This one is a diary that I call home. Don't judge my writing, you are the one who choose to read them :)
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Membaca tulisan tentang seorang ibu parlemen yang menangis saat membahas perkataan so called menteri yang menihilkan kekerasan terencana pada sekelompk kaum, "semenjak lama tangisan wanita disebut sebagai kelemahan padahal itu pula wujud kepemimpinan, kemampuan berempati dan bersuara pada mereka yang tidak memiliki suara."
Sedih karena terasa terlalu dekat, empati di tempat kerja sering dianggap tidak logis. Padahal sama seperti seni yang menjadi dasar sains untuk kemudian bertransformasi jadi teknologi, kalkulasi korelasi tidak ada artinya kalau tidak menggunakan empati saat menyusun kausalitas. Sedih juga kalau ingat tiap daftar posisi managerial, terpaksa jualan empati seakan itu tokenism, padahal ya mestinya semua orang pakai empati buat ambil keputusan. Bagaimanapun masih lebih sedih lagi saat direject karena dianggap empati ini jadi barrier untuk perform.
0 notes
Text
#14 - The Coffin
Tiap kali menghadiri upacara matrimoni rekan dan famili aku selalu diselimuti perasaan yang campur aduk. Bahagia sudah tentu, namun emosi negatifnya muncul sama sekali bukan karena aku mengidam berada di pelaminan. Justru malah marah dan takut melihat bagaimana ekspektasi masyarakat terhadap legalisasi hubungan dua insan ini. Ekspektasi yang tertuang dalam ritual agama, upacara budaya, dan ucapan selamat membuatku meragukan akan adanya cukup kebaikan dari sebuah pernikahan.
Dulu aku masih optimis semua bisa dibangun dengan mengomunikasikan baik-baik semua T&C pernikahan dengan partner yang tepat. Namun dengan semua tekanan dari setiap sisi, aku takut akan tetap berakhir menjadi insan pahit yang bertahan hidup hanya untuk menjalankan fungsinya dalam keluarga. Mengiyakan pesta pora raya yang ini sungguh serasa mengukir lantas menutup dari dalam peti mati diri sendiri.
2 notes
·
View notes
Text
#13 - Who Am I?
Tanpa terasa ini tahun keempatbelasku menulis naskah. Sebagian ada di Tumblr ini, sebagian dipentaskan, sebagian lagi aku tidak yakin ada di mana sekarang. Sebagian besar kisahnya tentang cinta. Hal ini dikarenakan semua perjalanan emosi manusia bisa di-spin menjadi pencarian tentang cinta, lebih-lebih karena semua orang akan terhubung dengan cerita cinta. Ada selusin lebih tokoh yang sudah aku hidupkan. Biasa aku terlebih dahulu meriset makna calon nama dari tokohku dan menyesuaikannya dengan bagaimana mereka akan berpolah. Helena van Deventer, Dharanindra, Betari, Janitra, Ivory, dan setumpuk nama-nama perempuan lain yang semuanya memiliki makna personal bagiku. Benar, tokoh utamaku selalu perempuan.
Namun demikian tiap di antara tokoh yang kuhidupkan memahami cinta dengan berbeda. Bagi Helena itu adalah luapan yang harus dilampiaskan. Dharanindra menganggapnya ancaman. Betari mengartikan ia sebagai ego diri. Janitra melihat kondisi ideal. Sedang Ivory mencurigai cinta sebagai mata uang transaksi. Sedang bagiku? Hem, sekarang sedang berada dalam fase menganggap cinta sebagai imbal balik atas ekspektasi. Masih memberikan setrum gejolak tapi juga memberikan tenang dari pertemanan dan rasa aman dari komitmen yang dijaga.
Ah akan tetapi setiap tokoh adalah bayi-bayi yang mewarisi gejolak emosiku, mereka semua adalah sudut pandangku atas cinta pada suatu masa. Empat belas tahun loh, hampir separuh umur. Kalau membaca lagi naskah-naskah lama sering merasa malu sendiri melihat betapa sederhananya aku yang lebih muda mendefinisikan cinta. Kadang juga kagum sih bagaimana keberanian aku yang dulu dalam membuat keputusan dengan menamakan cinta. Aku tumbuh. Sudah mencicip lebih banyak asam garam, sudah lebih sering terjungkal dan memetik pelajaran. Semoga makin bijak. Semoga makin merasa lengkap.
2 notes
·
View notes
Text
Relationship has its milestone, they said. The first chat and date. The first holding hands and kiss. The engagement and the "I do."
Whereas, the story is between each of them. Replying his chats between the work emails. Scheduling her a date between your trips. Holds hands while composing your share wishes, and seal them in a kiss.
0 notes
Text
#12 - End Zone
Uh diriku bukan penggemar, jadi tidak merasa berelasi dengan selebrasi ramai saat footballer mencapai garis batas terakhir. Jadi aku akan bercerita tentang permainan yang lain saja. Tiap permainan apapun pasti akan memiliki garis akhirnya bukan? Termasuk di permainan yg ini.
Biasanya bila sedang berstrategi kita akan menyimpan rapat-rapat kartu yang dimiliki. Sebuah rahasia yang haram diketahui lawan dengan mudah. Satu dua kartu pelan-pelan akan diulur, menggoda lawan sekaligus menguji bagaimana ia akan bermain. Ah lantas bila terasa permainannya sudah terlalu mudah, sang kartu akan kembali ditarik, langkah penting untuk memastikan bagaimana ia akan bereaksi.
Maka saat seorang lembut hati tersenyum menjejerkan semua kartu yang ia miliki, ini bukan lagi permainan biasa. Pasal tentang menang dan lawan sudah dihapus diam-diam. Ia yang serius sekali mendengarkan kisah dari tiap kartu yang masih kamu genggam, sedang menggandengmu ke permainan baru. Semua kartu ia dan kamu di meja adalah kepingan puzzle yang perlu disusun bersama agar memenangkan permainan teka-teki hidup.
Dan demikianlah. Akhir permainan kalian berdua tertunda hingga seumur hidup.
2 notes
·
View notes
Text
The Game
Kita sama-sama tahu ini sebuah permainan. Peraturannya berubah-ubah, tergantung saja bagaimana kita bersepakat. Seperti kanak-kanak, sepasang dewasa seperti kita membutuhkannya bukan untuk mencari pemenang, hanya media agar bersama-sama bersenang-senang. Itu kan yang kamu rasakan sekarang; nyaman, tanpa beban, dan tidak sendirian.
Bila nanti beruntung mungkin kita bisa naik kelas ke permainan komitmen yang lebih rumit. Bagaimanapun itu masih nanti. Sedang untuk sekarang, hemm, sepertinya kita perlu berhati-hati. Ada kemungkinan kita akan mengasumsikan kesepakatan baru tanpa bercakap. Sama-sama orang dewasa. Sama-sama bertanggung jawab dengan ekspektasi masing-masing ya.
1 note
·
View note
Text
#11 - Leaden Rain Clouds
Tiga perempuan berdiam di ruang tengah. Bunda yang tenang, kakak yang masam, adik yang ceria. Ada satu kejutan yang baru saja dibebankan di pundak mereka. Tanggapan mereka sama sekali tak sama, cuaca juga tak bersahabat bagi mereka berbincang
Makin malam gemuruh hujan makin bergandeng dingin menggigil. Kusen dan jendela beradu berdenting dihantam angin. Listrik sudah mati dari, lilin tak cukup punya nyali. Gempita sang badai terlalu dominan menguasai.
Adik kecil menangis saat petir menggelegar. Bunda segera berbisik lembut mengusir gelisah. Si kakak meringis getir mendengar dialog mereka.
“Ini menyeramkan,” tangis Adik. “Sabar, ini akan berlalu tanpa kamu sadar,” ucap Bunda. Kakak berdiri, bergumam sendiri, “Hati ini juga pasti akan sembuh tapi bukan berarti sekarang tak sakit kan.”
“Mengapa badai mesti menjadi bagian semesta,” kata Adik menuntut serba-serbi dunia. “Ini cara semesta beradaptasi menghadapi iklim yang tak lagi sama,” rangkul Bunda. Kakak mendengus, “Gemuruh di dadaku apa juga cara tubuhku beradaptasi. Dia yang kukasihi tanpa tapi, pada nyatanya adalah pejalan yang berlalu tanpa pamit.”
Adik sudah berhenti menangis, “Aku tak lagi percaya badai ada untuk mendatangkan pelangi.” Bunda tersenyum, “Tapi tetap benar kan. Setelah hujan berakhir langit akan jernih mendatangkan damai.”
“Narasi semesta menyimpan kemudahan di balik kesulitan bukankah sudah digunakan berlebihan,” gumam Kakak menatap potret keluarga sambil masih bermonolog sendiri, “Semua orang adalah kanak-kanak yang masih melanjutkan hidup dengan iming-iming harapan esok akan menjadi baik.”
“Aku tetap takut,” ucap Adik separuh tertidur. “Tidak apa merasa takut,” Bunda menoleh pada Kakak, “Juga tidak apa merasa marah Kak.” Kakak menangkupkan pigura foto mereka berempat dan membalikkan tubuh, “Juga tidak apa bersedih dan menangis Bun.”
0 notes
Text
#10 - Awakening
Story of Kale: When Someone’s in Love (2020) adalah sebuah film yang dengan susah payah kucerna. Genre drama secara umum menjadi kuat bila sanggup menggerakkan penonton bersimpati pada para tokoh. Sedang di film ini, aku seperti dihajar dengan konflik demi konflik dari orang asing. Sesuatu yang di luar dugaan karena bagiku Kale adalah tokoh paling logis di semesta NKCTHI. Maka aneh sekali, saat ia menjadi tokoh utama aku malah merasa tidak terhubung.
Menyebalkannya, film ini bukan sesuatu yang berlalu terlupakan. Ada after taste tidak menyenangkan yang masih menempel sampai sekarang. “Shoot, the movie does hit me somewhere that I don’t realized,” ucap benakku. Aku sibuk sekali mencari-cari bagian tubuh mana yang terluka sampai terhenti di sebuah tweet review: “Ada dua tipe orang pasca nonton: gue banget dan amit-amit jangan sampai.”
Pernyataan sederhana tapi rasanya seperti ditampar, I cannot relate with both of the option. Dinda and Kale have terrible experience but life can be much worse. Akun sinefil itu lupa ada satu tipe manusia lagi. Mereka yang tidak menyadari sedang tenggelam dalam hubungan bermasalah. Sial, aku adalah Dinda. Aku mewajarkan kondisi buruk karena menganggap itu adalah bagian dari hidup.
Well, kondisinya lebih rumit sih. Isu kekerasan dalam hubungan baru mencuat satu-dua dekade ke belakang. Beberapa perilaku toxic lebih jamak disepakati sebagai masalah sedang beberapa yang lain masih abu-abu. However, I need to put myself first. Harassment adalah tentang yang dirasakan korban bukan niatan pelaku. Semoga segera sembuh.
-
*Ini semacam remedy personal. Perlu ditulis agar runtut, harus dipublikasikan agar bila terjebak lagi aku tau aku pernah terbangun.
3 notes
·
View notes
Photo

Stumble to this one, 1.5 year ago picture. Jadi berkontemplasi betapa berbedanya kondisiku saat ini dan kala itu, serta betapa mereka adalah esensial pembentuknya.
Rasanya sudah lama tidak menyimpan foto di Tumblr karena aku sedang tidak ingin mengenang apapun. Terima kasih kepada mereka aku kembali meyakini kenangan keterikatan dengan sekelompok orang juga bisa memercikkan syukur dan haru.
Kesayangan :3
2 notes
·
View notes
Text
#9 - The Couple
Bila hubungan adalah api unggun, cinta adalah percik dari korek api. Sedang janji berkomitmen menjadi oksigen. Unsur lain, kesamaan tujuan, merupakan bara yang menjaga ia tetap menyala. Maka bila mundur ke belakang di mana tujuan manusia berpasangan hanya untuk mempertahankan eksistensi spesies, wajar bila hubungan mutlak dianggap abadi.
Pembagian peran gender di masa primitif yang sangat rigid juga mewarnai ekspektasi terhadap hubungan tersebut. Hubungan yang seyogyanya privat dengan kesepakatan di antara dua orang menjadi milik publik. Standar untuk tidak berpisah di lingkungan umum (lebih-lebih di pengadilan agama) menjadi sangat terbatas; tidak selingkuh, tidak memukul, memberikan nafkah/merawat rumah.
Maybe the mind is early for the ages. Therefore, my favorite breakup line is still, “You are too simple for me and I am just too complicated for you.”
15 notes
·
View notes
Text
#8 - The Drowning
“Pilih mana, jadi ikan kecil di kolam besar atau ikan besar di kolam kecil?”
Diskusi di atas sering sekali muncul di semester terakhir kuliah dan masa-masa menjadi job seeker. Jawaban teman-temanku juga naik turun tergantung bagaimana tingkat optimisme di hari itu. Kalau baru saja lolos seleksi tulis sebuah BUMN akan jawab yang pertama dan sebaliknya bila merasa telah menaklukkan wawancara dengan founder startup baru. Sedang saat mode brute force mengirimkan puluhan lamaran sehari, jawabnya sudah tentu, “Yang mana ajalah yang penting keterima dulu.”
Fast forward ke-empat tahun kemudian:
Setelah mencoba berbagai jenis kolam dan akhirnya menemukan yang pas, ternyata pertanyaan ini mampir lagi. Load kerja yang sedang turun ternyata membuat diri ini gelisah, apa sudah terlalu sempit ya ruangku. Awal usia dewasa yang penuh kompetisi sepertinya mengantarkan ketakutan akan kalah dan tertinggal bila tidak cukup sibuk.
Untungnya frontal lobe yang sudah lebih sempurna membuat tidak semua hal direspon dengan fight or flight. Ada opsi lain bernama wait and think. Maka menarik napas dan memperhatikan pergerakan ikan-ikan dalam berbagai ukuran ternyata memberi tenang yang baru. Pencapaian diri sungguh tidak dibatasi oleh satu kolam karir. Ada bisnis, hobi, kekasih, ataupun hubungan dengan Ilahi yang juga adalah pelengkap diri. Oleh karenanya, kata kalah dan tertinggal tidak lagi relevan. Apakah bila dirimu sibuk sekali hingga merasa cukup ‘penting’ kamu akan punya waktu berefleksi begini?
Jadi kalau sekarang sepertinya aku ingin menjadi ikan normal di kolam yang sesuai. Karena meski arus kuat lautan akan menenggelamkan ikan kecil, oksigen terbatas di kolam sesak pun akan membunuh si ikan besar.
8 notes
·
View notes
Text
#7 - Night in Murmansk
Seorang life coach pernah mengatakan bahwa sebelum berpasrah mengikat diri dalam matrimoni baiknya seseorang terlebih dahulu menuntaskan satu kunjungan spiritual. Perjalanan yang akan memanifestasikan pengorbanan waktu, harta, dan pikiran untuk mencapai bahagia personal. Bagi penganut agama Samawi yang puncak bahagianya adalah kedekatan dengan pencipta, perjalanan itu berupa ziarah, ibadah, dan ritual suci. Sedang bagiku “Mekah” adalah hamparan langit malam Mursmank di musim dingin menggigil yang menjadi panggung tarian Aurora Borealis.
Makin ke mari rasanya poin terpenting dari arahan tersebut bukan tentang persiapan menyambut matrimoni, melainkan tentang bagaimana menemukan dan merawat ide tentang membahagiakan diri sendiri. Ekspektasi dan tanggungjawab yang terus bertambah seiring umur, punya potensi untuk membuat lupa tentang makna diri. Akhirnya diri yang bangun dari pagi ke pagi sekedar untuk menuntaskan tanggungjawab jadi kehilangan makna saat ekspektasi tersebut tak lagi ada. Usia menua, dijemput purnakarya, anak-anak mandiri mendewasa, serta tubuh yang melemah; kombinasi yang menyebabkan diri merasa tak lagi berguna.
Kalau kata Soe Hok Gie dalam catatan hariannya,
“Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua.”
Dulu aku berpikir hal ini dituliskan untuk merangkum ketakutan beliau dalam memikul tanggungjawab umur tua. Akan tetapi sepertinya melihat diri tidak membawa peran apa-apa ternyata jauh lebih menyeramkan. Maka dari itu, mencicil bahagia dengan window shopping mantel musim dingin dan mencari informasi visa wisata ke Rusia, semgoa selalu menjadi pengingat tentang jalanku berbagi senang setidaknya dengan diriku sendiri.
2 notes
·
View notes
Text
#6 - Treasure
Pada mulanya harta karun merujuk pada logam berharga yang terkubur. Kini ia juga diartikan sebagai benda atau konsep yang universal diinginkan namun untuk mendapatkannya butuh banyak beruntung. Oleh karenanya, rasanya naif bila berkata tidak semua orang adalah pemburu harta karun. Apa yang diburu mungkin tidak sama, tapi tidak ada yang akan menolak bila si harta diturunkan untuk mereka.
Pada suatu titik di hidupnya, seorang dewasa muda membimbangkan banda apa yang sungguh ia mau. Ia melepas berkat-berkat yang sudah beruntung jatuh padanya. Menghapus keterikatan untuk mengejar harta karun baru yang ia pun masih ragu berwujud apa. Bila ia benar-benar adalah manusia bebas yang tidak terikat utang budi dengan manusia lain, aku percaya ia akan menemukan makna baru yang paripurna saat genap berumur. Sayangnya, ia tidak memiliki keberuntungan itu.
Perlukah aku melepaskannya mengawang atau menyeret tubuhnya agar tetap berpijak di bumi?
0 notes
Text
#5 - The Book
Sebuah kitab dituliskan untuk merencanakan seluruh kejadian di muka semesta. Sepasang manusia dalam kitab itu ditakdirkan akan membawa lebih banyak kebaikan bila tidak bersama. Konflik berputar pada perjuangan mengubah isi kitab. Namun, di satu titik si Pria sempat meninggalkan Perempuan tanpa penjelasan karena berpikir itu yang terbaik bagi Perempuan. Pada akhirnya dewata pun luluh dan merevisi kitab yang ia susun. Happy ending dan go free well!

Demikian adalah premis film box office The Adjustment Bureau (2011) yang dibintangi Matt Damon dan Emily Blunt. Sempat beberapa kali menonton di TV tapi baru hari ini aku menuntaskan plot dari awal hingga akhir. Walhasil kubaru menyadari film ini cukup preachy menyuarakan ketetapan langit dan kebebasan memilih. Uniknya, meskipun diceritakan bagaimana Pria bersikeras mengambil pilihannya bersama Perempuan, Pria justru merebut kebebasan Perempuan untuk memilih. Dewata berpikir kitabnya adalah rencana terbaik, Pria berpikir pilihannya adalah yang terbaik untuk Perempuan.
Selepas bangku kuliah diriku rasanya cepat sekali naik darah saat pilihanku diberangus. Sedang senang-senangnya bermain dengan kebebasan karena akhirnya tidak berutang budi pada siapapun. Aku tau siapapun (dan apapun - kitab samawi misalnya), hanya menginginkan yang terbaik untukku. Namun tidak ada yang tau apa itu terbaik, ukuran bahagia selalu berubah-ubah seiring waktu. Setidaknya saat mengalami kegagalan setelah memilih pilihan sendiri, diri ini akan bertanggungjawab, tidak melemparkannya lagi pada orang lain.
Bagaimanapun setelah menonton film ini, jadi berpikir lagi. Apa aku juga memaksakan terbaik versiku pada manusia lain?
3 notes
·
View notes
Text
#4 - A Question
Aku seperti dipaksa berpikir jauh sebab tempatku melamun bertumbuh tak lagi punya teka-teki seru
Momen ini datang terlalu mendadak purnama lalu, Senang Tenang dan Lengkap masih riang menjawab tanya demi tanya sedang kini mereka hanya terduduk resah
Tanpa binar mereka berdebat sendirian “Apakah ini hanya sementara” “Apakah harus berputar arah” “Apakah kita punya kuasa menentukan rencana”
2 notes
·
View notes
Text
#3 - A Quiet Lake
Seorang rekanku baru saja berlalu melewati batas umur. Sudah beberapa hari berlalu tapi rasanya masih seperti berkabut. Seperti terlalu tidak nyata semua yang berlangsung. Aku ingin merasa sedih. Aku tau aku merasa sedih. Akan tetapi sudut otakku tidak mengizinkanku untuk bersedih. Ada terlalu banyak jargon di kepala yang berkata,”Ini hanya sementara, ia akan digantikan yang lebih baik, ada hal menyenangkan yang akan hadir baginya di sana dan bagimu di sini.” Padahal sebagaimanapun baiknya sang pengganti, semua yang hilang memiliki kisahnya masing-masing untuk disimpan abadi.
Hidup ini singkat sekali. Bila norma di sekelilingku mengizinkan rasanya ingin melarung bubuk tubuhku di danau yang hening. Sebuah sudut bumi yang sepi. Agar orang-orang yang kukasihi meraih tenang kontemplasi saat melepas diri. Memiliki kesempatan bersedih sekaligus pulih dalam sepi. Mencapai damai yang sama sebagaimana selalu aku ingini.
3 notes
·
View notes