Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
entah sudah berapa banyak tetes hujan membasuh pipiku, hingga rasanya genangan telah kering, tiada lagi yang akan mengalir.
kurasa, langit pun mengerti pedihnya ditimpa hujan tak berkesudahan, namun ia tetap membisu, membiarkan aku terbasahi.
hati ini getir tak karuan, melihat langit yang begitu acuh tak acuh oleh perasaanku.

1 note
·
View note
Text
ribuan kata manis; berbagai pujian terucap, janji-janji terangkai, musim semi datang. namun di relung hati, keraguan menghantui, bagaimana kupercaya, ikatan tak pasti ini?
ingin kurasakan cemburu, saat dekapmu dengan yang lain, mengusik hatiku; merajut sepi di malam hari. yakinkanlah, kasih, tentang kita yang sebenarnya agar hati ini tenang, tak lagi bertanya-tanya.
jelaskanlah padaku, arti hadirku di sisimu,agar cinta ini bersemi, tak layu di ruang hampa. bisikkanlah kepastian, walau lirih berbisik,agar jiwa ini tenang, dalam pelukmu yang berisik.
1 note
·
View note
Text
cukup aku saja yang mengingat

jika jiwaku sudah melayang, dan ragaku sudah tidak lagi menetap. maka, tak perlu kau ratapi ketiadakanku, biarlah aku terhapus oleh waktu dari relung ingatanmu. lupakan bahwa kita pernah bertukar cerita hingga saling mengasihi.
anggap saja aku hanya embun di pagi hari yang tak meninggalkan jejak, hanya sejuk sesaat. jangan biarkan ada sungai kecil yang mengalir di pipi indahmu, hingga duka menghantui mimpi.
_selenic
1 note
·
View note
Text
Surat Untuk Sang Pencipta
takdirku, sebuah lukisan indah yang Engkau rentangkan, ku merasa semua akan baik-baik saja jika di jalan-Mu. Namun, aku hanyalah serpihan debu, rapuh di hadapan misteri dunia. mengapa Engkau utus jua jiwa-jiwa pengelana, merapat hanya karena dahaga ingin tahu? Engkau tahu betul hatiku selembut sutra yang belum terjamah, mudah terkoyak oleh embusan angin badai ketidakjujuran. mereka datang, dengan sorot mata penuh selidik, mengais tiap keping kisahku, seolah aku adalah teka-teki yang menanti dipecahkan.
jiwa-jiwa itu merapat satu persatu di depan pintu hatiku yang tandus, menanti hingga dibuka sambil melempar janji-janji manis yang fatamorgana. aku yang mudah terbuai oleh kebaikan semata ini, berkali-kali membuka hati. ku ceritakan tentang cita-citaku yang ingin menggapai bulan hingga kutumpahkan segala resah gelisah kepadanya.
seperti embun pagi yang sirna dipeluk mentari, mereka menghilang setelah merasa lelah akan diriku, meninggalkan janji manis yang membekas. lalu apakah kebahagiaan ini memang selalu semu sebatas ilusi yang Engkau ciptakan, wahai Sang Maha Kasih?
3 notes
·
View notes