
Semoga rencanamu di tahun selanjutnya menemukan muara.
Aku turut berbahagia. Benar, tak ada dengki, iri ataupun niat untuk mencuri.
Entah sampai kapan kamu membatasi, tapi yang perlu kamu ketahui, puisi dan doa akan selalu tertulis disini (walau aku tau kamu tak akan sudi untuk mampir).
4 notes
·
View notes
Text
Hai, ini aku yang sekarang. Tidak lagi menjadikanmu sebagai tujuan hidupku. Tidak lagi ingin tahu bagaimana kamu bisa baik-baik saja setelah tak lagi bersamaku, padahal aku sangat terpuruk dan kehilangan atas kepergianmu, pada saat itu.
Hai, ini aku yang sekarang. Aku yang mulai bangkit, mulai sepenuhnya yakin dengan diriku, mencintai diriku, menerima segala bentuk takdir yang sedang memeluk hidupku. Termasuk kepahitan tentang pergimu di kala titik terendah hidup sedang menghunus ketenangan dalam hidupku.
Hai, ini aku yang sekarang. Aku yang berani berbicara denganmu, tanpa takut apakah lemah yang kusampaikan akan semakin membuatmu raib dari pandanganku. Aku yang dengan lantang mengucapkan juga mendoakan secara langsung untuk kelancaran hidupmu
Terima kasih. Terima kasih banyak. Terima kasih sudah mengajarkan bahwa dalam jatuh cinta tidak hanya ada bahagia. Sebagaimana aku mengharapkan kebahagiaan dalam hubungan kita kala itu, aku juga semestinya mempersiapkan kekecewaan yang harus diterima dengan keikhlasan, keyakinan dan kesabaran.
Hai ini aku, mengajakmu untuk memaafkan diri sendiri. Melanjutkan hidup dengan sebaik-baiknya seorang hamba yang mendamba-Nya. Selamat berlayar, wahai kamu--kapalku yang sudah karam
0 notes
Text
#29
Jika lelaki itu membuatmu tersenyum lebih bahagia daripada aku, maka pergilah. Jika lelaki itu bisa membuatmu lebih tenang ketika malam tiba, maka pergilah. Barangkali yang kamu butuhkan bukan aku, tapi seseorang yang benar benar mencintaimu. Mungkin memang kamu tidak pernah membutuhkan aku, kamu butuh orang yang mencintaimu secara utuh, secara jujur dan secara keras kepala.
Jika lelaki itu membuatmu bersyukur tiap pagi karena merasa dicintai maka pergilah. Jika ia lelaki yang selalu membangunkanmu di pagi hari, dengan pisang hangat dan kopi pekat kesayanganmu, maka pergilah. Jika ia bisa menjadikan tiap helai rambutmu menjadi puisi dan mengembangkan semu merah di pipumu, maka pergilah.
Kukira tidak ada hal yang lebih penting daripada kebahagiaanmu. Jika lelaki itu selalu menghadirkan binar paling terang pada matamu, maka aku akan mundur dan diam. Jika lelaki itu membuatmu tertawa sangat keras karena perhatianmu, maka aku akan pergi dan diam. Jika lelaki itu selalu menggenggam tanganmu di kerumunan, aku akan diam dan menjauh. Jika lelaki itu selalu membiarkanmu mencoba suapan pertama Indomie gorengnya, aku akan mendoakan kebahagiaan kalian.
Aku yakin lelaki itu akan membahagiakanmu lebih baik daripada aku. Ia tidak akan berjanji, melainkan menggenapkan harapanmu. Ia tidak akan pernah gombal, kecuali untuk menunjukan betapa sebenarnya kamu layak dipuja. Lelaki itu tidak akan menjadilkanmu yang nomor dua, tidak akan menjadikanmu cadangan, ia akan menjadikanmu yang satu-satunya.
“I desperately grasp my chest looking for love, but there lies only pain.”
Kamu tidak perlu memikirkanku. Barangkali, seperti yang kamu tahu, aku terlalu genit. Aku menggoda setiap perempuan yang ada, menganggap bahwa tiap tiap dari mereka mau dan ingin digoda. Sikap rendah yang memang hina. Aku juga tidak bisa bersetia. Aku sudah mencoba dan gagal. Aku ingin setia, tapi kesetiaanku sendiri tidak pernah bersikap baik pada perasaanku. Selalu ada yang ingin memberontak dan sialnya aku selalu menuruti itu.
Kamu berhak untuk bahagia, jauh lebih bahagia daripada sekedar menahan diri untuk tidak bersedih dengan lelaki mata keranjang sepertiku. Kamu layak menjadi seseorang yang dibahagiakan, diperjuangkan dan menjadi satu-satunya. Sesuatu yang susah dan gagal aku lakukan. Kamu adalah cinta yang gagal aku pertahankan keberadaannya.
Tapi itu tidak penting. Seperti yang kubilang padamu, kelemahanku tidak layak membuatmu menderita. Jika ada yang membahagiakanmu, maka pergilah. Doa baik untukmu
0 notes
Text
Orang yang amat layak
Menikahimu, kukira bukan hanya perkara cinta. Ia adalah perkara bersetia pada janji membahagiakan sekuat-kuatnya, sebisa-bisanya. Itulah mengapa aku bekerja keras. Ini bukan janji, ini bukan gombalan, ini adalah ikhtiar untuk membuatmu menjadi seseorang yang istimewa.
Aku merasa tidak punya apapun untuk bisa kamu banggakan, kecuali bahwa aku akan bekerja keras, sesuai janjiku pada ayah ibumu bahwa kamu, anak yang mereka sayangi tidak akan pernah merasa kelaparan dan takut akan hari esok. Sebagai lelaki hanya ini yang bisa aku lakukan.
Aku percaya kita bisa menghadapi hari paling tengik sementara kita berdua berdiri tegak dengan mandiri, Tidak mengandalkan siapapun kecuali satu sama lain. Tidak merengek tentang apapun kecuali pada yang Menciptakan Kita. Kamu adalah karang paling keras di samudera, sementara aku bebatuan paling bebal di pegunungan.
Membahagiakanmu berarti menjamin keselamatanmu, menjamin bahwa kamu akan punya rumah untuk ditinggali, menjamin bahwa kamu punya makanan untuk disantap, dan punya seseorang untuk diandalkan. Ia adalah hal paling sederhana yang bisa aku lakukan untuk menggenapkan sayangku padamu.
Kamu tidak harus berdiam di rumah, kamu tentu bisa bekerja jika kamu ingin. Kamu boleh belajar balet, kamu boleh mendaki gunung, belajar cara memasak kimchi atau bahkan memulai les bahasa Rusia. Lakukan hal apapun yang menyenangkan hatimu, lakukan hal apapun yang membuatmu merasa menjadi manusia seutuhnya. Kamu adalah hal hal yang telah kamu taklukan sayangku.
Pernikahan, kukira, bukan soal siapa yang tinggal di rumah dan mesti mengalah. Pernikahan, kukira, adalah bagaimana kita tetap bisa bermain dan bersenang-senang seraya meningkatkan tanggung jawab. Kamu dengan segala kesenanganmu dan aku dengan segala kegilaanku. Kita adalah sepasang kekasih yang merayakan cinta dengan cara paling menakjubkan.
Harapan tentang membahagiakanmu adalah satu satunya yang membuatku bertahan di Jakarta. Bertahan dari segala hiruk pikuk keluh kutuk jalanan yang membuat manusia lembek pulang kepelukan ibunya yang hangat. Aku tidak sedang berusaha menjadi heroik, aku sedang tidak berusaha menjadi kuat. Aku hanya sedang berusaha mewujudkan janji pada diriku sendiri untukmu.
Barangkali aku hanya membual, seperti yang biasa aku lakukan. Mungkin aku hanya bicara, seperti yang hanya bisa aku lakukan. Tapi boleh kan? Sekali saja dalam hidupku yang berantakan ini mempercayai satu hal. Bahwa mungkin kamu layak diperjuangkan, bahwa kamu layak dicintai dan lebih daripada itu harus dibahagiakan
1 note
·
View note
Text
#19
Awalnya banyak yang hendak aku tulis. Lalu tiba-tiba ia bubar, berantakan begitu saja, ketika aku melihat namamu tertulis di ujung surat ini. Lantas aku menghapusnya, berharap ia tidak mengganggu konsentrasiku menulis surat ini untukmu. Aku memang sedemikian lemah dan konyolnya. Tapi bolehkan kita menjadi lemah, menjadi seseorang yang tak berdaya di hadapan yang kita cintai.
Perasaanku padamu tulus. Atau setidaknya aku kira ia tulus, jika tidak tulus mengapa ia terasa begitu nyata? Begitu menyenangkan saat kita bicara, saat kita berbagi pesan, atau saat kita bersama. Mungkin ini naif, aku selalu melankolis dan selalu platonis. Aku percaya pada hal hal yang sentimentil. Aku berusaha percaya pada harapan, meski ia berkali-kali mengecewakan. Aku tentu sakit hati, tapi rasa sakit itu yang membuatku hidup.
Aku hanya bisa menulis, seperti yang aku bilang, hanya dengan menulis aku bisa menunjukan perasaanku, tentu ia bisa jadi gombal, bisa jadi murahan, bisa jadi suatu hal yang tidak penting dan boleh kamu lupakan besok. Tapi kali ini aku mau jujur, aku ingin belajar untuk percaya bahwa, barangkali dalam hitungan waktu hidupku yang tidak seberapa ini, aku masih bisa menunjukan perasaan.
Aku masih menyukaimu, tapi tentu ini bisa jadi tidak benar, sekedar kata-kata yang tidak harus kamu percayai. Lagipula siapa yang bisa percaya dengan seseorang yang tiap saat menggoda perempuan di media sosial, sering genit dengan banyak perempuan, kerap sok akrab dengan banyak perempuan. Lelaki macamku berhak tidak dipercaya, berhak tak mendapatkan perhatian, dan aku menyadari itu.
Aku tidak tahu apakah kamu sedang bersama orang lain, beberapa hari yang lalu aku melihat seorang lelaki. Ia menitipkan harapan padamu, sepertiku, barangkali ia juga jatuh cinta. Jatuh cinta pada kesederhanaanmu. Pada apa adanya dirimu. Lagipula siapa yang tidak mencintaimu? Senyum kikuk, mata terang dan semangat hidup yang begitu terik…
Barangkali ini menggelikan. Mungkin juga menyebalkan. Tapi aku ingin kamu tahu, bahwa aku mencintaimu dengan segala kedunguanku dan oleh sebab itu. Aku tidak ingin lagi membebanimu dengan perasaan-perasaanku. Aku tidak akan menuntutmu untuk mengakui keberadaanku, atau bahkan mungkin tidak perlu mempedulikan perasaanku. Karena kamu tahu? Akhir-akhir ini aku belajar, bahwa cara terbaik untuk hidup adalah merelakan yang tak bisa kita kendalikan.
Aku ingin kamu bahagia, ini klise, rumit dan sederhana sekaligus. Aku mengagumimu, mengagumi kesederhanaanmu, caramu tertawa yang malu-malu, senyum yang dipaksaakan dan betapa kamu tidak menyukai kerumunan. Kamu lebih suka diam, membaca, mendengarkan musik, sambil pelan-pelan terlelap, lantas mengomel karena tidur terlalu lama. Hal-hal yang membuatku ingin menaklukan dunia untukmu.
Aku menyadari, mungkin aku terlalu dhaif, terlalu sombong untuk percaya bahwa hanya saya yang bisa menyukaimu. Mencintaimu dan menyayangimu. Padahal mungkin di luar sana, masih ada orang yang begitu mencintaimu dengan tulus, dengan lebih baik daripada aku. Seseorang yang bisa bersetia, yang mengagumimu dengan total, seseorang yang tak bisa hidup tanpamu, seseorang yang tidak genit dan gemar menggoda perempuan lain.
Maka ketika hari ini aku melihat senyummu lagi, aku menyadari, bahwa aku mungkin terlalu egois untuk memilikimu sendiri. Barangkali aku cemburu, barangkali aku takut kehilangan, takut ditinggalkan dan takut dilupakan. Mungkin ini tidak penting bagimu, mungkin ini tidak pernah penting bagi kamu.
Mungkin Aku bahkan tidak pernah berhak bersama kamu.
Aku perlu menyadari siapa aku dan aku tahu, kamu berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik daripada aku. Seseorang yang menjadikanmu nomor satu, bukan pilihan yang kesekian. Seseorang yang mengutamakanmu, bukan sekedar pengganti.
Tapi terima kasih, terima kasih telah ada.
4 notes
·
View notes
Text
#27
Perasaanku padamu tulus. Atau setidaknya aku kira ia tulus, jika tidak tulus mengapa ia terasa begitu nyata? Begitu menyenangkan saat kita bicara, saat kita berbagi pesan, atau saat kita bersama. Mungkin ini naif, aku selalu melankolis dan selalu platonis. Aku percaya pada hal hal yang sentimentil. Aku berusaha percaya pada harapan, meski ia berkali-kali mengecewakan. Aku tentu sakit hati, tapi rasa sakit itu yang membuatku hidup.
Aku hanya bisa menulis, seperti yang aku bilang, hanya dengan menulis aku bisa menunjukan perasaanku, tentu ia bisa jadi gombal, bisa jadi murahan, bisa jadi suatu hal yang tidak penting dan boleh kamu lupakan besok. Tapi kali ini aku mau jujur, aku ingin belajar untuk percaya bahwa, barangkali dalam hitungan waktu hidupku yang tidak seberapa ini, aku masih bisa menunjukan perasaan.
Aku masih menyukaimu, tapi tentu ini bisa jadi tidak benar, sekedar kata-kata yang tidak harus kamu percayai. Lagipula siapa yang bisa percaya dengan seseorang yang tiap saat menggoda perempuan di media sosial, sering genit dengan banyak perempuan, kerap sok akrab dengan banyak perempuan. Lelaki macamku berhak tidak dipercaya, berhak tak mendapatkan perhatian, dan aku menyadari itu.
Aku tidak tahu apakah kamu sedang bersama orang lain, beberapa hari yang lalu aku melihat seorang lelaki. Ia menitipkan harapan padamu, sepertiku, barangkali ia juga jatuh cinta. Jatuh cinta pada kesederhanaanmu. Pada apa adanya dirimu. Lagipula siapa yang tidak mencintaimu? Senyum kikuk, mata terang dan semangat hidup yang begitu terik…
Barangkali ini menggelikan. Mungkin juga menyebalkan. Tapi aku ingin kamu tahu, bahwa aku mencintaimu dengan segala kedunguanku dan oleh sebab itu. Aku tidak ingin lagi membebanimu dengan perasaan-perasaanku. Aku tidak akan menuntutmu untuk mengakui keberadaanku, atau bahkan mungkin tidak perlu mempedulikan perasaanku. Karena kamu tahu? Akhir-akhir ini aku belajar, bahwa cara terbaik untuk hidup adalah merelakan yang tak bisa kita kendalikan.
Aku ingin kamu bahagia, ini klise, rumit dan sederhana sekaligus. Aku mengagumimu, mengagumi kesederhanaanmu, caramu tertawa yang malu-malu, senyum yang dipaksaakan dan betapa kamu tidak menyukai kerumunan. Kamu lebih suka diam, membaca, mendengarkan musik, sambil pelan-pelan terlelap, lantas mengomel karena tidur terlalu lama. Hal-hal yang membuatku ingin menaklukan dunia untukmu.
Aku menyadari, mungkin aku terlalu dhaif, terlalu sombong untuk percaya bahwa hanya saya yang bisa menyukaimu. Mencintaimu dan menyayangimu. Padahal mungkin di luar sana, masih ada orang yang begitu mencintaimu dengan tulus, dengan lebih baik daripada aku. Seseorang yang bisa bersetia, yang mengagumimu dengan total, seseorang yang tak bisa hidup tanpamu, seseorang yang tidak genit dan gemar menggoda perempuan lain.
Maka ketika hari ini aku melihat senyummu lagi, aku menyadari, bahwa aku mungkin terlalu egois untuk memilikimu sendiri. Barangkali aku cemburu, barangkali aku takut kehilangan, takut ditinggalkan dan takut dilupakan. Mungkin ini tidak penting bagimu, mungkin ini tidak pernah penting bagi kamu.
Mungkin Aku bahkan tidak pernah berhak bersama kamu.
Aku perlu menyadari siapa aku dan aku tahu, kamu berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik daripada aku. Seseorang yang menjadikanmu nomor satu, bukan pilihan yang kesekian. Seseorang yang mengutamakanmu, bukan sekedar pengganti.
Tapi terima kasih, terima kasih telah ada.
0 notes
Text
Kamu tidak harus menerima perpisahan ini. Bahkan kamu boleh berharap bahwa perpisahan ini tidak terjadi. Yang tak boleh kamu lakukan adalah memaksanya kembali. Ia sudah bahagia, dengan atau tanpa dirimu, toh ia baik baik saja.
Benarkah kamu ingin kembali? Benarkah keinginanmu itu didasari oleh perasaan cinta? Jangan jangan ia hanya rasa iba atas kesalahan yang kamu buat. Jika kamu iba, betapa jahatnya kamu? Bukankah tiap tiap perasaan semestinya diberikan kesempatan untuk jujur? Lantas kamu merasa perlu memberinya iba, kembali untuk mencintainya atas dasar rasa kasihan.
Tentu saja kamu merasakan kesepian. Tentu kamu merasa pedih. Merasa bahwa kamu telah membuat kesalahan yang demikian gawat. Tapi bukankah itu sudah terjadi? Ia sudah kamu lukai, lantas ia perlahan berdiri, perlahan mengobati hatinya sendiri. Ia kini sudah bisa menghadapi hidupnya sendiri tanpamu. Lalu apa hakmu untuk merusak itu semua?
Kamu berharap bisa melupakannya. Kamu berharap bahwa ia akan memanggilmu kembali, menghubungimu, kalian baikan dan memulai segalanya dari awal lagi. Tapi kamu tahu itu mustahil. Tidak dengan segala kedunguan yang kamu perbuat. Tidak dengan segala kesalahan yang masih saja kamu ulangi.
Kamu hampir tidak pernah belajar. Kamu masih saja menyakiti orang lain, menyakiti orang yang menyayangimu dan menyakiti dirimu sendiri. Kamu merasa hanya dengan menyakiti diri sendiri kamu akan terbebas dari rasa bersalah. Tapi perasaan bersalahmu selalu ada, ia selalu ada, akan selalu ada selama kamu belum memaafkan dirimu sendiri.
Kamu berusaha melupakan dia dengan berbagai hal. Alkohol, musik, film, seks dan banyak hal. Tapi kamu tahu itu tidak berguna. Setiap malam, ketika kamu terbangun dini hari, dengan keringat membasahi baju, hal pertama yang kamu ingat adalah senyumannya. Kamu menangis perlahan, tapi kamu sadar, tangisanmu tidak akan mengubah apapun.
Kamu berpikir kamu telah mengahiri semuanya. Selesai berharap dan mengemasi setiap perasaan yang ada. Itu semua omong kosong. Kepala dan ingatan mengkhianati usahamu untuk melanjutkan hidup. Pelan pelan ketika lagu Silampukau diputar kamu mengingatnya. Ketika kamu naik transjakarta, ingatanmu tentangnya muncul. Pelan pelan kamu dijajah kenangan, dipaksa menyerah oleh dirimu sendiri.
Tapi bukankah hidup perihal melupakan dan dilupakan? Kamu berusaha melupakan dan kamu telah dilupakan. Ia telah bahagia dan kamu disiksa kebencianmu sendiri. Kemarahan yang kamu pelihara tanpa alasan. Hingga akhirnya kamu membusuk. Berubah menjadi monster yang menyakiti siapapun yang berusaha menyelamatkanmu dari penyesalan.
0 notes
Text
Kalau kau mencintainya, mengapa tidak memperjuangkannya?
Aku lelah menjawab ini. Barangkali kelak, jika aku sudah tidak lagi bosan aku akan menjawabmu. Tapi aku tahu aku waktu itu tidak akan pernah terjadi. Maka biar kujelaskan sekali lagi padamu. Mengapa aku tak pernah dan mungkin tak akan lagi memperjuangkanmu.
Kukira kamu tahu bahwa aku bukan orang baik, aku bukan orang yang bisa kamu andalkan, bukan seseorang dengan laku hidup teladan. Aku perwujudan sempurna kerak karat yang menmpel pada roda sepeda tua yang perlahan aus. Nyaris tanpa nilai guna, kerap kali mengganggu, dan perlu segera dihilangkan. Kamu tahu? Semacam benalu yang menempel pada segala yang kamu cintai.
Bayangkan seorang lelaki yang tak mampu bersetia, tunduk pada birahinya, kerap menipu dan berbohong, lantas suka menyalahkan orang lain. Kalikan kebencianmu itu dua derajat lebih tinggi dari antrian panjang makan siang. Maka kamu akan temui hitungan kebencian yang akan kau rasakan jika kau bersamaku.
Ini tentu klise, tapi ia kebenaran. Kamu adalah hal yang terlalu baik bagiku. Barangkali ini juga sepele, memuakkan, menyebalkan, dan kerap kali tak perlu kamu dengar. Aku lelaki brengsek yang barangkali lebih menyebalkan dari ban motor gembos di tengah malam, sementara kamu perempuan yang lebih menyenangkan dari tidur sambil bermalas-malasan sepanjang pagi di hari minggu.
Aku juga mungkin mengidap penyakit kelamin, meski aku berharap tidak. Sementara kamu perempuan baik yang bahkan tak pernah lupa cuci tangan sebelum makan. Aku tatapan bengis ibu tiri di sinetron-sinetron Indonesia, memuakkan dan menjijikan. Sementara kau adalah garis horizon dalam film film Nolan yang melahirkan imaji tentang yang tanda tanya.
Aku mencintaimu, mungkin dengan meninggalkanmu, menyerah dan tak memperjuangkanmu aku berharap agar kamu bisa bahagia.
0 notes
Text
#24
Hal pertama yang ia ajarkan setelah perpisahan adalah menghapus air mata. Karena rasa sakit mungkin akan hilang, luka akan sembuh, tapi dendam dan penyesalan akan selalu ada. Ia abadi, tak peduli sejauh dan secepat apa kamu berlari, sembunyi, dan berkata baik-baik saja.
“Aku akan mendoakan kebaikanmu,” katanya.
Tapi kita tahu, doa tak pernah mengubah apa-apa. Ia serupa harapan. Semacam peristiwa iseng-iseng berhadiah, jika kena syukurlah, jika tidak sudahlah. Sementara nasib tidak seperti itu. Nasib bukan potongan jahe yang kau kira rendang, nasib bukan potongan kerikil yang ikut terkunyah di nasi gorengmu.
Nasib adalah apa yang kamu perjuangkan dengan keras kepala. Sementara kau gemar menyerah. Seperti babi yang menyerahkan lehernya untuk dijagal. Seperti sekumpulan sapi ternak yang menunggu diperah. Seperti bola pingpong yang mengambang di udara, menunggu dipukul keras.
“Kamu mesti memaafkan dirimu sendiri,” katanya.
Akan lebih mudah memaafkan diri sendiri jika kamu tahu apa kesalahanmu. Sementara kamu tidak bisa meminta maaf karena menjadi dirimu sendiri. Kamu sedang berusaha jujur, tidak ingin munafik, tidak sedang menggunakan topeng, tapi orang lain tak suka itu. Tapi mungkin kamu benar.
Ia benar. Ia selalu benar
Kamu tahu rasanya berharap? Seperti pohon pisang yang dipukul dengan pipa besi. Tubuhnya tidak akan langsung tumbang. Pada pukulan pertama ia akan tegak berdiri, daun-daun guncang, tapi ia akan bertahan. Terus demikian hingga kau mengalami pukulan ke seratus. Tubuh yang kau kira sekuat pohon oak itu akan limbung. Mencium tanah. Lantas kalah.
Tapi kamu tahu? Pohon pisang punya akar, tidak kuat, tapi ulet dan liat. Ia mungkin akan tercerabut. Tapi selama sebagian dirinya masih menyentuh tanah, ia akan tumbuh, ia akan hidup lagi, ia akan bangkit lagi, setelahnya kamu boleh memukulnya lagi. Itu harapan.
“Seperti Florentino Ariza?” katanya.
Tidak. Seperti Gollum. Seperti Sméagol.
0 notes
Text
#23
Untuk Lelaki yang kini bersama perempuan kesayanganku.
Halo bung. Saya tahu ini mengagetkan, lebih dari itu, mungkin ini akan membuat anda tidak nyaman. Tapi kukira ini penting, mengingat mungkin dalam waktu dekat anda akan menikahi seorang perempuan istimewa.
Saya tahu perempuan yang akan anda nikahi adalah orang yang luar biasa. Ia adalah perempuan yang istimewa. Perempuan yang senyumnya mampu membuat hari paling buruk menjadi indah. Perempuan yang suaranya mampu membuat beban paling berat menjadi sedikit lebih ringan. Perempuan yang akan membuat sisa hidup anda dilalui dengan kebahagiaan.
Perempuan yang akan anda nikahi adalah perempuan yang hebat. Ia tidak akan tunduk hanya dengan kekerasan. Ia tidak akan diam hanya karena bung memintanya demikian. Ia adalah pedusi, perempuan yang liat dan tangguh, yang nyalinya bisa diadu dengan semua lelaki di kolong langit ini.
Ia akan menjadikan bung yang pertama. Bukan berarti bung adalah dunianya, perempuan yang bung dekati dan akan nikahi ini adalah sosok yang tidak akan menyerah karena lelah, dan kalah hanya karena susah. Ia perempuan paling istimewa yang membuat lelaki manapun akan berpikir dua kali untuk melecehkannya.
Tidak penting bagaimana saya tahu soal ini, yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya anda membahagiakannya. Saya sudah tidak bisa melakukan itu, saya pernah punya kesempatan melakukan itu, tapi kedunguan dan kebodohan membuat saya tak bisa melakukannya lagi. Kini saat anda bersama perempuan istimewa ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal.
Ada beberapa hal yang mesti bung pahami tentang gadis ini. Beberapa saran dan aturan yang saya kira penting. Aturan ini mungkin aneh, bahkan mungkin tidak masuk akal bagi bung. Beberapa akuran ini mungkin juga terdengar konyol, tapi kadang untuk orang yang anda cintai beberapa aturan ini adalah harga yang terlalu murah dan mudah untuk dilaksanakan.
Pernahkah bung merasa sangat mencintai seseorang sehingga bersedia menyerahkan pangkal leher untuk dipancung? Saya belum bernah. Setidaknya sampai hari ini saya masih mencintai kefanaan hidup, masih menyukai segala hingar bingar pesta dan segala kenikmatannya. Tapi bung pasti pernah merasa, sesekali dalam hidup kita yang membosankan ini, perasaan kesepian dan keinginan untuk berbagi cinta setulus-tulusnya dan sebaik-baiknya.
Saat itu bung akan merasa sangat ingin melindungi seseorang. Menjaga dan membuatnya menjadi seseorang yang istimewa, seseorang yang tidak sekedar ada untuk disetubuhi. Tapi seorang pasangan yang bersedia anda jaga hingga tua dan menjadi bodoh bersamanya. Bung pasti akan merasakan itu, kelak jika bung sudah menjalani hidup sedikit lebih lama dengan perempuan yang akan bung nikahi ini.
Perempuan yang akan bung nikahi adalah manusia yang membuat siapapun yang mengenalnya merasa terlindungi. Lebih dari itu, ia adalah perempuan yang akan membuat pasangannya sangat dicintai. Tapi tentu, ada seorang dungu yang tidak menyadari ini, saya contohnya. Kini setelah semuanya terlambat, saya kembali ingat beberapa hal yang mesti bung lakukan agar ia tetap bahagia.
Bung mesti ingat aturan-aturan ini:
Jangan pernah berpisah darinya di tempat umum, jangan pernah biarkan dia sendiri.
Roti adalah makanan favoritnya. Ia bisa makan 10 kali sehari jika harus, tapi bung harus minta ia makan sayur juga.
Selalu tatap matanya jika bung bicara padanya.
Dia kadang suka malas beribadah, bung harus temani ia.
Pekerjaannya selalu membuat ia begadang. Lakukan apapun yang bung bisa untuk membuatnya segera tidur.
Jika kalian bertengkar, jadilah yang pertama minta maaf.
Ia mencintai ayah ibunya. Bung muliakan mereka.
Berikan drama korea, karena ia suka menonton. Tapi jangan biarkan dia menonton sambil tidur.
Terakhir. Ia suka menggambar. Suka sekali, dukung ia selalu, berikan ia kesempatan menggambar. Apapun yang ia mau, kapanpun ia mau.
Di luar aturan ini bung mesti paham. Ada beberapa hal lain yang mungkin telah bung pahami. Orang yang akan nikahi ini adalah perempuan yang naif. Perempuan yang masih percaya bahwa di dunia ini tidak ada yang lebih baik daripada sebungkus roti yang hangat. Ia adalah perempuan yang cengeng, yang akan ikut menangis jika anda menangis.
Ia adalah perempuan yang memiliki hati sangat bening. Kebaikan hatinya barangkali akan membuat Stalin menjadi manusia yang waras. Ia adalah perempuan yang kuat, 33 jam perjalanan darat dengan bus tidak membuat semangatnya sebagai manusia padam. Ia adalah perempuan yang tulus. Ia dapat memaafkan pengkhianatan dan tetap tersenyum dengan kepala tegak.
Perempuan itu adalah matahari, orang yang akan membuat bung hangat dan bersemangat setiap hari. Perempuan itu adalah hujan bulan desember, memberikan nyawa bagi tanah tandus yang kekeringan. Perempuan yang akan bung nikahi adalah seorang ibu, yang tidak akan membiarkan anak dan suaminya menderita.
Perempuan naif itu akan selalu terlihat kuat di hadapan bung. Tapi jangan pernah lelah menggenggam tangannya saat ia sendiri. Perempuan bodoh itu akan sangat keras kepala jika sudah mengambil keputusan, tapi jangan biarkan dia menanggung beban sendirian. Perempuan cengeng itu akan pura-pura tabah, tapi selalu kuatkan ia dengan doa dan teh hangat saat kalian tengah terpuruk.
Perempuan yang akan bung nikahi sebentar lagi itu, adalah satu satunya cahaya dalam hidup saya, yang membuat ibu saya jatuh cinta dengan kesederhanannya. Jadikan ia perempuan yang paling bung cintai setelah ibu anda. Buat ia dicintai keluarga anda.
Akhirnya, jangan pernah menyakitinya.
Selamat berbahagia bung. Doa saya untuk kebahagiaan anda.
0 notes
Text
11#
Semestinya ada yang lebih bijaksana dari sebuah perpisahan yang pelik. Semacam kesepakatan dengan masa lalu agar tak lagi datang diam-diam. Sebenarnya bukan perpisahan itu yang menyebalkan, tapi perihal ingatan-ingatan yang kerap datang seperti maling. Juga berbagai khusyuk perjuangan melupakan saat kesendirian datang. Hidup sering menjadi sebuah usaha melawan kenangan dan kita kerap dipaksa menyerah kalah sebelum memulai.
Aku belajar untuk menerima kekalahan, juga menerima fakta bahwa mengingat adalah laku batin yang pedih. Kita tak bisa benar-benar membagi perasaan kepada orang lain. Perasaan adalah sebuah medium yang unik. Ia tak bisa kembar karena masing-masing manusia memiliki kondisi tersendiri dalam mengalami sebuah perasaan. Adakalanya orang menangis tanpa sebab kala hujan tiba, juga sebuah senyuman tulus ketika melihat sebuah senja yang keemasan. Perasaan adalah anugerah yang tak pernah bisa dimengerti.
Kenangan, seperti juga perasaan, bekerja dengan cara yang ajaib. Kita tak bisa mengendalikan bagaimana sebuah perasaan datang. Tak pernah ada perasaan utuh, seperti juga kenangan lengkap. Ketika kenangan datang kita tak pernah benar-benar seutuhnya memutar ulang kejadian yang telah lampau. Kita mesti hidup dengan cara yang demikian sebagai sebuah proses tanpa akhir.
Banyak hal yang tak bisa kita sepakati dalam hidup. Seolah-olah kita adalah sebuah sekrup yang bekerja mekanis dan sistematis. Robot yang harus tunduk pada perintah-perintah yang bahkan kita sendiri tak bisa mengerti. Seperti tiba-tiba merindu lantas haru. Atau bertemu lantas terluka. Kejadian-kejadian yang menuntut kita untuk dewasa pada perasaan. Sayangnya, tak pernah ada manusia yang dengan bijak menyapa masa lalu yang perih seperti seorang karib.
Aku belajar untuk melupakan lesung pipit sebagai sebuah masa lalu. Juga dahi lebar dengan hidung mungil yang kerap berubah indah ketika sebuah senyuman hadir tiba-tiba. Bukankah siksa paling keji adalah merasakan rasa sakit tanpa sebab? Kukira ada yang lebih bijak dari sekedar mengumpat, walau itu pada kenangan paling perih sekalipun. Atau pada sebuah keadaan yang sama sekali tak bisa dikembalikan. Atau pada sebuah perasaan yang tak bisa dihilangkan.
Kukira jatuh cinta padamu adalah sebuah keniscayaan. Sebuah perasaan yang tidak mungkin tidak hadir. Ia adalah nasib, atau juga kutukan, yang dengan sukarela aku terima. Bukankah kita semua pernah kecewa, meratap lantas dilupakan? Tapi mencintaimu bukanlah pilihan. Ia adalah kondisi apa boleh buat yang aku yakin semua orang akan setuju. Jika tidak kami akan bertemu lantas baku hantam untuk memaksakan perasaanku.
Ada beberapa kisah cinta yang memang berakhir tragis untuk melahirkan kisah lain yang lebih manis. Juga beberapa pengorbanan yang sia-sia karena tak pernah ada pelajaran gratis. Hidup adalah perkara berdamai dengan kekalahan lantas mengais sisa harapan. Semua yang sisa adalah daya hidup paling pejal, paling laten dan paling pegas. Ia bisa diinjak, bisa ditekan dan bisa dihimpit. Namun sekeras itu pula mereka akan melawan. Kukira perasaanku padamu juga demikian.
Pada suatu malam aku menulis puisi setelah membaca puisi. Kau akan begitu terkejut bagaimana sederhananya (sekaligus rumitnya) pikiran kita bekerja. Aku memagut diksi begitu banyak juga menafsir kata begitu banyak. Sebagian besar malah melahirkan proyeksi bentuk wajahmu yang merupa dalam begitu banyak ekspresi. Tentu sebagian besar adalah senyuman, meskipun ada beberapa mimik nyinyir dan genit. Tapi semua menjadi samar, karena kini saat aku mengingatnya semua rupa tadi hilang.
Aku mencintai puisi seperti kau mencintai segala obsesimu. Puisi adalah segala yang bernama semangat. Kau akan begitu tergagap memahami bagaimana kata-kata yang dijalin bisa memberikan kendali atas perasaanmu. Seperti sepotong sajak Goenawan Mohamad “Akulah Don Quixote de La Mancha, Majnenun yang mencintaimu.” Ada yang mencoba lepas dari sajak itu. Sebuah perasaan yang melompat ketika kau kasmaran.
Dalam puisi aku bebas memahat pesan dan menempatkanya dalam sebuah kado dengan pita merah jambu. Lantas menaruhnya diam-diam di sebuah lini pasa jejaring sosial maya. Kita tak pernah akan menduga siapa saja yang terjerat lantas urun haru. Atau siapa saja yang tercekat lantas merutuk amuk. Puisi menghadirkan itu semua. Aku tak mengharap kau paham tapi aku berdoa kau bisa merasakan apa yang ada dalam setiap sajak yang kubikin.
Dalam puisi aku bisa berkisah tentang perjalanan semalam dengan deru bus yang merambat pelan, seusai menikmati pagelaran musik dengan rupa malam begitu kudus. Atau sebuah perjalanan sepanjang siang hingga petang pada sebuah atap perpustakaan. Atau juga ribuan pesan pendek dengan basa basi konyol. Juga sebuah senyum dengan abu merapi yang menetas dalam gelas jeruk panas. Di sana ada angkringan, beberapa tikar dan sebuah tembok yang kelak akan runtuh. Seperti juga sebuah rezim yang berdiri terlalu lama.
Dalam puisi aku juga bisa berteriak kesakitan. Menggarami luka lantas menyayat perih sebuah borok. Atau mengemas kebencian dengan ragam warna cerah. Seolah olah dunia baik-baik saja namun membusuk dari dalam.
Melalui puisi aku bisa menjadi orang munafik yang tak pernah belajar merelakan. Seperti batu yang menghimpit lantas menekan keras. Harapan, kukira, adalah perkakas paling sadis dalam menyakiti. Kau tak akan pernah tau seberapa sakit rindu yang koyak.
5 notes
·
View notes
Text
Saya tidak tahu tentang akhir cerita ini akan seperti apa, tetapi saya selalu berdoa agar hanya bersamamu episode hidup saya Tuhan tamatkan.
Saya tidak tahu entah di tengah perjalanan menuju hatimu Tuhan mengubah haluan hati saya, Tetapi untuk saat ini, denganmu, saya ingin sampai titik akad.
Semoga iya saya adalah iya-mu, dan juga menjadi iya-nya Tuhan .
0 notes