suatu-pagi
suatu-pagi
rekam jejak
840 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
suatu-pagi · 2 years ago
Text
“forgive all the versions of yourself that operated out of fear instead of growth, the ones that viewed comfort zones as safe havens and abandoned boundaries to keep other people happy, forgive all the versions of yourself that didn’t know that love begins with how you treat you.”
— iambrillyant
27K notes · View notes
suatu-pagi · 2 years ago
Text
Tidak semua yang ditargetkan harus tercapai tepat pada waktunya, beberapa harus ada yang mundur terlambat atau datang lebih cepat. Agar kita sadar bahwa masa depan itu mutlak milik Tuhan. Dan agar syukur kita bisa lebih membumi dan sabar kita bisa lebih melangit. Sabar dan syukur.
@jndmmsyhd
887 notes · View notes
suatu-pagi · 4 years ago
Text
Bukan perkara mudah untuk terima bahwa kau bisa jadi tokoh jahat di hidup orang lain. Acap kali bias terhadap diri membuat mata tertutup selaput tipis bernama kepongahan. Merasa semua akan baik saja, semua akan terima saja. Padahal tahu betul, tiap pilihan yang diambil punya harganya masing-masing. Beruntung jika bayar di muka--sewaktu-waktu kau sedang duduk seruput es teh, si penagih bisa muncul di hadapanmu. Kalimatnya singkat,
Seperti dendam, janji harus dibayar tuntas.
- catatan, 14 februari 2022
0 notes
suatu-pagi · 4 years ago
Text
Belajarlah untuk menepi ketika riuh dan risau terlalu nyala kala cahaya pemeran utama jatuh padamu.
Sejenak yang hanya sebentar itu mungkin mampu bantu langkah kaki tentukan kemana arah selanjutnya berpijak. Ulas dan ubah sebanyak mungkin selagi mampu, sampai kau yakin dan benar khatam pada pilihanmu. Ingat saja, cerita ini bukan hanya ada kamu. Ada Tangan-Nya yang menggores tiap kata hingga terbentuk satu kisah pilihan, hanya untukmu.
- catatan, 11 februari 2022
0 notes
suatu-pagi · 4 years ago
Text
terminal keberangkatan
"Penumpang dengan tujuan keberangkatan, P. Silahkan menaiki bus yang akan segera berangkat."
Ini kali pertama aku menginjakkan diri di terminal tipe A kotaku. Gemerisik suara pembicara terdengar jelas dari speaker yang menempel di dinding terminal. Meski tak seramai yang kukira, tempatnya sama persis seperti yang selalu kubayangkan. Deretan kursi panjang yang dipenuhi oleh dus, tas, hingga tentengan jajanan bawaan para musafir. Jejak kepergian yang melekat pada lantai terminal.
Suara bising bus yang perlahan memenuhi parkiran terminal mencekat kalimat-kalimat yang tersangkut di tenggorakanku. Hingga menit berikutnya, terdengar panggilan untuk bus tujuan Mamuju. Waktu semakin erat menggenggam pundakku.
Sudah tiga hari lamanya, aku dilanda bahagia dan sedih yang saling tarik dan tolak satu sama lain. Tak lain karena seorang sahabat yang harus menjajaki karir di tempat yang terbentang beratus kilometer jauhnya. Sebenarnya, sudah beberapa bulan ini aku dapat merasakan jelas, bagaimana orang-orang yang selalu ada di sekitarku mulai berlayar menuju tempat perjuangannya masing-masing. Meski awalnya aku lebih banyak denial, berdalih dibalik tawa dan canda. Hingga ketika tiba waktunya, aku dipaksa menerima bahwa hidup punya warna-warninya sendiri yang tidak dapat kita tebak.
"Ayok foto."
Sejepret, lalu dua jepret. Aku pernah membaca suatu hipotesa, bahwa untuk melihat hal apa yang membuat seseorang takut kehilangan, cukup lihat apa yang sering dipotretnya.
Mungkin itu pula alasan aku jarang punya potret yang layak dengan orang-orang terdekatku. Entah ini hanyalah bentuk ego atau suatu perwujudan doa. Tapi aku tahu jelas, sejauh dan selama apapun waktu terbentang, aku tidak akan kehilangan mereka. Ada bagian dari diriku yang kusimpan pada orang-orang baik ini, pun mereka simpan kepingnya sendiri padaku. Dilipat dan disimpan rapi dalam hati.
Perlahan, terminal kembali sepi. Aku berdiri menunggu penumpang-penumpang yang akan berangkat. Menuju perjalanan terminal-terminal lainnya yang perlu ia tempuh. Tak mengapa jika memang harus pergi, sudah kusisipkan alamatku disini. Jadi, kala lelah menghimpit, pulanglah dan ketuk pintu rumah kembali.
Aku akan menunggu cerita perjalananmu dengan tangan yang siap menyapa kembali.
- catatan, 25 januari 2022
1 note · View note
suatu-pagi · 4 years ago
Text
Barangkali niatmu yang kurang bersih dalam memohon, sehingga Allah menunda doamu untuk mengabulkan. Bisa jadi juga karena terlalu banyak maksiatmu hari ini, sehingga tidak layak doamu dijadikan nyata. Bersihkan lagi hati dalam meminta, dan kurangi lagi maksiat yang menjadi penyebab doa itu terhalang.
Ada seseorang yang bilang bahwa ia mencintai hujan, tapi tatkala hujan turun ia justru berteduh dan menghindarinya, tidak sedikit pula ia mencaci dan menghina hujan yang turun. Entah karena agendanya yang menjadi tertunda atau karena ia benci dengan basah.
Cintanya dusta, hanya sebatas kata yang keluar layaknya pujangga tapi sebenarnya ia tidak benar-benar cinta. Sebagaimana doa yang kamu langitkan, jangan sampai ia hanya sebatas kata saja, sedangkan kamu tidak berusaha menghindari maksiat-Nya.
Sebab hakikat doa adalah mendekatkan diri pada Allah, sedangkan maksiat adalah cara termudah dan tercepat untuk menjauh dari-Nya. Jika benar kamu mencintai doamu, maka seharusnya kamu bisa menghindari dan mengurangi maksiat juga dosa.
@jndmmsyhd
562 notes · View notes
suatu-pagi · 4 years ago
Text
"Dek, yang penting kita takut sama Allah. Itu dulu, sisanya akan mengikuti."
Dan memang benar, pada hakikatnya segala bentuk maksiat yang timbul adalah buah dari kelalaian diri dari rasa takut terhadap Rabb kita. Sebaliknya, ibadah mampu kita istiqomahkan sebab kita tahu Allah Maha Melihat - rasa takut dan cinta kita lebih besar dibandingkan syahwat dunia yang mengikuti.
3 notes · View notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
...even if my words can't reach you, know that my prayers goes with you all the way.
When someone says to me, "I'm praying for you" — and I know they are sincerely saying that, I don't take that lightly. You know why? Because it means they're carving a moment out of time to say my name in the most personal of settings. It means they're making room for me in their thoughts, they're pleading on my behalf, vouching for me. It means they're speaking to the divine about me, it means they care so much about my situation that I'm a part of their most intimate moment with the universe. I'm in their wishes, in their dua. What better gift? What deeper love?
2K notes · View notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
Imam Ibn al-Jawzi said:
“This world is a bridge and a bridge should not be taken as a home.”
[Disciplining The Soul, (p. 34)]
151 notes · View notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
Mari kuceritakan sejenak tentang hari-hari ganjil yang kulewati belakangan ini. Perihal jawab dari resah yang terkadang mengikuti, yang tiba dengan sendirinya ketika aku perlahan memilih untuk menghapus tanda tanya dipenghujung kalimat. Mungkin belum semua dapat terjawab saat ini, mungkin pula jawabnya sudah ada di depan mata namun masih luput dari penglihatan. Namun aku percaya bahwa ketika segala urusan disandarkan pada-Nya, semua tanya akan tersimpan dan pula terjawab pada waktunya masing-masing. Again and again, I put my trust in my Rabb in every path that I'll go through - and not once, did His answer ever disappoint me.
- catatan 24 Februari 2021
1 note · View note
suatu-pagi · 5 years ago
Text
Mengagumi manusia itu mudah kecewanya dan cepat pula hilangnya, sewajarnya dan secukupnya saja. Sama halnya mengagumi seseorang karena wajah dan fisiknya, menjadikan cepat bosan dan mudah pula hati mengkhianati. Sekilas dan sedikit saja.
Banyak yang harus dikorbankan jika yang kamu cari adalah fisik dan bentuk luar, sebab mata akan selalu lapar dan nafsu akan selalu ingin mencari meski sudah menemukan.
Yang menjadikan dirimu istimewa dan lebih terhormat adalah apa yang kamu kerjakan, perangai yang baik dan tutur kata yang sopan. Sedangkan dirimu akan menjadi terangkat karena harga diri yang kamu jaga, tidak mudah tergiur dan terlena karena iming dunia atau sebatas kata cinta.
Jikalau sampai hari ini tidak kunjung datang sesiapa yang akan menjemput dan berbagi kisah denganmu, pertanda bahwa Allah masih menginginkan kebaikan darimu dari masa sendiri. Sebab ada banyak kebaikan yang bisa kamu lakukan saat masih sendiri.
Ada yang kecewa karena termakan oleh ekspektasi dari casing yang terlihat sangat baik, namun saat menjalani ternyata tidak seindah taman bunga. Ada yang akhirnya jatuh cinta yang begitu syahdu, karena perilaku dan perangai yang baik lagi sopan, meski di awal ia tidak melihat ada yang istimewa dari rupa dan dunianya. Tersebab kejujuran dalam menjemput dan memelihara rasa.
Ini hanya sebuah tulisan dariku yang sampai saat ini mengagumimu, bukan paras dan rupa. Juga bagian dari petuah kala tua sudah datang menghampiri, fisik akan selalu berubah dan menua tidak sesegar dulu kala kita jumpa. Tapi apa yang muncul dari hati, ia yang abadi dalam ingatan dan rasa.
Memupuk rasa.
@jndmmsyhd
694 notes · View notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
kontemplasi diri
Ada banyak hal yang sebenarnya ingin kukubur jauh-jauh ke dalam diri, sifat-sifat buruk yang kalau bisa, ingin kuganti dengan yang lain saja. Salah satunya perihal negative thinking. Sore ini, aku diingatkan sekali lagi tentang terbatasnya cerminku dalam memandang diri sendiri.
"You can try to take things in a positive way more often."
Secara sadar ataupun tidak sadar, banyak faktor eksternal yang meskipun berusaha untuk kuhindari, kadang berhasil ambil andil dalam pilihanku ketika mengambil keputusan. Will they be disappointed if I can't, or choose not do this? Adalah salah satu buah pikiran yang sering jadi hantu di sudut kepala. Meski sendirinya sadar, jatuhnya hanya seperti investasi bodong - dalam hal ini yang jadi modal adalah waktu dan tenaga berpikir - untuk sebuah model bisnis yang pada dasarnya nonexistent tanpa timbal balik nyata, dan berakhir dengan tercurinya modal. Realisasi ini sebenarnya mulai ketika kusadari pada kenyataannya, semua orang umumnya hanya berpikir tentang diri mereka masing-masing. Ketika kita berada di suatu situasi yang tidak nyaman, kita cenderung melemparkan persepsi kembali ke diri kita sendiri, bukan begitu?
Melihat kebelakang, memang banyak bagian dari 'past me' yang ingin kukubur jauh-jauh. The bitter part, the unsatiable little ego of mine, the swirl thoughts of 'what ifs', the cowardice to fail, all of them. Meski begitu, all of those are a part of me that I chose to cherish. Menjadi hidup berarti menyaksikan beribu kematian dari bagian diri kita: the person we used to be; the person we don't want to be anymore; the person we want to be again and again; the person we strive to be. All of these are part of a learning process through life, and I chose to embrace it with open hands. Perhaps one day, I'll finally be the person I strive to be - a better version of my current self.
- catatan 10 Februari, 2021
0 notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
Sebab tidak ada ujian paling hebat, daripada yang kau lewati sambil tetap mengucap "alhamdulillaah 'alaa kulli haal"
- andi cipa 2021, dimodifikasi
0 notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
Jalanan lengang disambut hempas angin dingin udara kota sakura. Gedung-gedung pencakar langit menutup obrolan biru pagi hari, seakan malu ceritanya tak lebih tinggi dan hebat.
Duduk di gerbong ini, kau sadar kereta punya banyak cerita yang bisa kau reka. Dimana-mana kau temui pria berdasi menenteng tas kerja, wanita dengan senyum dan seragamnya yang berwarna terang. Apakabar harinya? Seorang kakek menggenggam koran dan membacanya dengan teliti. Mungkin saja, ia sedang mencari kabar berita anaknya yang baru saja memenangkan olimpiade. Lantas anak muda yang lelap disampingnya, mungkin sedang berupaya tidur sebab malamnya dia habiskan menggambar desain yang telah tenggat waktu. Atau wanita berambut kuning di ujung gerbong, yang mungkin saja dalam perjalanan menemui saudaranya setelah berhasil menaklukkan kanker menahun yang dideritanya.
Tokyo dan perjalanan keretanya memang selalu menyenangkan. Semua hal bergerak dalam satu kedip mata, bangunan dan jalanan yang meleleh hingga hanya sekelebat warna. Membuatmu sadar bahwa waktu meninggalkan segala, siap ataupun tak siap.
Sejak lahir, kita sudah memilih untuk menaiki kereta kita masing-masing. Meski beda warna, beda bentuk, dan beda tujuan. Sepanjang jalan kau mungkin temui banyak macam penumpang. Ada yang duduk untuk melepas penat, sekedar transit, atau - meski jarang, memilih untuk satu tuju. Akan ada banyak pergi yang harus kau lepas, namun akan ada pula banyak jumpa diantaranya. Kau hanya butuh duduk manis, dan nikmati perjalanan kereta hidup ini.
- on a train to Shibuya, january 2020.
0 notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Details: Water Lilies II, by Claude Monet.
23K notes · View notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
2020 is a tough one
Bukan tahun yang mudah untuk dilewati. Adaptasi dan kompromi; belajar menerima bahwa ada hal-hal diluar kuasa dan kendali kita sebagai makhluk. Resah dan tanya tiada habis, diikuti rentetan doa tiada henti untuk mereka yang ada di hati. Kehilangan dan keikhlasan; dua hal bergandengan yang meski sulit diterima, pelan-pelan kita lepaskan.
Meski begitu, 2020 tidak melulu tentang kesukaran. Tahun ini kita belajar menghargai waktu, menimbang kembali prioritas hidup yang sebenarnya dicari. Menikmati banyak quality time, entah sendiri maupun bersama keluarga. Terhubung kembali dengan teman lama yang sudah lama tidak saling sapa. Mengeksplor beragam hobi baru, mulai dari belajar bikin dalgona sampai belajar merakit meja.
Terasa asing, namun nyatanya kita sampai juga di penghujung jalan. We lost a lot yet we learn a lot. Kalau kata Pak Muh; banyak-banyak terimakasih, semoga esok pagi kita mampu tumbuh lebih baik lagi.
- catatan 31 desember, 2020
0 notes
suatu-pagi · 5 years ago
Text
"i want to help, but i have limits"
Satu dari sekian banyak hal yang mungkin ingin kusampaikan pada diriku yang dulu adalah, tidak mengapa untuk bilang 'tidak' pada orang lain tanpa harus merasa bersalah. Selama ini selalu kupraktikkan pola pikir yang sering orang bilang "yes man", ditanya sedikit jawabannya langsung iya, lebih memilih berat kepala sendiri ketimbang berat hati menolak permintaan orang lain.
Makin kesini sebenarnya makin tersadar betapa memberatkannya pola pikir seperti ini. Hanya demi selaput rasa bersalah, yang entah benar bersalah ataukah perasaan tidak ingin dicap sebagai orang jahat - berakhir membebani diri melebihi kapasitas yang dimampu.
Banyak kejadian serupa yang terlewati, tidak hanya pada diriku, namun banyak orang disekitarku. Merasa bertanggungjawab atas kebahagiaan pasangan, akhirnya selalu menyalahkan diri setiap keinginannya tidak mampu ia penuhi. Kerabat minta tolong yang langsung diiyakan, meski dirinya juga sedang terbentur deadline. Teman dekat ingin curhat, merasa harus memberikan solusi padahal kepalanya sendiri sedang kalut.
Mengesampingkan kepentingan sendiri demi orang lain tidak mengapa, but you need to understand your own limits first, or you'll end up burn out. Perasaan dan kondisi orang lain, siapapun dan sedekat apapun dengan kita bukan merupakan kewajiban dan tanggungjawab kita. We all carry our own luggage, and it's okay for us to share a little with others when it gets too heavy. But forget not, it is their own luggage to begin with, not ours.
Putting our own self first doesn't mean we love them less, right?
2 notes · View notes