Stories which I experienced. Learnings which I got. Thoughts which I listened. Good or bad which worth to share.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Farewell, Hero.
Hero, a golden retriever which came to my house 11 years ago. After being given up by his first owner, one of my far relative took care of him and placed him only to keep a warehouse with fried foods (gorengan) as his daily meal. He was once offered to my cousin whose mother refused to keep Hero. Afterwards, my cousin asked my little brother whether he wanted to keep Hero. That time my brother directly agreed to keep Hero in our house though my mom a bit refused. We already had a tackle dog at that moment, which was found on the wild street by my dad.
And there it went, Hero came to my house, picked by a car with closed compartment behind. I was at home when he arrived and he was soonly tied at a water apple tree in the yard. He looked very excited yet happy. I still remember how I was also excited yet nervous as it was my first experience with a large dog like him. I was happy when I put my hand on his head and pet him. He expressed his happiness by wagging his tail. Though only seven months old, he was big enough. He was perfect for me even though his front left hand was smaller and did not grew well, with small fingers which pointed irregularly.

Young Hero
He soon became my favorite dog. Hero’s presence was also argued by my uncle whom worked near to my house and came for lunch. His fur was everywhere, our house was easily dirty as he could walk into house after having pee, leaving the floor with his dirty footprints, and also the smell came from his plenty pee or poop.
Nevertheless, Hero was my smartest, most playful, and most loyal dog. He liked to eat everything, from rubber tie which I found in his poo, to used tissue with snot. He would not give it up though I told him to release it. He was very fond of playing ball that he ever ran into a group of children who were playing football, then bit and took away the ball. He did not give the ball and it made my dad to pay amount of money for the ball.
Always gave his front leg when I drew out my hand to him. Wagged his tail when he saw me came home or woke up in the morning. Begged for food to whoever was eating. I once caught him standing and leaning his front leg on the dining table, then slurping a bowl of chicken soup. My mom had to give all of the soup to him afterwards.

Hero was approximately 12 years old. He had his fur cut to remove tick and flea easily. His fur also became whiter. In this picture he was around 30 kgs that his veterinarian suggested a diet lifestyle. I love his eyes.
Like human, he also got old. His fur became white, he walked slower, he had more sleep, and he could hardly stood up. A few weeks before his death, he was hardly to get up from sitting or laying position. He barked, asking for help from us every time he wanted to get up. This also made him lied on the floor more until he could not get up forever because of severe kidney failure.
Hero, my forever big fur. He was more a family member than a dog or pet for me. He taught me that I can have that much love, especially for dogs that I have never imagined before. When he was still alive and on his last moment, I talked to him, no matter he understood or not, to do more good deeds in his next life. May he be reborn into a happier life where he can do many good deeds for all sentient being’s happiness. May he have the most happiness in nibbana.
Hero, I do hope that we have a good karma to have a good reunion in our next life. Sayounara :)
2 notes
·
View notes
Text
A Novel Review : Hujan
Seringkali saya dengar dari teman-teman bahwa novel karangan Tere Liye bagus-bagus untuk dibaca. Beberapa minggu yang lalu saya memang sedang mencari buku bacaan yang baru dan bagus untuk dibaca. Akhirnya kemarin saya memutuskan untuk memilih novel Hujan ini setelah berkeliling di toko buku. Hujan adalah novel fiksi karangan Tere Liye yang pertama kali saya baca. Buku ini sebenarnya pertama kali diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama di tahun 2016. Hingga kemarin saat saya membelinya, novel ini masih ditempatkan di bagian “best seller” di dalam toko buku yang saya kunjungi.

Sebelum membaca novel ini, saya sempat membaca beberapa resensi tentangnya. Buku ini menurut saya menakjubkan. Rasanya seperti menonton film sci-fi kelas Hollywood. Bagaimana tidak, buku ini berlatar cerita tentang Bumi di tahun 2042 dengan segala kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat itu. Di saat yang bersamaan, buku ini juga menceritakan suatu bencana alam yang meluluhlantakkan Bumi dan isinya. Bencana alam tersebut disetarakan dengan bencana nyata yang pernah terjadi di Bumi 73.000 tahun yang lalu, yaitu saat Gunung Toba meletus.
Tere Liye sangat baik dalam menceritakan bagaimana Bumi dan penduduknya saat mengalami bencana tersebut dan bagaimana juga mereka harus bangkit memulihkan keadaan serta berjuang atas pilihan pemulihan Bumi yang ternyata berdampak panjang. Kesemua cerita tersebut dikemas dengan baik untuk mendampingi cerita utamanya yang mengisahkan tentang 2 anak manusia dari sebelum bencana terjadi hingga bagaimana kehidupan dan hubungan mereka berjalan setelah bencana tersebut. Walau akhir ceritanya, menurut saya, agak sedikit dipaksakan dan sedikit antiklimaks, tapi secara keseluruhan saya sangat suka buku ini. Ide ceritanya, gaya bahasanya, penataan letak tulisan, dan bahkan desain covernya membuat saya mampu menyelesaikan novel ini hanya dalam waktu 6-7 jam.
Ada beberapa dialog dalam cerita ini yang menurut saya mirip gaya berceritanya dengan buku Harry Potter yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kebetulan saya sangat suka dengan gaya penerjemahan di buku Harry Potter versi Indonesia tersebut sehingga ini juga memberikan plus poin bagi saya untuk semakin suka dengan novel Hujan ini.
Alangkah menyenangkan jika suatu saat novel ini bisa diangkat menjadi film. Menurut saya ini akan keren. Indonesia akan punya suatu karya film sci-fi yang menakjubkan dan tentunya juga harus ditunjang dengan teknologi film yang baik pula agar dari sisi teknologi maju-nya, cerita dari Hujan ini dapat tersampaikan dengan baik. Secara keseluruhan, saya memberikan nilai 8 dari 10 untuk novel Hujan. Kira-kira novel atau buku apalagi yang menarik untuk saya baca?
0 notes
Text
Why People Get Married?
Pertanyaan ini pertama kali saya dapatkan ketika salah seorang sahabat bertanya. Sahabat saya ini seorang perempuan, seumuran dengan saya, dan juga berkarir. Saat melontarkan pertanyaan itu, hubungan sahabat saya dengan pacarnya sedang berada di ujung tanduk. Singkatnya, kekasihnya melamar dan dia menolak. Sahabat saya merasa tidak siap walau sudah berpacaran selama 7 tahun.
Setelah kejadian itu, mereka berdua sempat putus tetapi memutuskan untuk kembali berpacaran. Sekitar setahun setelahnya, sahabat saya akhirnya menerima lamaran kekasihnya setelah lamaran ketiga. Saya pun bertanya kepada sahabat saya tentang mengapa akhirnya ia menerima lamaran tersebut. Dengan sedikit berpikir, ia mengatakan bahwa ada keinginan dalam dirinya untuk hidup bersama dan juga faktor usia yang tidak lagi muda.
Sejak kejadian itu, saya menjadi sering berpikir mengapa orang-orang harus menikah dan memutuskan untuk menikah. Apa yang menjadi dasar mereka untuk memutuskan bahwa inilah saatnya untuk menikah atau dialah “the only one”? Terkadang saya juga iseng bertanya kepada orang-orang yang telah menikah, mengapa mereka memutuskan untuk hidup bersama satu orang selamanya? Seberapa yakin mereka terhadap orang yang mereka ajak menikah?
Saya teringat dengan salah seorang teman pria saya yang menikah di usia 25 tahun. Dia baru menjalin kasih dengan kekasihnya saat itu selama 2 tahun. Dengan kekasih yang sebelumnya, dia berpacaran selama 4 tahun namun akhirnya putus. Lalu saya bertanya kepadanya mengapa dia memutuskan untuk menikah di usia yang cukup muda dengan wanita yang baru dipacarinya selama 2 tahun? Padahal sebelumnya dia telah berpacaran selama 4 tahun tapi akhirnya putus. Apakah dia sudah yakin dengan pacarnya tersebut? Secara latar belakang ekonomi, teman pria saya tersebut dan kekasihnya sama-sama dari keluarga yang berkecukupan. Jawabannya sederhana tetapi membuat saya kagum terhadapnya. Dia mengatakan dia tidak ingin hidup yang terlalu neko-neko. Hidup itu dibuat simpel saja. Bertemu dengan kekasih yang OK, baik, cocok satu sama lain, itu sudah cukup. Kalau mau mencari yang lebih baik di luar sana, pasti ada saja. Namun, dengan kekasihnya itu dia sudah merasa cukup. Tidak perlu yang berlebihan.
Pada teman yang lain, ada yang menjawab bahwa mereka menikah karena ingin memiliki anak. Salah satu kenalan saya yang merupakan warga negara Australia, bersama suaminya memutuskan untuk tidak memiliki anak. Saat ditanya alasannya, dia menjawab bahwa dia tidak mau seperti orang-orang pada umumnya yang mau mencurahkan dirinya untuk membesarkan anak, merepotkan dan mengkhawatirkan diri tentang si anak, dll. Intinya, teman asing saya itu ingin menikmati hidup berdua dengan suaminya saja. Untuk beberapa orang, ini bisa saja mengundang kontroversi. Tetapi bisa dikatakan saya setuju dengan prinsipnya bahwa menikah tak melulu harus punya anak.
Saya pernah mendengar ungkapan dari umat suatu agama bahwa jika kita harus memilih antara pasangan hidup (suami/istri) dengan anak, kita harus lebih memilih suami/istri kita. Mengapa? Karena suami/istri kita adalah satu-satunya orang yang kita pilih sendiri. Kita tidak bisa memilih orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Juga tidak bisa memilih anak yang kita besarkan. Orang tua dan anak adalah pemberian dari Yang Di Atas sedangkan pasangan hidup adalah orang yang telah mau menerima kita dan kita terima secara apa adanya.
Menikah menurut saya lebih karena dua orang ingin hidup bersama, dalam arti mau untuk berbahagia dan bersedih secara bersama-sama. Menanggung masalah dalam perjalanan hidup secara bersama. Menjalani hidup hingga akhir secara bersama. Kalaupun ada kehadiran anak, itu merupakan bonus untuk kehidupan rumah tangga. Artinya sepasang suami istri memiliki karma yang cukup untuk memiliki seorang anak.
Menikah hanya merupakah suatu istilah untuk dua orang yang hidup bersama dan meresmikannya secara hukum. Menikah secara hukum itu perlu, apalagi hidup di budaya Timur. Lalu, mengapa kedua orang menikah? Saya lebih memilih alasan karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Sebagai contoh, keluarga saya terdiri dari papa, mama, kakak, saya dan adik. Saya sangat bahagia karena memiliki keluarga yang mau menerima saya apa adanya, berada kapanpun saat saya sakit atau susah, mau memberikan apapun untuk kebaikan saya tanpa pamrih, bergantung satu sama lain dan saya bisa terbuka satu sama lain. Namun saya juga sadar bahwa suatu saat orang tua saya akan menjadi tua, bergantung pada anak-anaknya, dan pergi meninggalkan saya. Kakak dan adik saya juga akan menikah dan memiliki keluarganya sendiri. Di saat itu semua terjadi, saya juga akan membutuhkan seseorang yang bisa menjadi sandaran bagi saya dalam berbagai hal. Bisa dikatakan bahwa sejak lahir saya telah dibiasakan untuk memiliki keluarga untuk menemani saya sehingga saya juga ingin keluarga tersebut hingga akhir hidup. Di sinilah saya membutuhkan seorang pendamping hidup. Saya pikir semua manusia pasti memiliki pemikiran dan perasaan yang sama.
Soal anak, yes, saya juga ingin menjadi seorang ibu dan memiliki anak sendiri. Tetapi seperti yang saya katakan sebelumnya, anak adalah bonus untuk keluarga kecil saya nanti. Kalaupun ada pasangan suami istri yang belum atau tidak memiliki anak, mereka akan mempunyai sisi yang lebih baik ketimbang pasutri yang memiliki anak, misalnya lebih banyak waktu untuk berdua. Bagaimanapun juga, jalan setiap keluarga sudah diatur oleh Yang Di Atas. Tinggal bagaimana kita sebagai manusia bisa menjalaninya dengan baik dan lapang dada.
1 note
·
View note
Text
The World of Studio Ghibli Jakarta
Hi there!
If you have ever watched anime like My Neighbor Totoro (Tonari no Totoro), Ponyo, and Spirited Away, you must know about Studio Ghibli. Yup, Studio Ghibli is the production house of those animes. It is very well-known in Japan and they said that Studio Ghibli is a Japanese version of Walt Disney. Unlike Disney and Pixar animation, Studio Ghibli movies is more classical, not a high-tech one and the motion of the pictures is not as smooth as Pixar’s. But, the stories is a bit peculiar yet interesting to me :).
As it is very famous, Studio Ghibli built a museum in Mitaka, Tokyo, Japan. I got a chance visiting the museum when I went to Japan in April 2013. The museum is not too huge, but there are many things about Ghibli. We can not take any picture inside the museum building, but taking picture outside the builiding is allowed. They also provide a short movie and the one that I watched is an extension of My Neighbor Totoro. Inside the museum building, you may see a replica of Hayao Miyazaki’s messy working room. The interior is more like European style, hard to describe, but pretty. There is also a merchandise store which was very very crowded, not only with the people but also with many various souvenirs.

Entrance of Ghibli Museum

Laputa Robot
As an answer to its fans in Indonesia, Studio Ghibli brought its euphoria to Jakarta, Indonesia. It included Ghibli Movie Festival (like movie marathon show) and an exhibition. Starting with My Neighbor Totoro, Ponyo, Spirited Away, Studio Ghibli chose CGV Blitz to play its movies in certain theatre and period. In a meanwhile, the exhibition started on August 10th, 2017 and will end on September 17th, 2017. The exhibition took place in Ritz Carlton, Pacific Place.
Actually my ticket was on August 13th but the exhibition had not been completed by the time I came. So as a compensation, for they who already bought tickets for August 10th-13th, can pick another day to come again. Yeay! The entire exhibition was finished on August 30th, thus I came back to the exhibition on September 1st. The exhibition entrance fee was IDR 350.000. Sounds a bit pricey but since I could enter the exhibition twice, I am okay with it :).
Generally, there are 3 sections in this exhibition:
- Section One
While entering the first section, we will see the scene pieces of Ghibli movies, pictures of people drawing the movie scenes, biography of people behind the movies (including Hayao Miyazaki). All of them was placed along the wall and very detail. Like being noticed by the staff, we could not take any picture in this section.
- Section Two
In this section, we could take any picture wherever and with whatever we want. What I did not have during my visit to Ghibli Museum in Mitaka is a picture with Totoro!! But in this exhibition, there was a giant Totoro standing beside the bus stop and holding an umbrella. There were also Kiki’s Bakery store, Kusakabe House, (we could go inside, either the store or the house, with a very long queue to wait), Laputa Robot, Spirited Away city stage, Nausica monster, Howl’s Moving Castle boat, and so on.

Standing side by side with Totoro

Kusakabe House

Fluffy Neko Bus to ride in

Spririted Away City

The interior of Kusakabe House

They even built an imitation forest inside the hall.

Laputa Robot
- Section Three
In the end of exhibition, there was a merchandise section where we can purchase souvenirs like towel, mug, keychain, dolls, musical box, umbrella, stationery, paper organizer, and many more. I guess the price of the merchandise was more expensive than in Mitaka. As I remembered the towel with Totoro embroidery costed around IDR 700.000!!! But to admit, the towel was so soft and has a good quality. I found myself quite satisfied with the goody bag. They said the goody bag was limited and given only for the early bird ticket purchase. From the goody bag, I got a Totoro hand-fan and postcards with picture of Princess Mononoke at backside.
Last words to say, the exhibition was satisfying enough that it did recall my memories when I watched the movie and visited Ghibli Museum in Mitaka. It was enough to make me went home with happy feeling and a thought that I do still like Ghibli things.
0 notes
Text
Prologue
Hi there!
This is my first day having a blog. I come up with writing ideas which mostly will be about food, food science, travelling, and life meaning. I may not post a writing everyday, but if there is something I want to share or good to tell, I will write.
Thank you!
stf
0 notes