#Komunitas Menulis Perempuan
Explore tagged Tumblr posts
Text


Halo Sobat Puan!
Alhamdulillah, senang banget kita sudah memasuki 4 tahun perjalanan. Kali ini untuk memperingatinya, Komunitas Puan Beraksara membuka kembali pendaftaran anggota baru.
Buat sobat yang tertarik langsung bisa menghubungi narahubung yang tertera di flyer ya. Bisa juga langsung DM untuk pendaftarannya.
Sampai bertemu di Komunitas Puan Beraksara, Puaners.
30 notes
·
View notes
Text
Pilihlah laki-laki yang mendukungmu dalam bertumbuh dan meraih mimpi
"Nanti kuliahnya gantian setelah aku lulus, ya"
"Tahun depan kuliah, ya!" Berkali-kali kata itu keluar semenjak dua tahun lalu saat kami resmi menikah. Bahkan disaat kemarin aku terluka, pun, kalimat ini masih la lontarkan untuk menyemangatiku.
Semasa SMA, aku memang pernah menggebu pengin melanjutkan pendidikan tinggi sampai orang-orang terdekat mengenalku pada saat itu sebagai seseorang yang ambis. Sebagai orang desa yang minim informasi, aku mempersiapkan dan mengulik seluruh informasi bagaimana caranya supaya bisa kuliah terlebih di PTN. mengingat saat itu sekolahku belum ada yang kuliah di PTN. Dan memang hanya sedikit orang yang minat untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Tapi karena satu dan hal lain, qadarullah aku memutuskan untuk gapyear dan memilih bekerja.
Setelah itu aku memutuskan untuk kembali memperjuangkan mimpi, sudah daftar mengisi berkas juga membayar administrasi untuk tes di salah satu universitas islam negeri, tapi karena satu dan lain hal lagi, aku memutuskan untuk mengurungkan niat itu. Akhirnya aku menyudahi mimpi itu. Menguburnya bersama tumpukkan mimpi lain dan tak mengharapkan semua itu harus terwujud. Lalu membuat prinsip bahwa belajar tak harus di tempat formal.
Hingga tibalah laki-laki itu membersamai perjalanan hidup. Memulainya dengan visi yang sama yang menjadi alasan untuk selalu mendukung satu sama lain.
Kini alasan pengin kuliah bukan lagi soal ambisi anak desa yang pengin mengubah nasib wajahnya. Tapi soal kebermanfaatan diri untuk kepentingan dakwah dan umat. Sudah tidak menjadikan PTN dan PTS sebagai patokan keren atau enggaknya saat kuliah. Karena memang ada hal-hal yang enggak bisa kita dapatkan saat enggak kuliah, yang mungkin salah satunya adalah pengalaman. Walau begitu, ilmu tetap bisa kita dapatkan di mana saja.
Ternyata masih ada yang mau menghidupkan mimpi yang kita pun rasanya lupa akan mimpi yang kita miliki sendiri. Tapi yang paling penting adalah la mendukungku bertumbuh sebagai perempuan dan ibu. la memberi fasilitas supaya sebagai ibu aku bisa belajar dengan tenang dalam meluaskan peran. ia menghadirkan keutuhan dirinya sebagai seseorang yang mendukung. Mengarahkan ku untuk mengikuti berbagai kelas. Kelas menulis, kelas jadi istri, kelas jadi ibu, mengkaji islam, mengikuti komunitas, dll.
Begitu seharusnya pasangan. la tak mengecilkan peran sebagai kepala atau pun ibu rumah tangga. Dan memilih untuk mengapresiasi hal-hal kecil hal yang ada pada pasangan. Mendukungnya untuk terus bertumbuh menjadi istri dan ibu, juga suami dan ayah yang baik, dan sama-sama menyebarkan kebaikan itu. Tiada lain yang disemogakan dari saling mendukung untuk bertumbuh dan menyemogakan seluruh hasilnya bermuara pada ridho Allah saja.
Kota Cilegon, 21.47
105 notes
·
View notes
Text
36/365
youtube
aku suka menulis, eh lebih tepatnya suka bercerita. menemukan aplikasi tumblr sangat membantuku untuk mengungkapkan rasa lewat kata.
beberapa hari yang lalu, ada rekan kerja yang bertanya kepada ku, "apa yang kamu dapatkan selama menjadi wali asrama? atau apa keunggulan yang kamu rasakan selama menjadi wali asrama?"
aku pun berfikir, dan menyadari satu hal; bahwasannya dulu, saat pertama kali datang ke aabs dan menjumpai berbagai macam struggle pada amanah yang melekat pada diriku, aku sering merenung, memikirkan apa yang sedang Allah siapkan untukku hingga Allah menempatkanku pada takdir ini? kemudian aku curhat kepada salah satu rekan kerja senior yang menurutku memiliki pandangan yang bijak; "us, apa Allah lagi ngedidik aku buat jadi ibu rumah tangga ya?" entah kenapa tiba-tiba kalimat itu yang aku katakan, beliau pun terkekeh.
karena sebelumnya aku adalah seorang yang sangat sibuk wkwk, maksudnya sewaktu di Jogja aku memiliki kesibukan dibeberapa tempat, pagi-siang-sore-malam selalu aku habiskan dibeberapa tempat dengan beberapa kesibukan yang berbeda. lalu tiba-tiba Allah berikan amanah baru yang mana disetiap harinya dari pagi-siang-sore-malam aku menghabiskan waktu ditempat yang sama, dengan kesibukan yang sama, sungguh itu adalah hari-hari yang cukup berat untukku bisa beradaptasi dengan semuanya.
kembali lagi pada pembahasan pertanyaan diatas ya. "apa keunggulan yang kamu rasakan setelah menjadi wali asrama?"
dan jawabanku masih tetap sama; "dilatih menjadi ibu rumah tangga", bukan ibu rumah tangga biasa, tapi ibu rumah tangga yang penuh dengan rencana.
menjadi wali asrama mengajarkanku untuk menjadi ibu rumah tangga yang cerdas, punya tujuan, dan bagaimana kita bisa mengerahkan potensi yang kita punya untuk mendukung tumbuh kembang anak didik kita, dan belajar menyelesaikan masalah yang dialami oleh mereka.
kalau di pondok-pondok pada umumnya mungkin seorang musyrifah hanya ditugaskan untuk mendampingi siswa, tapi berbeda dengan aabs. mudir kita selalu menanamkan bahwa mereka adalah anak-anak kita, bagaimana caranya mereka bisa sukses sesuai dengan apa yang kita mau? dan kita, harus memiliki kemauan yang kuat untuk mendidik mereka seperti halnya mendidik anak kandung kita sendiri.
awalnya aku heran, mana bisa seperti itu ya? secara logika aja 1 : 42 anak, dan kita harus memahami mereka dengan detail? tapi ternyata, bisa. seiring berjalannya waktu aku mengenali mereka, memahami mereka, bahkan menyayangi mereka.
dan lucunya sekarang, karena terbiasa dengan rutinitas ini, aku malah jadi berkeinginan untuk menjadi ibu rumah tangga. tapi, ibu rumah tangga yang berdaya, yang memberikan dampak dan manfaat untuk orang-orang disekitarnya.
kalau kata mbak Aji Nur Afifah; "menjadi ibu rumah tangga adalah karir tertinggi seorang wanita". oiya beliu juga membuat komunitas lingkar mama, dibuat dengan tujuan untuk memaksimalkan potensi walaupun mengemban peran 'ibu rumah tangga'. sangat menginspirasi, semoga aku bisa mencontoh langkah beliau untuk bisa menjadi 'ibu rumah tangga yang memberi dampak' itu. aamiin, hehe.
____
oiya, link youtube diatas adalah rekaman video beberapa bulan yang lalu saat acara ifthar party ke-3 elfethzaffer, diupload untuk dikenang. makasi ya nak anak syudah mau belajar dan bertumbuh bersama, luvv.
#story #aboutwama #perempuan
4 notes
·
View notes
Text
SABTU (25/5/2025) penulis muda asal Pati, Septiana, yang kini tinggal di Jepara, Jawa Tengah, meluncurkan kumpulan esai sekaligus bedah buku Bukan Kartini .
Acara peluncuran buku Bukan Kartini berlangsung di Gedung Dewan Kesenian (DKD) Jepara.
Suasana hangat dan penuh antusiasme menyelimuti peluncuran buku Bukan Kartini oleh Septiana yang juga seorang guru bimbel bahasa inggris itu.
Kepedulian atas literasi bagi generasi muda, mendorong Septiana untuk menulis sekumpulan esai yang menyoal dunia perempuan.
Kegiatan yang digelar oleh Komunitas Eks Prajabatan 2024 ini turut dihadiri oleh para guru muda generasi Z, pegiat literasi, akademisi, serta tokoh-tokoh sastra dari Jepara dan berbagai daerah lainnya.
1 note
·
View note
Text
The story of the original K-pop queen — Kwon BoA

Kwon Bo-ah, yang lebih dikenal dengan nama panggung BoA, adalah salah satu ikon terbesar dalam sejarah K-pop, sering disebut sebagai "Queen of K-pop" dan pelopor gelombang Hallyu (Korean Wave) di pasar internasional, khususnya Jepang. Lahir pada 5 November 1986 di Guri, Provinsi Gyeonggi, Korea Selatan, BoA memulai kariernya di usia yang sangat muda dan telah menorehkan jejak yang tak terhapuskan dalam industri musik selama lebih dari dua dekade. Dengan bakat vokal yang luar biasa, kemampuan menari yang memukau, dan dedikasi yang tak kenal lelah, BoA telah menjadi inspirasi bagi banyak idola K-pop generasi berikutnya.
Awal Karier dan Debut di Usia Muda
BoA ditemukan oleh agensi SM Entertainment pada usia 11 tahun saat mengikuti audisi bersama kakak laki-lakinya. Bakatnya yang menonjol membuat SM Entertainment langsung melatihnya untuk menjadi bintang global. Pada usia 13 tahun, BoA debut dengan album pertamanya, ID; Peace B, pada 25 Agustus 2000. Album ini menunjukkan gaya musik yang segar dengan perpaduan pop, R&B, dan dance, yang cukup revolusioner untuk K-pop pada masa itu. Meski masih sangat muda, BoA menampilkan kematangan vokal dan kepercayaan diri yang luar biasa, yang membuatnya langsung menarik perhatian publik Korea Selatan.
Namun, kesuksesan sejati BoA dimulai ketika ia menembus pasar Jepang, sebuah langkah yang pada saat itu dianggap sangat berani dan belum pernah dilakukan oleh artis K-pop lainnya secara signifikan. Pada tahun 2001, BoA merilis single Jepang pertamanya, ID; Peace B, diikuti oleh album Jepang pertamanya, Listen to My Heart (2002). Album ini menjadi fenomena di Jepang, menjadikan BoA artis Korea Selatan pertama yang menduduki posisi nomor satu di tangga lagu Oricon, sebuah pencapaian monumental. Albumnya terjual lebih dari satu juta kopi, menjadikannya "million seller" pertama dari Korea di Jepang, dan membuka pintu bagi gelombang Hallyu di Asia.
Pencapaian dan Pengaruh Global
BoA tidak hanya sukses di Korea dan Jepang, tetapi juga mencoba menembus pasar internasional lainnya, termasuk Amerika Serikat. Pada tahun 2008, ia merilis single berbahasa Inggris Eat You Up, diikuti oleh album berbahasa Inggris pertamanya, BoA (2009). Meskipun pasar AS terbukti sulit ditembus, keberanian BoA untuk mencoba pasar global di usia muda menunjukkan visinya yang jauh ke depan. Ia juga menjadi salah satu artis K-pop pertama yang masuk ke tangga lagu Billboard, memperkuat reputasinya sebagai pelopor.
Beberapa pencapaian utama BoA meliputi:
Peraih Daesang Termuda: BoA memenangkan penghargaan Daesang (penghargaan utama) di Korea pada usia yang sangat muda, menandai statusnya sebagai salah satu artis top di negaranya.
Pionir K-pop di Jepang: BoA sering disebut sebagai artis yang "membuka pasar K-pop" di Jepang, membuka jalan bagi grup seperti TVXQ, SNSD, dan BTS untuk sukses di pasar internasional.
Kontribusi pada Soundtrack Anime: BoA menyanyikan beberapa lagu tema untuk anime populer, seperti Every Heart untuk Inuyasha, yang memperluas jangkauan penggemarnya ke komunitas penggemar anime.
Karier Panjang dan Konsisten: Dengan karier yang telah berlangsung selama lebih dari 24 tahun, BoA tetap relevan dengan terus merilis musik baru, tampil di panggung, dan menjadi mentor bagi artis muda.
Gaya Musik dan Perkembangan Artistik
Musik BoA dikenal karena keragaman gaya dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan tren baru. Dari pop dance yang energik seperti No. 1 dan Valenti hingga balada emosional seperti Only One, BoA telah menunjukkan fleksibilitasnya sebagai artis. Ia juga dikenal karena keterlibatannya dalam proses kreatif, termasuk menulis lagu dan mengarahkan konsep albumnya. Album seperti Hurricane Venus (2010) dan Kiss My Lips (2015) menunjukkan sisi dewasa dan eksperimentalnya, sementara lagu seperti Woman (2018) mengangkat tema pemberdayaan perempuan.
Selain musik, BoA juga dikenal sebagai penari ulung. Koreografinya yang dinamis dan penampilan panggungnya yang karismatik telah menjadi standar bagi idola K-pop modern. Ia sering disebut sebagai salah satu artis yang menetapkan standar tinggi untuk penampilan langsung dalam industri ini.
Kehidupan Pribadi dan Kerendahan Hati
Meskipun memiliki karier yang gemilang, BoA dikenal karena kerendahan hatinya. Dalam sebuah wawancara, ia pernah menyatakan bahwa ia merasa belum layak disebut "Queen of K-pop" meskipun memiliki segudang pencapaian. Sikap rendah hati ini, dikombinasikan dengan kerja kerasnya sejak usia muda, membuatnya sangat dihormati oleh penggemar dan rekan sesama artis. BoA juga aktif sebagai mentor dan produser di SM Entertainment, membantu membimbing artis muda seperti aespa dan NCT.
Warisan dan Status sebagai Sunbaenim
Dalam budaya Korea, istilah "Sunbaenim" digunakan untuk menghormati seseorang yang lebih senior atau berpengalaman, dan BoA adalah perwujudan sempurna dari istilah ini. Sebagai artis generasi pertama K-pop yang debut pada tahun 2000, ia telah menjadi panutan bagi banyak idola, mulai dari SNSD hingga BTS. Pengaruhnya tidak hanya terlihat dalam musik, tetapi juga dalam cara ia membuka pasar global untuk K-pop, menjadikannya salah satu tokoh paling penting dalam sejarah Hallyu.
BoA juga dianggap sebagai legenda karena kemampuannya untuk tetap relevan di industri yang terus berubah. Ia tidak hanya bertahan di tengah persaingan ketat, tetapi juga terus berinovasi dan menginspirasi. Penggemar sering menyebutnya sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa" K-pop karena perannya dalam menyelamatkan industri musik Korea dari krisis pada awal 2000-an dan meningkatkan popularitasnya di kancah internasional.
Kesimpulan
BoA adalah lebih dari sekadar penyanyi; ia adalah simbol ketekunan, bakat, dan inovasi dalam K-pop. Dari debutnya di usia 13 tahun hingga menjadi artis global yang dihormati, BoA telah membuktikan bahwa usia, batasan geografis, atau tantangan industri bukanlah halangan untuk mencapai kebesaran. Sebagai "Sunbaenim" yang disegani, ia terus menginspirasi generasi baru artis dan penggemar dengan musiknya yang timeless, semangatnya yang tak pernah padam, dan kerendahan hatinya yang tulus. BoA bukan hanya membuka jalan bagi K-pop, tetapi juga menetapkan standar untuk apa artinya menjadi seorang bintang sejati.
1 note
·
View note
Text

Halo, perkenalkan nama aku Parikesit. Lebih lengkapnya Nama panjangku Parikesit Lelatunipun. Aku dibesarkan dari keluarga yang memegang erat budaya jawa. Bapak berasal dari Purwokerto, Jawa Tengah sementara ibu lahir di Magetan, Jawa Timur. Sangat kental sekali bukan? Sejak kecil aku tumbuh dari kasih sayang orang tua yang tak pernah ada habisnya dan mereka sangat menyayangiku. Masa kecilku sangatlah bahagia. Walaupun hidup sederhana tapi aku tak pernah merasakan kehilangan kasih sayang dari orang tua ku, mereka selalu ada untukku dan mengajarkan arti sebuah kesederhanaan. Aku anak kedua dari dua bersaudara dan aku anak terakhir. Aku memiliki kakak perempuan dan jarak usia kita berbeda 5 tahun.
Oh iya pasti diantara kalian ada yang bertanya apa arti dari namaku "Lelatunipun" tentunya sebuah nama yang asing bagi kalian kan? Kalau menurut orang tuaku yang sempat aku tanya apa arti dari nama tersebut adalah Lelatunipun dalam bahasa jawa, artinya: Api-api kecil. Dengan nama itu mereka memiliki harapan agar anaknya di masa depan menjadi cahaya bagi orang-orang yang berada didekatnya, walaupun api kecil tetapi hangatnya mampu menerangi dan menghangatkan sekitarnya. Filosofi yang bagus menurutku hehe semoga saja aku bisa menjadi apa yang mereka harapkan. Aamiin.
Disini aku hanya ingin bercerita tentang perjalanan hidup aku. Makna arti dari jatuh dan bangun, merasakan patah berkali-kali dari beberapa orang yang di cintai atau mungkin saja nanti akan aku ceritakan tentang suasana politik yang aku alami di tahun-tahun itu hahaha apapun akan aku ceritakan dan aku tulis disini. Segala keresahan yang pernah ku alami atau momen-momen yang pernah terjadi dan gak sempat terrekam tentunya akan ku gambarkan lagi. Biarlah segala kenangan itu menjadi warisan atau legacy lewat tulisan ini.
Oh iya aku menulis ini tidak sendiri. Aku orang yang payah untuk menulis. Sudah pasti aku di bantu oleh teman yang mampu merangkai cerita agar terlihat lebih menarik untuk di baca dan aku ada orang yang dapat di percaya dan mampu menyusunnya. Dia adalah Mas Abi temanku, mentor, senior, abang-abangan sekaligus orang tuaku hahaha. Nama lengkapnya Septian Abimanyu tapi aku terbiasa memanggilnya mas Abi. Dia adalah temanku yang aku kenal lewat komunitas vespa. Ya betul, hobby kita sama yaitu penggemar mesin kanan. Sudah lama sekali aku mengenal dia. Kalau di pikir-pikir dia memang pantas jadi orangtua aku hahaha namanya saja Abimanyu. Di dalam kisah Mahabharata sosok pangeran Abimanyu adalah ayah Parikesit dari istrinya yang bernama Dewi Utari. Namun sayang di kisah Mahabharata itu Abimanyu terbunuh dalam peperangan. Perang baratayudha atau perang kurukshetra adalah pertempuran besar-besaran antara dua kubu yaitu Korawa yang dipimpin Duryudhana dan Pandawa yang di pimpin Yudistira. Kemudian peperangan itu berhasil dimenangkan oleh kubu Pandawa dengan diangkatnya Yudistira menjadi raja Hastinapura. Di perang itu Abimanyu gugur dan belum sempat melihat anaknya, Parikesit karena masih berada di dalam kandungan. Sedih sekali ya? Tapi akhirnya kita bertemu di kehidupan sekarang, bukan menjadi orangtua dan anak melainkan teman rasa sahabat. Kita pun sering menghabiskan waktu bersama dari mulai konvoi bareng keluar kota, bermusik atau sekedar ngopi-ngopi santai. Semua kita lakukan bersama maka dari itu aku percaya kepadanya untuk membantu aku dalam hal penulisan ini. Wassalam.
0 notes
Text
VinaReads [Eps. 4.1] - Free Writing: Menulis untuk Mengejar Kebahagiaan, Hernowo Hasim, 216 halama
Creativity is the produce of both Brain Hemisphere—Dilip Mukerja
Sebelumnya gue udah spill soal menulis dengan belahan otak kiri dan otak kanan. Kemarin itu lebih fokus di perbandingannya. Belahan otak kiri: teratur dan rapi. Belahan otak kanan: acak dan abstrak.
Dalam bab pertama Hernowo menjabarkan tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap pengalaman free writing-nya. Mulai dari Pennebaker hingga Jocd Wycoff.
Ada satu tokoh yaitu Tony Buzan yang mengembangkan teknik Mind Mapping. Dalam buku Brainfinity yang ditulis oleh Dilip Mukerja, dia menggambarkan sebuah ilustrasi otak. Sebelah otak kiri ada gambar Albert Einstein, sementara di otak kanan ada gambar Leonardo da Vinci. Kemudian di tengah-tengahnya ada seorang perempuan yang Hernowo sendiri enggak kenal. Tapi dari perempuan itu diilustrasikan sebab perpaduan ketika otak kanan dan kiri saling kerja sama.
Nah, ini sangat menarik banget. Gue biasanya sering nulis tertata dan harus rapi, kadang di otak udah punya gambaran outline apa yang mau ditulis (re: bukan mind mapping). Ini terjadi ketika nulis artikel di blog.
Kwmudian awal tahun 2024 gue gabung di divisi Media Sosial Komunitas ODOP bagian desain. Di sini tugas gue mendesain dan diisi tulisan. Setelah gue baca bab ini, gue baru menyadari apa yang gue lakukan sampai saat ini sebagai desain grafis di medsos tanpa sadar menggunakan otak kanan sekaligus kiri.
Wah. Ajaib.
0 notes
Text
Hitung-hitungan Lulus KLIP
Ada dua tantangan menulis yang saya ikuti mulai tahun 2025 ini. Pertama KLIP, diajak oleh salah satu teman di komunitas Mamah Gajah Ngeblog, Teh Shanty. KLIP singkatan dari Kelas Literasi Ibu Profesional adalah program inovasi Ibu Profesional bagi mereka yang tertarik untuk membangun kebiasaan menulis dan membaca. Peserta KLIP terbuka bagi para PEREMPUAN, baik anggota maupun non anggota Ibu…
0 notes
Text
DAY 13 GRATITUDE LATTER FOR FRIENDS
Jujur saya bingung menulis surat untuk teman ini. Tapi ada satu teman, tapi ia bisa lebih disebut sebagai Kakak. Namanya Winda Septiana, saya biasa memanggilnya dengan sebutan Yunda Winda. Ya ia merupakan senior saya di HMI kami satu cabang dan satu komisariat yaitu komisariat pertanian Unila. Saya mengenalnya di tahun 2017 tepatnya di bulan Desember akhir ketika saya mengikuti kegiatan Besic Training HMI. Waktu itu beliau sebagai SC dan baru pulang LK2 di Aceh. Singkat cerita saya dekat dengannya dan menjalanin hubungan persaudaraan hingga saat ini saya menulis surat untuk beliau. Dear yunda Winda agak canggih kalau saya ingin memanggil dengan sebutan kakak walaupun saya sudah menganggap yunda sebagai kakak saya sendiri. Sudah 7 tahun lebih Sizu mengenal yunda, senang, kesal, duka, bahagia pertemanan sudah kita lewati. Sizu rasa juga kita sudah mengenal sifat kita satu sama lain. Yunda satu-satu teman/senior di HMI yang masi menjalin komunikasi dengan baik sama aku. Hingga kini yunda sudah berkeluarga kita masi dekat, yunda Masi perhatian mengajak Sizu di komunitas kajian ilmu agama di Sunna madrasa sudah sekitar 2 bulan Sizu bergabunglah secara free yang sebenarnya itu berbayar. Sizu sudah bisa merasakan nikmat mendapatkan ilmu dan mulailah sedikit sedikit berubah untuk menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi umat yang di cinta Rasulullah, Mejadi pribadi yang terus mencari ilmu disela kesibukan bekerja. Rasa syukur kepada Allah yang Sizu rasakan karena sudah Allah pertemukan dengan yunda. Yunda orang yang baik, dermawan, yang hati lembut yang banyak memberikan masukan, dan nasihat kepada hingga Sizu jadi seperti ini. Sizu bersyukur di tengah kesendirian masi bisa bertemu menemui Yunda, walaupun hanya sekedar mengobrol dimobil, di rumah, Sizu Masi bisa mereport keadaan Sizu. Sizu sedang suka sama siapa, pekerjaan Sizu dan lain lain. Alhamdulilah Allah kasi Sizu rezeki seperti yunda yang Sizu anggap sebagai kakak perempuan Sizu sendiri. Sizu senang sudah punya keponakan Abang Abqariy yang gemoy, lucu, kadang kangen pengen ketemu tapi jauh. Kapan ya yund Sizu punya kerjaan yang hari Sabtunya biar punya space waktu lebih banyak nginep di rumah yunda. Sizu kepikiran pengen sekolah lagi dan belum tahu kapan. Sizu pengen juga bisa seperti yunda ngajar atau Sizu buka usaha aja ya yund? Yunda sehat-sehat ya yunda semangat jadi ibu buat qoyi dan jadi istiri juga. Banyak inspirasi dan insight baru dari yunda yanh aku harus siapkan ketika nanti menikah dan jadi ibu. Ahhh jadi kangen pengen main ke Bogor bismillah semoga waktu ada, dan rezeki lagi banyak biar bisa puas main kesana. See u abang Qoyi, ibu nya udah bosen ya wkwk, ketemu kamu yang gemesin jadi semangat pengen punya anak juga wkwk. Heheh nikah dulu kali Zu. Yaudah segitu dulu surat buat yunda nanti kapan-kapan lagi main tunggu onty ya qoyiii love u muachh.
Sizu, 01/19/25
#21DaysGratitudeJournaling
#SunnaMadrasa
#Sunnapersecond
#gratitude#mindset#journaling#sunnamadrasa#inspirational quotes#relationship quotes#thanksfulness#inspiring quotes#life quotes
0 notes
Text
Penampilan solo Soyeon dalam tur dunia (G)I-DLE menyebabkan perdebatan hebat di kalangan penggemar Kpop. Lirik rapnya diduga telah merendahkan idol yang lebih junior.
- Baru-baru ini, (G)I-DLE memulai tur dunia kedua mereka dengan dua pertunjukan pembukaan di Seoul, Korea. Salah satu momen paling mengesankan adalah panggung solo dari leader grup, Jeon Soyeon.
Pada panggung solonya, Soyeon menampilkan lagu rap “Is this bad b**** number?” dan menunjukkan sisi pemberontaknya. Yang menarik, Soyeon menambahkan lirik rap baru ke dalam lagu tersebut. Di samping detail yang mengungkapkan pemutusan kontraknya dengan perusahaan manajemen CUBE, lirik ini turut menimbulkan kontroversi karena isinya yang provokatif.
Secara spesifik, dalam liriknya Soyeon menulis, “Jika kamu ingin menari, jadilah penari. Tolong berhenti jadi buta nada. Jika kamu seorang penyanyi, pegang micnya. Jika kamu rapper, tulislah lirik dan patuhi itu.”
Bagian ini didiskusikan oleh netizen di forum Kpop, banyak yang berspekulasi bahwa Soyeon merujuk pada kontroversi bakat yang baru-baru ini melanda grup-grup generasi baru. Dengan kata lain, Soyeon diduga telah meremehkan grup lain.
Selama enam tahun debutnya, Soyeon menjadi pilar dari (G)I-DLE. Ia adalah idol serba bisa dengan kemampuan luar biasa, sekaligus komponis dan produser dari hampir semua album grup tersebut. Oleh karena itu, posisi Soyeon sangat solid dalam grup perempuan CUBE tersebut. Namun, Soyeon sering terlibat dalam “skandal sikap,” sering dikritik oleh anti-fans karena dianggap sombong dan tidak menghormati rekan-rekannya.
Lirik rap baru untuk lagu “Is this bad b**** number?” telah memicu kontroversi di kalangan komunitas penggemar Kpop. Netizen bereaksi keras terhadap idol tersebut. Skandal plagiarisme masa lalu Soyeon kembali diangkat untuk dibahas, banyak orang berpikir bahwa idol perempuan ini perlu lebih rendah hati dan berhati-hati agar tidak terlihat pamer.
Selain itu, lirik rap Soyeon juga menimbulkan masalah bagi rekan-rekan satu grupnya. Soyeon mengkritik “idol buta nada” yang tidak bisa menyanyi dan rap, hanya bisa menari seperti penari. Lirik itu dilayangkan sementara maknae (G)I-DLE, Shuhua, kerap mendapatkan kritik karena bakatnya yang terbatas.
"Ada member buta nada di timnya, apakah dia hanya meninju udara?" kata salah satu netizen. "Satu batu untuk membunuh tiga burung (termasuk grupnya sendiri)," sahut netizen lain. "Ada yang buta nada di grupnya sendiri," imbuh yang lain.
"Tapi dia bahkan tidak bisa menyanyi sendiri," komentar seorang netizen. "Jika dia idol, mari kita sindir tetnang kecantikannya," sambung netizen yang lain.
"Jadi mengapa dia menyeret wanita lain? Terutama di saat yang buruk ketika dia memiliki seluruh anggota yang tidak dapat menyanyikan satu pun nada bahkan jika neneknya ditodong dengan senjata?" ujar lainnya.
0 notes
Text
Barter Buku (Hari ini)

Sudah kuduga, pada akhirnya mendapatkan buku seperti ini.
Btw mau sekalian cerita panjang lebar tentang acara tadi juga.
*aslinya ini mau reblog dari postingan sebelumnya, tetapi ingat bahwa tumblr tuh tulisan ini-nya berada di bawah. Jadi bikin postingan baru aja deh.*
Aku sampai di gramedia manyar tepat pada pukul 10.00. Kalau berdasarkan rundown gramedia, itu adalah dimulainya acara. Sedangkan dari komunitas bukunya malah menyebutkan setengah jam sebelumnya. Meskipun sudah ramai, tetapi acaranya belum dimulai dan belum ada tanda-tanda untuk mulai.
Aku turut berbaris untuk mengucapkan selamat tinggal pada buku dharitri yang aku bawa untuk dikasihkan ini. Setelah membubuhkan tanda tangan dan melepaskan bukunya, aku duduk di tempat yang sudah disediakan. Harap-harap cemas dan menguatkan hati, karena buku-buku yang terlihat di mataku sedari tadi adalah buku-buku yang tidak [begitu] kusukai.
Hingga pukul 10.15-an, acara pada akhirnya dimulai. Sebelum itu, tempat duduk kami mengalami penyesuaian supaya lebih tertata rapi. Lalu, bungkus bertuliskan secret books diletakkan di tengah-tengah. Secara berurutan, tiap peserta mengambil satu (1) bungkus sebagai buku yang akan mereka terima. Lalu, sebelum bungkusan tersebut dibuka, terdapat presentasi dulu dari mc acara. Ternyata mengenai “buku bajakan”. Oke, nice info deh. Lalu, tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Pembukaan bungkus secret books ini.
Buku yang aku dapatkan adalah No More Burnout karya Weda S. Atmanegara. Huft, batinku saat itu. Sedih. Aku nggak tahu apakah aku bisa baca buku ini. Kubuka sekilas isinya, dan memang tulisannya bisa kutebak. Bab pertamanya membahas tentang waktu, dan aku berusaha keras untuk bisa membacanya. Yang kuingat itu menyebutkan eisenhower matrix, tipe-tipe orang membuang waktu, dan secuil kisah tokoh besar dunia. Setelah itu? Gak bisa. Aku memang nggak punya appetite untuk buku seperti ini.
Akhirnya aku lebih banyak melihat keadaan sekitar dan mencari di tangan siapa bukuku akhirnya singgah. Ternyata di ujung sana, seorang perempuan yang sepertinya-aku-kenal-tapi-aku-lupa-namanya lah yang mendapatkannya. Aku melihat reaksi dia saat melihat buku itu. Awalnya, dia terkejut gembira dan bertanya-tanya. Kurang lebih seperti ini yang aku tangkap dari jauh. “Wah, ini siapa yang bawa buku ini? Ini tuh xxx yyy (bercerita ke teman sebelahnya dengan antusias).”
Aku cukup senang melihat reaksi tersebut. Namun, seiring sesi baca bersama berlangsung, kesenangan tersebut semakin memudar. Bagaimana tidak? Buku tersebut tidak dibaca sama sekali oleh yang bersangkutan! Dia lebih banyak bermain hp dan mengobrol dengan yang lain. Sedih banget. Hiks.
Aku juga melihat isi buku orang di sebelahku. Salah satunya mendapatkan novel klasik bahasa inggris (tidak bisa dibilang klasik juga, sih, tapi sudah lama banget lah) berjudul The Last Song karya Nicholas Sparks. Karena bukunya setebal itu dan bahasa inggris, dia (bukan penyuka novel, of course) memutuskan untuk mencari review-nya di google dan membaca bagian ending untuk mengetahui akhir ceritanya.
Pada akhirnya, aku juga melakukan hal yang sama. Aku mencari ulasan buku ini di internet, tetapi ternyata tidak ada. Hmmm. Aku memutuskan mencari nama penulisnya saja. Ketemu instagramnya, dong. Begitu kulihat profilnya, ternyata dia ini penulis yang belum begitu terkenal. Followers-nya masih sekitar 900-an. Meski begitu, berdasarkan biodata instagramnya, dia sudah menerbitkan 10+ buku, terutama tentang self-improvement. Melihat itu, rasa empati dan ke-relate-an sesama penulis muncul. Mungkin aku yang tidak cocok dengan buku-buku dia. Tetap semangat menulis dan semoga sukses, kak!
Sesi membaca berlangsung cukup singkat, sekitar tiga puluh (30) menit. Lalu dilanjutkan dengan sesi diskusi. Kalau biasanya, diskusi ini dibagi ke beberapa kelompok kecil dan baru bisa sharing buku yang baru dibaca ke kelompok tersebut. Namun, karena waktunya terbatas dan susah mengaturnya juga, akhirnya hanya tiga (3) orang yang diberi kesempatan sharing ke semua orang.
Peserta pertama yang maju ternyata mendapatkan buku dia sendiri. Dia memulai sharing dengan ranting mengenai buku-bukunya Agatha Christie. Lalu, baru dia menjelaskan mengenai buku tersebut. Buku misteri karya Sidney Sheldon. Aku lupa apa judulnya, dan baru ini aku melihat nama penulis-nya jauh lebih besar dibandingkan judul bukunya! Dia juga menyampaikan keluhannya bagaimana susahnya mendapatkan buku-buku dari penulis ini, bahkan sempat menyebutkan pihak gramedia juga. Haha.
Peserta kedua mendapatkan buku Love in London karya Silvarani. Dia baru membaca tiga belas (13) halaman dan merasa senang bisa mendapatkan buku tersebut karena dia punya impian untuk ke luar negeri. Lalu, dia menjelaskan tentang buku yang dia kasihkan ke orang lain. Sebuah buku antalogi puisi yang diterbitkan oleh Ellunar. Senja, Sendu, dan Sendiri karya … banyak orang, salah satunya adalah dia. Setelah aku cek, ternyata itu adalah program Nuram Marun-nya Ellunar, tepatnya pada bulan Desember tahun lalu. Wah, ada sesama penulis juga di komunitas ini. Penulis Ellunar pula! Mungkin dia akan ikut Festival Menulis Ellunar tahun ini juga. Sainganku, nih, haha. Eh, siapa tahu kita sama-sama terpilih dan dia akan mempromosikan buku antalogi tersebut suatu hari nanti (mimpi dulu lah ya).
Peserta ketiga mendapatkan buku Kreatif Sampai Mati karya Wahyu Aditya. Jadi kilas balik kenangan zaman dulu. Aku pernah punya buku itu dulu (dan harusnya masih ada sampai sekarang, tapi aku lupa itu berada di mana), dan aku benar-benar menyukainya. Gila, itu sih udah lebih dari sepuluh (10) tahun yang lalu! Aku masih ingat sebagian besar isinya. Salah satu buku favoritku zaman dulu. Dia baru membaca halaman-halaman awal saja, sehingga belum banyak yang bisa di-sharing-kan. Namun, dia sudah mendapatkan kesan bagus dan sudah berkata bahwa buku ini keren banget. Aku setuju, memang bukunya tuh keren banget! Kalian yang belum pernah baca harus baca buku ini, deh. Serius.
Sesi sharing selesai, lalu ada kuis sebentar dari gramedia, setelah itu acaranya selesai. Pukul 11.30, berarti acaranya tadi sekitar satu (1) jam lima belas (15) menit. Sangat singkat sekali. Setelah foto bersama, lalu bebas deh pesertanya mau ngapain. Banyak yang pulang, ada yang ngobrol-ngobrol dulu, ada yang langsung berburu buku. Jujur, dari aku sendiri, merasa bahwa acara ini sangat underwhelming. Entahlah, padahal aku tidak ada ekspektasi apa-apa sebelumnya, tetapi aku merasa acara ini tuh kurang. Mungkin karena perkara waktu yang terbatas, atau karena lokasi tempat di gramedia sehingga kendali utamanya ada di pihak sana dibandingkan komunitas, atau faktor-faktor lainnya. Yang pasti, aku sedikit punya harapan lebih terkait barter buku sebagai main course acara ini. Senang? Iya. Seru? Iya. Namun, aku merasa tadi itu bisa lebih baik.
Lalu, ternyata ada beberapa orang yang tidak suka dengan buku yang mereka dapatkan, kemudian mereka bertukar lagi dengan orang lain sesuai dengan pilihan mereka. Tentu saja, hal ini banyak dilakukan oleh penganut mahzab buku bermanfaat yang kusebut di postingan sebelumnya. Hadeh. Aku sendiri sudah berniat dari awal, aku tidak akan menukar buku yang aku dapatkan dengan buku lainnya. Sebenarnya aku berusaha menebak siapa pemilik sebelumnya, tetapi karena aku nggak kenal dengan banyak orang di sini, aku tidak mendapat clue sama sekali dong. Sampai acara berakhir, tidak ada orang yang datang untuk menyampaikan itu. Baiklah. Terima kasih atas bukunya, ya! Lalu, aku menemui perempuan yang membawa bukuku tadi. Aku bertanya beberapa hal terutama kesan dia terhadap buku tersebut. Dia berkata bahwa dia tahu nellaneva, tetapi memang dia tidak suka dengan novel fantasi. Sehingga dia tidak membaca buku tersebut pada acara tadi. Oke, deh. Kalau aku berasumsi, mungkin buku itu akan disumbangkan lagi oleh dia ke orang atau tempat tertentu. Hiks.
Eh, bicara tentang nellaneva, ternyata tadi karya terbarunya yang berjudul Tujuh Kelana terpajang di rak paling depan gramedia. Sepertinya dia sudah lumayan populer sekarang, karena beberapa orang yang kutanya di acara tadi juga mengetahui dia. Bahkan, salah satu peserta pernah mengundang dia sebagai pembicara online untuk acara komunitas buku dia. Bagus, deh. Di sebelah Tujuh Kelana terdapat cetakan baru Di Tanah Lada karya ziggy zezsyazeoviennazabrizkie, yang rumornya mempunyai ending yang berbeda dengan cerita aslinya. Aku memutuskan untuk membeli buku Di Tanah Lada tersebut, karena penasaran dan sebagai koleksi juga. Aku berencana membahasnya dalam waktu dekat di platform lain. Harganya sangat mahal, Rp95.000, hiks. Untuk Tujuh Kelana dan karya nellaneva lainnya mungkin kapan-kapan saja (kapan-kapan mulu nih).
Sekian, cerita hari ini. Bye-bye!
0 notes
Text
Dari Kartini hingga Kini, Bertungkus Lumus di Jalan Literasi
Jam tujuh pagi tanda bel berbunyi masih beberapa menit lagi di madrasah tempat saya mengajar sejak lima tahun lalu. Di lapangan, anak-anak OSIS dengan sigap menghamparkan terpal plastik agar bisa diduduki oleh siswa-siswa yang lain.
Di bagian depan, dekat tiang bendera, tiga orang guru bahasa Indonesia telah bersiap. Bu Lia, Bu Fifit, dan Bu Susi. Mereka akan memandu kegiatan pembiasaan yang sudah kami rutinkan. Kami menyebutnya sebagai "Serasi". Akronim dari Selasa Literasi. Sebuah acara sederhana dimana seluruh siswa diwajibkan membawa buku bacaan non pelajaran.
Lalu, seorang guru bahasa Indonesia meminta secara bergilir, dua sampai tiga siswa, untuk mengikhtisarkan hasil bacaan dari buku yang dibawanya di depan seluruh siswa. Terkadang, guna memantik motivasi siswa agar berani maju ke depan, ada hadiah kecil-kecilan yang disediakan oleh guru. Misalnya cokelat, alat tulis dan semacamnya.
Tak jarang juga diselingi pertanyaan trivia ihwal buku dan kesusastraan di akhir pembiasaan. Ada yang antusias mendengarkan, beberapa cuek saja, satu dua orang sibuk dengan telepon genggamnya. Tak apa. Oh, ya. Di akhir semester, setiap siswa mesti meresensi satu buku fiksi atau non fiksi dan kemudian dikumpulkan kepada guru bahasa Indonesia. Yang dianggap terbaik ada hadiahnya.
Barangkali aksi kami hanyalah setitik usaha menghidupkan gerakan literasi yang sudah dikampanyekan oleh pemerintah sejak lama, dan juga mengajarkan kepada siswa kemampuan membaca tingkat lanjut agar mereka sedikit demi sedikit bisa memahami sesuatu yang sederhana hingga kompleks.
Mungkin, apa yang kami praktikkan masih jauh apa yang diimpikan oleh Kang Maman Suherman, aktivis literasi dan perbukuan. Di sebuah reels Instagram, Kang Maman mengatakan bahwa literasi itu bukan hanya bisa membaca dan menulis, karena buta huruf di Indonesia tinggal sedikit lagi. Yang menjadi titik tekan apakah setelah membaca itu siswa bisa menuliskan apa yang ia baca, dan selanjutnya apakah siswa bisa mempraktikkan apa yg telah ia tuliskan.
Literasi itu, lanjut Kang Maman, sejatinya adalah mencerahkan, memperkaya wawasan, dan memberdayakan. Kang Maman optimis bahwa literasi masyarakat Indonesia akan meningkat sesuai apa yang kita harapkan.
Tak mudah mencapai tujuan literasi seperti apa yang dipersyaratkan oleh Kang Maman, akan tetapi dengan usaha dan kreativitas yang dilakukan oleh organisasi, komunitas atau individu yang terlibat dalam kegiatan literasi, bukan tak mungkin kita bisa menggapainya.
***
Menjadi bangsa yang melek huruf dari arti luas memang tak bisa diraih secara instan. Pelan tapi pasti kita sedang melangkah ke arah itu. Mari kita tengok sejarah perkara literasi yang disuntikkan perlahan, kurang lebih sejak seratusan tahun lalu.
Permulaan awal abad ke dua puluh adalah "angin segar" bagi kaum pribumi. Walaupun tetap saja secara de facto pemerintah kolonial Belanda masih mencengkeram wilayah Nusantara.
Sejumlah politisi di negeri Belanda menggagas apa yang disebut sebagai Politik Etis, yang bertumpu pada tiga hal, yakni edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya balas budi atas "kebaikan" yang telah dilakukan oleh penduduk Hindia Belanda selama ratusan tahun.
Di awal fajar abad ke dua puluh, muncul seorang perempuan yang berkemajuan melampaui zaman bernama Kartini. Ia mendobrak kebiasaan dan tradisi-tradisi yang berlaku pada masa itu dengan harapan bisa meningkatkan derajat perempuan. Ia memilih berjuang dengan tulisan, yang di kemudian hari pikiran-pikirannya itu menginspirasi perempuan bahwa mereka bisa menjadi apapun sepanjang mempunyai kemampuan.
Pramoedya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja bertungkus lumus menulis sepak terjang Kartini. Menurut Pram bahwa Kartini dikenal orang justru karena statusnya sebagai pengarang melalui karangan-karangannya, baik dalam bentuk surat, catatan harian, puisi, maupun prosanya. Kartini sebagai seorang pengarang perempuan, pada waktu itu memang belum terlalu lumrah untuk diketahui oleh khalayak ramai.
Pernah suatu ketika, menurut Pramoedya, ia menulis tentang antropologi perkawinan yang terjadi di kalangan pembesar pribumi yang bahannya diambil sewaktu adiknya Kardinah kawin pada tahun 1903. Sebuah majalah di terbitan Nederland berkali- kali meminta izin untuk menerbitkannya, tetapi Kartini menolak. Redaksi majalah tersebut kembali mendesak, sekiranya Kartini tak setuju namanya dicantumkan, nama itu boleh dibuang. Kartini tetap menolak, dengan alasan biar dibuang nama itu, orang akan tetap tahu siapa penulisnya. Dan menurut Pram, alasan itu memang tepat, karena waktu
itu terlalu sedikit orang Indonesia yang bisa menulis dalam bahasa Belanda, lebih sedikit lagi yang karangannya sampai bisa diumumkan.
Namun, hal yang menjadi bagian penting dari kepengarangan Kartini adalah surat-menyurat. Surat-menyurat inilah yang kemudian dihimpun oleh Mr. J.H. Abendanon, pada waktu itu bekas Direktur Departemen Pengajaran dan Ibadat Hindia Belanda, dan diterbitkannya dengan judul Door Duisternis tot Licht atau Indonesianya, yang dikenal selama ini: Habis Gelap Terbitlah Terang.
Bersamaan itu pula mulai timbul kesadaran kebangsaan, barangkali efek samping Politik Etis yang menyengat pada bangsawan pribumi, yang kemudian oleh Abdul Rivai disebut bahwa saat ini tak hanya bangsawan usul tetapi juga telah hadir bangsawan pikiran. R.E Elson dalam bukunya The Idea of Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Gagasan menyebut nama Raden Mas Tirtoadisuryo yang sangat yakin dengan kekuatan pendidikan barat dan gagasan baru, serta pentingnya pers dalam menyebarkan keduanya.
Tirtoadisuryo sendiri sudah mendirikan koran pribumi pertama pada tahun 1903 dan terkenal karena mendirikan koran mingguan Medan Priyayi di Bandung pada 1907. Penulis masyhur cum kandidat Nobel Sastra, Pramoedya Ananta, Toer tak ragu lagi menyebutnya sebagai Sang Pemula. Peran Tirtoadisuryo dengan media cetaknya menginjeksi para pembacanya perihal munculnya rasa kebangsaan sebagai kaum pribumi yang ditindas oleh kaum kolonial.
Dalam Tanah Air Bahasa: Seratus Jejak Pers Indonesia, kebijakan Redaksi Medan Prijaji yang diambil Tirto adalah dengan memberi kelonggaran kepada pembacanya menulis apa saja dan mengadukan hak-haknya yang dicurangi. Kalau ada surat-surat seperti itu, tugas Tirto memberi komentar. Itu artinya, pada masanya, Tirto memperlakukan Medan Prijaji betul-betul sebagai pengawal pendapat umum. Sepak terjang Tirto itu kemudian membuat sosok Tirto dalam kurun yang sama menjadi manusia berbahaya bagi pemerintahan kolonial lantaran ia telah mengubah cara berkeluh kesah publik dengan cara paling modern, yakni lewat koran.
Setahun setelah terbitnya Medan Priyayi, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan Komisi Bacaan Rakyat yang menjadi cikal bakal Balai Pustaka, sebuah institusi yang berdiri di Batavia sejak 15 Agustus 1908. Balai Pustaka, tulis P Swantoro, dalam Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi Satu merupakan salah satu
lembaga kebanggaan pemerintah Hindia Belanda karena dinilai berhasil menerbitkan dan menyebarluaskan buku-buku bacaan di Masyarakat Hindia Belanda.
Terlepas ada motif politik atau tidak dalam memilih dan memilah mana bacaan yang boleh dan tidak boleh, Balai Pustaka barangkali telah berjasa menyuburkan minat membaca masyarakat pada waktu itu. Keberadaan Balai Pustaka, tulis Yudi Latif dalam Intelegensia Muslim dan Kuasa, berperan penting dalam penyediaan bacaan yang murah bagi khalayak umum di Hindia.
Roman-roman seperti Atheis, Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Sengsara Membawa Nikmat dan lain-lain menjadi bacaan populer yang dinikmati oleh kaum pribumi saat itu. Pengarang-pengarangnya dalam sejarah kesusasteraan Indonesia bahkan dikenal sebagai Angkatan Balai Pustaka seperti Marah Rusli, Merari Siregar, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar dan lain sebagainya.
Selain menerbitkan buku-buku, masih menurut P Swantoro, Balai Pustaka menerbitkan majalah Pandji Poestaka, juga mengeluarkan mingguan berbahasa Sunda, Parahiangan, dan majalah berbahasa Jawa, Kejawen. Di samping itu ada lagi produk Balai Pustaka yang tak kalah populer dibandingkan ketiga berkala tersebut yakni Volksalmanak, Almanak Rakyat yang terbit setahun sekali dalam tiga bahasa: Melayu, Jawa, Sunda. Setiap edisi bertiras seratus ribu eksemplar, tebal sekitar 300 halaman. Lumrah jika terbitan Balai Pustaka menggunakan bahasa Melayu, Jawa, dan Sunda, karena secara demografis banyak yang menjadi penuturnya.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan Balai Pustaka sebagai lembaga yang memproduksi bacaan rakyat sedikit banyaknya telah menumbuhkan minat baca pada kaum pribumi, terutama pada mereka yang mengenyam pendidikan masa kolonial imbas dari politik etis. Hasil-hasil bacaan itu, pada sisi lain, menggemakan apa yang disebut kesadaran kebangsaan yang tertanam kepada sejumlah bangsawan-bangsawan fikiran hasil sekolahan. Sebutlah misalnya Tan Malaka yang menulis traktat Menuju Indonesia Merdeka atau Sukarno yang menulis pledoi Indonesia Menggugat yang dibacakan di pengadilan Bandung.
Musim semi cara-cara baru mengalahkan kolonialisme Belanda selain-meminjam istilah Ben Anderson-kapitalisme cetak, juga memunculkan organisasi-organisasi politik dan massa. Inilah salah satu strategi menghadapi kolonialisme versi abad kedua puluh. Muhammadiyah adalah salah satunya.
Organisasi massa Islam yang berdiri pada tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan ini tergolong pionir setelah Sarekat Dagang Islam yang bersalin rupa menjadi Sarekat Islam. Muhammadiyah awalnya hanya beroperasi di Yogyakarta dan kemudian Jawa. Lambat laun mulai menjangkau ke seluruh Hindia Belanda.
Untuk menjaga dan mengembangkan persyarikatan Muhammadiyah, secara cerdas dan visioner Kiai Dahlan merintis bahwa dakwah tak hanya omongan belaka yang sifatnya terbatas, namun mesti diimbangi dengan dakwah bil qalam atau melalui pena yang bisa menjangkau segmentasi umat yang lebih luas.
Tak lama sejak pendirian Muhammadiyah, ormas Islam ini kemudian merintis pendirian majalah Suara Muhammadiyah, yang menurut temuan sejarawan Kuntowijoyo bahwa majalah Suara Muhammadiyah tertua yang bisa ditemukan secara fisik di perpustakaan Universitas Leiden Belanda adalah nomor 2 tahun ke-I tahun 1915 M/1333 H.
Menurut Sejarah Seabad Suara Muhammadiyah Jilid 1 (1915-1963), penemuan Kuntowijoyo itu mengubah pandangan tentang jejak Suara Muhammadiyah untuk seterusnya. Diakui bahwa Suara Muhammadiyah mulai lahir pada Januari 1915. Sejak edisi 1990, tahun 1915 inilah yang dipakai sebagai patokan dalam menentukan kelahiran majalah ini dan umurnya kemudian.
Muhammadiyah sebagai organisasi yang sejak awalnya ingin memajukan Islam secara modern dan berkemajuan, meyakini bahwa suasana zaman pada waktu itu oleh Kiai Dahlan jauh tertinggal oleh kaum penjajah. Umat Islam mengalami inferior dan tidak percaya diri menegaskan identitas keislamannya.
KH Ahmad Dahlan mendidik umat dengan sedikit pendekatan yang bisa jadi tak “umum”, melalui sekolah, amal usaha kesehatan, dan bacaan-bacaan keislaman yang di produksi oleh Taman Pustaka Muhammadiyah agar umat Islam tak ketinggalan zaman dan juga wawasan.
Mengutip dari mpi.muhammadiyah.or.id, H.M Mokhtar, ketua bagian Taman Pustaka Muhammadiyah menyampaikan dengan tegas di depan KH Ahmad Dahlan bahwa “Hoofd Bestuur Muhammadiyah Bahagian Taman Pustaka akan bersungguh- sungguh berusaha menyiarkan agama Islam yang secara Muhammadiyah kepada umum, yaitu dengan selebaran cuma-cuma, atau dengan Majalah bulanan berkala, atau tengah bulanan baik yang dengan cuma cuma maupun dengan berlengganan; dan dengan buku
agama Islam baik yang prodeo tanpa beli, maupun dijual yang sedapat mungkin dengan harga murah.
Dan majalah-majalah dan buku-buku selebaran yang diterbitkan oleh Taman Pustaka, harus yang mengandung pelajaran dan pendidikan Islam, ditulis dengan tulisan dan bahasa yang dimengerti oleh yang dimaksud. Bahagian Taman Pustaka hendak membangun dan membina gedung Taman Pustaka untuk umum, dimana-mana tempat dipandang perlu. Taman Pembacaan itu tidak hanya menyediakan buku-buku yang mengandung pelajaran Islam saja, tetapi juga disediakan buku-buku yang berfaedah dengan membawa ilmu pengetahuan yang berguna bagi kemajuan masyarakat bangsa dan negara yang tidak bertentangan kepada agama terutama agama Islam.”
Inilah bentuk sumbangan kreativitas literasi Muhammadiyah yang turut andil dalam menyadarkan umat dan juga masyarakat. Bahkan, lanjut Sejarah Seabad Suara Muhammadiyah Jilid 1 (1915-1963), di paruh pertama dekade 1930-an, umpamanya, ada beberapa majalah yang diterbitkan oleh organisasi maupun warga Muhammadiyah. Seperti majalah Moetiara, Wali Songo (dengan kantor administrasi di Muhammadiyah Cabang Wates), Pemimpin Moeballigh (dengam kantor administrasi di Kepandaian 13, Palembang), Sentosa (Konsul Bengkulu), dan Menara Koedoes (Bagian Taman Pustaka Cabang Kudus). Tak ketinggalan majalah bulanan bertajuk Pantjaran Amal yang diterbitkan oleh Muhammadiyah Cabang Betawi Bagian Tabligh.
Kombinasi antara kerja-kerja organisasi politik, ormas berbasis agama, dan tulisan-tulisan yang menyadarkan bahwa kolonialisme harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, membawa Indonesia ke dalam- meminjam istilah Bung Karno-jembatan emas bernama kemerdekaan. Walaupun hanya sedikit yang baru bisa membaca dan menulis di awal kemerdekaan, tak menyurutkan Bung Karno dan Bung Hatta pantang mundur ke belakang.
Sejumlah penulis dan sastrawan Angkatan 45 justru memanfaatkan momentum ini untuk mengobarkan semangat perlawanan. Penyair Chairil Anwar hadir lewat “Karawang Bekasi”, “Diponegoro”, dan “Siap Sedia”. Idrus menyodorkan Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dalam merekam kisah-kisah revolusi yang mungkin saja terjadi kekonyolan di sana sini. Kepengarangan Pramoedya Ananta Toer juga diawali sejak masa revolusi.
Ia pernah menyerahkan naskah Sepoeloeh Kepala NICA dan kemudian hilang di tangan penerbit Balingka. Suasana kemerdekaan dan liku-likunya ia rekam dalam Di Tepi Kali Bekasi. Namun yang kemudian membawa namanya melambung tinggi adalah ketika Tetralogi Buru edisi pertama terbit oleh Penerbit Hasta Mitra. Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca dibaca secara sembunyi-sembunyi oleh para aktivias mahasiswa pada saat itu.
Barangkali ada semacam rasa tak lengkap kalau aktivis tak membaca karya Pram. Zaman kemudian berubah, beberapa waktu lalu, saat Kemendikbud merilis Sastra Masuk Kurikulum, Bumi Manusia masuk ke dalam buku yang direkomendasikan untuk dibaca.
***
Mungkin tak terbayangkan bahwa kita akan mengalami revolusi digital yang begitu rupa pada saat ini. Internet di Indonesia yang mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an mulai mulai mereduksi relung-relung kehidupan bahkan yang paling subtil sekalipun.
Jarak dan waktu tak menjadi soal yang berarti. Surat elektronik menggantikan surat dalam bentuk lembaran kertas yang mesti dikirim oleh pos atau kurir. Paket data internet membawa aplikasi apapun guna mempermudah apa yang kita inginkan.
Menulis yang dulu misalnya harus lewat media konvensional macam buku, majalah, dan koran, seolah menjadi ketinggalan zaman. Tergantikan dengan blog, medium, platform media sosial yang menyediakan fitur "note", hingga aplikasi menulis yang mempermudah orang untuk berkarya.
Banyak sekali penulis-penulis yang lahir akibat kecanggihan revolusi internet. Raditya Dika, seorang penulis, youtuber kondang, dan pendiri stand up comedy di Indonesia mengawali karirnya dengan menulis cerita-cerita lucu di blog. Lalu dibukukan dan sebagian diangkat ke layar lebar.
Agustinus Wibowo, penulis cum penjelajah menuliskan pengalaman mengeksplorasi tempat-tempat di seluruh dunia mulanya dari halaman-halaman internet dan kemudian diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dengan judul Selimut Debu, Garis Batas, Titik Nol, Jalan Panjang untuk Pulang menjadi buku-buku laris. Harus diakui bahwa penulis-penulis generasi mutakhir memengaruhi begitu banyak orang yang ingin berkarier pada jalur yang sama walaupun tentu saja akan memberikan hasil berbeda.
Paling terkini adalah ketika Martin Suryajaya yang dikenal sebagai dosen, penulis filsafat, novelis dan juga kritikus sastra memanfaatkan kecanggihan Artificial Intelligence (AI). Ia, pada tahun 2023 meluncurkan buku yang bertajuk Penyair sebagai Mesin.
Dari froyonian.com disebutkan bahwa buku itu membuka mata pembaca soal perkembangan dunia sastra dari kacamata AI. Buku yang disusun 2,5 bulan tersebut dibalut dengan ilustrasi penyair legendaris Chairil Anwar dengan beberapa bab yang salah satunya membahas eksperimen Martin dalam mengumpulkan korpus puisi-puisi Indonesia dan melatih mesin AI untuk melihat bagaimana teknologi ini bisa membuat karya serupa. Kecerdasan artifisial apakah menjadi “ancaman” atau berkah di segala bidang kehidupan, itu semua bergantung pada kita sebagai manusia di belakang kemudi AI.
Dari perjalanan literasi bangsa yang sudah dikemukakan di atas, setidaknya kita bisa melihat adanya tonggak-tonggak pembentukan, lalu perkembangan, dan kemudian merespon konteks zaman yang terus menerus berubah. Tujuannya tak lain adalah memberikan pencerahan, memperkaya wawasan, memberdayakan lalu menggerakkan. Menghidupkan literasi mungkin seperti melangkah di jalan sunyi, namun percayalah, majunya peradaban sebuah bangsa dimulai oleh segelintir orang yang bersikeras mengajarkan huruf, angka, dan juga aksara.
1 note
·
View note
Text
19 April 2024
Saya ingat betul kelas 2 SD saya suka jualan label nama buat buku, pake label nama undangan itu, trus saya kasi ornamen stiker kecil2 di pojok kanan bawah, saya ketik nama, kelas dan mapel pakai mesin ketik jadul milik mbah saya.
Saya jual 25 rupiah per pc-nya, dan laku keras.
Saya suka ikutan kuis2 berhadiah di LKS Kunthi, dapat buku tulis senangnya bukan main, bonus punya banyak sahabat pena. Sering dapat surat pakai alamat sekolah (krn di LKS Kunthi pake alamat sekolah biasanya yg menang di cantumkan di halaman belakang sampul) Surat banyak masuk dan aku suka ke kantor pos untuk membalas kiriman surat tsb.
Saya kuliah dengan beragam aktifitas organisasi, SD -SMA suka sekali Pramuka.
Setelah wisuda dan bekerja pun dengan aktiftas niaga yang sangat saya sukai.
Tiba saya menikah saya masih melakukan aktifitas niaga tsb, saya kewalahan, krn saya ingin dua2nya berjalan beriringan, saya ingin stimulasi anak saya optimal, makanan meraka juga, dan saya ingin mengasuh tanpa nanny dan tidak menggunakan jasa daycare yg pada saat itu sangat minim apalagi kami tinggal di luar pulau jawa dg banyak keterbatasan akses pendidikan anak usia yg baik menurut saya , akhirnya saya memutuskan berhenti dari aktifitas niaga yang saya sukai,
Dan karena punya privilage dari suami yg bisa memenuhi kebutuhan dg cukup saya pun berhenti dari aktifitas aktualisasi diri yg menghasilkan materi yg menyita waktu dan energi .
Karena memahami kebutuhan diri, saya tetap beraktualisasi diri seperti ikut komunitas dan kelas mendongeng, fotografi , parenting . Tidak banyak menyita waktu krn hanya dilakukan akhir pekan saja 1-3jam .
Di musim itu saya pernah menulis dan membaca sesuatu, masa balita yang anak nemplok kita 24 jam ga bertahan lama,
Semua orang punya musimnya ya sendiri, dan kapan musim itu akan berganti tidak hanya faktor alami yang menentukan kita juga.
Saya memutuskan anak untuk sekolah full day school dan tidak homeschooling , dan saya bisa meng aktualiasasi kan diri saya dengan lebih banyak lagi..
Angan-angan yang tercapai kini.
Punya banyak waktu untuk literasi, aktifitas niaga, perawatan diri, dan organisasi perempuan . ❤️❤️❤️
Semangatt buat ibu2 yang sedang punya musim yaitu punya balita yang maunya nempel setiap hari, akan ada masa itu berlalu dan kita sambut musim yang baru. Dengan kebermanfaat yang bisa menghangatkan kalbu dan juga pencapaian materi meski tak banyak tapi bisa memuaskan diri dan berbagi .
1 note
·
View note
Text
Bolehkah Aku Tidak Menjadi Apa-Apa?
Tulisan ini bukan mengajakmu untuk tidak punya cita-cita atau membuatmu tiba2 resign dan meninggalkan karirmu. Ini soal keterampilan batin. Kalau orang-orang suci bilang "lepaskan kemelekatan" itu bukan berarti kau harus berhenti dari bisnismu yang omzetnya ratusan juta itu. Melainkan membiarkan harta kekayaan itu cukup di tangan saja, bukan di hati. Jadi, mari kita tidak menjadi apa-apa.
Tapi sekarang aku memang tidak menjadi apa-apa, kecuali kesibukan sebagai ibu rumah tanggalah sehari-sehariku. Eits, ibu rumah tangga itu apa-apa lho, perannya sangat besar dan bermakna. Begitukah? Mengapa yang sering aku rasakan adalah rasa insecure dan jenuh terus-menerus?
Aku rasa lumrah saja jika aku insecure dengan teman-teman yang punya karir atau kiprah di sosial kemasyarakatan. Mereka dandan rapi, bertemu banyak orang, percaya diri, pengetahuan upgrade dan semakin matang kepribadiannya berkat pengalaman bekerja. Tapi jika aku lihat teman-teman perempuan yang bekerja, mereka ada iri-irinya juga lho dengan ibu rumah tangga. Selalu membersamai anak (yang berarti punya kenadali penuh atas nutrisi dan stimulasinya), bisa rebahan, fleksibilitas waktu, kebebasan melakukan hobi. Memang benar kata pepatah Cina, urip iku Wang Xi Na Wang.
Perempuan bekerja itu lumrah terutama jika keadaan menuntutnya demikian. Ada yang harus kerja karena perlu uang. Ada juga perempuan bekerja karena punya keahlian yang dibutuhkan orang banyak.
Yang berkewajiban menafkahi itu laki-laki. Nafkah,dalam hal ini kebutuhan material, duniawi, alias hal-hal yang tampak. Berarti perempuan? Mengupayakan yang non-material. Misalnya apa, tirakat, alias kultivasi energi agar tercipta kemurnian. Perempuan lebih mudah bersentuhan dengan sesuatu yang spiritual dan ghaib. Perempuan juga yang biasanya punya keahlian meruwat aura rumah menjadi lebih baik. Perempuan yang memberdayakan diri terhubung kepada Tuhan, itu juga jadi jalan lancarnya rejeki suami. Jadi, perempuan juga berkontribusi ya gaes. Meski kadang tidak tampak.

Sebagai perempuan aku tidak ada tuntutan apapun dalam finansial. Kesempatan inilah yang mesti aku manfaatkan dengan baik. Aku punya banyak pilihan dalam hidup tentang menjadi apapun atau tak menjadi apapun. Soal hobi, aku suka masak, gambar, dan nulis. Soal bidang kesukaan, aku suka psikologi dan pendidikan humanis. Apa yang akan aku lakukan dalam hidup setelah anak bisa setidaknya "ditinggal tandang gawe"?
Aku ingin punya usaha makanan sehat, bisa makanan orang dewasa atau MPASI. Semacam real food frozen. Hal ini dalam rangka membantu orang dalam memenuhi nutrisinya (terutama buat orang sibuk dan tidak sempat). Kedua, aku ingin berkarya dengan hobiku, gambar dan nulis. Aku sudah mulai menulis fiksi di platform karyakarsa. Hal yang paling ingin aku tulis adalah karya fiksi tentang pendidikan humanis. Sukur-sukur ke depan bisa terwujud punya komunitas belajar dan punya arena bermain anak dengan konsep playdate kekinian.
Jadi, mulai lihat sekeliling dan bersyukur. Ngopeni anak suami di rumah ataupun punya kiprah sosial kemasyarakatan, diniatkan untuk cari ridho Allah semata, dan niat perlu ditata, diperbarui terus menerus. Semoga Allah ridho dengan apa yang aku kerjakan hari ini. Aamiiin.
0 notes
Text
Ibu tak pernah memujiku cantik.
Seperti biasa saya sedang menulis catatan harian, lewatkan saja.
Ada satu core memory yang menurut ku seharusnya ini hal yang gak penting-penting amat tapi kenapa bisa terngiang-ngiang begitu lamanya. Suatu hari, saat aku masih kelas 1, atau 2 SD aku bertanya pada ibuku sambil menangis, kenapa aku tidak cantik seperti Marshanda. Aku tidak ingat jawabannya apa, yang aku ingat, semua diruangan keluarga itu menertawakanku.
Aku, tidak pernah sekalipun merasa dalam hidup bahwa aku cantik. Tidak jelek, iya. Tapi cantik, adalah kata yang terlalu jauh untukku. Seolah kalau kategori cantik adalah di nilai 8-10, maka aku adalah 5.
Karena ibuku sering berkata kepada aku dan kakakku bahwa kami mendapatkan gen bibir memble dan hidung kembang dari pihak keluarga Ayah. Dan itu, tidak cantik.
Belum lagi kalau melihat orang kulit hitam dengan balutan kain warna-warni serta tindikan dimana-mana ibu akan bilang,"lihat mereka tak punya apa-apa dari wajahnya untuk dipamerkan, makanya mereka menindik dan pakai baju warna-warni agar itu yang dapat dilihat dari mereka."
Cukup rasis ya, tapi sungguh aku tak tau apa yang membentuk pemikiran ibu seperti itu.
Saat aku SMA, aku mulai jerawatan. Karena ibu selalu memarahi kakakku yang berjerawat (lagi, disebut bahwa jerawat adalah keturunan dari pihak ayah), maka aku takut jerawatan dan memiliki mindset bahwa jerawat itu menjijikkan sekali. Saat aku jerawatan, aku sangat takut akan pandangan orang-orang.
Aku naksir seseorang waktu SMA, secara terang-terangan. beda dengan Bintang yang aku taksir karena sering terlibat dalam kebersamaan. Hahaha, sok playgirl banget aku dulu.
Nah, si anak yang aku taksir terang-terangan ini sebenarnya sempat PDKT denganku. Jaman itu lewat SMS, dan ia juga tak menyembunyikan itu dari beberapa teman yang lain. Dia menyukaiku yang kala itu punya tahi lalat besar dan jerawatan. Karena aku gak jelas (gak mau pacaran karena agama tapi juga membalas positif proses pdkt itu), dia pacaran dengan anak sekolah lain, dijemputnya saat pulang sekolah dan diajaknya ke parkiran tempat aku biasa menunggu untuk dijemput. Agar aku melihat itu. Lucu sekali konflik anak SMA saat itu.
Entah kenapa saat itu aku enggak sakit hati atau bagaimana, cuma teman-temanku yang panas dan berkata padaku,"Jauh cantikkan dirimu dari cewek itu." Aku mengernyitkan dahi dan tersenyum sedikit sinis, dalam hati aku berpikir bahwa mereka mengatakan 'cantik' untuk menghiburku. Aku tak pernah cantik.
Saat mulai kuliah, aku semakin aktif berkomunitas di luar kampus. Suatu ketika saat di acara, aku ditegur oleh salah seorang senior dikomunitas tersebut, ia bilang, pakailah sedikit bedak dan lipstik, contoh itu si anu, biar enak dipandang.
Mantap. Mentalku yang gak kuat-kuat amat menangis dalam hati saat itu. Aku tau aku gak cantik, udah diem aja ga usah urusin aku. Pikirku saat itu.
inilah anak yang disuruh berbedak dan berlipstik itu. Inilah anak yang menahan agar hidung jambunya tidak kembang kempis, inilah anak yang mengatupkan bibir memblenya setiap kali tersenyum. - Btw foto ini juga diambil setalah 2 bulan recovery kecelakaan, wajahku terseret aspal dan enggak bisa pakai kosmetik apapun disaat itu.
Karena aku mendalami biologi, selama sel-sel kita terbelah sempurna, organ-organ kita terbentuk baik, dan gen kita juga terekpresikan dengan wajar, aku memahami bahwa setiap rupa itu sama. Tak ada yang perlu di perbaiki. Yah, dulu aku ngertinya hanya kosmetik, bukan skincare.
Di komunitas ku kami rutin mengikuti acara berbagai niche. Tak luput untuk para perempuan, beberapa kali aku mengikuti workshop makeup. Pada dasarnya aku tak belajar dan mendalami, tapi aku tetap menggunakan produk-produk mereka untuk endorse.
Dan ini aku, setahun setengah kemudian setelah disuruh pakai 'bedak' Apa saat itu aku sudah merasa cantik? Tidak, karena aku kadang diomelin sama ibuku akibat sering pakai bahan-bahan kimia ke wajah. Iya, aku gak diomelin soal beli-beli karena hampir sebagian besar skincare dan kosmetik yang aku gunakan hasil endorse. hehe.
Ibuku takut wajahku akan rusak atau menjadi lebih cepat tua. Ayahku takut aku pakai produk merkuri. Kekhawatiran mereka justru menjatuhkan ilmu yangsedang didalami anaknya, biologi. Tapi ga salah juga mereka khawatir, karena aku pernah mengulang mata kuliah Bio-Kimia, hahahaha.
Ada satu tahun aku merasa ingin memakai niqab, setelah mulai banyak yang mengatakan, 'gigimu agak maju ya, kalau pakai behel pasti cantik','alismu sebenernya kalau dirapiin, pasti cantik.' enggak ada yang mutlak bilang, 'kamu cantik, titik.'
Tapi akhirnya cuma sering pake masker kemana-mana selama setahun, karena kata ibuku, niqab itu untuk orang cantik untuk menghindari fitnah akibat kecantikannya.
Selama masa kuliah, itu sibuknya luar biasa. Ditambah kegiatan organisasi dan komunitas, jadi aku tak terlalu menggubris orang yang mempermasalahkan wajahku cantik atau jelek. Kepikiran, masih.
Masa kerja, ini adalah masa paling parah. Aku diejek secara verbal mengenai tahi lalat, berulang kali. Lain orang juga mengatakan bahwa tubuhku buncit, gemuk, dada rata, tepos, dll. Aku yang selama ini cukup percaya diri dengan BMI (Body mass index) ku menjadi insecure parah. Kecil tapi berpengaruh juga dengan kinerjaku. karena dilapangan aku semakin sering memikirkan bagaimana tetap jaga badan dan wajah.
Apalagi saat covid, aku jadi banyak waktu untuk melakukan hal-hal diluar nalar. Salah satunya, aku menghilangkan tahilalatku, tapi setengah hati. Antara iya dan tidak, menggunakan obat yang banyak dibeli orang toko online oranye. Aku tau akibatnya, aku tau efek yang mungkin bisa muncul, aku mempertimbangkan resikonya, tapi aku tetap melakukannya dengan ragu-ragu. Ya jadinya, sudah perih luar biasa beberapa minggu (kulitku sensitif dengan luka), tahilalatnya pun ragu-ragu hilang atau tidak. Ah, memalukan sekali.
Usai covid, aku pergi ke ke kampus. semua dosenku menyapa ramah seperti biasa tapi kali ini menambahkan pujian. Aku cantik, kata mereka. Tanpa tapi, tanpa kalau, tanpa embel-embel apapun. Bapak-bapak instansi yang kutemui saat bekerja juga dua-tiga mengatakan aku cantik. Saat aku resign dan menerima proyek dari kota lain, juga dibilang cantik. Ditambah lagi, putih. Bahkan sampai dibandingkan dengan istrinya, yang ia bilang lebih cantik dan putih dariku. Itu normal, kalau dia bilang sebaliknya, bisa-bisa aku tonjok. Ada juga yang sampai menanyakan apa rahasianya bisa jadi cantik. Jumpa keluarga, saudara, teman, semua juga bilang hal yang sama. Bahkan ada yang menyarankan untuk membuat konten video karena wajahku lumayan enak dilihat.
Apakah pada akhirnya aku menerima pujian itu? sayangnya sekarang aku sedang berusaha mengatakan tidak. Pertama, karena aku sering kali merasa kena 'ain. Setelah banyak yang memuji, aku akan jerawatan lumayan gede, udah gitu susah sembuhnya haahaha. Kedua, karena sekarang banyak teknologi AI, aku gak mau karena aku sudah merasa cantik jadi suka selfie lalu fotoku disalahgunakan orang. Ketiga, ibuku tetap tak mengatakan aku cantik, hanya lebih cerah saja katanya. hahahaha.
Dan ini, foto yang aku pakai di profile LinkedIn dan CV saat ini.
Tidak cantik kan, kalau mengikuti kriteria hidung mancung, bibir tipis, dan double eyelid?
Gak terasa foto pertama dan terakhir yang aku pakai disini jaraknya udah 10 tahun juga.
0 notes
Text
Knowledge is Power, but Character is More.
Pontianak. 08:52. 27112023.
Saya bukan anak raja, bukan pula anak pembesar, semuanya hanya titipan, oleh karena itu sebagaimana nasihat Imam Hambali, saya menulis.
Umur boleh lebih tua 🤣🤣🤣 tapi keilmuan saya masih jauuuuuhhhh dari nama-nama berikut ini:
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Komunitas Sahabat Al-Qur'an mempersembahkan buku Dekat, Lekat yang merupakan hasil tulisan 21 perempuan penghafal Al-Qur'an dengan berbagai latar keilmuan dan profesi. Berpuluh ayat didalami dan dimaknai dengan mengelaborasi berbagai referensi, dikaitkan dengan pengalaman pribadi penulis, ilmu pengetahuan, serta isu terkini. Menjadikan setiap ayat begitu dekat dengan kehidupan, berharap pula ayat-ayatnya itu akan melekat hingga hari akhir sebagai pemberi syafa'at.
Silakan order bukunya di sini ya.
Salam,
ayuprissakartika.
0 notes