aalyafrst
aalyafrst
AlyaFA
15 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
aalyafrst · 3 years ago
Text
What Will I be? (5)
"Kamu semester berapa to mbak?" tanya Bu Tin, dosen pembimbing Feifei, saat ia menemuinya.
"Sekarang semester sebelas, Bu," jawab Feifei dengan jantung berdebar.
"Disambi kerja atau gimana? Kok baru bimbingan lagi?" tanya beliau lagi.
"Enggak, Bu. Dulu sempat takut setelah lulus mau ngapain" jawabnya.
"Takut gak dapat kerja? Yang penting itu kamu lulus dulu. Selesaikan tanggung jawabmu di sini. In syaa Allah nanti rezeki akan ngikut. Ini ada sedikit revisi. Segera diperbaiki ya. Jangan ngilang lagi," nasihat Bu Tin.
"Hehe. Baik, Bu," jawab Feifei sembari nyengir.
"Sekalian urus persyaratan sidang ya. Besok revisi terakhir langsung daftar sidang aja."
Mendengar perkataan itu, jantungnya berdetak semakin cepat. Ia merasa belum siap. Tapi ia juga tidak berani menyangkal perintah dosennya.
Beberapa minggu berlalu, kini ia tengah berdiri di depan mengenakan jas almamater dengan ditemani pancaran sinar proyektor yang menampilkan layar laptopnya. Setelah dua minggu ia sempat menghilang lagi pasca bimbingan terakhir kali, akhirnya kini ia menjalani sidang.
Selama dua minggu itu, ia memberanikan diri bertanya pada sahabatnya. Memberanikan diri meminta untuk bantuan temannya. Ia juga memberanikan diri untuk bercerita ketakutannya tentang kehidupan pasca kampus. "Pasca kampus itu jangan dipikirin, toh nyatanya aku baik-baik saja walau belum mendapat pekerjaan tetap. Selesaikan dulu tanggung jawabmu, jangan jadi donatur kampus," ucap salah seorang sahabatnya yang sudah lama lulus.
Setelah menyelesaikan presentasi atas skripsinya, Feifei dapat menjawab pertanyaan mengenai skripsinya dengan lancar. Namun di akhir, ia tak lepas dari pertanyaan kemana ia selama ini. Kembali Feifei menceritakan ketakutannya di depan ketiga dosennya. Dan jawaban yang ia terima pun sama, "setelah kuliah gak usah dipikirkan. Yang terpenting kamu dapat gelar dulu nanti rezeki akan ikut, Mbak," ucap salah satu dosen pengujinya.
"Ah, akhirnya lulus juga. Setelah ini ngapain ya? Kerja atau refreshing? Apa ikut volunteer kayak Mbak Nai?" Feifei bermonolog setelah ia mendapat surat kelulusannya.
SELESAI
-alfrst-
Smg, 02-02-23
7 notes · View notes
aalyafrst · 3 years ago
Text
What Will I be? (4)
Semenjak ajakan temannya itu, Feifei belum juga menyentuh skripsinya hingga kini. Bahkan ia juga belum menemui ketua jurusannya. Ia kembali terkungkung dalam rasa takut ketika menyadari bahwa memang terdapat sedikit kesalahan pada datanya. Ia takut jika nantinya ia dimarahi saat bertemu ketua jurusannya itu. Ia lebih takut jika nantinya harus mengulang penelitiannya.
Feifei pun kembali pada rutinitasnya menghabiskan berjudul-judul drama korea. Hari-harinya ia habiskan dengan rutinitas yang sama. Hingga suatu hari ia merasa bosan dan bermonolog, "sampai kapan mau kayak gini terus? Kamu mau jadi donatur kampus? Capek tahu overthinking terus. Kamu gak capek lari dari rasa takut terus?"
Ting!
Fei, gimana kabarmu? Sehat kan? Gimana skripsimu juga? Adakah yang bisa kubantu?
Sebuah pesan whatsapp dari salah satu sahabatnya masuk. Feifei sebenarnya sudah bosan dengan pertanyaan itu. Tapi kali ini ia lebih bosan dengan rutinitasnya. Dengan iseng ia pun membalas pesan tersebut.
Aku baik kok. Kebetulan ada yang mau aku tanyain tentang skripsiku nih. Boleh gak?
Boleh dong. Sini cerita. Apa yang bisa aku bantu?
Berawal dari keisengan itu, Feifei pun akhirnya menceritakan kekhawatirannya. Ia khawatir jika nanti ia dimarahi karena selama ini menghilang.
Gak apa-apa, Fei. Kalo nanti dimarahi ya dengerin aja.
Nanti kalau ditanya selama ini kemana gimana?
Ya jawab aja seadanya. Gak papa Fei. Bisa kok, Feifei pasti bisa. Semangat!
Dengan bermodal nekat, Feifei pun kembali menyentuh skripsinya. Kini ia juga lebih sering menghubungi teman-temannya yang sudah lulus untuk bertanya. Hingga dua minggu kemudian ia telah menyelesaikannya dan akan meminta bimbingan. Lagi-lagi rasa khawatir itu menyerangnya. Ia pun mengirimkan whatsapp pada sahabatnya untuk meminta koreksi dari isi pesannya pada dosen pembimbing.
Setelah mendapat persetujuan dari temannya, Feifei pun mengirimkan pesan tersebut. Cukup lama ia menunggu, hingga akhirnya,
Besok bertemu dengan saya jam sebelas di ruangan.
Balasan itu akhirnya ia terima. Kemudian Feifei pun menyiapkan segala berkas yang ia perlukan.
-alfrst-
Smg, 02-02-23
2 notes · View notes
aalyafrst · 3 years ago
Text
What Will I be? (3)
Anda terdeteksi telah melampaui masa studi normal untuk jenjang Anda. Silakan hubungi dosen wali jika menemui kendala dalam menyelesaikan studi.
Notifikasi itu masuk dalam gawainya selama beberapa hari ini. Itu adalah pemberitahuan dari kampus yang didapat Feifei tiap pergantian semester tiba. Selama ini Feifei terus mengabaikannya karena terlalu takut menghadapi rasa takutnya.
Hingga kini ia pun harus berhadapan dengan ketua jurusannya melalui pertemuan daring. Beliau menanyakan sampai mana progres skripsinya itu. Ia hanya bisa menjawab, "bingung mengolah datanya, Pak." Kemudian beliau pun dengan sabarnya mengajak Feifei bertemu agar bisa dibantu.
Hati Feifei menghangat. Selama ini ia berpikir tak akan mendapat perhatian dari dosen. Ia selalu takut jika nantinya akan mengecewakan. Namun ia tak menyangka ketua jurusannya akan sebaik itu. Mau membantunya disela-sela kesibukan menjadi dosen sekaligus ketua jurusan. Ia pun menyadari bahwa selama ini ia tidak pernah meminta bantuan orang lain. Ia selalu saja terkungkung dalam kekhawatiran dan ketakutannya. Bahkan, ia pun mengasingkan diri dari sahabat-sahabatnya yang sudah lulus sejak lama. Padahal sahabatnya sering kali menawarkan bantuan untuknya.
Dari pertemuan ini pula, Feifei menyadari bahwa ia tak sendirian. Banyak juga temannya yang belum menyelesaikan skripsi. Bahkan beberapa di antara mereka sama sepertinya, menganggurkan data penelitian. Kemudian salah satu temannya pun mengajak Feifei untuk mengerjakan skripsi bersama. Sembari mengiyakan ajakan temannya, Feifei meyakinkan diri. "Semester ini harus benar-benar selesai, ya, Fei," ucapnya pada dirinya sendiri.
-alfrst-
Smg, 01-02-23
2 notes · View notes
aalyafrst · 3 years ago
Text
What Will I be? (2)
Say, gimana kemarin penelitiannya? Lancar kan?
Sebuah notifikasi dari sahabat Feifei mengganggunya yang sedang asik menonton drama korea.
'Iya udah kelar kok," jawab Fefei sekenanya dalam hati tanpa menggerakkan jari untuk membalas pesan itu.
Saat ini Feifei sudah selesai melakukan penelitian. Namun lagi-lagi ia tidak melanjutkan skripsinya. Ia tak langsung mengolah data yang didapat, justru berleha-leha menghabiskan beberapa judul drama korea. "Istirahat dulu lah, habis riweuh dari sebelum penelitian," belanya pada diri sendiri. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar karena data yang diperoleh tidak sesuai dengan harapannya.
Berbulan-bulan alasan itu masih ia gunakan hingga kini ia memasuki semester sebelas. Sekarang ia justru menyibukkan diri dengan mempelajari hal baru. Padahal ia sedang berusaha menjauh dari rasa takutnya. Ia takut karena ia merasa melakukan kesalahan saat penelitian kemarin sehingga datanya berbeda dengan referensi maupun milik teman-temannya dulu.
Menyadari ketakutannya harus dilawan, Feifei iseng berselancar di media sosial. "Barangkali dapat ilham," pikirnya. Namun ia justru menemukan beberapa temannya membagikan curhatan di tempat kerja. Ada juga yang sedang mengelilingi beberapa kota. Bahkan ada yang sedang di luar negeri melanjutkan pendidikannya. Namun tak sedikit pula yang masih mencari-cari pekerjaan.
Alih-alih rasa takut tentang skripsinya hilang, justru bertambah dengan ketakutan pasca kampus nanti. Akankah ia seperti teman-temannya yang belum bekerja? Mengingat ia yang sudah pasti lulus dengan status terlambat.
-alfrst-
Smg, 30-01-23
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
What Will I be? (1)
When I was just a little girl
I ask my mother what will I be?
Will I be pretty? Will I be rich?
Lagu dengan judul 'Que Sera Sera' itu tiba-tiba saja mampir dalam playlist yang dimainkan Feifei saat mengerjakan skripsi. Seketika ia berhenti mengetik dan melamun. Ia mulai berpikir akan jadi apa ia nanti setelah lulus? Akankah ia masih bisa mendapatkan pekerjaan setelah ketertinggalannya ini? Atau ia melanjutkan pendidikan saja? Atau akankah ada yang melamarnya tiba-tiba seperti di sinetron?
Ia pun tersenyum kecut membayangkan opsi terakhir yang tidak mungkin terwujud. "Haha. Mana mungkin, khayalanmu terlalu tinggi, Fei. Dekat sama cowok aja enggak," ucapnya pada dirinya sendiri. "Tapi nanti habis lulus bakal dapat pekerjaan gak ya? Kalo gak dapat gimana ya? Apa sekolah lagi aja? Tapi skripsi ini aja kabur-kaburan," pikirnya lagi.
Ah, lagi-lagi pikirannya terhambat pada hal-hal yang tidak ada kaitan dengan skripsinya. Feifei selalu saja begitu, tidak pernah fokus saat mengerjakan skripsi. Ia selalu saja berpikir terlalu jauh pada apa yang akan terjadi.Jika sudah begitu, ia akan khawatir sendiri dan tidak melanjutkan skripsi. Hal itu terus berulang hingga kini ia sudah melewati rata-rata waktu kuliah.
Bersambung....
------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan Feifei mengejar langkah teman-temannya dimulai di sini
-alfrst-
Smg, 29-01-2023
4 notes · View notes
aalyafrst · 3 years ago
Text
Meow meow meow
Seekor kucing liar menghampiri rumah Fai saat ia membuka pintu pagar. Tak lama ia pun mengikuti Fai ke halaman samping rumah untuk menerima makan. Ia pun memakan makanan kucing berbentuk ikan itu dengan lahap.
Dia adalah Miaw. Kucing liar yang sering kali datang ke rumah Fai setiap Fai membuka pagar. Miaw termasuk kucing oyen, kata orang, dengan campuran warna putih di bagian perutnya. Setiap pagi Miaw akan nangkring di atas tembok rumah Fai hingga Fai membuka pintu. Saat ini perut Miaw sedang besar karena mengandung anak-anak hasil hubungannya dengan pejantan liar.
Tapi beberapa minggu ini Miaw jarang sekali menghampiri rumah Fai. Fai yang terbiasa paginya disambut dengan Miaw pun merasa kehilangan. Beberapa kali ia iseng berkeliling komplek untuk mencari Miaw. Sampai suatu hari Fai pun menemukan Miaw sedang bersantai di halaman rumah tetangganya dengan perut yang sudah kempes. "Oh syukurlah kamu sudah lahiran, Meng," batin Fai saat melihatnya. Fai memang tidak menganggap Miaw sebagai kucing miliknya, sehingga ia pun tidak memberinya nama maupun kalung. Bahkan Fai sempat was-was jika Miaw nantinya akan lahiran di sekitar rumahnya. Fai tidak diizinkan orang tuanya untuk memelihara hewan, sehingga ia pun was-was kalau-kalau Miaw lahiran di sekitar rumah dan tidak ada yang bisa mengurusnya.
Walaupun sudah mengetahui keberadaan Miaw, Fai masih merasa kehilangan karena Miaw tak kunjung kembali ke rumahnya. Untuk mengobati rasa kehilangannya, setiap pagi Fai tetap menaruh makanan kucing di halaman samping. Kini bukan Miaw yang menghampiri Fai saat membuka pagar, melainkan kucing hitam dengan belang abu menggantikan Miaw.
Hingga suatu hari saat Fai sedang memberi makan si Belang, tiba-tiba terdengar suara kucing lain di belakang Fai. Fai pun berbalik dan berkata, "Ah kamu datang ke sini kalau pas hamil aja."
-alfrst-
Smg, 26-01-2023
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
Jon, ini ada kiriman baju dan sepatu dari Mbakyu-mu yang di luar negeri, buat Zara dan Zura. Sama aku titip bingkisan isinya tas sekolah untuk Azzam, tapi jangan kamu berikan lewat ibunya. Kasihkan saja lewat Mas-mu, tapi dititip pesan jangan kasih tau istrinya. Atau kalau tidak, berikan saja langsung ke Azzam, tapi juga diberitahu jangan bilang-bilang ke ibunya, ya.
Surat itu kuterima bersamaan dengan paket berisi baju dan sepatu seperti yang dijelaskan. Kuhela nafasku berat. "Lagi lagi begini. Bagaimana caranya aku berikan tas ini tanpa ketahuan Mbak Nana," pikirku.
Aku adalah si bungsu dari lima bersaudara. Yang mengirim paket ini adalah Mbak Kinar, kakakku nomor tiga. Ia memang memiliki masalah dengan Mbak Nana, kakak iparku yang pertama. Sebenarnya masalah itu sudah lama terjadi, tapi entah mengapa diantara mereka tidak ada yang berinisiatif untuk meminta maaf duluan. Hingga akhirnya hal seperti ini pun sering terjadi. Mbak Kinar sering mengirimkan barang untuk Azzam, anak Mas Gilang, kakakku yang pertama. Mungkin karena Azzam adalah satu-satunya laki-laki dari keturunan keluarga kami sehingga Mbak Kinar begitu menyayanginya. Tapi karena masalah diantara mereka tak kunjung usai, keluargaku-lah yang harus menjadi perantara agar barang-barang itu sampai ke penerima. Istriku bahkan jengah karena kami selalu menjadi perantara.
-alfrst-
Smg, 25-01-2023
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
Empat orang sahabat sedang bersantai menikmati jeda kuliah. Seperti biasa, mereka akan berkumpul di kamar indekos milik Ayu sambil menikmati jajan. Setelah pembicaraan ke sana kemari, tiba-tiba ponsel Bela berbunyi menandakan ada pesan.
"Uhuy. Dari siapa tuh? Dari Mas B apa Mas C. Sebenernya kamu tu sukanya sama siapa sih?" Tanya Vera pada Bela sambil menggodanya.
"Eh siapa mas C? Kemarin katanya lagi deket sama Mas A kok jugjug* jadi Mas B. Ada Mas C pula," Niken, sahabatnya yang lain ikut menimpali.
Alih-alih Bela menjawab, justru Ayu yang menjawabnya, "si Bela tuh sama siapa aja gak pernah dibawa serius tahu."
Kedekatan Bela dengan banyak laki-laki seolah menjadi menu utama dalam pembicaraan mereka siang ini. Bela adalah orang yang cuek, namun dia mudah bergaul dengan siapa saja, sekalipun dengan laki-laki. Tapi walaupun ia sering mengobrol dengan banyak laki-laki, ia tidak pernah merasa tertarik pada salah satu dari mereka.
"Aku tuh dekat cuma sekadar dekat aja. Soalnya aku udah gak percaya sama cowok. Aku aja benci sama Bapak sendiri," tiba-tiba si tokoh utama dalam pembicaraan ini menyahut.
"Kenapa memangnya?" Tanya Niken. Ia memang jarang bersama Bela, Ayu, dan Vera sehingga ia sering tertinggal informasi tentang mereka.
"Bapakku gak tau kemana, dia pergi waktu aku masih SD, gak pernah kasih kabar, gak pernah kasih Ibuku uang juga. Pernah datang sekali ke rumah, tapi bukannya kasih uang malah minta uang sama ibuku," jawab Bela sedikit menahan amarah.
"Kamu gak ada keinginan buat ketemu?" Tanya Niken dengan polosnya. Selain sering ketinggalan informasi, Niken memang kadang tidak tahu kondisi.
"Ngapain aku cari dia. Dia sendiri yang mau pergi kok. Syukur gak usah balik lagi," jawab Bela semakin sewot karena mengingat sang Ayah.
"Tapi bukannya sempat jadian sama Mas Hadi?" Tanya Niken lagi.
"Iya. Tapi dia sibuk sama sekolahnya, jarang ngasih kabar juga. Terus terakhir-terakhir aku tau dia selingkuh kok. Yaudah aku putusin aja," jawab Bela dengan santai.
"Aku capek pacaran. Udah terlanjur sayang, taunya diselingkuhin. Move on-nya lama, ujung-ujungnya disakitin. Dah aku pengen langsung nikah aja," lanjutnya.
"Nikah juga gak sekadar qobiltu* kali, Bel," Vera, yang sedari tadi menyimak tiba-tiba menimpali.
"Yang paling kelihatan mata tuh ya siapin duitnya dulu," Ayu pun ikut menimbrung.
Mereka pun tertawa bersama mengingat pemikiran konyol mereka untuk menikah sesegera mungkin. Padahal mereka baru dua semester menjejaki dunia perkuliahan.
Nb:
*jugjug : tiba-tiba dalam bahasa jawa
*qobiltu : kata pertama ijab kabul dalam bahasa arab
-alfrst-
Smg, 24-02-2023
2 notes · View notes
aalyafrst · 3 years ago
Text
Huhuhuhuhu
Seorang anak berusia lima tahun tengah menangis setelah bertengkar dengan kakaknya yang berusia tujuh tahun. Mereka bertengkar karena memperebutkan sebuah mainan. Mainan itu sebetulnya milik si kakak, namun adiknya tiba-tiba saja merebutnya tanpa meminta izin. Kemudian pertengkaran pun terjadi.
Mendengar anaknya menangis, Ibu mereka dengan tergopoh-gopoh menghampiri.
"Kenapa? Ada apa?" Tanya sang Ibu sembari turut mengontrol emosinya agar tidak ikut tersulut.
"Adik nakal! Pukul-pukul kakak," adu si Kakak sambil menahan tangis.
"Kenapa adik pukul kakak?" Tanya Ibu pada Adik.
"Ka-kakak pelit! A-aku gak bo-boleh pi-pinjam mainannya," jawab si Adik sesegukan.
"Kakak kan lagi pakai mainannya! Tapi adik tiba-tiba rebut mainannya! Terus Kakak ambil lagi mainannya, tapi malah dipukul" Balas si Kakak membela diri.
"Oke. Adik sudah bisa berhenti nangisnya? Sudah bisa diajak bicara?" Tanya sang Ibu.
"Su-sudah," jawab si Adik masih sesegukan.
"Ibu tadi tau, Kakak lagi main tapi diambil paksa sama Adik. Ya kan?" Tanya si Ibu.
Si Adik mengangguk tanda mengiyakan. Kemudian si Ibu pun memberitahu bahwa merampas barang orang lain itu perbuatan yang tidak benar dengan menanyakan perasaannya jika hal itu terjadi padanya.
"Sekarang Kakak mau dikasi tahu sama Ibu?" Tanya si Ibu pada si Kakak.
Si Kakak pun mengangguk.
"Kakak, Ibu tau Adik yang salah. Tapi Kakak bisa beritahu Adik dengan cara yang baik, ya? Kalau Kakak ambil paksa lagi mainan yang diambil Adik tadi, itu gak membuat Adik ngerti kalau Adik salah. Justru malah bikin Adik makin marah. Kakak ngerti ya?" Si Ibu mencoba mengajari si Kakak untuk bersabar. Si Kakak pun mengangguk mengiyakan dan mencoba mengerti.
"Adik, kalau mau pinjam barang, izin dulu sama yang punya, ya? Jangan langsung diambil. Kalau gak dibolehin yaudah, jangan diminta paksa. Oke? Sama satu lagi, Adik bisa dikit-dikit enggak pukul orang atau buang-buang barang kalau apa yang Adik mau gak keturutan?" Si Ibu juga memberitahu si Adik untuk mengontrol emosi dan disanggupi oleh si Adik.
Setelah sadar akan kesalahan masing-masing, kakak-adik itu pun saling berpelukan sembari meminta maaf. Tak lupa si Ibu pun juga ikut memeluk anak-anaknya.
-alfrst-
Smg, 23-01-2023
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
"Bu, buburnya masih?" Dua orang pembeli datang menghampiri gerobak penjual bubur tujuh rupa
"Masih, Bu,"
"Tumben masih, Bu. Biasanya jam segini sudah habis. Saya minta dua dimakan di sini ya, Bu"
"Iya, Bu. Biasanya Imlek gini banyak pesanan, ini kok ya tumben-tumbenan sepi. Jam 12 tadi baru nyetok lagi," jawab Bu Ririn sembari meladeni pembelinya.
Biasanya, jam satu siang ia sudah mulai membereskan barang dagangannya. Namun hari ini sudah pukul dua pun bubur-bubur itu masih ada di pancinya. Banyak kendaraan lalu lalang namun tidak ada yang berhenti untuk membeli dagangannya.
"Njenengan* rumahnya di mana to, Bu?" Salah satu pembeli kembali membuka percakapan sembari menikmati bubur tujuh rupa itu.
"Di Gunungpati, Bu."
"Kok jauh sekali. Pulangnya naik apa, Bu?"
"Dulunya tinggal di Jagalan, Bu. Terus pindah ke Gunungpati. Dulu diantar-jemput suami, tapi sekarang suami gak ada ya diantar-jemput anak"
"Punya anak berapa, Bu?
"Empat, Bu. Alhamdulillah sudah mentas* semua. Tinggal yang kecil masih kuliah."
"Ini, Bu, yang paling kecil masih sekolah, lagi magang di Banyuwangi. Alhamdulillah masih bisa biayai sekolahnya. Lalu yang ini jadi perawat, yang ini juga sudah kerja. Ini yang pertama, laki-laki, yang antar-jemput saya," Bu Ririn menunjukkan foto anak-anaknya sambil menjelaskan pekerjaannya dengan bangga.
"Oh, anak pertama laki-laki ya, Bu?"
"Iya, Bu. Sudah berkeluarga juga. Saya kalau berangkat kan jam 9, itu sekalian dia narik ojol. Katanya biar sama-sama dapat rezeki. Saya dapat rezeki, dia juga dapat. Kalau gak ada dia, saya gak tahu lagi harus bagaimana setelah suami tiada."
Seketika raut wajah Bu Ririn berubah menjadi sendu. Ia hanyalah seorang penjual bubur dan tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Ia pun hanya mengerti menggunakan whatsapp untuk hal sederhana. Apabila tidak ada laki-laki selain suaminya dalam keluarga, entah bagaimana ia harus melanjutkan hidup setelah suaminya meninggal.
Nb:
*Njenengan : Bahasa jawa halus 'kamu'
*Mentas : sudah selesai kuliah
-alfrst-
Smg, 22-01-2023
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
Tidakkah kamu bosan?
Setiap hari hanya melakukan hal yang sama
Tidakkah kamu lelah?
Setiap hari sok sibuk dengan ini itu
Tidakkah kamu ingin mengejar ketertinggalanmu?
Atau
Kamu sudah menyerah?
-alfrst-
Smg, 19-01-23
Writing challenge from @careerclass and @kurniawangunadi
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
"Kau tau? Ria lolos seleksi," seorang teman memberitahuku bahwa teman kami lolos seleksi untuk melanjutkan pendidikan.
"Ah, iyakah? Syukurlah. Aku baru tahu jika dia ikut seleksi kemarin."
"Kamu sih, gak pernah menghubungi kami."
Sepenggal percakapan itu cukup mengganggu pikiranku. Masa sih aku tak pernah menghubungi mereka?
Tapi setelah kurenungkan kembali, ternyata dia benar. Aku jarang menghubungi teman-temanku. Merekalah yang selalu lebih dulu menghubungiku.
Padahal kurasa kami cukup dekat satu sama lain. Namun ternyata ada banyak cerita yang terlewati olehku tentang mereka. Hingga akhirnya aku pun memilih untuk menjauh dari mereka. Yah, kurasa aku tidak memiliki topik yang cocok lagi dengan mereka.
Lama ku menjauh, akhirnya aku memberanikan diri untuk bersama mereka lagi. Aku mulai memperbaiki komunikasiku dengan mereka. Kucoba untuk menghubungi mereka duluan. Kucoba untuk mencari topik yang sekiranya cocok untuk kami. Yah, sekadar hal sepele berbalas emoji.
Kemudian aku baru tahu salah satu dari kami selama ini tidak pernah baik-baik saja. Dibalik beribu alasannya untuk mengajak kami keluar bersama, ternyata dia menyimpan sedih sendirian. Ia terlalu takut untuk menceritakannya pada kami.
Maaf, kawan. Kukira pertemanan kita sudah pada tahap saling memahami. Namun ternyata kita masih sebatas kenal saja.
-alfrst-
Smg, 18-01-23
Writing challenge from @careerclass and @kurniawangunadi
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
Setelah ini, kamu mau ngapain?
Yakin masih mau mengajar di depan kelas?
Apa yang bisa dicontoh darimu?
Tidak ada yang bisa ditiru darimu tahu!
Suara-suara itu terus memenuhi pikiran seorang mahasiswa yang sedang tertatih mengejar langkah teman-temannya.
-alfrst-
Smg, 17-01-23
Writing challenge day3 from @careerclass and @kurniawangunadi
1 note · View note
aalyafrst · 3 years ago
Text
Bu, bagaimana kabarnya? Semoga sehat terus ya. Anak-anak sepertinya sudah bisa memahami kalau Ibunya pergi untuk sekolah. Hanya saja, si kecil terkadang masih bertanya ibunya ke mana, tapi setelah diberitahu dia bisa memahami. Jadi, ibu fokus saja dengan sekolah di sana ya. Urusan rumah tidak usah dipikirkan. Kemarin drumband-nya Kakak hanya dapat urutan keenam dari 15 peserta. Minggu depan pentas lagi di Balaikota. Kakak sekarang sedang belajar membaca dan menulis. Ini ada surat juga dari Kakak. Semoga kita bisa segera berkumpul lagi ya, Bu.
Itu adalah surat yang dikirimkan Bapak pada Ibu dulu. Surat itu tak sengaja kutemukan saat membereskan berkas milik Ibu. Rasa iri tapi juga rindu menyelimuti saat kubaca surat itu.
Aku adalah si kecil yang disebutnya dalam surat itu. Aku iri karena Kakak bisa lebih lama menghabiskan waktu dengan Bapak. Aku iri Kakak dapat mengingat beberapa momen bersama Bapak. Sedangkan aku yang saat itu masih sangatlah kecil, hanya memiliki waktu sebentar dengan Bapak tanpa memori yamg membekas. Ya, aku tidak bisa mengingat apapun mengenai Bapak. Aku tidak bisa mengingat sosok Bapak sekalipun Ibu, Kakak atau keluarga lain bercerita tentangnya. Bahkan aku tidak ingat seperti apa wajahnya. Yang kuingat hanyalah wajah yang terpampang di selembar foto yang sering kulihat.
Ah, andai saja aku lahir lebih dulu dari Kakak. Andai saja aku lahir lebih cepat sebelum diagnosis penyakit Bapak keluar. Andai saja Doraemon dan alat-alat ajaibnya benar-benar nyata. Dan kata-kata andai lainnya pun mulai memenuhi pikiranku.
Aku juga iri dia bisa menuliskan surat untuk Ibu. Namun saat kubuka lembaran surat lain yang tertinggal di dalamnya, kutemukan pula surat dariku untuk Ibu. Yah, walaupun hanya berisi 'Ini dari Adik untuk Ibu'.
-alfrst-
Smg, 16-01-23
Writing challenge day2 from @careerclass and @@kurniawangunadi
3 notes · View notes
aalyafrst · 3 years ago
Text
"Dik, lihatlah!" Kata seorang ibu pada anak perempuannya sambil menunjukkan tisu bernoda darah.
"Kenapa?"
"Entah. Tadi saat meludah juga bercampur dengan darah."
"Ke dokter saja yuk!"
Mereka kemudian bergegas menuju klinik terdekat. Sesampainya di sana, sang ibu menceritakan keluhannya tadi. Dokter yang mendengarnya pun mengatakan, "Wah, ini mungkin tensinya tinggi. Langsung bawa ke IGD saja ya."
Kemudian mereka menuju IGD rumah sakit terdekat. Sesampainya di sana, perawat yang menangani meminta sang anak untuk mengurus administrasi rumah sakit terlebih dahulu. Sang anak pun melakukan apa yang diminta perawat tersebut.
Setelah mengurus administrasi, ia pun linglung dengan pikiran yang berkecamuk. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada ibunya? Bagaimana jika ibunya harus dirawat di rumah sakit? Keluarganya tak pernah ada yang dirawat di rumah sakit selain ayahnya. Namun itu dulu saat ia masih sangat kecil. Sekarang pun ayahnya sudah tiada. Mereka hanya berdua di rumah. Ia hanyalah seorang anak bungsu yang masih duduk di bangku SMA, sedangkan kakaknya sedang merantau menimba ilmu. Mereka hanya berdua di rumah. Apa yang harus dilakukan jika ibunya harus di rawat di rumah sakit? Bagaimana dengan sekolahnya? Apa ia harus menghubungi kakaknya yang tengah merantau? Bagaimana jika kakaknya ikut khawatir hingga menganggu proses studinya? Dan pertanyan-pertanyaan lainnya pun ikut berkerumul dalam pikirannya.
-alfrst-
Smg, 15-01-23
Writing challenge from @careerclass and @kurniawangunadi
2 notes · View notes