Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Jurnal Rez: Apa yang Tak Bisa?

Fren, makin ke sini makin bertanya nggak sih? Sebenernya apa yang mungkin dan apa yang nggak mungkin? Harusnya sih begitu ya. Tapi, aku sendiri kadang masih suka menenangkan diri dalam balutan yang orang sebut harapan. Bullshit lah.
Makin kesini harusnya makin sadar dan makin ikhlas untuk hidup merasa nggak papa, untuk menjadi biasa aja, fren.
Dan ceritanya ini upaya buat menengakan diri sendiri sih. Karna, siapa lagi teman terbaik kalau bukan diri sendiri. Ya nggak, fren?
Semarang, 16 Januari 2023
1 note
·
View note
Text
Jurnal Rez: Perkara Pilihan Presiden

Busett, udah senin lagi aja. Pagi tadi kebangun jam 5, subuh udah kelewat setengah jam tuh. Pas banget di alarm ke-5. Bayangin aja 5 kali lagu “Beast and The Harlot”-nya Avengend Sevenfold keputer dari smartphone. Kalo orang normal, harusnya kaget sih gara-gara drumnya Mike Portnoy sama melodi gitarnya Synyster Gates. Haha.
Buat yang penasaran cobain aja sendiri fren:
Mantep banget sih buat alarm, apa kalo engga temen workout.
Singkat cerita tadi ada obrolan lucu sama mba-mba ART yang juga rangkap jadi laundry. Gara-gara semalem abis rame Debat Capres, iseng deh tuh nanya soal pilihannya pas pemilu besok. Gila, masih pagi udah bahas politik nih. Haha.
Awalnya sih dia bilang masih bingung, tapi mengindikasikan bakal dukung no 3. Support orang kita, katanya. Dia juga bahas tuh, betapa inteleknya no 1 yang sayangnya, buat dia ngerasa nggak paham dan nggak cocok sama gagasannya.
Ternyata, bisa jadi barrier juga ya kalau pemilihan bahasa yang dipake nggak universal dan cenderung teoritis. Kalo no 2 gimana? Ya, gausah ditanya ya. Kita semua tau lah. Haha.
Sayang banget, fren, harus bertaruh di antara ketiganya. Gua sih coblos semuanya aja biar barokah always dah!
Selasa, 9 Januari 2024
1 note
·
View note
Text
Jurnal Rez: Menikmati Sendiri, Ngobryls, Memulai Kebiasaan Lama…

Aku bukan orang yang punya banyak teman, circle pertemananku terbatas sejak dulu. Ya, tipikal orang pendiam. Sulit untuk berinteraksi secara langsung katanya. Dan sialnya itu benar.
Meskipun selalu punya cara untuk mengabiskan waktu sendiri, terkadang ada masanya ingin seperti orang kebanyakan. Hangout sama teman yang sepandangan. Nggak selalu harus punya pendapat dan selera yang sama sih. Tapi, mereka yang nggak menghakimi dan bisa mengerti.
Sambil lanjut baca, bisa nih sambil dengerin:
*Sebenernya bukan rekomendasi lagu, buat pembatas paragraf aja wkwkw
Singkatnya, di tengah waktu yang banyak dihabiskan sendiri di awal tahun ini, aku banyak mendengarkan cerita orang lain (baca: podcast). Belakangan ini seru rasanya mendengarkan “Ngobryls”, konten obrolan sana-sini yang diisi mafren Jimi Multhazam sama Ricky Malau. Kacau obrolan seabsurd itu bisa seru juga.
Ngeliat mereka berdua yang kadang cerita masa mudanya, bikin bertanya-tanya. Gila, seseru itu ya masa muda mereka? Aku yang serang ngapain aja? Tapi yaudah lah ya.
Dan barusan banget iseng ngecek Twitternya si Jimi, ternyata dia punya blog yang isinya jurnal keseharian dia. Ya, walupun terakhir diisi 5 tahun yang lalu sih. Eh ternyata malah ngasih influence buat bikin tulisan asal kek gini.
Semoga aja bisa konsisten. Itung-itung latihan nulis lagi. Makasih yang udah baca. Selamat berakhir pekan, mafren! 😎🤘
Sabtu, 6 Janurari 2024
1 note
·
View note
Text
Lilin-lilin
Di dalam gelap
kau adalah api
sedang aku sepi
yang kau sinari
Di balik halaman prosa
kau adalah tokoh utama
sedang aku nabi palsu
yang sibuk berdusta
Semarang, 22 Januari 2023
9 notes
·
View notes
Text
Kado Spesial di Hari Biasa
9 Juli 2021. Tepat hari ini umurku genap 22 tahun. Bukan hari yang spesial sebenarnya, sejauh ini masih berjalan seperti hari-hari normal. Sepi.
Belakangan ini aku terbangun dengan rasa sedih. Sedih mengapa masih perlu terbangun di dunia nyata, sedangkan mimpi lebih bahagia. Begitu pun pagi ini.
Pagi ini aku sudah bisa menebak tidak akan akan ucapan selamat, dari siapa pun itu. Memang itu semua salahku sendiri yang terlalu payah membangun hubungan sosial.
Bahkan saat semesta memberikan kemurahan hatinya dengan menganugrahiku sebuah hubungan yang cukup spesial, tetap saja aku tidak bisa mempertahankannya.
"Pagi ini tidak ada kata selamat" ujarku kepada bayangan diriku di depan cermin.
Bagaimana tidak? Keadaan rumah juga sedang tidak baik-baik saja, ditambah dia yang telah tiada. Keduanya sudah lebih dari cukup sebagai alasan utama.
Sejujurnya karena aku sudah menebaknya, aku mencoba bersikap biasa saja dan cenderung tak acuh. Namun, panggilan video dengan bapak pagi ini merubah semuanya.
Semula masih saja aku berharap ucapan selamat datang dari orang terdekat yang masih ku miliki, kedua orang tua.
Hanya saja, Covid-19 agaknya masih mengacaukan kondisi rumah. Seakan ada badai yang masih menerjang seisi rumah.
Bapak, yang semula bak pelaut tangguh, keras, dan dingin kini seakan tak berdaya dihadapan badai itu. Dalam panggilan video aku melihat wajah tua itu sedikit pucat tak bertenaga.
Sambil terduduk lesu, Bapak bertutur bahwa rasa sesak itu masih hadir dan menghantui. Terlebih jika memaksakan diri.
Tidak tahan melihat momen itu, lelaki yang cengeng ini hanya bisa menangis dalam diamnya di ujung panggilan video. Dalam tetesan air matanya ia hanya berharap satu hal untuk kado ulang tahunnya.
"Jangan ambil bapak dan keluarga saya, Tuhan," bisiknya kepada semesta.
52 notes
·
View notes
Text
Rumah Lama
...
Rumah lama itu kian usang
namun keberadannya makin elok dipandang
meskipun berjuta nestapa menghujaninya, aku tak peduli
sesaat aku akan datang untuk pulang.
Semarang, 07 Oktober 2018
9 notes
·
View notes
Text
…
Karena tumblr adalah semacam rumah yang sepi. Tempat istirahat paling nyaman dan tidak berisik.
12 notes
·
View notes
Text
Kali ini aku akan terpendam dalam luka dan mati dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya
6 notes
·
View notes
Text
Demikian
Mari sini dengarkan ku bercerita.
Aku tahu apa yang ada dalam benak itu.
Benak-benak yang saling berhadapan, terbungkus oleh tanda tanya.
Tapi sekali lagi aku sendiri tidak tahu-menahu soal itu, kawan.
Semua terjadi begitu cepat bak kilat.
Badai datang menghujan, merusak istana pasir yang telah susah payah kami bangun.
Aku sendiri tidak menyalahkan hujan, atau bahkan Tuhan.
Namun mengapa harus demikian?
2 notes
·
View notes
Text
Muram

Izinkan aku berbagi luka, kawan
Sudahkah kau mendengar kabar itu?
Kisah tentang akhir dunia yang baru-baru ini makin santer ditelingaku
Benar, kawan. Kisah tragis itu bukan bualan semata.
Dan aku baru saja melewatinya, dengan plot twist ia pergi begitu saja.
2 notes
·
View notes
Text
Haruskah kita saling menyakiti dengan sama-sama mengabaikan rasa yang sejatinya masih sama?
4 notes
·
View notes
Text
Jika Indonesia bak samudera, maka pemikiran- pemikiran adalah bahteranya. Nikmati saja situasi ini, lautan memang begitu adanya.
19 notes
·
View notes
Text
Kopi pun berpuisi

Malam ini terasa begitu sunyi. Akhir pekan ku habiskan dengan menyeruput kopi. Bagaimana tidak, kopi yang ku beli masih terbungkus rapih di meja itu. Minggu lalu aku terlalu sibuk dengan masa lalu.
Kau tau? Kopi pandai berpuisi. Dibalik hitamnya terdapat rima, dibalik hitamnya tersembunyi kata-kata. Kalau dia mau, dia bisa berpuisi sendiri sampai pagi. Bahkan sampai sang pujangga bangun lagi. Memang bagaimana? Cukup biarkan dia sendiri.
Kau tidak memperhatikan rupanya? Kali ini coba perhatian barang sedikit. Mulai dari jatuhnya biji kopi ke mesin grinder, disana ia berpuisi mengenai sajak-sajak pengorbanan, perubahan, keikhlasan dan harapan akan kenyatan yang mengharuskan dirinya hancur.
Lalu bubuk kopi dipindakan menuju mokapot, disana ia diharuskan bercampur dengan hal baru; air. Namun ternyata bubuk kopi bukanlah pribadi yang terbuka. Dibutuhkan proses dan waktu untuk mereka saling menyatu. Disana ia berpuisi tentang perbedaan namun tak menghalangi kebersamaan; toleransi. Hasilnya mereka bisa bersatu menciptkana elemen baru; air kopi.
Kemudian air kopi pun dituang ke dalam sebuah cangkir yang indah nan elok. Disana ia berpuisi tentang keindahan dan kebahagiaan yang membutuhkan pengorbanan.
Sayang, bahagia tidak menjadi akhir dari sajak kopi. Kopi harus menerima bahwa tidak semua lidah bisa menerimanya. Mengapa? Karena tidak semua pribadi dapat mengambil hikmah dari rasa pahit.
Ah kopi, kau membuatku melantur saja malam ini.
Semarang, 07 Mei 2018 - 00.47
6 notes
·
View notes
Text
Sia-sia
Kalah jadi abu, menang jadi arang
Kalang kabut, kalang kabut
butbutbut, langlanglang
langkabut, langkabut
4 notes
·
View notes
Text
"Kita jatuh untuk bangkit. Kita terbang untuk membumi. Simpan sombongmu di kemudian hari"
Anonim
10 notes
·
View notes
Text
“Segelas kopi bercerita padaku; bahwa yang hitam tak selalu kotor dan yang pahit tak selalu menyedihkan”
— 00.37 am - Waktu Indonesia Bagian Ngopi
306 notes
·
View notes
Text
kasur rusak dibalik jadi kasur rusak
“halah dibalik jadi halah”
ngetik et al, 2018
60 notes
·
View notes