miso-wo
miso-wo
miso-wo
303 posts
Pemburu syurga, buronan neraka.
Don't wanna be here? Send us removal request.
miso-wo · 8 months ago
Text
Waktu
"Gimana kabarnya sekarang?" Itu adalah kalimat pertama sekaligus pertanyaan yang muncul dari Rey.
Kami adalah teman SMP. Setelah perjalanan panjang selama 12 tahun, kami tidak sengaja bertemu di sebuah acara di Pendopo Kabupaten. Aku yang lebih dahulu menyadari sosoknya. Mata kami bertemu, bahkan kami sama-sama sumringah bisa berjumpa di tengah hiruk pikuknya suasana acara.
"Alhamdulillah, baik."
"Seorang Utami yang dulu pendiem banget di kelas, wah, aku nggak nyangka, sih, sekarang bisa jadi kayak gini."
Aku terbahak mendengar komentarnya. "Panjang ceritanya! Kalau kepo, agendakan nongkrong aja, deh."
"Wah, bahkan sekarang seorang Utami udah bisa ngajak nongkrong. Yaampun, kamu banyak berubah ya!"
Kamu hanya belum mengenalku terlalu dalam saja, Rey. Kalau kamu tahu, bahkan dua hari sebelum bertemu kamu, aku bisa berkelakar tawa dengan sosok paling galak pada masanya. Sosok yang suka sekali memukul kepalaku dengan gulungan kertas, mungkin karena gemas pada otakku yang cukup lola pada waktu itu. Dua belas tahun bukan waktu yang singkat, Rey. Dua belas tahun itu adalah waktu yang aku habiskan untuk bertumbuh dengan sangat banyak. Bukankah malah aneh kalau aku masih sama saja seperti dahulu?
0 notes
miso-wo · 8 months ago
Text
Aku adalah aku yang sedang bertarung dengan diriku sendiri. Aku sedang tidak bertarung dengan siapapun. Aku ingin mengalahkan diriku sendiri. Aku ingin menjadi lebih baik dari diriku sendiri. Aku adalah aku.
0 notes
miso-wo · 1 year ago
Text
Kembali Bersapa
Hal tidak terduga terjadi. Namanya muncul di notifikasi WhatsApp. Sebuah pesan baru dari seseorang belasan tahun lalu. Tidak ada yang spesial dari pesan itu. Hanya satu kalimat pembuka berisi salam. Hanya itu saja, tapi anehnya, itu membuat jantungku berdegup kencang.
Pesan itu terlewatkan karena aku ada pembahasan penting dengan rekan kerjaku. Tiga puluh menit berlalu dan pesan itu seakan meminta jawaban secepatnya.
Aku balas dengan salam. Dan tidak ada hitungan menit, sebuah pesan baru kembali muncul. Selanjutnya pertanyaan kabar dan kesibukan, pertanyaan basa-basi yang menurutku tidak penting tapi juga penting. Aku putuskan segera menjawab, "baik. ada yang bisa aku bantu?"
Yang aku tidak sangka, sikapnya masih belum berubah. Dia masih saja humble. Meskipun hanya lewat pesan WA, tapi aku seakan masih bisa dengan jelas membayangkan bagaimana tingkah, ekspresi, dan nada suaranya.
Dia mengajakku ke suatu acara di luar kota. Bulan depan. Sisi lain hatiku mengatakan 'iya' dengan sangat bersemangat. Tapi sisi lainnya lagi menolak karena aku tahu konsekuensinya. Meskipun aku mengatakan akan melihat jadwal lagi dan berharap pada tanggal itu tidak ada agenda urgent yang lebih mendadak, aku sungguh benar-benar berharap bisa bertemu dengannya setelah bertahun-tahun tidak bersapa.
1 note · View note
miso-wo · 1 year ago
Text
Peralihan
Setiap orang akan berada pada masa peralihannya masing-masing. Mau se-senior apa, atau se-mahir apa ia, pasti akan menghadapi masa-masa peralihannya masing-masing.
Begitu juga dengan masa peralihanku. Tidak begitu spesial memang, tapi untuk sampai sejauh ini, aku melewati masa peralihan yang cukup menantang. Bagiku, masa peralihan itu seperti siklus yang harus dilewati.
Pertama, aku pasti akan diam mengamati dan mendengarkan orang-orang di sekitarku. Perlahan, aku kemudian memberanikan diri untuk bertanya tipis-tipis tentang hal-hal yang membuatku penasaran. Satu level lebih tinggi, aku memberanikan diri untuk menimpali obrolan orang-orang di sekitarku dengan ringan. Lebih jauh lagi, aku mencoba membuka obrolan baru, bertingkah lebih ekspresif, melontarkan jokes, hingga berani menegosiasikan hal-hal yang kurang aku suka.
Semua itu butuh tahap. Bahkan bagiku, semua itu perlu waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Tidak apa-apa. Toh, proses berkembang setiap orang tidak bisa saling dibandingkan.
0 notes
miso-wo · 1 year ago
Text
Jangan sampai omongan orang yang nggak ada satu jam itu mengubahmu satu tahun ke depan.
Hidupmu jauh lebih berharga dari itu semua.
0 notes
miso-wo · 1 year ago
Text
Postingan
Saya hanya mau bilang sedikit. Kalau lagi pakai media sosial, Instagram misalnya, selalu luangkan waktu untuk merespon postingan temanmu. Meski dengan sekadar celetukan lucu, pujian, doa, dan reply-reply random. Kadang kita tidak sadar telah menjadi zombie yang angkuh: hambar melihat aktivitas orang lain dan sentralistik egois terhadap diri sendiri. Ini yang menjadikan media sosial akhirnya penjara pikiran yang menyesatkan. Memuat jiwa-jiwa jadi kosong melompong.
Gunakan momen postingan tersebut untuk terlibat percakapan dengan mereka. Bahkan sekadar komentar receh pun tidak bermasalah. Kita bisa tetap jadi orang yang ramah tanpa perlu berpura-pura. Bukan buat siapa-siapa atau cari perhatian manusia. Bukan. Tapi untuk menjaga diri kita sendiri dari karakter yang tidak memanusiakan manusia.
Ambil bagian membentuk sirkel yang positif dan saling terhubung dengan kebaikan-kebaikan.
255 notes · View notes
miso-wo · 1 year ago
Text
Tentu harus punya cita-cita yang lebih besar dari ini bukan?
Mari kembali mengumpulkan semangat yang berserak, motivasi yang mengecil, langkah yang tersendat, dan keinginan yang memudar.
Intinya, jangan terlena dengan zona nyaman. Harus mau untuk terus belajar, berkembang, dan bertekad dengan lebih besar.
0 notes
miso-wo · 1 year ago
Text
Mengharu Biru
Jadi gini rasanya ditinggal pas lagi nyaman-nyamannya.
Bukan. Aku bukan sedang bercerita tentang seorang kekasih. Melainkan bercerita tentang seseorang yang baru saja aku temui. Belum terlalu lama, tapi kalau dikatakan sekali pertemuan juga bukan. Kami sudah bertemu beberapa kali, melakukan sedikit obrolan singkat, melempar candaan ala kadarnya, dan bersikap profesional pada singgungan tempat dan waktu yang sudah semestinya terjadi.
Tidak ada hal negatif yang aku temui dalam pertemuan singkat itu. Tidak ada perlakuan buruk selama interaksi singkat itu. Tidak ada nada menghakimi dalam setiap percakapan singkat itu.
Hari itu, hari terakhir amanah diberikan kepadanya, adalah hari di mana aku paling banyak melakukan interaksi bersamanya. Interaksi itu sebenarnya tidak terlalu penting, tapi juga penting. Interaksi itu bisa dibilang adalah bentuk 'permintaan tolong' dan 'kerja sama'. Tidak ada yang spesial. Tapi dari interaksi itu, aku mendapati mata coklatnya yang teduh dan bersinar, tutur katanya yang halus dan meyakinkan, sikapnya yang sopan dan baik, dan kekhawatiran serta rasa bangga yang tulus ia berikan kepada orang lain.
Baru satu hari itu, bahkan tidak ada hitungan hari, hanya beberapa jam saja, lalu semua itu buyar ketika aku mendapati bahwa ia harus pergi. Mungkin benar kata orang, kalau mau mengenal seseorang dengan baik, maka kenali ia dengan cara berkegiatan/berkepanitiaan dengannya, melakukan perjalanan jauh dengannya, dan atau bermalam/tidur dengannya. Tentu dalam konteks ini, bukan opsi terakhir yang aku lakukan.
Tentu saja aku kaget. Pantas saja auranya berbeda. Pantas saja totalitas. Pantas saja orang-orang di sekitarnya tampak sedih. Ternyata mereka semua sudah tahu. Ternyata hanya aku saja yang belum tahu tentang informasi itu. Mungkin orang lain mengira, aku tidak butuh waktu untuk menelan kenyataan menyedihkan itu karena aku belum begitu lama mengenalnya. Mungkin orang lain mengira, hati, pikiran, dan jiwaku tidak perlu aba-aba untuk pamit yang panjang itu. Mungkin orang lain mengira, cukuplah mereka saja yang merasa sedih, sedang aku tidak apa-apa.
Tidak hanya itu, bahkan dirinya sendiri pun sukses untuk tidak membuat tanda-tanda akan berpisah. Ia sukses menutupi semua tanda itu hingga tiba hari di mana ia harus pergi. Selamat!
Tapi nyatanya, sedihku cukup membuat gemetar, keringat dingin, dan muncul rasa kehilangan terhadap sudut serta sosok yang biasanya selalu muncul itu. Yang jelas, tempat ini tak lagi sama tanpa adanya kehadiranmu. Aiy. Bagaimana caranya aku melupakanmu dengan begitu mudah padahal tidak aku temui cacat pada dirimu?
Baiklah. Tidak apa-apa. Hidupku tetap harus berjalan meskipun tanpamu. Lagi pula, apa hakku menahannya untuk tetap di sini? Toh, jalan hidup orang beda-beda sesuai dengan yang sudah digariskan. Aku hanya bisa mendoakan kepergianmu dengan yang baik-baik saja. Semoga tetap sehat, mendapat pengganti tempat yang jauh lebih baik, dan tentunya jika Allah kehendaki, semoga dapat kembali bertemu di tempat, keadaan, dan waktu yang lebih baik dari sebelumnya.
0 notes
miso-wo · 1 year ago
Text
mechanistic language
bagi aku yang hanya suka menjawab pertanyaan secara singkat, mechanistic language adalah sesuatu yang terasa sangat berat.
For example, in response to “How does a switch work?” a non-mechanistic response might go, “You just turn it on and off.” On the other hand, a mechanistic response might go, “The switch connects the circuit. Right now, the switch is open, and when you close it, you’re switching it to turn and it closes the circuit and powers it all the way through.”
menjawab secara lebih banyak dan lebih detail dari pertanyaan yang diajukan itulah mungkin yang juga secara tidak langsung diharapkan oleh si penanya. mereka menginginkan penjelasan yang lebih lengkap dari sekadar 'iya', 'tidak', atau jawaban-jawaban singkat dan cari aman lainnya. belum lagi ada perasaan yang muncul seperti tidak siap menjawab pertanyaan dengan bobot yang lebih sulit.
tapi ternyata dalam berbahasa, memberikan penjelasan dengan detail dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh, memberikan konteks pembicaraan yang lebih sesuai, serta memberikan pembelajaran yang jauh lebih bermakna.
bagiku, yang telah terbiasa untuk menjawab singkat tanpa ada detail, tentu hal ini akan terasa sangat sulit dan penuh kekhawatiran. tapi tidak apa-apa. pelan-pelan saja. bukankah perubahan besar dimulai dari hal kecil dan konsistensi.
0 notes
miso-wo · 1 year ago
Text
"Ya Allah, aku sudah menganggap baik seluruh takdir yang engkau berikan padaku, maka aku mohon sembuhkanlah dan perbaikilah hidupku"
Puncak tertinggi dari hati yang bersih adalah menyerahkan segalanya bahkan masa depannya pada Ilahi.
Tanpa tapi.
Tidak mudah melatih husnudzon dan prasangka baik pada Allah itu, mungkin bagi mereka yang Allah hujani dengan kenikmatan akan mudah untuk melakukannya, tapi tidak mudah bagi mereka yang Allah berikan gerimis bahkan hujan ujian. Soal pasangan, keluarga, pekerjaan, keadaan sosial, ekonomi dan semua hal yang barangkali menyesakkan dada, seakan Allah tidak mencintainya. Padahal, tidak selalu yang Allah hujani dengan kenikmatan itu berarti Allah suka padanya. Dan tidak pasti juga yang hari ini Allah berikan ujian bertubi-tubi menandakan Allah membencinya. Semua ada takaran dan tolok ukurnya, dan pada ujungnya, semua yang bisa mendekatkan diri pada Allah adalah kenikmatan, entah ujian atau nikmat yang datang. Aku pun sama denganmu, masih tertatih untuk bisa selalu mengedepankan prasangka baik. Semoga Allah berikan kita hati yang seluas samudera perihal takdir ini, Allah berikan selimut sabar atas dinginnya ujian. Sebab surga tidak pernah murah.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
miso-wo · 2 years ago
Text
Mata boleh menangis, hati boleh bersedih, tapi pastikan lisan dan harapan kita tetap percaya bahwa apa yang Allah takdirkan pasti berujung pada kebaikan dan kebahagiaan.
Bukankah tidak ada kelezatan dan kepuasan tanpa didahului oleh perjuangan? Sepanas-panasnya kemarau, pasti akan datang musim hujan. Iya, kan?
Sebab dunia ini tempatnya menanam dan menyemai, dan akhirat tempatnya memanen dan memetik hasil. Sabar, ya.
—jndmmsyhd
823 notes · View notes
miso-wo · 2 years ago
Text
Terhubung dengan yang baik #2
H+7 hari setelah melewati 5/7 selama kurang lebih 4 bulan ternyata cukup membuat rindu.
Rutinitas sapaan seperti, "Selamat pagi!", "Ayo makan!", dan "Ngajar jam berapa hari ini?" ternyata lumayan ngangenin.
Meskipun setelah dipikir-pikir, banyak juga kalimat-kalimat berbau pesimistik dan keluhan seperti, "Aduh, kayaknya aku ga bisa maksimal, deh, hari ini.", "Wah, materi buat besok banyak banget. Bisa ga, ya?", dan "Banyak banget ini tugasnya, woy!"
Tapi itu semua ternyata dapat kami saling sangga dan perkuat dengan, "Bisa, mbak, bisa! Ayo, bismillah!", "Semangat, gais! Bentar lagi penarikan.", dan "Sharing ice breaking buat siang ini, dong."
Ya. Sederhana tapi luar biasa. Meskipun sering kali keluhan itu muncul, bersamaan pula kekuatan itu hadir. Bersama doa dan saling jaga dalam lima waktu. Sulit? Iya. Tapi ternyata, kami mampu saling berusaha hingga tak terasa hampir selesai.
Lalu, setelah selesai, kami ditampar oleh kenyataan bahwa harus berpisah dan menghadapi rintangan yang lebih besar. Namun, aku tak pernah menyesal atau bersedih bisa bertemu dengan kalian, para pejuang Bhawara gelombang 2 Tahun 2022.
Doaku, semoga Allah jaga kalian semua dengan sebaik-baik penjagaan.
1 note · View note
miso-wo · 2 years ago
Text
Kembali,
Saat ini, aku sama sekali tidak menyesali keputusanku untuk kembali pulang. Dan aku berharap, kelak, di masa yang akan datang, aku juga tidak menyesali keputusan dan penerimaanku saat ini.
Beberapa hari yang lalu, sebelum aku memutuskan untuk kembali, aku merasa seperti terjebak dalam lubang yang dalam. Gelap meskipun terang. Resah meskipun nikmat. Khawatir meskipun tercukupi. Dan semua perasaan itu sudah terlalu dalam.
Aku takut, apabila aku tidak kembali, aku semakin jatuh dalam lubang yang semakin dalam. Semakin sulit untuk memanjat ke atas. Untuk melihat sinar matahari yang menghangatkan, menenangkan, dan menggembirakan. Aku takut jalanku untuk mencapai cahaya akan semakin jauh hingga rasa tenang itu semakin pudar.
Aku memutuskan untuk kembali, tidak peduli apa kata orang yang berada di sekelilingku pada saat itu. Mereka bilang bahwa aku harus fokus. Tapi, aku butuh seseorang yang berada di sisiku. Tidak peduli seberapa berat itu, aku tetap harus kembali untuk menemui cahaya.
Perlahan, rutinitasku kembali. Aku memanjat tebing dalam kedalaman yang jauh. Terseok. Terjatuh lagi. Terus berdiri. Hingga akhirnya aku bertemu cahaya itu. Perlahan, aku kembali menemukan daratan setelah sekian lama terkubur dalam gulita. Mungkin, ini belum sepenuhnya daratan yang kalian lihat, tapi kehangatan itu mulai bisa aku rasakan sedikit demi sedikit.
0 notes
miso-wo · 2 years ago
Text
Ikhlas itu sulit. Tapi ia membawamu ke puncak kebahagiaan.
93 notes · View notes
miso-wo · 2 years ago
Text
Terhubung dengan yang baik #1
Sebut saja namanya Zumi. Salah satu rekan berjuangku yang sangat luar biasa aura positifnya. Jarak umur kami yang hanya terpaut satu tahun rasanya cukup menjadikanku bisa merasakan keresahan yang ia rasakan. Pada suatu waktu, secara tidak langsung obrolan refleksi hidup dan saling evaluasi terjadi. Oh, tentunya semua yang diceritakan sudah disaring berdasarkan penerimaan masing-masing dari kami. Alias sudah mencoba legowo dengan takdir.
Ada banyak rasa yang tidak terlihat. Ada banyak khawatir yang terpendam. Dan ada banyak harap yang diusahakan.
Bincang kami bermula dari 'kamu emang mau jadi guru?' lalu mengakar hingga alasan mengambil kuliah di keguruan. Semua cerita itu saling mengalir begitu saja. Sesekali terjeda. Beberapa detik kami sama-sama terdiam. Entah merenungi nasib atau justru saling bersyukur karena kami telah dipertemukan. Yang jelas, obrolan di lorong itu membuka sudut pandang baruku yang lain.
Aku belajar bagaimana harus konsisten terhadap pilihan yang sudah dipilih. Tentu ada banyak sekali liku yang harus dilalui, tapi jalan konsistensi memang tidak pernah semudah itu.
Lalu, kata Zumi, dia juga jadi belajar untuk berani mencoba hal-hal baru. Ya, setidaknya, dalam obrolan tentang hidup datarku, ada satu hal yang bisa dipetik manfaat olehnya.
Oh, ya, satu lagi yang aku selalu kagumi tentang sosok Zumi. Selepas sholat, Zumi tak pernah lupa untuk menengadahkan tangan. Sesibuk apa pun jadwal yang dimiliki, semepet apa pun waktu yang ia punya, tangannya selalu terangkat setelah sholat. Khusyuk memohon pinta dan berkeluh kesah. Aku tahu seberapa besar khawatir dan takutnya. Dan aku melihat setitik usahanya untuk bisa jauh lebih tenang. Dengan mendekat kepada Sang Pemilik Rasa.
Sampai jumpa lagi ya, mbak, di episode kehidupan baik mendatang.
1 note · View note
miso-wo · 2 years ago
Text
Sudah Lama, Bibir itu Tidak Mengembang dan Mata itu Tidak Menyipit.
1 note · View note
miso-wo · 2 years ago
Text
nasihat
Berproses itu sulit. Dan nasihat itu pada hakikatnya baik.
Semakin ke sini, rasanya semakin jarang mendapat nasihat. Semua timbul seperti pemakluman. Gapapa berbeda, toh kebutuhannya juga lain. Gapapa berbeda, toh kemampuannya juga masing-masing. Gapapa berbeda, toh ladangnya juga milik sendiri. Berbeda menjadi wajar dan tak dipermasalahkan.
Tapi di antara keras dan kuatnya komitmen dalam menjalani perbedaan itu, kadang aku merindu untuk dipukul teguran baik yang panas. Aku merindu untuk menuai kalimat-kalimat ibroh dari liku kehidupan. Aku merindu untuk menyelami dunia yang tidak pernah ku raba.
Semoga di antara derasnya pemakluman perbedaan dan komitmen di atasnya itu, tidak membuat akar kita menjadi goyah. Semoga kita bisa saling ingat mengingatkan. Semoga kita tak jemu untuk saling menginspirasi dan berbagi sambat.
Seperti hari ini.
3 notes · View notes