Semacam tempat bersastra. Karena sementara yang diucap lenyap, tulisan akan tetap.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Aksara #5 - |E| Epilog
Tak tergantikan, walau kita tak lagi saling menyapa ("Pilu Membiru", Kunto Aji)
Rindu menderu, namun kunjunganmu semakin layu.
Kedatanganmu yang selalu membuatku terpaku dipagi hari, sekarang adalah kemewahan yang selalu kunanti.
Seperti buku-buku yang hanya kau belikan ditanggal tertantu. Atau raut wajahmu saat mengambil rapot sekolahku. Juga semangat berjuangmu, terus membantu walau banyak pandangan rendah atas usahamu.
Ibu, aku rindu.
Belakangan ini radio, televisi, dan sosial media terus memunculkan satu lirik lagu.
"Mungkinkah, mungkinkah, mungkinkah kau hadir hari ini?"
Sialnya bagiku lagu itu hanya tentang ibu. Maukah kau hadir hari ini, bu? Sekarang aku sudah bisa melepas kepergianmu. Melanjutkan hidupku dan membesarkan cucumu yang lucu. Menjaga nasihat nasihatmu, yang entah mengapa baru tertanam dikepalaku saat engkau sudah pergi. Sungguh, terima kasihku atas semua usaha dan pengorbananmu. Waktu kau berpulang, banyak sekali temanmu yang membicarakan kebaikanmu. Kau adalah sebaik-baiknya teman. Teman yang sering sekali membicarakan aku, anakmu. Dari kerabatmu aku baru tahu perasaanmu terhadapku. Pencapaian dan detail hidupku, ternyata kau ceritakan semua. Kau terus memperhatikanku, dengan caramu. Kau bahkan bilang pada mereka bahwa kau sangat bangga padaku. Satu hal yang rasanya hampir tak pernah kau sampaikan langsung padaku. Kenapa, bu? Bu, tidak apa jika kau tidak ada waktu untuk muncul dimimpi-mimpiku. Toh suatu haari aku akan menyusulmu. Nikmati tidur panjangmu, arungi alam barumu dengan adik kecilku.
Terima kasih sudah pernah datang dan membiarkanku melanjutkan hidupku. Satu kalimatmu saat itu, akan selalu ku ingat. Satu kalimat yang mengalahkan semua sesi terapi dan memberikanku ketengangan atas kepergianmu.
"Terima kasih ya a, Ibu senang"
Tidak bu, terima kasih.
0 notes
Text
Pulang, Petualang

Kadang kita terlalu terpaku dengan tuju Sampai lupa untuk hidup diwaktu itu dan hanya lalu
Orang tua yang rindu Kawan lama yang tidak pernah bertemu Atau rasa untuk kekasihmu
Hai waktu, Terima kasih untuk tahun yang penuh pilu dan haru
Sekarang aku tahu Hal yang terus diburu itu, tidak selalu padu dengan kehendakmu Juga, melawanmu seringkali hanya menghasilkan sendu
Katanya waktu memang jahanam dan kota kelewat kejam Maka aku memilih pulang
Pulang Berhenti gadaikan waktu untuk hal-hal yang diburu
Pulang Kumpulan ingatannya akan lebih berharga dari semua uang atau ketenaran
Pulang Bukankah, hidup adalah soal menyusun kenangan kenangan?
Pembelajaran yang berserakan Atau pencapaian-pencapaian yang menyenangkan
5 notes
·
View notes
Text
Aksara #4 - |D| Dialog
Terserah maunya kamu aja nak, gak usah pikirin ayah dan ibu disini gimana.
Dan seketika, pertahanan yang sudah aku bangun pun runtuh, aku tahu kalimat itu memang yang akan diucapkan. Tapi untuk sedikit saja, aku berharap aku akan dilarang.
Kejar cita cita kamu aja, ga usah pikirin kita.
Ibu menambahkan. Entah dua kalimat itu jujur atau tidak, rasanya tetap saja sulit untuk memutuskan untuk meninggalkan. Sampai akhirnya perlahan aku tahu, bahwa sebuah pengharapan untuk kemajuan memang terkadang harus mengalahkan semua ikatan. Kenyamanan perlahan akan mengikis ketajaman pikiran dan menghambat tumbuh kembangmu, dan aku tidak mau itu. Maka berangkatlah aku.
Lo kan udah tau konsekuensinya?
Hidup sendiri, ditukar dengan gaji dan validasi atas kemampuan diri. Tiap akhir pekan melawan sepi, tapi ya mau bagaimana lagi. Toh lambat laun semua itu juga jadi normal yang baru. You just learn to live with it, put it in a box and keep it somewhere.
Gimana kalau keputusan lo ternyata salah?
Ya gak tahu juga. Aku hanya tahu bahwa jika hanya berdiam maka tidak akan ada yang berubah. Di tempat asalku, kemajuan terjadi terlalu lambat, dan aku tahu waktuku tidak banyak. Aku perlu katalis, dan untuk saat ini, cuma kesempatan ini yang aku punya. Aku hanya harus berusaha sekuat tenaga.
Enak ya kerja di luar negeri, pasti gajinya gede dan jalan jalan mulu.
Oh, how I really hate this kind of statement. Percayalah, lebih enak jadi kamu. Kapan saja rindu bisa bertemu. Kapan kamu mau tinggal order di menu dan makanan itu masuk ke perutmu. Lain hal kalau memang yang kau lihat hanya satu sisi semu.
Ngapain sih kerja di luar negeri, pulang aja, kasian ayah ibu kamu.
Terima kasih nasihatnya, seandainya kamu mau bantu saya membiayai berbagai mimpi dan harap yang ada dipundak ini sih silahkan saja. Bukan cuma kamu yang ingin pulang. Saya juga. Sialnya saya punya berbagai hal yang memaksa saya tinggal. Jadi saya tidak bisa tinggal pulang. Ah, ironis rasanya kata ‘tinggal’ bisa punya dua makna: tetap diam dan pergi saja. Entah saya harus ikuti yang mana.
Sombong sih gak pernah ngumpul, mentang mentang udah sukses.
Bacot. Kalo memang sudah sukses untuk apa juga masih kerja.
Emang laki laki udah kewajibannya gitu bro, terima aja
Setiap kali mendengar kalimat ini entah kenapa aku tidak bisa menjawab apa-apa. Bias gender dan menggampangkan. Mungkin memang tidak perlu dijawab, alangkah baiknya tidak usah diucap.
Bisa bantu ga, maaf udah gatau lagi mau minta tolong siapa.
Tentu. Selalu senang untuk membantu. Tapi jika dahulu kamu bahkan tak melihatku, boleh ceritakan dulu mengapa tiba tiba kau ingat aku? Mohon maaf juga jika tidak semua bisa aku bantu. Sungguh aku mau, tapi aku pun masih harus membiayai perangku.
Kok perhitungan banget sih
Mohon maaf, tapi ucapan seperti itu selalu kuanggap angin lalu. It’s not that I don’t want to, but I have my own battle to fight. Also, I‘m doing my best to help anyone along the way.
-- -- --
Entah kenapa kalimat-kalimat itu cukup membekas, mungkin karena melibatkan emosi, atau juga karena ditanyakan banyak orang berulang kali. Jangan dimasukkan ke hati. Di ujung hari, kita harus mencoba mengerti bahwa tidak semua orang bisa mengerti. Dan sebagian orang memang tidak cukup peka untuk bisa berbasa-basi dengan hati. -- -- --
Kabarin kalau balik ya
Terima kasih. Belakangan ini, rasanya memang hanya ingin pulang.
7 notes
·
View notes
Text
Aksara #3 - |C| Catharsis
Catharsis/ Kəˈθɑːr.sɪs / /(n)/ pelepasan dari ketegangan, menuangkan segala isi hati dengan bebas
Banyak orang mati muda, dan baru dikubur saat sudah tua
Cukup membuat anda berpikir? Mungkin iya. Setidaknya untuk penulis. Dan mungkin juga untuk sebagian besar yang sudah bekerja beberapa tahun lamanya. Terjebak di gedung gedung tinggi pencakar kota, melakukan hal-hal yang sama, dengan orang-orang yang lebih sering ditemui daripada keluarga. Terus begitu sampai tua. Menyisakan hampa, tanpa asa selain mimpi.
Mimpi itu sendiri, dia sangat sulit untuk mewujud dan menghampiri. Terus tertinggalkan waktu yang melaju tanpa ada niat berhenti. Tapi kita hampir tidak peduli. Atau mungkin sekedar lupa, bahwa mimpi tidak akan mewujud jika tidak dicari. Karena kita sendiri, kita yang terlalu banyak menyamankan diri.
Padahal katanya keburukan ada bukan karena kurangnya jumlah orang baik di semesta alam. Melainkan karena kebanyakan orang baik itu tidak melakukan apapun selain diam. Sekarang, justru ikut arus dan menjadi orang yang lebihi memilih diam. Ah, kalau sedang sadar, ingin rasanya mengutuki diri sendiri sepanjang malam.
Lalu pembelaan datang. Apa salahnya berjuang untuk kemaslahatan pribadi? Toh semua orang memang harus menolong diri sendiri. Iya kan? Seperti kata ajaran Buddha:
No one saves us but ourselves. We ourselves, must walk the path.
Sebentar. Pembelaan datang sampai membawa-bawa Buddha! Berani-beraninya dia menyadur potongan kalimat yang bahkan belum tentu benar adanya. Jika ada satu hal yang sudah jelas, coba buka Tripitaka. Disana Buddha jelas berujar:
Give, even if you only have a little.
Jadi, mari berhenti mengutuki diri sendiri dan mulai berbagi lagi. Seperti zaman-zaman dahulu yang penuh diskusi untuk membantu mereka yang membutuhkan. Seperti saat-saat ketika tidak butuh banyak berpikir sebab-akibat untuk membuat orang lain terbantu dan senang hati. Seperti potongan surat dari Nichiren:
If one gives food to others, one will improve one’s own lot, just as, for example, if one lights a fire for others, one will brighten one’s own way.
Tabik!
11 notes
·
View notes
Text
In Search for Remedy
You know that feeling when somebody from your school posted something cool and successful? That feeling when then you told yourself “That was really awesome, man. How could i still here?”. And then you work so hard, fulfilled by desire that you repeatedly told yourself “If they can do that, so can I !”. Just until another feeling take over when the fact strikes: “I can’t. I still have something left to take care of”.
Working your butt off, doing everything you know to do. But then someone does it faster or bigger or better, and we lose faith. Starts to wonder if you’re even capable of achieving your goals, or if you should just quit and bear with what you have. Abandon your Facebook and Instagram so you don’t get envious.
Ever feel something like that? Honestly, I hope you don’t.
Care to know why? I’ll be honest with you, it feels like shit. .
For those who ever felt it, lets face it. Seeing an old friend here and there in their own way might be great. But at the same time, it’s sad. Because you want it too. Because you know that you could be better than them if you were in their shoes. Because you know you can not achieve what they have just yet, due to your own matter. And then you’re angry, and i think you should be. It’s not fair.
Maybe its been over a years now since you set aside some of your dreams to do something more important first. Or maybe its just months. Maybe its for your son and daughter. Or maybe its for your parents. Maybe you do it because you have a big heart to prioritize other. Or maybe its because you have to.
One thing for sure in my case, I don’t regret even single seconds fighting this and set aside my dreams for a while. But man, why does looking at other people success still ... stifling?
6 notes
·
View notes
Conversation
Astral Monolog #2
F:Baru datang sekarang?
L:Iya, maaf terlambat. Kau tahu kan, aku harus tunggu sampai kondisi ibu membaik dulu untuk mengajaknya menemuimu.
F:Kan bisa saja datang sendiri terlebih dahulu.
L:Ibu rindu, makanya aku menunggu. Jangan menggerutu begitu. Lagi pula aku bosan selalu sendirian setiap menemuimu.
F:Tega sekali kau membiarkan aku sendiri disaat orang-orang lain dikunjungi sanak saudara.
L:Hahaha. Aku baru tahu kau bisa kesepian. Bukankah kau ditemani berbagai malaikat di tempatmu itu?
F:Iya, tapi mereka membosankan. Hampir-hampir tidak berperasaan, tidak berselera humor, dan sangat-sangat serius dalam mengerjakan tugasnya.
L:Jadi maksudmu aku humoris dan penuh kasih sayang?
F:...
F: Kau menyebalkan.
L:HAHAHAHA. Salahmu sendiri meninggalkan saat belum punya teman. Seandainya kau tidak begitu egois, paling tidak mungkin ada beberapa orang lain yang akan mengingatmu dan mengunjungimu selain aku.
F:Bodoh, justru aku beruntung. Seperti kata filsuf Yunani yang sering dikutip Soe Hok Gie, "Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua"
L:...
L:Di alam sana ada perpustakaan?
F:Hahahaha, mengataiku bodoh tapi sendirinya bodoh. Di sana ada Soe Hok Gie itu sendiri, bodoh!
L:Betul juga, pantas kau sedikit lebih pintar sekarang.
F:Dari dulu aku selalu lebih pintar darimu.
L:...
L:Lihat ibu, semakin kurus dan kurus. Kau sudah bilang pada Tuhan untuk jangan dulu panggil ayah dan ibu kan?
F:Ya, tapi aku tidak tahu sampai kapan. Nampaknya usahamu semakin berpacu dengan waktu.
L:Tidak bisa kah kau berbuat sesuatu? Disana ada Soe Hok Gie, ada Soekarno, ada Tan Malaka. Ajak mereka bicara kalau Tuhan tak mau izinkan permintaanmu. Barangkali mereka bisa ciptakan semacam revolusi disana.
F:...
F:Kita benar-benar hidup di alam yang berbeda. Dan kau begitu Bodoh.
L:Setidaknya aku tidak menyebalkan, dan aku tidak akan berhenti berjuang.
F: Tukang sindir.
L: Biar, sana bicara dengan ibu. Aku pulang dulu.
---
PS: Astral Monolog adalah semacam percakapan batiniah yang kadang terjadi. Semoga benar-benar terjadi dan bukan hanya ilusi. Atau jangan-jangan, hanya imajinasi ...
11 notes
·
View notes
Text
Stalemate
Seluruh armada pion putih hilang.
Kabarnya mereka lari ke hutan sebagai bentuk perlawanan. Dan sekarang, deretan pion hitam dan bidak catur yang lain kebingungan. Tidak bisa saling serang, tidak bisa saling mengelabui lawan. Bahkan tidak bisa berkorban dalam pertarungan dan mati penuh kebanggaan. Semua masih hidup tapi tanpa tujuan. Semua bidak dalam diamnya mengutuk bersamaan: dasar pion putih sialan!
Protes pion-pion putih yang hilang lari ke hutan bukan tanpa alasan. Kemarin saat pertarungan resmi kerajaan, ada satu pion putih yang kelihatannya kehilangan kewarasan. Katanya si pion muak dengan semua hirarki feodalisme kerajaan. Entah kesurupan arwah (si)apa, hari itu si pion tiba tiba memberontak dari pakemnya yang tidak bisa mundur sehingga sulit kabur, dan langsung berlari ke tengah gelanggang. Sampai di perbatasan zona perang, dia teriak lantang:
Wahai kawanku bidak-bidak seperjuangan, mari kita keluar dari segala bentuk penindasan ini! Jangan lagi kita mau dibodohi oleh pak tua dan menteri menterinya yang haus kekuasaan. Jangan lagi kita mau dikorbankan demi supaya kuda-kuda mereka itu bisa makan! Ayo saudaraku pion-pion kerajaan, kita bersatu, kita lawan penindasan!
Bukannya berkobar dan melawan, para pion itu malah semakin ketakutan. Tidak ada yang bergerak dari kotaknya, semua pion putih tiba tiba seperti tertindih. Sementara di kejauhan, menteri putih yang menunggang kuda putih berderap kencang siap menerjang. Masalah kenapa menteri putih harus menunggang kuda walaupun menteri itu bisa berlari paling jauh dan paling kencang, jangan jadi persoalan. Saat didera kepanikan, semua orang pasti berpikir akan lebih cepat kalau naik kendaraan, kan.
Sesampainya ditengah gelanggang, sang menteri langsung memerintahkan pion putih pembangkang itu kembali ke barisan. Ancamannya tidak main-main, kembali perang atau masuk tahanan sampai akhir zaman. Tapi pion pembangkang ini menolak tumbang. Berlari dia masuk ke daerah lawan. Tapi baru satu kotak menyebrang, kuda hitam sudah menghadang. Saat itu lah pion pembangkang ini tersadar. Kenapa harus maju saat ada pilihan ke kiri dan kekanan, itu kan doktrin-doktrin kerajaan!
Pion putih itu lalu ambil langkah satu kotak ke kanan. Melihat luncur putih kerajaan hitam siap menerkam, kembali ia maju satu langkah ke kotak hitam. Tapi menteri hitam tidak diam, segera ia maju menghantam. Mau putih ataupun hitam, semua petinggi kerajaan sudah sepakat, pemberontakan harus segera dipadamkan.
Terjepit kuda luncur dan menteri, pion putih tadi kebingungan. Mundur ditindas atau maju melawan, saat itu tekadnya sudah terlalu bulat, lawan! Kembali dia berlari, kali ini 3 kotak sekaligus dengan gerakan zigzag kiri kanan. Raja hitam mengancam, ternyata pion itu sudah terjebak di tepian gelanggang. Sejenak semua diam, semua memperhatikan. Tamat sudah riwayat pion pembangkang itu. Dan saat itu lah pion putih pembangkang itu kembali berteriak lantang:
Biar kematianku menjadi pelajaran untuk kalian, wahai saudaraku. Karena bahkan dari dalam kubur, suaraku akan menggema lebih lantang! Camkan kata-kataku, percayalah pada kemampuan kalian sendiri! jangan mau lagi dibodohi olah pak tua yang hanya bisa berjalan satu kotak demi satu kotak menghindari mati!
Seluruh petinggi kerajaan hitam mengepung, tinggal komando raja hitam atau perintah raja putih untuk membantu melawan yang bisa menyelamatkan nasib pion itu.
Jangan lagi kita sebagai kelas terendah mau diadu domba! Tanpa kita, sebenarnya mereka bukan siapa-siapa! Jika kita mau melawan, tidak akan ada peperangan berdarah hanya demi pak tua yang ingin berkuasa. Jika kita mau melawan, tidak ada lagi yang harus dikorbankan demi membuka jalan perang!
Petinggi kerajaan yang mulai geram akhirnya hilang kesabaran, satu pilar benteng hitam menghantam kepala botak si pion pembangkang.
Biarlah aku jadi martir perlawanan, selama kalian semua tersadarkan, aku yakin dunia akan jadi lebih tenang.
Sepakan kuda hitam mengenai leher pion putih yang kecil itu. Beberapa pion putih ingin merangsak maju membantu, namun langkah mereka segera dihalangi dua benteng putih yang seakan ingin membiarkan pion pembangkang itu mati di cincang kerajaan hitam. Luncur hitam lalu memanah tepat mengenai sasaran.
Jangan lagi mau dibodohi! Mari kita berdiri dan berjuang diatas kaki kita sendiri. Kita bebas melangkah kemanapun kita suka. Bekerja bertamasya atau mulai membangun keluarga. Jangan biarkan para orang tua ini menyebar dan menumbuhkan kebencian dalam jiwa-jiwa kalian. Sementara kalian tidak mendapat apa-apa selain permusuhan dan kematian!
Menteri hitam mengambil senapan, sayang tembakannya hanya mengenai perut si pion yang tak berisi hal lain selain kebencian yang semenjak dia lahir terus dijejalkan. Tapi itu cukup, si pion pembangkang akhirnya ambruk di gelanggang. Dengan seluruh nafasnya yang tersisa, dia lalu berteriak lantang.
PANJANG UMUR, PERLAWANAN!
5 notes
·
View notes
Conversation
Astral Monolog #1
F:Semalam aku pergi dari kuburku untuk mencarimu. Susah payah aku mengakali malaikat penjaga kubur itu, tapi kau tidak ada di rumahmu.
L:Ada apa repot-repot?
F:Begitu caramu menyambut saudara kembar?
L:Saudara kembar yang meninggalkanku saat aku dilempar ke dunia dan memilih pergi ke surga? Yah, kurasa ini cukup pantas.
F:Kau masih marah akan hal itu?
L:Kau pikir dimaafkan semudah itu? cih. Dari saat kau masih hanya liang tahi aku sudah menemanimu. Sembilan bulan bersama di rahim ibu. Lalu kau lebih memilih-Nya dibanding aku.
F:Ayolah, Dia memanggilku. Aku tidak punya pilihan.
L:Ya aku tahu, tetap saja.
F:...
L:Mungkin karena aku iri denganmu.
F:...
L:Ah, diam melulu. Jadi ada apa kau repot-repot kesini?
F:Bagaimana kabar ibu?
L:...
L:Ibu sedang sakit. Aku kira kau sudah tidak peduli.
F:Omong kosong, tentu aku peduli. Hanya dia yang paling sering mengunjungiku dan berdiam diri di pusara cukup lama.
L:...
L:Maaf aku jarang mengunjungimu.
F:Aku tahu kau sibuk.
L:Kau tahu?
F:Ya, pulang larut malam lalu datang kesiangan. Tapi aku tahu kau sudah berusaha sekeras yang kau bisa.
L:Berarti kau tahu aku sudah mencoba sebisaku untuk membahagiakan ayah dan ibu ...
F:Ya, aku tahu. Maaf aku tidak pernah membantumu. Seandainya aku bisa.
L:Bodoh, kau tidak perlu repot-repot pun aku akan berhasil. Catat itu.
F:Lagi-lagi omong kosong, tidak kah kau sudah cukup lelah menghadapi realita yang terus menghujam batinmu seperti belati?
L:Kau meremehkanku?
F:Aku cuma ingin membantu.
L:Kalau begitu pulanglah, katakan langsung pada Tuhan: Jangan panggil dulu ayah dan ibu. Aku janji aku akan berhasil.
F:Jangan gagal, pastikan tugas itu selesai sebelum mereka bertemu denganku.
L:Dulu meninggalkan, sekarang memerintah, bangsat, pulang sana! Serahkan ini padaku.
---
PS: Semacam dialog yang mungkin terjadi malam tadi, atau mungkin juga tidak. Semoga benar terjadi, karena kalau tidak mungkin saya mulai ...
12 notes
·
View notes
Text
Kaum Media Sosial yang Gak Sosial Sosial Amat
Asa indah Bandung sepi tanpa angkot. Tiap hari weh mogoknya meh teu macet dan paciweuh - Netijen Bandung
Nada diatas saya rasa adalah cuitan cuitan mayoritas dibalik kisah mogok nyupir nya para sopir angkot Kamis tadi (9/3/2017). Bahkan walikota Bandung pun tidak mau ketinggalan, walaupun tidak sampai hati ngetwit kaya gitu, beliau tetap rajin untuk sekedar memberi likes pada cuitan cuitan yang bernada sama. Tanda beliau setuju dengan statement-statement serupa. Yah wajar sih kalo bapa walikota mah, mungkin niatan politisnya untuk ngumpulin data supaya nanti bisa bilang ‘kemarin ga ada angkot jalan jadi lancar, udah hapus aja angkot mah’. Eh punten pak wali kalahkah jadi suujon.
Sayangnya, bukannya sepakat dan ikut senang seperti kaum netijen kebanyakan, saya justru geram. Orang-orang yang bisa bercuit demikian di smartphonenya saya yakin sudah lama sekali sejak mereka terakhir naik angkot. Kalaupun mereka terbiasa naik angkot, kelas menengah ini bisa dengan mudahnya memesan moda transportasi online yg memang dirasa lebih memanjakan. Dijemput, tinggal duduk manis, sampai, bayar deh dengan harga murah. Enak. Sedangkan yang lain? Orang tua yg bisa antar jemput anaknya naik angkot karena tidak kena rute bis sekolah, atau bapak ibu yg terbiasa membawa belanjaan/dagangan nya ke pasar naik angkot, atau mungkin para lansia yg untuk cek rutin ke dokter/apotik hanya tau rute naik angkot. Bahkan mungkin keamanan driver online yang mereka elu-elukan ini juga tidak terpikirkan. Toh mereka bawa motor sendiri, atau bisa memesan moda online yang akan setia jadi supir pribadi mereka sendiri.
Opini terus bergulir, sampai seakan akan Bandung memang lebih baik tanpa angkot. Padahal, kalau mau sebentar saja pakai logika sederhana, coba bayangkan di Bandung ada berapa juta manusia sih? Terus ada berapa ribu angkot? Jalan protokol, Asia-Afrika dari preanger sampai Museum KAA apakah ada rute angkot? Gak ada. Macet? Iya. Braga apakah ada angkot masuk? Gak ada. Macet? Iya. Daerah Dago atas atau Lembang, weekend. Setelah terminal akhir apa masih ada angkot? Gak ada. Macet? Angger keneh macet mah!
Memang harus diakui bahwa angkot juga banyak yang tidak tertib, tapi plis atuh euy. Peka sedikit mah. Ga sekabeh kabeh macet teh salah angkot. Sampai ka bahagia pisan jigana angkot mogok. Bodo amat PNS yang harusnya kerja jadi kudu nyupiran karena disuruh pa wali atau orang yang hidupnya jadi susah karena susah transportasinya mah.
Kasus diatas justru semakin membuktikan bahwa standar hidup kita sekarang sangat berkiblat pada kelas menengah bergadget yang penuh kenyamanan. Acara TV sekarang bahannya dari medsos, wartawan narasumbernya dari medsos, orang-orang sekarang kaya gara-gara medsos, ada kejadian ini kejadian itu posting dulu di medsos. Ada demo ini ada demo itu nyinyir dulu di medsos. Pilkada ini pilkada itu war dulu di medsos.
Padahal, berapa banyak sih kaum yang punya medsos di kota-kota besar ini kalau dibandingan jumlah penduduk di pelosok yang listrik aja belum punya? Yah kalau dipikir-pikir, ternyata kaum media sosial itu gak sosial-sosial amat.
Astagfirullah, bukankah tulisan ini juga adalah salah satu bentuk nyinyir di medsos? Maafin hamba ya Allah.
31 notes
·
View notes
Photo

Bayi monyet yang terkapar itu kabarnya sudah mati 2 atau 3 hari sebelum foto ini diambil. Belum dikuburkan karena sang Ibu masih belum rela melepas anaknya. Menurut penjaga hutan, biasanya butuh sekitar 1 sampai 2 minggu sebelum sang ibu rela melepas bangkai anaknya sehingga bisa diurus dengan lebih layak. Tuhan maha adil, bahkan makhluk yang sering manusia hina justru kadang bisa lebih 'manusia' dari manusia.
21 notes
·
View notes
Text
Kerja, Kerja, Kerja, Kera!
Diujung ufuk para air sudah terjun berlarian. Entah Priok, atau mungkin Grogol, apa bedanya? Selama itu cukup jauh dari sini toh tidak perlu peduli. Lalu kilat dan petir berbalapan. Hujan semakin lebat, petir semakin dekat, manusia semakin menjadi-jadi menjilat. Apa bedanya? Pendingin ruangan akan tetap berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan mesin-mesin uang Jakarta yang mengejar target per kapita.
Saat dibawah sana yang lain masih berusaha menyambung nyawa. Teriakan-teriakan meminta pemimpin kafir dipenjarakan masih terus bersuara, Dan para pengendara masih terus terpaku pada ponselnya demi segera mengantar jasa. Disini semua tenang saja. Kerja, kerja, kerja. Seperti kata pemimpin kita yang selalu dipuja lini masa. Ah Buya Hamka, baru sekarang kupahami kata-katamu yang jenius itu. Ternyata memang dasarnya manusia itu satu spesies dengan kera.
9 notes
·
View notes
Text
364/366
Kalender masehi ke 2016 akan segera berakhir. Rasanya cukup banyak kejadian yang memberatkan hati terjadi di tahun ini. Mulai dari kehilangan teman dan keluarga, sampai tempat bernaung dan memori-memori nya yang berharga. Tapi jika dipikir-pikir, tiga ratus enam puluh empat hari di tahun ini ternyata tidak terlalu buruk. Dimulai dari meninggalkan kawanan yang kerap kali masih terbungkus delusi perjuangan, mendapat pekerjaan yang cukup menyenangkan, membangun bisnis kecil-kecilan yang masih berantakan, sampai rencana-rencana liburan yang masih belum hilang dari angan-angan.
Maka untuk tahun yang akan datang, biarlah tetap mengalir seperti sekarang. Tidak perlu omong kosong tentang “Tahun baru semangat baru”, atau hal-hal nirfaedah lain seperti “<Kelakuan> pertama di 2017″, sesungguhnya hal-hal itu hanya bagian dari riya, bro.
Untuk menutupnya pun, tidaklah perlu berdebat tentang tahun baru itu tradisi romawi atau yahudi. Atau ujaran penuh kebencian tetang terompet itu bukan tradisi bangsa ini. Memangnya kenapa kalau bangsa ini main terompet? Walau bukan tradisi bangsa, terompet terbukti bisa menyatukan kaum yang saling membenci di timeline dan menciptakan kerukunan toh? OM TELOLET OM!
2017 segera datang. Kalau kata Silampukau, waktu sekedar hitungan yang melingkar, kekal di kehampaan. Jadi sebenarnya memang tidak terlalu pula dirayakan secara istimewa. Karena di tahun-tahun berikutnya pun dunia masih akan tetap sama.
Pendar lampu kota sesaat setelah hari usai. Sinar surya sesaat setelah subuh selesai. Dan rembulan yang masih akan terus berlarian dikejar matahari. Siklus hidup yang sederhana. Sampai manusia membuatnya jadi kompleks dan fana. Maaf sudah membuang dua menit waktu hidup anda. Saya juga baru sadar, daritadi ini ngomong apa hehehehehe. Selamat menuju tahun baru lah ya!
12 notes
·
View notes
Photo
By the way, thanks for the reminder, Woody!
9 notes
·
View notes
Text
Overthinking Kills
Like that times when you're alone in your rooms, questioning about the outcome of verdictless life. Are you living it right? Was it worth the fight? What are you doing it for? And then you just gave up on finding the answer and talked to your self like: ‘Lets just follow the flow, put life in autopilot mode and see how it turns out. Overthinking kills, Lets just try enjoy everything while it lasts.’
Then you repeat the shit same moment again in the same place in the next few days. I mean, why brain? just why? Can’t we just go to sleep early and have a nice dream?
15 notes
·
View notes
Quote
The day have taught you not to trust happiness, because it hurts when it deceives
Mahmoud Darwish
12 notes
·
View notes
Text
Secuil Dari Awal 23
Tuhanku, malam masih muda, tapi kenapa jarum jam jahanam tidak mau berhenti sejenak dan bersikukuh terus berpindah angka. Rintik hujan dan maling masih berlarian mencari mangsa diluar jendela, lalu dering ponsel ikut bersuara, dari dia, undangan tatap muka lewat udara, tepat saat tengah malam jadi nyata. Diawali dengan lilin menyala dan lantunan lagu selamat ulang tahun dari ujung sana. Ah Tuhan, terimakasih telah menghadirkan dia untuk selalu menjadi yang pertama dalam beberapa tahun terakhir ini.
Tuhanku, terimakasih untuk mengingatkan ibunda yang masih selalu setia memberi selamat saat matahari sudah mulai menggelincir ke barat sana. Karena kamu memang tidak lahir saat tepat tengah malam, melainkan setelah matahari sedikit ke barat, maka sebenarnya kamu baru ulang tahun sekarang. Selamat ulang tahun ya nak. Alasan lama yang selalu diulang setap tahunnya. Mungkin karena hanya ibu yang tahu percis sampai ke hitungan menit kapan aku dilahirkan. Terimakasih, Ibu.
Tuhanku, entah mengapa yang ke 23 ini terasa cukup berbeda. Rasanya baru sekarang aku berada di tanggal yang sama namun jauh dari keluarga. Tapi ternyata memang Engkau selalu punya rencana. Kau hadirkan kerjutan kecil dari rekan-rekan kerja yang tidak sengaja mengetahui tanggalnya justru dari rekan lain yang jauh di negeri sana. Padahal bertemu muka dengan orang itu saja aku tidak pernah, Tuhan. Mungkin itu caramu memberikan aku kejutan di hari yang istimewa. Dasar Tuhan, selalu saja misterius dan mengundang banyak tanya. Nampaknya Kau selalu senang kalau aku kebingungan.
Tuhanku, disaat aku rasa hari itu sudah cukup mengena, ternyata kau masih punya kejutan lainnya. Dua orang paling berharga membawa lilin diatas pizza tepat sebelum tanggal berganti angka. Walau sederhana, mereka yang memakai topi pesta dan membawa seperangkat hadiah sungguh sangat istimewa. Terimakasih.
Tuhanku, maafkan aku yang tidak tahu terimakasih dan terlalu banyak meminta. Tapi jika tidak terlalu merepotkan, tolong sampaikan salamku pada kakak yang bertanggal ulang tahun sama denganku. Walau sampai saat ini aku masih tidak tahu sebenarnya dia kakak atau adikku, tapi aku yakin saat ini dia bersamamu. Tolong sampaikan salamku. Maaf tahun ini aku tidak bisa menaburkan bunga di pusara dan mengajaknya bercerita seperti tahun-tahun biasa. Aku yakin dia akan mengerti, toh selama ini dia damai disisiMu sementara aku seringkali harus menderita. Jadi untuk sekali ini saja, aku yakin dia tidak akan keberatan.
Tuhanku, aku tahu tidak setiap hari akan seindah itu. Tapi setidaknya, terimakasih sudah pernah memberiku tahu bagaimana rasanya.
11 notes
·
View notes
Quote
Waktu memang jahanam, karsa abadi
Tekad dan mimpi boleh terus berapi. Urusan nyawa, tetap suka-suka Illahi
23 notes
·
View notes