guntursuseno-blog
guntursuseno-blog
guntursuseno
1 post
#bisaberhentimerokok #sebatangterakhir
Don't wanna be here? Send us removal request.
guntursuseno-blog · 6 years ago
Text
PENGALAMANKU SEBAGAI SEORANG PEROKOK
Guntur 26 tahun, masih sedikit pengalaman dan sedikit merasakan kehidupan. Dari sedikitnya pengalaman ini, saya mau membagikan pengalaman saya sebagai perokok (berbagi tidak perlu menunggu punya banyak toh). Menjadi seorang perokok adalah salah satu fase dalam hidup saya. Saya memulai merokok sekitar umur 15 tahun. Awalnya mengenal rokok dari teman-teman bermain. Rasanya tidak enak pada awalnya, tapi karna rasanya ketika merokok martabat ditengah pergaulan ABG saat itu meningkat, ada kesenangan sendiri ketika merokok di depan teman-teman. Semakin lama merokok bukan hanya memberi kenyamanan secara sosial, tetapi juga mulai memberi rasa nyaman seperti halnya makan makanan favorit, atau seperti halnya menyeruput secangkir kopi. Lama-lama tidak syah rupanya jika kita tidak merokok setelah makan, entah sugesti atau apa, tetapi memang benar rasanya sedap betul pas kenyang-kenyangnya hisap sebatang rokok favorit. Awal-awal rokok bisa minta sebatang dua batang, kemudian mulai beli ketengan, lama-lama rasanya lebih hemat kalau beli bungkusan, lagi pula rasanya kurang cukup rokok ketengan untuk stok sehari. Dari rokok filter manis, rokok filter tawar gaya amerika, cerutu, rokok sigaret kretek semua pernah dicoba. Awal-awal risih juga sering batuk, napas terasa kurang nyaman, lama-lama perasaan kurang nyaman itu bisa dikompensasi dengan perasaan nyaman yg ditimbulkan saat merokok. Sering juga dengar peringatan bahaya merokok, baca tentang fakta-fakta perokok, entah kenapa dalam masa-masa itu semua informasi dan fakta tentang rokok selalu terasa menjengkelkan, seakan-akan dunia membenci perokok, merampas kebebasasan merokok, kesannya sok menggurui perokok dll. Selalu ada jawaban khas kami sebagai perokok untuk membela diri, misalnya: merokok dapat menyebabkan kematian, merokok mati, tidak merokok pun mati, mending merokok sampai mati, nikmat. Masih banyak lagi filosofi-filosofi perokok yang sebenarnya hanya pembelaan supaya mengurangi rasa bersalah sebagai perokok. Jauh di dalam hati saya, saya tau merokok ini merusak tubuh, dan perasaan bersalah itu lah yang harus sering saya tutupi dengan filosofi-filosofi perokok. Semua kenikmatan semu ini berlangsung kurang lebih 9 tahun, sering pula dalam 9 tahun itu mencoba berhenti merokok tetapi selalu gagal. Gagalnya ini macam-macam, ada yang karena sudah 1 bulanan tidak merokok kemudian melihat teman merokok jadi ingin dan akhirya mulai lagi, ada jga gagal karena benar-benar merasakan memutuhkan rokok di situasi terentu, dll.
 26 Desember 2017 menjadi salah satu hari yang pahit bagi saya, Ayah saya meninggal akibat serangan penyakit jantung koroner. Faktor resiko jelas merokok dan diabetes melitus. Sejak saat itu setiap kali merokok perasaan bersalah semakin terasa, pertama bersalah dengan almarhum karna sering berbohong demi merokok, kedua karna sadar ini salah satu faktor resiko penyakit. Sebagai seorang anak dari ayah yang meninggal karena penyakit jantung koroner, tentu saya memiliki faktor resiko yang besar, belum lagi obesitas yang masih sulit ditangani. Merokok sama saja dengan menimbun sengsara di hari tua. Bekerja di rumah sakit juga membuat saya melihat bagaimana tersiksanya pasien-pasien jantung, penyakit paru yang diakibatkan rokok. Menarik napas saja susah, beberapa pasien malah berkata lebih memilih mati daripada hidup seperti itu. Setelah merenungkan lama sambil menghisap rokok, setiap hisapan rokok yang saya rasakan semakin menambah rasa bersalah, juga semakin terasa menyesakan dada. 50 hari setelah meninggalnya ayah, saya memutuskan untuk berusaha berhenti merokok selamanya. Sore itu di kantin rumah sakit Dustira Cimahi adalah sebatang rokok terkahir, masih 3/4 batang rokoknya belum habis saya matikan, saya buang bersama sebungkus rokok yang masih berisi 12 batang. Saya berjanji pada diri saya, saya tidak mau lagi menjadi perokok. Awal-awal terasa berat selalu ada dorongan untuk menghisap rokok kembali, saya selalu mengalihkan dengan aktivitas dan pertemanan tanpa rokok. Bukan berarti menjauhi dan tidak mau berteman dengan teman-teman perokok, tetapi pada awal-awal berhenti rokok lingkungan pertemanan yang mendukung program berhenti merokok ini terasa sangat membantu. Sekitar dua minggu setelah berhenti merokok, mulai terasa ketika terhirup asap dari perokok, kepala terasa pusing, mual. Seiring berjalan waktu, dengan suasana pertemanan yang mendukung, walaupun masih sering ada dorongan merokok (sampai terbawa mimpi) akhirnya saya bisa hidup bebas tanpa merokok.
 Dalam pengalaman saya ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan
1.       Merokok = nikmat dan mengikat, sangat sulit lepas dari kenikmatannya
2.       Saya merasakan saya mengendalikan kebebasan diri saya untuk merokok, padahal disaat saya berusaha bebas dari rokok, usaha saya gagal karna dorongan yang kuat untuk merokok, (artinya saat itu saya dibawah kendali dorongan merokok, saya tidak bebas)
3.       Merokok = menambah resiko saya mengalami penderitaan di kemudian hari. Hidup ini akan banyak tantangan, lebih baik jangan menambah masalah di kemudian hari
4.       Berhenti merokok itu pasti bisa, asal kita membuka pikiran dan hati kita untuk memikirkan kerugian-kerugian merokok. Selama jadi perokok saya merasa saya menutup diri dari info2 dan fakta2 kesehatan sebagai perokok.
5.       Lingkungan dan pergaulan  berpengaruh, punya support system yang mendukung kita menahan dorongan merokok terasa sangat membantu.
1 note · View note