Text
"Aku mencintaimu."
Dua kata yang amat terdalam. Tidak bisa disamakan dengan laut terdalam sekali pun apabila dirasakan makin erat. Bahkan, pelukan pun tidak bisa menyamakan kedudukan tersebut.
0 notes
Text
Keke memandang Deva dengan erat. Tangan lelaki itu pun dia genggam dengan erat seolah tidak akan pernah dia lepas seumur hidup. Dia amat mengagumi Deva. Selama dua puluh tahun hidup bersama, dia selalu jatuh cinta kepada suaminya ini. Tidak ada sedikit pun waktu yang berlalu.
"Terima kasih," bisik Keke tanpa menghindarkan matanya dari Deva.
Deva yang sedang serius menonton pertandingan sepak bola menoleh dengan bingung. "Kenapa, Ke?"
Keke tidak membalas. Dia hanya tersenyum.
0 notes
Text
"Lucas?" Yuqi membelalakkan matanya ketika sadar ada Lucas di sampingnya. "Kamu ... kenapa di sini?"
Lucas tersenyum. "Aku mau ikutan bertarung."
"He, kamu baru saja pulih dari sakit. Jangan ikut bertarung dulu!"
"Mana bisa aku hanya berbaring di kasur, sedangkan kamu akan menegak keadilan lagi?"
"Tapi ..."
"Aku tetap akan ikut bertarung," kukuh Lucas. "Ini juga jadi balas budi aku karena selama ini kamu sudah membelaku."
1 note
·
View note
Text
Darah sudah membanjiri tubuh Jungkook. Aku mendekati dirinya dengan perlahan. Tangis tak bisa kubendung. Lalu, aki bersimpuh dan memberikan bunyi benturan antara lututku dan lantai. Tanganku yang gemetar mengusap pelan wajah tampannya yang berlumuran darah tersebut.
"Jungkook ...." Aku berlirih.
"Sayang ..., tolong aku ...." balasnya tak kalah lirih.
Lantas, aku membenamkan wajahku di dadanya, menangisi dirinya.
0 notes
Text
Sebuah puisi dari lembaran usang, mengisahkan tentangmu yang amat menjagaku di masa lampau.
Kini, di mana gerangan dirimu berada?
Aku ingin menikmati dukungan dan cintamu di lembaran usang lagi.
0 notes
Text
Bunyi panjang itu membuat orang-orang tak bersuara. Hening menyelimuti dengan kesedihan. Kemudian, suara tangis pun berteriak, memanggil nama seseorang yang baru saja direnggut nyawa.
Tak ada ucapan perpisahan. Tak ada pelukan menenangkan. Tak ada raga yang bisa diajak bercengkerama lagi. Semua berduka mengantarkan kepergiannya menuju bintang-bintang terang.
1 note
·
View note
Text
"Akhirnya kamu pulang," ujar Sejeong, merentangkan pelukannya kepada kekasihnya yang baru saja pulang dari perang.
Kekasihnya, Daniel membalas pelukan wanita yang amat dicintainya. Lima tahun di medan perang, bertempur bersama darah dan debu, dia akhirnya pulang.
Daniel sungguh lega.
1 note
·
View note
Text
"Ini tempat rahasianya?" tanya Sungchan dengan wajah terpana.
Sebuah rumah di atas pohon ternyata tempat rahasia yang selalu Minjeong sebutkan.
"Gimana, Sungchan?"
Sungchan mengangguk senang. "Ini nyaman!"
"Kalau begitu, ayo, kita main di sini seterusnya!"
"Berarti tempat ini enggak jadi rahasia kamu lagi?"
Mata bulat Minjeong tampak berpikir. "Sekarang jadi tempat rahasia Minjeong dan Sungchan!" ucapnya senang.
1 note
·
View note
Text
Jung Chaeyeon tergugu. Seniornya, Hwang Minhyun tiba-tiba saja masuk ke studio dan menggertak meja dengan beberapa kertas. Orang-orang yang ada di ruangan, termasuk Chaeyeon tentu saja terkejut. Minhyun lalu menatap Chaeyeon tajam. Chaeyeon dengan cepat menunduk, menjauhkan pandangan dari Minhyun.
"Ini kelakuan kamu selama ini. Puas sudah membohongiku dan Nayoung, ha?"
Tidak menunggu Chaeyeon memberi jawaban, Minhyun melenggang pergi.
Nayoung. Lelaki itu lebih peduli dengan Nayoung daripada kekasihnya sendiri.
1 note
·
View note
Text
Yuqi membuang rokok yang belum selesai dia isap habis. Dia menginjak rokok tersebut kuat-kuat sebagai rasa kekesalannya. Dia sungguh kesal sampai rasanya ingin membunuh burung-burung yang berkicau sedari tadi. Rasa kesalnya itu akibat ... dia melihat orang yang dia sukai sedang berkencan dengan perempuan lain!
0 notes
Text
"Jakarta hari ini masih sama aja. Panas dan macet," ucap Oik saat dirinya turun dari bus jurusan Semarang—Jakarta.
"Namanya juga kota tersibuk di Indonesia. Pasti macet dan juga ... panas," balas Cakka, yang menyambutnya dengan uluran tangan, meminta ransel Oik untuk dibawakan. "Dan juga ... polusi udara."
0 notes
Text
"Jung Mingyu, jangan mengikutiku seperti itu!" seru Kim Bora, membalikkan badan dan menatap Mingyu dengan kesal. "Kayak stalker, tahu!"
Mingyu terkekeh dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Maaf, udah jadi kebiasaan ..." Mingyu membalas "... sebelum kamu jadian sama Kak Jiwoong."
0 notes
Text
"Kamu kenapa dari dulu enggak bilang?"
"Karena aku takut, lah! Makanya, aku enggak pernah bilang ke kamu."
Aku lantas menangis. "Aku takut, Hangyul. Aku takut .... Aku memang yang salah, makanya selama ini kusembunyikan. Aku takut dapat kritikan dari kamu ...."
0 notes
Text
Namanya Nakamura Hina. Perempuan yang kini telah resmi menjadi seorang istri, yang kini sedang menyapa para tamu dengan suami di sampingnya.
Aku hanya berdiri di antara ratusan orang-orang yang hadir di sini, memandangnya yang tersenyum penuh sukacita. Senyumku ikut semringah. Dia bahagia, aku harus bahagia, 'kan?
0 notes
Text
"Yohan ...." Yena bersuara dengan lirih.
"Aku enggak pa-pa, kok, Yena. Jangan menangis, dong ...."
Choi Yena yang disuruh berhenti menangis justru makin memperkuat tangisannya. Bagaimana tidak menangis. Kondisi Kim Yohan, kekasihnya ini sungguh mengenaskan. Kecelakaan berantai lalu lintas membuat Kim Yohan harus amputasi kaki kanannya.
"Yena, aku beneran enggak pa-pa, kok."
0 notes
Text
"Ayo!"
Shilla mendengkus. Tubuhnya sudah lelah. Keringat pun turut ikut campur. Dia lalu menghelanya. "Istirahat dulu lah, Vin."
"Enggak bisa istirahat mulu, Shil. Bentar lagi mulai malam. Kita harus cari tempat yang aman di sini."
"Tapi gua capek nanjak mulu!"
0 notes
Text
Tangannya diulurkan kepadaku. Kemudian, seperti drama-drama yang kutonton, kelopak-kelopal musim semi berjatuhan. Aku mendadak terpaku. Kepalaku yang kaku mulai mendongak. Kulihat dirinya tersenyum tulus kepadaku. Tanpa sadar, aku menangis.
"Kita tetap bisa buat kenangan di sini, kok. Jangan menangis," katanya.
0 notes