twotimesacharm-blog
twotimesacharm-blog
NON
117 posts
what if all these fantasies come flailing around?
Don't wanna be here? Send us removal request.
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Khayalan, Bukan Kenyataan
Hai kamu yang berselendang merah,
Surat ini untukmu yang membuat hatiku terpanah.
Satu, dua, tiga meja memisahkan kita.
Tapi bisa kulihat jelas senyummu yang membuatku kehilangan kata.
Aku tahu tadi kita tidak berkenalan,
Aku masih belum berani, tolong dimaafkan.
Tolong jangan katakan aku kurang jantan,
Tanganku tadi basah keringatan.
Malam ini cukup aku berimajinasi,
Aku mendatangimu dan berbasa-basi.
Dengan cerdik, kuselipkan pujian bahwa kamu cantik.
Dan tak ingin kulewatkan waktu tanpamu barang sedetik.
Kamu tersipu, wajah merah merona,
Ketika melihatnya hatiku segera meronta.
Tidak pernah ia jatuh secepat ini sebelumnya,
Dan tidak ingin ia keluar dari lubang ini selamanya.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Postscript
I should've known better than to be your friends.
I should've known better than to think we could be something more.
I should've known better than to wait as long as I did, try as hard as I could.
I should've let go. I should've known.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
To Linkin Park with Love
Dedicated to my all-time favorite band,
I didn't have to think so hard to decide whom I was writing this letter for. Because the truth of the matter is, there really is no one else. I fell in love eleven years ago and never really get out of it.
I said it once, it was like a girl who fell for an awkward boy, a little rough around the edges, but he was just right for her. As time went, he proved himself to be an amazing, marvelous grown-up man and all she could think of was how lucky she was to fall in love at the first place. 
For the music that keeps me company throughout all the stages of my life. That calms the storm, brings up the passion inside of me. For lyrics that have taught me about hardship, helped me channel through my anger and hurt feelings. For making me feel that I was not alone when I thought I was. For helping me understand the feelings that I had inside and put them into words. Thank you.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Bukan Aku dan Kamu
Untuk kamu yang bukan untukku,
Tadi siang dalam perjalanan pulang berpikir tentang betapa lucunya cerita kita. Terlalu lucu sehingga yang menyaksikannya tidak sanggup tertawa. Dalam hati mungkin mereka hanya bisa tersenyum getir melihat betapa naas-nya cerita kita.
Betapa beberapa kata bisa memiliki makna yang lebih dari makna literal-nya. Seperti kata kita yang berarti kata panggilan jamak pertama: pembicara dan yang diajak bicara. Kata kamu yang berarti kata panggilan kedua. Aneh bagaimana kita bisa sangat rindu untuk menjadi bagian dari satu kata ‘kita’; dan aku yang rindu untuk akhirnya menemukan ‘kamu’.
Sayangnya dalam cerita ini, cerita kita, pemeran utamanya bukanlah aku dan kamu. Betapapun kerasnya kita mencoba, aku dan kamu tidak akan menjadi ‘kita’. Aku sudah berhenti bertanya, aku sudah berhenti memberontak, mencoba mengeluarkan diri dari jalan cerita konyol ini. Tadi aku berpikir, kalau di suatu dunia paralel, ada versi lain dari aku dan kamu yang menemukan satu sama lain, dan mereka bahagia. Aku mengerti sekarang, kalau akhir cerita itu bukan untuk kita. Aku dan kamu di dunia ini masih terus berjalan menyusuri jalan setapak yang belum tampak ujungnya. Aku dan kamu berjalan bersama ke dua tujuan yang berbeda. Tidak apa-apa, kita bersama dalam kesendirian.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Tadi Siang
Hai,
Aku tahu ini sedikit gila. Kita baru saja bertemu tadi siang, dan sekarang aku menulis surat ini untukmu. Aku tidak akan bilang kalau aku kangen, kamu tahu itu dari teks yang aku kirim dua menit yang lalu.
Tadi siang ketika kamu main ke rumahku, dan kita bermain video game yang kamu bawa. Well, kamu bermain dan aku dengan satu jari memencet tombol-tombol di stik. Kamu tahu aku paling hopeless dalam video games. Tapi kamu tidak kapok-kapoknya mengajak aku bermain. Dan aku tidak pernah menjawab tidak.
Aku merasakan suatu kebahagiaan baru tadi siang. Aku bahagia karena aku telah menemukanmu. Aku bahagia kamu adalah sahabatku. Aku bahagia kalau tadi kita bisa menghabiskan dua jam bersama, tidak masalah apa yang kita lakukan. Kamu tidak keberatan kalau kita tidak melakukan apa-apa, aku senang walau aku tidak tahu apa yang aku lakukan. Aku bahagia kamu tidak pernah mencoba mengisi keheningan di antara kita. Karena untukku, dalam keheningan itulah aku bisa benar-benar merasakan keberadaanmu. Duduk dua puluh sentimeter jauhnya darimu sudah cukup. Dan aku sangat bahagia mengetahui bahwa itu cukup.
Thank you for making me happy.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Rumahku
Beberapa hari ini, Jakarta sedang dilanda banjir. Aku dengar laporannya dari timeline twitter setiap pagi. Lima puluh sentimeter, katanya, di Kelapa Gading. Semua mengumpat, beberapa menyalahkan gubernur yang baru saja naik pangkat, sisanya di rumah diam terduduk rapat.
Di kota ini yang aku tinggali, panasnya sungguh menyengat. Logikanya memang aku harus bersyukur. Di sini kering, aman. Tidak perlu membersihkan sisa-sisa banjir di lantai rumah. Tidak perlu bergotong-royong memindahkan tempat tidur, kulkas, televisi karena takut rusak. 
Tapi, setiap kali melihat foto-foto yang mereka pajang, aku iri, aku juga mau ada di sana. Aku mau berada di rumah, memandangi hujan yang turun lebat. Ikut deg-degan dengan semua penghuni rumah; bagaimana kalau nanti malam tetap hujan, akan setinggi apa besok airnya.
Surat ini untukmu, rumahku, yang selama ini menjadi sarang untuk lebih dari sejuta kebahagiaan. Bahkan di saat banjir pun, selalu ada kenangan tak terlupakan.
PS, sama sekali tidak bermaksud untuk bersikap tidak sensitif kepada mereka yang terlanda musibah. My prayer goes out to you. May God keep you and your family all safe and sound.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Satu Mimpi dan Beberapa Langkah
Hari ini, saat ini, kubayangkan kalau aku adalah lelaki yang pemberani. Yang tidak hanya menatapmu dan dia dengan pandangan iri. Dan akhirnya, malam ini kutuliskan surat ini kepadamu. Dan kamu pun akhirnya tahu.
Tadi sore, ketika hujan turun begitu deras, kamu melihat ke arahku dan bertanya apakah kamu bisa meminjam payungku. Sepuluh menit sebelum itu, aku berusaha mengumpulkan keberanian untuk menawarkanmu tumpangan payung. Aku tidak tahu kenapa aku begitu ragu. Kamu bahkan tidak menghabiskan sedetikpun untuk akhirnya berjalan ke arahku. Well, aku tahu kenapa.
Dua tahun lalu, pertama kali aku melihatmu. Waktu itu hujan turun sama derasnya, dan kamu tidak membawa payung. Kamu berdiri di bawah hujan basah kuyup, tapi kamu tersenyum, bertegur sapa dengan salah satu temanmu. Lalu kamu cepat-cepat berlari dan berteduh. Sejak saat itu, aku tidak menginginkan apa-apa selain bisa memayungimu kapanpun hujan turun.
Dua tahun kemudian, kita akhirnya berteman dan keinginan itu masih belum berubah. Terus terang saja, aku takut. Selama ini golku begitu sederhana: memayungimu. Aku takut akan apa yang terjadi setelahnya. Apa yang akan terjadi padaku setelah satu-satunya mimpiku sudah menjadi kenyataan. Apa yang akan terjadi ketika hujan setelahnya turun dan kamu meminta berteduh di bawah payung lain. Apa yang terjadi padaku ketika aku akhirnya tahu bahwa aku hanyalah salah satu dari payung-payung itu.
Aku tahu aku egois. Aku lebih rela membiarkanmu berdiri di tengah-tengah hujan daripada menghancurkan mimpiku sendiri. Dan hari ini, kamu mengakhiri semua itu dengan beberapa langkah. Tolong maafkan aku yang tadi berjalan menjauh.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Tidak Pernah Ada
Hai,
Sudah lama sejak aku menulis untukmu. Menulis tentangmu. Panggil aku pengecut, kalau setiap coretan yang kutoreh tentangmu semuanya aku remukan dan aku hampaskan ke tong sampah. Mau bagaimana. Aku cuma perlu sebuah kertas kosong yang mampu menampung semua perasaanku. Tidak perlu kamu yang hanya akan berjalan berlalu.
Ini pertama kalinya aku menulis surat untukmu. Selama ini tulisanku hanya terdiri dari beberapa kata. Dua kalimat maksimal. Tidak bisa dikomprehen. Aku sendiri tidak tahu apa artinya. Hanya beberapa kata untuk meyakinkan diriku bahwa beberapa bulan itu sungguh terjadi dan bukan khayalanku belaka.
Aku tidak akan bertanya pertanyaan klise: Masihkah kamu ingat denganku? Karena aku tidak mau. Aku takut ketika kamu menengok ke bab terpendek dalam kehidupanmu itu, kamu merasakan hal-hal lain selain kebahagiaan dan syukur. Membayangkannya saja sudah membuatku ingin hilang dari permukaan bumi ini. Aku sadar bahwa aku tidak akan memiliki keberanian untuk menyampaikan surat ini kepadamu. Seperti aku tidak memiliki keberanian untuk membalas cintamu, atau meraih apa yang pada waktu itu terasa seperti surga. Kamu mungkin tak akan bisa mengerti, kamu mungkin marah. 
Tidak ada lagi yang bisa kukatakan. Akupun yakin kamu tidak mau mendengarnya. Untuk terakhir kalinya, terima kasih.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Untuk Pak Pos @zulhaq_
Hai @zulhaq_,
Surat ini untuk kamu yang selama sebulan ke depan akan setia menyampaikan surat-surat cinta dari segala penjuru Indonesia.
Pasti menyenangkan ya, menjadi orang yang diandalkan untuk menyampaikan tulisan yang ditulis dengan segenap cinta. I've always had a thing for love letters, even though I've never got them. Saya kadang berpikir tentang orang-orang jaman dulu, yang tidak memiliki telepon, telegram, atau koneksi internet. Satu-satunya cara mereka menyampaikan afeksi mereka adalah lewat surat - surat mereka. Tak terbayang berapa banyak surat yang terkirim, hanya untuk menyampaikan kata-kata cinta. Saya jadi penasaran isi-isi dari surat itu, bagaimana mereka menyatakan kerinduan mereka. Bagaimana kita mungkin bisa melihat bekas tetesan air mata yang menggambarkan perasaan mereka, atau tulisan tangan mereka yang agak bergetar karena emosi yang tidak bisa ditahan. Iya, saya memang agak kepo.
Sekarang ini saya sungguh mengandalkan kamu, karena saya tidak tahu lagi harus mengandalkan siapa. Teman saya pernah menulis di blog-nya, kalau dua orang di seluruh dunia ini dapat terhubung lewat lima orang saja. Lima orang. Kalau dipikir-pikir memang tidak banyak, tapi kalau salah satu orang saja, saya jadi terhubung ke orang yang salah. Saya tidak bermaksud untuk membebani kamu. Tapi, saya sungguh berharap kamu adalah salah satu dari lima orang itu.
Terima kasih Pak Pos telah mengantarkan surat pertama saya. Saya akan mencoba untuk menulis setiap harinya.
Salam perangko.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Surat Kesekian
Hai,
Betapa aku sungguh berharap kalau secarik surat virtual ini bisa sampai ke layar komputermu. Kamu membacanya, dan kamu akan tahu. Tahu bahwa surat ini ditujukan untukmu.
Aku mau bercerita sedikit: 
Minggu lalu, aku membeli mobil pertamaku. Mobil kecil, biasa saja, tidak mewah. Tapi aku sudah menantikannya sejak lama. Kata penjualnya, mungkin perlu satu sampai dua minggu untuk mobil itu datang. Aku pikir, dua minggu, aku bisa menunggu dua minggu. Aku telah menunggu berbulan-bulan untuk bisa membeli mobil, dan dua minggu tidak ada apa-apanya dibandingkan itu. Satu minggu berlalu. Hari ini, aku berjalan ke stasiun kereta, melihat begitu banyak mobil di jalan. Aku merasa begitu iri. Aku juga mau punya mobil, aku tidak mau menunggu. 
Satu minggu, dan aku tahu pasti mobil itu akan datang.
Sedangkan kamu: Setiap hari aku melafalkan doa. Untuk satu hari di saat jalan kita akhirnya bertemu. Bintang-bintang kita berderet menjadi satu. Kamu dan aku.
Bacalah surat ini, come find me.
Salam sayang, Sayang.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Hari ke-4 : Untuk Kamu
Hai, kamu.
Aku tahu, kamu saat ini tidak lebih dari hasil imajinasi, sebuah ide di kepalaku.
Bertahun-tahun, aku mencoba untuk menaruh nama dan wajah supaya kamu bisa menjadi lebih nyata. Supaya aku tidak hanya berbisik ke angin yang lewat, ke malam yang pekat.
Tapi mungkin memang belum saatnya. Setidaknya, aku percaya kalau memang belum saatnya. Kemungkinan bahwa aku sudah menemukanmu lalu kehilanganmu terlalu... kejam.
Nama ke nama, wajah ke wajah, aku selalu percaya bahwa kamu ada. Mungkin selama ini aku memilih kepingan puzzle yang salah. Mengatasnamakan cinta, memaksakan kehendak belaka.
Aku sering berharap ada kuasa yang lebih besar dari diriku yang kecil ini, membisikkan semua ini kepadamu. Ketika kamu mendengarnya, kamu akan tahu ke mana harus melangkah. Beralaskan doa, berkaki harapan, kita akan bertemu ketika tiba saatnya.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Hari ke-3 : Lihatlah Ke Sini
Teh hijau.
Itulah panggilanku untukmu, karena itulah satu-satunya yang kata yang kudengar pada saat pertama kali aku melihatmu. Pagi itu kamu mengenakan kemeja berwarna hijau dengan sweater abu-abu, rok biru tua. Dan kamu memesan secangkir teh hijau.
Kamu mengambil tempat duduk di tengah-tengah kafe, dan mulai memandang ke luar jendela. Biasanya orang yang duduk sendirian akan memilih untuk duduk di pinggir, mungkin menghindari perhatian. Tapi kamu duduk di situ layaknya sebuah centerpiece yang esensial untuk ruangan itu. Setidaknya untuk aku. Dan sejak pagi itu, kamulah esensi dari setiap pagiku.
Kamu memandang ke luar jendela, kadang mengerutkan dahi, sesekali juga membesarkan mata terkejut. Sekilas senyum terulas di wajahmu, dan aku penasaran apa yang membuatmu tersenyum seperti itu. Aku tahu aku hanya perlu melihat ke luar untuk mengerti. Tapi, ah, tidak. Lebih baik begini. Aku tidak mau melewatkan senyummu yang lain, aku mau mengingatnya lekat-lekat di kepalaku.
Tadi pagi, aku melihatmu duduk lagi di tempat favoritmu itu, dan aku sadar untuk kita bertemu aku hanya perlu berjalan ke luar melewati arah pandangmu. Dan mungkin kamu akan melihatku. Begitu dekat, begitu jauh. Sarat harapan, namun aku takut jatuh. Aku takut menghadapi kenyataan ketika mata kita bertemu tapi kamu memilih untuk mengalihkan pandanganmu.
Besok, sayang, besok akan aku beranikan diri untuk keluar dari imajiku ini, di mana kamu menjadi raja. Ke dunia nyata yang kuharapkan kutemukan kamu di sana.
2 notes · View notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Hari ke-1: Love is Lose with a 'V'
“We need to talk.”
Leo berkata kepada dua temannya yang sudah seperti anggota tubuhnya sendiri dan mereka berdua hanya mengangguk diam. Dalam hati mereka, mereka tau bahwa Leo benar, tapi juga terbesit dalam hati mereka rasa takut. Takut kalau persahabatan mereka akan berubah setelahnya.
“Aku tahu, kalian juga merasakan hal yang sama. Ada yang berubah dari persahabatan kita. Ada jeda kosong tak terisi yang belum pernah ada sebelumnya. Dan aku yakin, kita masing-masing tahu apa sebabnya. Something shifted, dan kita harus melakukan sesuatu sebelum jeda kosong itu memisahkan kita selamanya.” Leo berkata dengan tenang, walaupun hatinya bergemuruh, merasakan hal yang sama dengan kedua temannya.
“Oke,” jawab Lily pendek.
“Aku butuh waktu untuk berpikir, tapi aku setuju. Can we give it a month? Apakah itu waktu yang cukup?” Lana juga angkat bicara.
“One month is more than enough. Besides, I don’t think I can be away from you guys for anything longer than that.” Implikasi dari pembicaraan ini mulai sink in, dan Lily merasa sedih.
“This is for the good of the group.” Leo meletakkan tangannya di pergelangan tangan Lily, berharap bisa menenangkannya. Lily hanya memandang tangan itu, hatinya semakin sakit, tapi dengan susah payah berusaha memaksakan senyuman.
“I know.” Lily akhirnya berbicara.
“Okay guys, good luck!” Leo berkata, berusaha untuk mencairkan ketegangan di antara mereka. Lily dan Lana hanya tersenyum, menyadari bahwa mereka harus memanfaatkan saat-saat ini dengan sebaiknya, sebelum mereka berpisah.
Lily
Tujuh hari berlalu dan Lily berusaha untuk tidak memikirkan deadline itu. Menurutnya percuma menghabiskan waktu untuk memikirkan hal yang sudah jelas. Menelaah hal yang sebenarnya berpusat pada keberadaan satu orang. Lily mengambil ponselnya dan membuka inbox. Dilihatnya lagi inbox yang terakhir ini menjadi begitu sepi sejak mereka memutuskan untuk mengambil waktu dan berpikir.
Apalagi yang perlu dibicarakan, pikir Lily, ketika semuanya sudah begitu gamblang di mata mereka. Perumpaan gajah di tengah ruangan, yang semua orang bisa lihat, tapi mereka tidak mau bicarakan. Dan sekarang gajah itu semakin bertambah besar ukurannya dan menyesakkan penghuni ruangan itu. Hanya diperlukan, satu dari antara mereka untuk berteriak, “Gajah!” dan mereka semua bisa berusaha untuk keluar dari ruangan sempit itu. Lily sadar, selama ini mereka hanya menunggu satu orang itu untuk mengorbankan dirinya.
Lily mulai menulis sebuah pesan dan dikirimkannya kepada salah satu sahabat baiknya.
Aku tidak tahu lagi harus berkata apa, aku kira kamu sudah jelas mengenai semuanya, ketiknya.
Ponselnya bergetar tanda ada pesan masuk. Ini bukan tentang aku dan kamu saja, Lil, tapi kita bertiga. Ada tiga orang di grup kita ini, balas temannya itu.
But you very well know, you’re the only one that matters to me, ketiknya lagi.
Lily tahu ia bersikap sangat egois dengan mengatakan hal itu, tapi ia percaya bahwa tidak ada untungnya menutupi satu-satunya kebenaran dalam hatinya.
Iya, tapi ada sesuatu yang harus aku selesaikan juga, dan sampai pada saat ini aku masih tidak tahu bagaimana caranya, balasnya lagi.
Lily menyerah dan menaruh membalikan ponselnya. Ia memutuskan untuk kembali mengerjakan laporannya. “At least it’s something that I can fix,” pikirnya.
Lana
Dari ketiga orang ini, Lana-lah yang paling melihat semuanya dengan jelas. Tidak ada satu tatapan, pendek atau panjangpun yang terlewat penglihatannya. Lana mengerti dan Lana pun tahu bahwa tidak ada solusi untuk masalah ini. Lana mencintai kedua temannya lebih dari apapun juga. Apapun juga kecuali penciptanya. Lana rela memberikan segalanya untuk kebahagiaan dua temannya itu. Hanya saja Lana tidak tahu bagaimana.
Lana mengulang kembali percakapannya dengan Leo dua minggu yang lalu. Ketika Leo mengatakan semua hal yang ia ingin dengar dan hatinya ingin teriakkan. Di satu sisi Lana sangat bahagia karena perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Charlie Brown mengatakan, nothing takes the flavor out of peanut butter quite like unrequited love. Lana tau hal itu benar, tapi pada saat itu semuanya tetap terasa begitu hambar. Percayalah, bahwa Lana akan melakukan apa saja untuk bisa membalas genggaman tangan itu dan membisikan kembali kata cinta yang selama ini ia pendam. Apa saja kecuali satu hal. Dan satu hal itu yang ia tidak mungkin tawar. Lana hanya memutuskan untuk diam. Ia hanya bisa membalas tatapan Leo dan berharap bahwa matanya mengatakan semua yang ia ingin katakan.
Alasan Lana meminta waktu untuk berpikir semata-mata hanya karena Lana ingin lebih lama merasakan apa yang tersisa dari kebersamaan mereka. Terutama kebersamaannya dengan Leo.
Tiba-tiba saja ponsel Lana berdering tanda ada panggilan masuk. Leonardi Suteja. Hatinya bergejolak ketika melihat nama itu, dan ada rasa bahagia yang familiar ketika ia mengingat bahwa Leo juga mencintainya. Ia memencat tombol untuk menjawab panggilan itu.
“I thought we were not talking,” jawabnya tanpa basa-basi.
Leo mendengar jawaban Lana yang setengah bercanda, ia juga mendengar kerinduan di suaranya. “Yes, but you haven’t given me my answer. And I cannot think before I know what it is.”
“Kamu masih butuh jawaban? Aku pikir kamu bisa melihatnya dengan jelas di mataku waktu itu. I knew that you saw it.”
“I might have seen it,” Leo menjawab setengah tersenyum, “but I didn’t know if it was the truth or only what I wished had been the truth.”
Lana terdiam kali ini, dan ia menimbang-nimbang dalam hatinya. Haruskan aku mengatakannya, pikirnya dalam hati. Dan tiba-tiba saja, seperti ada keberanian yang muncul dalam hatinya, dan ia pun tahu ia berhutang jawaban itu, kepada Leo dan dirinya sendiri.
“I love you,” Lana akhirnya memutuskan untuk jujur, “And I have loved you since you decided to be my friend.”
“You decided to be mine,” jawab Leo lagi, dan kebahagiaannya tercermin dari suaranya yang begitu lembut.
“I love you.” Lana berkata lagi, “I love you. I want to keep saying it until I can’t anymore. I love you.”
“I love you too, and I want to hear it everyday until the day I die,” kata Leo.
“I would like that too,” Suara Lana tiba-tiba melemah, “But I don’t think I can and you, of all people, know why. You love me and know me better than anyone.”
Leo
Pada saat itu jantung Leo seperti berhenti berdetak. Ia sudah mengenal Lana cukup lama untuk tahu apa alasannya. Selama ini Leo merasa bahwa perasaannya ini bertepuk sebelah tangan, tapi pada saat yang bersamaan Leo juga bisa merasakan cinta Lana yang tidak kuasa dipendamnya itu. Sampai akhirnya, beberapa menit yang lalu ketika Leo mendengar jawaban Lana, akhirnya Leo mengerti semuanya.
“Can I call you back?” jawab Leo, dan sesaat kemudian panggilan itu terputus.
Ia mengetik untuk mengirim pesan kepada Lily.
Lil, I wish that there were more to say other than these three words, believe me. I am sorry, ketiknya.
Ini karena dia?
Tiga kata menatapnya kembali. Sebelum Leo sempat menjawab, datang satu pesan lagi.
You know that there’s no chance in hell you two are going to be together, right?
Lily
Satu kata konfirmasi tertera di layar hape-nya dan ia merasakan amarahnya naik ke kepalanya dan ia bersumpah serampah, membodoh-bodohi temannya yang amat dicintainya itu. Lalu Lily sadar, ia lebih bodoh karena mencintai dan mengharapkan orang yang bodoh itu. Merasa muak dengan dirinya sendiri dan situasi ini, ia segera menelepon Leo untuk mengutarakan kata-kata terakhirnya.
“Lil, aku minta maaf,” jawab Leo langsung.
“Aku juga minta maaf. Tapi aku nggak bisa berbicara atau bertemu lagi dengan kamu. I know that you would understand.” jawab Lily tegar. Ia berusaha untuk tidak menangis. Ia mau Leo mengingatnya sebagai Lily yang kuat. Bodoh, tapi kuat.
“Iya. Aku mengerti. Aku harap suatu saat nanti, ketika kita bertemu lagi, kita bisa tersenyum ya mengingat cerita konyol ini.” Leo tidak mau berkata-kata lebih dari seperlunya, ia melanjutkan, “Thank you for everything.”
“Thank you.” Setelah mengatakan itu Lily segera menutup telepon dan air mata yang dibendungnya pun sudah tidak memiliki alasan untuk disimpan. Lily menangis sejadi-jadinya.
Lana
“Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kamu.” jawab Lana ketika ponselnya kembali berdering.
“Of course not, I know, you love me too much to hurt me.” jawab Leo dengan suara tenang.
Leo yang selama ini merupakan air terjunnya, yang menenangkan, menghanyutkan, membuatnya jatuh cinta, dan menenggelamkannya. Tapi seberapapun besar cintanya kepada Leo, Lana tahu Leo bukanlah pilihannya.
“I love you more than I love myself. For what it’s worth, I’m glad that you know it and I get to say it to you.”
“And I’m the happiest man when I heard them. I know that you love Him more.”
“Yes,” Hanya itu yang dapat dikatakan Lana. Ia tahu bahwa ia tidak mencintai orang yang salah, dan kenyataan bahwa orang itu juga mencintainya sudah lebih dari cukup.
“So this is goodbye?”
“Can you wait before hanging up? You don’t have to say anything.” Lana mengucapkan permintaannya yang terakhir.
Leo
Leo menanggapi permintaan Lana dengan keheningan. Tidak ada kata yang terucap, tapi Leo dan Lana bisa mendengar suara hembusan nafas masing-masing. Leo tidak tahu berapa lama mereka berdiam sampai akhirnya panggilan itu terputus. Tapi, ketika keheningan mereka berakhir, Leo tahu bahwa ini adalah akhir dari cerita mereka. This is how it’s supposed to end, with nothing left unsaid, ucapnya dalam hati.
Leo memandang layar ponselnya, meresapi nama itu untuk terakhir kali di hape-nya.
Laksmana Gunardi. Deleted.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Text
Hari ke-2: Day One
You said that you could make me love you.
I gave you ten days to show me you were true.
First day you came a bucket of white lilies.
I said they were my favorite, but they gave me allergies.
“Wait,” you said, “there’s more.”
“Please,” I asked, “show me what’s behind the other door.”
You said, “There’s one song that I love, it’s a little bit unorthodox.”
Then you played my favorite song: Heart-Shaped Box.
“Do you know whose song it is,” you asked me.
I said instantly, “of course, are you kidding me.”
“Nirvana,” we said simultaneously.
Our eyes met, you smiled so sweetly.
You tugged on my heartstrings,
Suddenly I heard the bells started ringing.
“What’s wrong?” you asked again.
“Nothing,” I said, “it’s just that you’re such a pain.”
I could see that you were hurt.
You said that I couldn’t see what you were worth.
Truth is I wasn’t ready to give up so readily.
Even though I was already yours wholeheartedly.
From the start when you asked for my name.
I knew you’d be the winner of this game.
When you turned to walk away,
I was so afraid that you’d leave my heart astray.
Then you smiled again and took my hand.
Told me that by the tenth day, you would be my only man.
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Quote
And for one desperate moment there He crept back in her memories God it's so painful when something's so close Is still so far out of reach
American Girl - Tom Petty
0 notes
twotimesacharm-blog · 13 years ago
Quote
Oh my heart, it breaks every step that I take But I'm hoping at the gates They'll tell me that you're mine
Born to Die - Lana Del Rey
1 note · View note
twotimesacharm-blog · 14 years ago
Quote
She just loved him so much. And in the end, he didn't really love her back. It's just sad.
When in Rome
0 notes