onigiri-latte
onigiri-latte
Untitled
3 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
onigiri-latte · 2 years ago
Text
SEEKOR IKAN YANG MENCINTAI KUCING
Ia menjilat kaki depannya usai menyantap ikan pemberian majikan. Lalu, melangkah menuju halaman kemudian berbaring kearah cahaya matahari. Matanya mengerjap. Silau. Mahluk manja itu mengeong sepanjang hari. Penghuni rumah terlampau sibuk hingga nyaris tak menggubris dua penghuni tambahan.
Sasa bermain boneka juga rumah-rumahan, Nyonya Elma sedang bergosip dengan teman arisan di ruang tamu, sementara Tuan Hitler menerima telepon dari seseorang. Ia mojok dan berbisik pada lawan bicaranya.
“Nanti aku telepon lagi”, ucapnya buru-buru.
Aku melihat pemandangan itu sambil mengenang masa lalu. Saat kali pertama mereka menyelamatkanku dari kesepian.
--000--
Kami berenang riang, memonyongkan bibir layaknya sepasang kekasih berciuman. Hidup sudah menggariskan nasib sejak dalam perut Ibu. Keluar dari sana dan menempel di rumput dasar kolam. Dari ribuan telur tak semua tumbuh hingga dewasa. Sebagian disantap ikan lain atau mengunjungi perut ular sawah.
Dimana Ibu? mungkin peternak menempatkannya di wadah terpisah. Menunggu pejantan lain mengeroyok, lantas mengandung adik-adik kami. Pola yang sama senantiasa berulang. Hingga ibu sudah tidak lagi mengandung dan berakhir di mulut manusia.
Musim panen kian dekat. Air kolam perlahan menyusut dan tubuh kami lebih berat dari biasanya. Sisik mengilat ditempa cahaya. Para lelaki menebar jala mengepung dari segala arah sementara semua ikan mencari celah. Upaya terakhir. Namun, takdir berkata sebaliknya. Plastik-plastik bening berisi oksigen buatan, air juga ruang gerak minim jadi penjara---aku bisa gila bila terus begini. Hanya tersisa dua pilihan: berakhir di toko hewan atau piring restoran.
Mobil sampai tujuan, peti sterofoam diangkat dari truk. Tampak jelas kotak-kotak kaca berisi saudara dari jenis lain. Ikan badut, anak-anak kecil memanggilnya Nemo—kupikir kartun telah mencuci otak mereka. Ia sama sekali tak punya rasa humor, wajahnya merenggut, badut tak pernah seperti itu. Kalaupun ada penyelenggara pesta pasti takkan memakai dua kali.
Di tangki lain, piranha, pemilik gigi layaknya silet dan segenap riwayat mengerikan. Mata itu mirip iblis dengan warna merah dibadannya. Mereka bergerombol dan suka main keroyokan.
“Kami tidak sejahat itu, Bung” bantah salah satu dari kawanan itu. “Itu hanya tipuan film buatan manusia. Tak ada ikan makan sesama ikan. Saudara tidak akan saling bunuh. Percayalah”
Aku sebetulnya ingin percaya, tapi salah seorang karyawan salah menaruh kawanku dan seketika air berubah merah darah.
Sasa, berbadan amat besar dan bongsor, rambut dikepang dua dan gigi berbehel. Namanya mirip merek mecin, mungkin kesukaan orang tuanya. Si Ayah bertampang culun, potongan rambut belah pinggir dan kumis mirip Jojon. Kemejanya tampak kusut, meski ditutupi jas necis berwarna kelabu. Istrinya lumayan cantik, berambut bob warna pirang persis kucing angora. Dandanan menor, bibir dipulas gincu, dadanya membusung mirip melon matang.
Ia melihat aquarium dengan tampang konyol, senyumnya terbit layaknya psikopat menemukan mangsa. Sasa merengek, memasang wajah melas dan Ibunya asyik main gawai. Mereka menuju aquarium, lelaki itu memanggil pemilik toko. Terdengar tawar-menawar. Sementara Sasa kelihatan senang menatapku dan mengetuk kaca. Aku jadi ketakutan dan bersembunyi di balik batu.
Rumah keluarga itu kecil saja, bentuknya mirip satu sama lain dengan rumah sebelah. Baru aku tahu tempat itu disebut perumahan. Perumahan sangatlah panas hingga perlu alat bernama pendingin udara. Terutama belakangan ini Nyonya Elma kerap bersitegang dengan Tuan Hitler----aku memanggilna begitu karena kumisnya. Rumah jadi kacau, perkakas rumah tangga pecah, terbang ke segala arah. Perang dunia pecah.
“kucing itu pemberian selingkuhanmu?”
“Enak saja, itu permintaan Sasa. Jangan-jangan kau sendiri yang dapat kado dari simpanan,” bentak Nyonya Elma tak mau kalah. “Ikan Mas itu…”
“Itu juga keinginan Sasa. Sudah, aku tak mau bertengkar denganmu. Aku muak, capek dengan semua hal di rumah ini.”
“Sama, aku juga!”
Pertengkaran itu berakhir.
Keadaan tak lagi sama. Tuan Hitler hanya datang sesekali, suatu hari ia membawa beberapa dokumen. Bertuliskan pengadilan agama dengan huruf tebal. Sementara istrinya mampir Bersama pria yang kelak dikenal sebagai Ayah baru Sasa. Dari sana kusadari jika manusia gampang bosan, hubungan keluarga dapat putus dengan mudah.
Sasa mungkin sudah lupa pada kami, dilihat dari air tangki keruh dipenuhi lumut hijau. Akhirnya kusantap kotoran sendiri bila benar-benar tak dapat jatah makanan. Kucing itu terlihat lesu tak bersemangat, bulu-bulunya rontok, perutnya busung seperti sarung tergeletak.
Jauh berbeda ketika kucing tetangga mengajaknya kawin dan membikin dia bunting. Bayi-bayi itu terlihat lucu, menyusu di puting Ibunya. Sementara auyahnya sudah minggat entah kemana. Anak-anak itu bakal pergi setelah bisa mencari makan sendiri.
Aku marah melihat peristiwa itu. Aku bisa apa ? Aku hanya seekor ikan. Keluar dari kandang saja tak bisa, berlagak ingin menolong binatang lain. Dengan segala kurang lebihnya, aku tetap mengagumi mahluk kesayangan Nabi itu.
Ia tak mampu mengeong, hanya bisa menunggu belas kasihan. Aku tak tega melihatnya kelaparan atau menderita sebelum ajal menjemput. Sekuat tenaga kudorong wadah kaca sampai tepian. Pyarr. Serpihan kaca berceceran di lantai. Kucing pelan namun pasti mendekati asal suara. Langkahnya gontai, mata sayu, ekor bergerak kesana-kemari. Semua masih terang, sebelum kegelapan abadi melahap tubuh ini dan membawanya ke tempat lain.
--000--
“Kau percaya kehidupan setelah mati ?” tanyaku pada gadis itu.
Ia mengantuk setelah begadang kemarin malam. Insomnia. Aku sudah memberinya banyak saran, namun belum ada perubahan. Kami sudah memutari alun-alun beberapa kali, cahaya lampu taman begitu menyilaukan. Semua orang beranjak pergi, para PKL merapikan dagangan.
Mae mengangguk.
“Kenapa ?”
“Karena kehidupan adalah panggung sandiwara. Kebohongan belaka.”
“Memang kau pernah mati sebelumnya ?”
“Hanya beberapa jam. Banyak hal mengerikan kutemui di alam sana.”
“Mati suri,” ucapku bergetar, sedikit kaget.
“Bisa dibilang begitu.”
“Kamu percaya hantu ? Orang-orang ketakutan pada hal itu.”
“Bukankah manusia juga hantu ? Cuma kita memiliki jasad, sedangkan mereka tidak lagi.”
Aku diam. Perhatianku teralih sejenak oleh sepasang kekasih bergandengan. Mereka berpelukan sebelum berciuman membabi-buta. Mirip salah satu adegan drama Negeri Gingseng yang kemarin kami---aku dan Mae—tonton.
Tak habis pikir, banyak wanita suka opera sabun milik mereka. Aktor dan aktrisnya hampir tak bisa dibedakan, sama-sama cantik. Pernah sekali timnas mengadakan pertandingan persahabatan. Hari itu cuaca sedang tidak baik. Hujan mengguyur Senayan dan lapangan hijau jadi becek. Yang mengejutkan wajah para pemain mirip es krim mencair, hujan membuat bedak mereka luntur. Meski begitu aku menaruh rasa hormat atas wajib militer mereka yang diadakan setiap tahun. Kombinasi mengerikan dari prajurit terlatih dan tampilan manis di luar.
Malam kian dingin. Suara angin berembus sepoi membawa kantuk untuk dimanjakan. Burung hantu mengaok di pohon beringin, seolah mahluk dunia lain tengah berkeliaran keluar dari persembunyian. Kupu-kupu malam muncul, hinggap di trotoar mencegat mobil berseliweran. Ada yang terlihat berisi, butuh uang persalinan atau lupa pakai pengaman ketika bermain dengan pelanggan.
“Kau percaya reinkarnasi? Aku pikir di kehidupan sebelumnya, aku ikan dan kau seekor kucing.”
Mae hanya tertawa kecil. Ia menganggap ucapanku hanya guyonan.
“Sudahlah, aku masih ada tamu. Jika kangen, kau tahu harus mencariku dimana,” tukasnya sebelum pergi.
Dari kejauhan, Mae layaknya model berjalan di catwalk. Pinggulnya padat berisi bergerak kekanan dan kekiri, seolah ada ekor menjulur dari pantatnya. Bayinya mungkin akan jadi anak cerdas.
Tak lama, sebuah mobil menepi. Sesosok pria dengan setelan jas hitam membuka pintu lalu menelan Mae. Membawanya pergi entah kemana.
0 notes
onigiri-latte · 2 years ago
Text
#obrolan
1.
yuningsih : "kenapa catatan yang kamu tulis banyak banget yang galau, tulis yang hepi-hepi gitu sekali-kali"
tukiyem : "makasih loh ya, selalu luangin waktu buat baca apa yang aku buat, ^^ isinya mungkin ngebuat kamu cape dan bad vibes, makasih selalu sempat"
yuningsih : "bukan itu maksud aku"
tikatiki : "kamu ga kenapa napa ?"
tukiyem : "^^ ya ga kenapa - napa atuh, harus ngerasain dulu ya baru boleh nulis ??"
yuningsih ; "terserah kamu aja"
tikatiki : "tulis hal yang bahagia, bisa jadi doa dan banyak amiin kan"
tukiyem : "aku cukup bahagia dengan ngejelasin rasa sedih ko :) "
yuningsih : "apa yang kamu dapat ?"
tikatiki : "bahagia~ kepuasan sendiri ya"
tukiyem : "dari rasa sedih kita bisa ngerasain banyak hal : sesal, harap, dendam, marah, ragu, yakin, gelisah, sepi, kangen, syukur. Banyak, coba kalau bahagia apa yang harus aku tulis ?"
tikatiki : "karena bahagia cukup dirasakan, terlalu berharga kalau diubah jadi tulisan dan dibaca banyak orang"
yuningsih : " tapi tugas kita kan berbagi kebahagian buat yang lain, ga selamanya orang lain bisa memetik hikmah dan pelajaran dari kita, apa yang mau dicontoh coba ? ga setiap saat kita sempurna"
tukiyem : "iya juga ya, nanti aku coba deh, sekarang belum bisa :P"
``````dan obrolan kami pun selesai, minuman di gelas habis. Tuntas.
1 note · View note
onigiri-latte · 2 years ago
Text
12/05
Biru, ungu dan janji,
Langit, air, matahari,
Coklat, hitam, putih,
Lemon tea dan kopi,
Diskusi hingga basa-basi,
Ban, aspal, persegi,
Kaki, dan hati-hati,
Telefon,Dering, sunyi,
Bicara, cerita, teka-teki,
Kurva, garis, geometri,
Hingar, sendiri, sepi,
Gema, aksi, orasi,
Fiksi, ekspoisis, puisi,
Buku,jam, teori,
Pergi, gelombang, emosi,
Lampu, kota, padi,
Renggang, derita, musikalisasi,
Sengau, ragu, mimpi,
Jalan, pulang, menepi,
Hidup memang tak pasti,
Titik mana yang kau cari ?
Bagian mana yang bisa kuisi ?
Oh, aku Bahagia.
\(^-^")/
1 note · View note