#cakrawala
Explore tagged Tumblr posts
blixspaggeria · 2 years ago
Text
Well Im to scared if i post some university mascots but i refuse it....
Tumblr media
Here, I draw Aero Cakra, the mascot of PKKMB FEB UM
Also Cakra is a mascot of Universitas Negeri Malang (Malang State University)
2 notes · View notes
howawfullysilly · 2 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media
Cakra lol
1 note · View note
suraudotco · 21 days ago
Text
Buku Motivasi Islami yang Menenangkan Hati
Judul Buku: Buat Hatimu Menyala Penulis: Qorriy Aina Penerbit: Cakrawala Yogyakarta Cetakan: ke-2, 2025 Tebal: vii + 102 Halaman SURAU.CO – Jika kamu sedang mencari buku motivasi Islami yang bisa menyembuhkan hati yang sedang gelisah, galau, atau bahkan jauh dari Tuhan, maka “Buat Hatimu Menyala” karya Qorriy Aina adalah pilihan yang sangat tepat. Buku ini menyuguhkan rangkaian kata-kata bijak…
0 notes
realitajayasaktigroup · 9 months ago
Text
Jajaran LSM HARIMAU DPC Kab. Tangerang, Dampingi Dugaan Korban Pencabulan Anak Di Bawah Umur Membuat Laporan Polisi
KABARDAERAH.OR.ID, TANGERANG || Diduga pelaku pencabulan (H E) pria umur 70 tahun terhadap anak gadis dibawah umur berinisial (L) usia 15 tahun yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Orang Tua Korban melaporkan dugaan tersebut ke Polres Tangerang Selatan terkait Dugaan Persetubuhan Terhadap Anak Dibawah Umur. Sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU RI NO. 17 Tahun 2016, dengan…
0 notes
thunderstruck9 · 6 months ago
Text
Tumblr media
Rudi Mantofani (Indonesian, 1973), Cakrawala Warna #5 [Colour Horizon #5], 2005. Acrylic on canvas, 165 x 250 cm.
304 notes · View notes
seventheaventh · 5 months ago
Text
Tumblr media
"Nak, memang tidak semuanya harus berbalas..."
Tak semua senandung harus menemui gema, tak semua seruan akan dibalas oleh gaung yang merdu. Ada doa yang terbang tinggi, memecah langit dengan rindu, namun layu sebelum sempat mencapai singgasana-Nya. Ada pinta yang mengalir, lembut seperti sungai, namun tenggelam di pusaran sunyi yang tak berbatas. Tidakkah kau mengerti? Tidak semua yang kita titipkan pada malam, akan sampai pada bintang.
Kita ini, makhluk yang menabur harap seperti petani menebar benih di ladang yang asing. Tapi apakah setiap bibit mesti tumbuh? Tidak semua tanah ramah, tidak semua musim bersahabat. Ada yang jatuh di tanah tandus, diserap oleh hampa, lalu menguap menjadi angin tanpa arah.
Dan bukankah hujan pun tak selalu menjadi berkah? Di tempat yang kering, ia adalah nyawa. Namun, di bumi yang telah basah, ia bisa menjadi beban. Begitu pula doa, ia tak selalu menjelma jawaban. Kadang, ia hanya menjadi riak kecil di lautan takdir, tak cukup kuat untuk mengubah arus.
Tuhan, yang Maha Mendengar, kadang memilih diam, bukan karena lupa, tapi karena tahu. Ia tahu kapan kita perlu dilimpahi, kapan kita mesti belajar kekurangan. Sebab, tidak semua kehilangan adalah celah, dan tidak semua penolakan adalah luka.
Maka, jika pinta kita seperti embun yang terhapus mentari sebelum sempat menyentuh bumi, mungkin bukan karena ia sia-sia, melainkan karena Tuhan sedang menyusun hujan di waktu yang lebih tepat. Jika doa kita seperti burung yang terbang, hilang di cakrawala tanpa arah, mungkin ia sedang mencari sarang yang lebih baik untuk hinggap.
Tidak semua yang tak berbalas adalah penolakan. Kadang, ia adalah cara semesta mengajarkan ikhlas tanpa syarat, dan keyakinan tanpa perhitungan. Sebab, cinta yang tulus pun tak selalu harus diterima. Dan di situlah, manusia belajar bahwa berharap adalah seni mencintai, bahkan ketika jawaban tak pernah datang.
398 notes · View notes
by-u · 4 months ago
Text
Pada tiap badai yang enggan usai, serta gemuruh yang menyesakkan hati, semoga lekas menemukan mentari yang turut membawa luka berlalu pergi.
Atas banyaknya kekhawatiran yang turut membawa perih, ataupun kalut yang ikut membawa sunyi, semoga kian berangsur pulih.
Aku dan langit jingga hanya bisa memantaumu dari jauh saja. Turut bahagia dengan apa yang disuguhkan semesta. Memandangi tiap jengkal bahagia yang tersurat di wajahmu. Seraya mengirimkan segenggam doa untukmu, doa yang sederhana namun menembus cakrawala.
"Semoga selalu bahagia."
61 notes · View notes
cakrawala12 · 3 months ago
Text
Psikolog itu Mahal
Baru saja aku duduk dikursi Alfamart sembari merenungi jalan yang sudah mengantuk ku nyalakan sebatang konsep asap rokok dengan partikel-partikel renungannya. Memperhatikan dunia malam yang sedang ramai dengan kesibukan-kesibukannya. Kendaraan yang berlalu lalang mengisi siklus perjalanan.
Mataku tak sengaja tertuju pada seorang Kakek-kakek yang tampak lelah dan lusuh. Ku perhatikan kulit dan wajahnya yang sudah rentan. Aku mendekatinya dan memulai perbincangan dua arah. Angin angin malam mendukung atmosfer obrolan ini dengan sayup dan syahdu. Dia bercerita singkat tentang perjalanan hidup dan dagangan yang ia jajahkan menggunakan gerobak tua, setiap hari ia berjalan puluhan Kilometer jauhnya dan malam ini ia berniat untuk beristirahat merangkai mimpi malamnya di teras alfamart, aku membagikan rokok dan roti setidaknya agar beliau merasakan sedikit kenikmatan yang dapat aku beli dan aku merasakan pahit manisnya cerita kehidupan yang dituturkan. Kami sama-sama bereouforia bersama cerita-cerita didalam ruang kontemplasi sunyinya malam.
Banyak pelajaran hidup yang dapat ku tuai, banyaknya problematika dan dinamika kehidupan serta jalan curam dan tanjakan yang berbatu, kerja keras adalah transportasi yang harus kita miliki, renungan adalah takdir kita untuk berhenti dan beristirahat lalu memulai perjalanan itu kembali. Ceritanya menjadi haru yang mewajibkan ku untuk mencatat dalam secarik tinta emas, Ikhtiar dan kerja keras yang lebih dari biasanya, kaki yang akan melangkah lebih jauh dari biasanya, mata yang akan terus terbuka dan tertutup untuk melihat mimpi dan harapan. Dan mulut yang senantiasa berdoa.
Cakrawala dan ruang kontemplasi sunyi.
57 notes · View notes
fitryharahap · 5 months ago
Text
Menuju Renjana, Menuju Diri
Ada saatnya kau harus duduk dengan dirimu sendiri, tanpa kebisingan, tanpa hiruk-pikuk yang menggoda untuk membuatmu lupa. Kau harus menanyakan sesuatu yang sejak lama kau hindari, seperti, "Apa yang benar-benar membuatku hidup?"
———
Suatu kali, seorang perempuan berkata padaku bahwa renjananya adalah mendengarkan orang sampai mereka merasa cukup didengar. Sebab sepanjang hidupnya, dia selalu merasa dunia terlalu bising dengan orang-orang yang ingin berbicara, tapi sedikit yang benar-benar mendengar. Jadi, dia menjadikan dirinya tempat berlabuh bagi mereka yang butuh seseorang untuk memahami, tanpa menghakimi atau buru-buru memberi solusi.
Aku pikir, gila, ya? Semua orang berlomba-lomba menjadi orang yang menarik, yang didengar, yang diingat. Tapi dia memilih menjadi pendengar, bukan karena dia tidak punya suara, tapi karena dia percaya bahwa mendengar bisa menjadi cara paling radikal untuk mencintai manusia.
Itu membuatku berpikir ternyata renjana tidak selalu soal melakukan hal-hal besar atau spektakuler. Kadang, ia hanya tentang melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, sekecil apa pun itu.
Dan selagi aku memikirkannya, perempuan itu kembali mengatakan sesuatu seolah mengetahui pikiranku. "Renjanamu mungkin bukan sesuatu yang mencengangkan. Bisa jadi ia hanya cara jemarimu selalu mencari-cari pena saat pikiranmu kusut. Bisa jadi ia ada dalam caramu menyusun kata, cara hatimu selalu bergetar melihat kebaikan kecil di dunia yang sekarat."
"Atau mungkin renjanamu adalah sesuatu yang kau takut akui, karena ia tak menjanjikan kejelasan. Karena ia tak menjamin masa depan yang nyaman. Kau tahu lah, ketika seseorang mencoba mengikuti renjananya, terutama jika itu bukan sesuatu yang umum atau menguntungkan secara materi, dunia bisa merespons dengan skeptisisme. Bisa lewat tekanan sosial, ekspektasi keluarga, atau sekadar bisikan di kepala sendiri yang berkata, "Untuk apa repot-repot? Ini tidak akan membawamu ke mana-mana. Renjana itu sendiri, sering menuntut keberanian yang tak selalu kita punya.""
"Ia juga tidak hadir sebagai wahyu yang seketika memberi jawaban. Ia lebih seperti riak kecil yang terus kembali, seperti sesuatu yang selalu kau lakukan tanpa alasan yang jelas. Ada yang menemukannya dalam momen eureka, ada yang baru menyadarinya setelah bertahun-tahun berjalan tanpa arah yang jelas."
Mungkin itulah mengapa menemukan renjana terasa begitu pelik. Ia bukan jawaban instan yang bisa ditemukan dalam buku panduan hidup, melainkan sesuatu yang harus kau gali sendiri, perlahan-lahan, di antara kebingungan dan keraguan yang kerap datang. Bukan sekadar apa yang kau kuasai, bukan apa yang orang lain katakan cocok untukmu. Bukan juga apa yang menjanjikan kehormatan atau keamanan. Tapi sesuatu yang, jika diambil darimu, kau akan merasa menjadi cangkang kosong yang tak lagi punya alasan untuk ada.
Mungkin kau belum menemukannya. Atau mungkin kau telah bersentuhan dengannya dalam diam, tanpa sadar bahwa itu adalah renjanamu—seperti seseorang yang setiap hari menatap langit, tanpa menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada cakrawala.
Jadi berjalanlah. Coba. Gagal. Ulangi. Dengarkan hatimu, setia pada diri sendiri, bahkan saat dunia memintamu untuk diam dan berusaha membuatku ragu. Sampai suatu hari kau berbisik pada dirimu sendiri, "Ini dia."
39 notes · View notes
ahmadgzaki · 6 months ago
Text
Laut tidak menjanjikan keheningan, melainkan teman bagi gemuruh di kepalamu yang tak kunjung mereda.
Kau bisa mengamati luasnya cakrawala dan berharap hatimu selapang itu.
Atau belajar dari kegigihan ombak yang selalu bersedia menghantam batu karang meski tahu bahwa ia takkan tumbang.
Sementara pasir senantiasa tabah mengukir kenangan lalu menghapusnya, silih berganti seperti hidup yang sedang kau jalani.
Mereka telah memaafkan angin. Mereka telah memaafkan diri sendiri. Sehingga kau tak perlu bertanya, “mengapa laut sedalam dan setangguh itu?”
Surabaya, 18 Desember 2024
37 notes · View notes
shenshine · 5 months ago
Text
Merindukan Tuhan dan Diri Sendiri
Kau pernah merasa hilang, bukan? Aku tahu rasanya. Rasanya seperti berdiri di tengah padang pasir yang tak bertepi, di mana hanya ada angin yang mengaburkan arah dan bayangan yang tidak pernah nyata. Di tengah kekosongan itu, kau mencari sesuatu. Kau mencari Tuhan, atau mungkin kau mencari dirimu sendiri—yang entah sejak kapan telah pergi tanpa sepatah kata.
Aku pernah mencoba mencari-Nya ke luar. Melangkah jauh, menatap langit, meraih bintang, berharap ada sesuatu di sana yang bisa memberiku jawaban. Tapi tak ada. Semakin aku mencari, semakin aku kehilangan. Aku lupa bahwa Tuhan tidak pernah sejauh itu. Ia tidak berada di balik cakrawala, tidak pula tersembunyi di balik awan yang berat. Ia ada di dalam sini, di dalam diriku, di dalam ruang yang sering kuabaikan karena terlalu sibuk melihat ke luar.
Lucunya, saat aku tersadar bahwa Tuhan begitu dekat, aku justru merasa lebih hampa. Bagaimana mungkin aku merindukan sesuatu yang selalu ada? Bagaimana mungkin aku tidak mampu menemukan-Nya, padahal Ia tak pernah pergi?
Dan diriku sendiri? Ah, itu lebih menyakitkan. Aku telah begitu jauh meninggalkan diriku. Membiarkan diri ini tenggelam dalam hiruk pikuk dunia, dalam tuntutan, dalam harapan-harapan orang lain. Aku lupa bagaimana rasanya berbicara dengan diriku sendiri. Aku lupa bagaimana rasanya duduk dalam hening, hanya mendengar suara hatiku.
Ketika akhirnya aku berbalik, mencoba menatap diriku sendiri, aku terkejut. Ada kehampaan di sana, ada luka yang tak pernah kubalut, ada kesedihan yang selalu kuabaikan. Aku melihat diriku yang lelah, yang rapuh, yang hanya ingin dipeluk dan dimaafkan.
Dan di saat itulah aku menyadari sesuatu: Tuhan dan diriku tidak pernah menghakimi aku. Tidak sekali pun.
Tuhan selalu ada di sana, menunggu dengan sabar, bahkan ketika aku terlalu sibuk mencari-Nya di tempat yang salah. Ia tidak pernah menghujatku karena tersesat. Ia hanya menunggu, dengan cinta yang tak pernah berkurang.
Begitu pula diriku sendiri. Meski aku terus-menerus mengabaikan dan melukai diriku, ia tetap ada di sana, memohon agar aku kembali. Tidak ada kemarahan, tidak ada kebencian. Hanya harapan.
Namun, kenyataan itu juga menamparku. Karena apa yang lebih menyakitkan dari mengetahui bahwa aku sendiri yang memilih untuk menjauh? Bahwa aku sendiri yang menutup mata dan telinga, meskipun kebenaran selalu ada di sana, memanggil namaku?
Kini aku duduk dalam keheningan, mencoba berdamai dengan semua ini. Merindukan Tuhan, merindukan diriku sendiri, dan memahami bahwa semua yang kucari sebenarnya tidak pernah pergi. Mereka hanya menunggu aku untuk berhenti berlari, untuk berhenti menghindar, dan untuk akhirnya kembali ke tempat di mana semuanya bermula.
Jadi, jika kau bertanya padaku apa yang lebih menyakitkan dari kehilangan, jawabanku adalah ini: menyadari bahwa yang hilang selalu ada, tapi kau terlalu buta untuk melihatnya. Dan meskipun menyedihkan, ada keindahan dalam kesadaran itu. Karena di sana, kau tahu bahwa masih ada kesempatan untuk pulang.
Dan aku? Aku sedang dalam perjalanan pulang. Pelan-pelan. Dengan air mata yang jatuh dan hati yang mulai terbuka, aku mencoba menemukan diriku sendiri, bersama Tuhan yang tak pernah pergi.
—Bandung, 24 Januari 2025
21 notes · View notes
komunitaspuanberaksara · 12 days ago
Text
Tumblr media
Membaca Hujan Bulan Juni
Oleh : Taera
Antologi puisi "Hujan Bulan Juni" adalah kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 1994. Buku ini berisi 102 puisi karya Sapardi, yang ditulis antara tahun 1964 dan 1994, dan beberapa di antaranya pernah diterbitkan sebelumnya dalam buku-buku lain seperti "Duka-Mu Abadi", "Mata Pisau", dan "Perahu Kertas". Judul kumpulan puisi ini diambil dari puisi yang ditulis Sapardi tahun 1989. Saat ini, Hujan Bulan Juni sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.
Buku ini merupakan cikal bakal terlahirnya buku novel yang terinspirasi dari salah satu puisi yakni Hujan Bulan Juni sendiri. Seperti judulnya Hujan Bulan Juni, katanya beliau sendiri terinspirasi dari hujan yang turun "salah jadwal" di mana biasanya bulan Juni adalah bulan puncak kemarau. Akan tetapi saat itu hujan tetap turun, hal inilah yang mematik kreativitas beliau hingga menulis dan lahirlah buku tersebut.
Hujan Bulan Juni seperti kejanggalan yang menjadi familiar, di mana seluruh bahasa hati menempatkan diri dalam sunyi. Akan tetapi penuh ritme yang tenang, seperti yang kita tahu beliau adalah salah satu penyair yang dikenal apik dalam balutan puisinya yang bebas. Hingga puisi Hujan Bulan Juni menjadi sebuah pemahaman yang mendalam.
Seperti dalam puisi Sajak Kecil Tentang Cinta, yang kaya akan majas personifikasi dan metafora (mencintai cakrawala harus menebas jarak), serta gaya bahasa lain yang ringan dan lugas. Dalam puisi tersebut juga kita bisa menafsirkan bahwa segala sesuatu memiliki risiko, dalam pilihan cinta terutama. Cinta tidak hanya sebagai kaitan hati, tapi ikatan hidup dalam membandingkan secara nyata dengan saling melengkapi satu sama lain. Yang diakhiri kepastian yang jelas, setiap hal yang diperjuangkan akan selalu memberi timbal balik yang baik bagi kita.
Kesimpulannya adalah Hujan Bulan Juni adalah karya spesial eyang sapardi dalam mengeksplorasi ide, sebagai bagian yang tidak tertimbun zaman.
8 notes · View notes
arsyadhere · 1 month ago
Text
R.A.N.T.A.U
Tumblr media
.
Bulan ini, tepat menginjak 2,5 tahun aku di tanah rantau. 25 tahun lamanya menetap di jawa (Semarang & Jogja), kini sedang berjuang menjemput rizki dan impian di tanah ibukota, Jakarta.
Merantau ternyata tidak mudah, apalagi ini untuk pertama kalinya. Berpuluh tahun tumbuh di tanah yang kental akan kultur budaya, tata krama dan masyarakat bersahaja. Kini mau tak mau dipaksa harus beradaptasi di lingkungan modern yg haus akan pencapaian & validasi.
Merantau ternyata berat, jika kita tidak punya tujuan dan prinsip yang kuat. Banyak godaan dari kanan dan kiri yang kapan saja bisa mengarahkan diri ke dalam jurang jatuhnya moral. Tanpa tahu batasan, merantau malah bisa jadi lintasan menuju masa depan yang kacau tak beraturan.
.
Tumblr media
.
Pertanyaannya, apakah diri ini pernah takut akan hal itu?? Seriiing. Tapi disinilah keteguhan iman sedang diuji. Keteguhan karakter sedang dibentuk.
Senantiasa berserah dan tak lelah melantunkan doa keteguhan hati dan jalan yg lurus kepada Sang Penggenggam Hati. Percaya bahwa selalu akan ada jalan yang baik, selama kita selalu mengingat-Nya saat senang maupun sedih.
Alhamdulillah, niat dan tujuan baik di tanah rantau ini senantiasa Allah pertemukan dengan orang yang baik, yang paham akan toleransi & saling menghormati batasan satu sama lain.
Banyak bertemu orang dengan karakter uniknya, mendengar kisah yang penuh hikmah, terbuka luasnya cakrawala akan kehidupan, hingga berbagai petualangan-petualangan baru. Semua itu membuat aku bersyukur di tengah kecemasan yang kadang menghampiri.
.
Tumblr media
.
Rantau tak lengkap jika tak ada rindu. Rindu akan orang tua & saudara di rumah yang berjarak ratusan kilometer jauhnya. Rindu akan sahabat yang pernah berjuang membersamai saat dulu masih di bangku akademik. Rindu akan citarasa kulinernya. Rindu setiap sisi kota & kenangan yang pernah dilewati.
Maka saat panggilan rantau itu datang, bersiaplah untuk semua itu. Bagaimana untuk mempertahankan nilai kita. Bagaimana kita bersabar menahan rindu. Serta bagaimana kita menggunakan nikmat rizki yang telah Allah berikan.
------
"Karena merantau adalah perjuangan. Perjuangan memahami diri, perjuangan mengontrol diri, sekaligus perjuangan menggapai mimpi."
------
Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari segala keburukan dan memudahkan segala harapan baik kita, dimanapun kita berada. Aamiin.
- Arsyad AZ -
8 notes · View notes
nonaabuabu · 2 years ago
Text
Kala Sore Itu
Tumblr media
Ada bisu yang panjang saat kami bertemu lagi. Aku bungkam sebab yang ingin kutanyakan hanya tentang kau dan mungkin dia diam sebab menunggu aku bersuara.
Lembayung yang merekah di garis horizon menambah hening yang semakin panjang.
Aku tak menghitung detiknya bahkan saat langit kota mulai temaram.
"Ternyata bisa ya kita kehilangan dialog padahal sudah lama tidak bertemu."
Aku tersenyum kecil, tidak ingin ingkar bahwa dialog itu tak ingin ada jika kau masih menjadi pertanyaan yang sumbang untuk ditanyakan.
"Kabarnya baik." Dia menjeda lama, "Tapi aku tahu bukan itu yang kamu ingin dengar, kan?"
"Kamu apa kabar?" Ini etika yang mereka puja, bahwa kejujuran tak begitu penting atas nama standar.
"Setidaknya lebih baik setelah kita selesai."
Aku ingin meminta maaf, tapi entah bagaimana aku merasa benar. Rasanya bagian mana saja jika itu tentangmu terasa benar.
"Dia masih sama, mungkin." Aku menyorot matanya yang bersinar layaknya lembayung di ufuk barat. "Masih tak berani untuk menemuimu, masih tak berani untuk mengakui bahwa mungkin hatinya tertinggal di kota ini, dalam genggamanmu."
Seperti seluruh isi perutku diremas, rasanya entahlah. Ada harapan yang menyeruak, rasa senang dan rasa sakit yang teraduk rata.
"Kamu juga kan, terlalu pecundang untuk menemuinya, untuk mengakui bahwa kamu mengkhianatiku sejak dulu dan memilihnya di hatimu."
Aku tersenyum getir, tak memiliki pembelaan apapun.
"Sudahlah, untuk apalagi dibahas, semuanya sudah berlalu."
Aku menunduk dalam, lalu membuang wajah menatap cakrawala.
Iya, semuanya sudah berlalu, kecuali apa yang bergemuruh di hatiku, entah di hatimu.
14.11.2023
107 notes · View notes
seventheaventh · 9 months ago
Text
Tumblr media
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤ #hiraetheorèjaz — Layaknya dersik sangkala yang tak luruh bahari, lagi Nirmala hadir sebagai bayang-bayang pada chandraprabha, menari di atas riak memori pawana si adhikari. Tiap lekuk sasmita sang empu meretas batas senggang realitas dan ilusi – mencita tapak denai keabadian yang bernaung di sudut terdalam benak. Manik adikara puspa milikmu, pelias penaka pandang. Lerungan nan lembut, namun menembus, bak sorot lembayung yang membenam cakrawala, merayu esensi asa yang selesa terpatri di sanubari.
Adyakala, di setiap nishkala malam, kula pujangga maksih menjejaki bisikan sang Laksmi – lirih mengalun, melantas sekat jumantara fana. Engkau bak puisi yang tak jangkap, terurai dalam aksara tak berafal, namun menggema dalam sukma. Menating nuansa manyapada yang tak pernah benar-benar sirna, menyadikkan akan karsa yang sempat kita ikrarkan di bawah purnama – menyertaimu hingga batas akhir semesta, merajut benang amorfati dalam kerangka harsa dan amerta .
22 notes · View notes
by-u · 5 months ago
Text
Dalam nadimu, ku terbangkan doa-doa menembus cakrawala tak akan sirna dan tak terhingga .
Dalam nadimu, ku sematkan rindu-rindu dalam aliran darah tak akan musnah dan terus berkuasa.
Dalam nadimu, ku tenun benang-benang cinta menyusuri tubuhmu melalui sel darah merah.
Dalam nadimu, aku ingin terus hidup selamanya.
Dalam nadimu.
31 notes · View notes