Tumgik
adriarizka · 3 years
Text
“However, if you prefer vain desires, idleness, play and amusement — the period would pass quickly, followed by a permanent and great pain, the suffering of which much more severe than the suffering of patience, the patience required to obey Allah.”
— Ibn al Qayyim رحمه الله
72 notes · View notes
adriarizka · 3 years
Text
“Surely, the more alive a person’s heart is, the stronger its anger for the sake of Allah is.”
— Ibn al-Qayyim, I‘lam al-Muwaqi‘īn (2/176)
187 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
Mencinta seperti Pelangi
Aku selalu jatuh cinta, pada kesyahduan suasana selepas hujan. Masih jelas terdengar di telinga, air mengalir memenuhi parit-parit kecil dekat jendela kamar. Bertempo seragam, berebut berkejaran dengan keyakinan, menuju muara sungai, yang bahkan entah berada dimana.
Udara lembab, dedaunan basah. Aroma ini khas sekali. Aroma khas tanah yang basah menyerap bulir-bulir air cinta penuh keberkahan dari Sang Maha Cinta.
Menambah kesyahduan dzikir alam, di sore hari yang belum mau berganti dengan pekatnya malam.
Aku terhenyak, ketika semburat warna-warni tercipta di horizon pandang. Menampakkan tujuh warna lembut yang terukir sempurna.
Kurasakan cinta, ketika kusadari ada sebuah pertunjukkan istimewa di depan mata. Tentang potret alam selepas hujan, yang bagiku adalah pembelajaran tentang cinta yang mengagumkan.
Sebait puisi ku tulis, mencinta seperti pelangi, judulnya..
Ah iya.., aku hanya ingin mencinta dengan cara sesederhana itu.
Mencinta dengan kesadaran penuh seperti cintanya tetesan-tetesan air hujan, dan pancaran sinar sang mentari.
Dua kebermanfaatan, yang rasanya tak pernah tercipta untuk saling beriringan.
Satu akan ada, bersama basah, lembab dan dingin.
Sedang yang lain, membawa kering, hangat, bahkan panas yang membakar.
Yang satu menghidupkan, dari kedalaman yang tak terjamah.
Sedang yang lain, memberi kenyamanan tepat dimulai dari tempat dimana kaki dipijakkan.
Dua kebermanfaatan, yang amat berlainan. Dua kebermanfaatan yang menyadari penuh akan jati dirinya. Terus melantunkan dzikir dengan masing-masing caranya. Berharap, Tuhan akan tersenyum dengan apa yang diperbuatnya.
Menanti dengan kesabaran yang tak terbatas, hingga Tuhan perkenankan ruang dan waktu menjadi satu bagi keduanya. Saat tetesan air hujan mereda, dan mentari muncul menyibak awan. Sinarnya terpancar, lurus sempurna.
Diantara jutaan tetesan air yang terjatuh ke bumi Allah bersamaku, sinarmu memilihku. Menyatukan masing-masing frekuensi kita yang berbeda. Hingga gelombangku, menyatu dengan milikmu.
Dan dengannya kan kupancarkan seluruhnya yang ada pada dirimu. Menyebarkan seluruh pesonamu.
Bersatu, untuk saling mengindahkan.
Bersatu, untuk menambah kebermanfaatan.
Ku hanya ingin mencinta seperti pelangi.
Ya.. Sesederhana itu.
Mencipta tujuh warna, bersama menuju Syurga.
Wismar,
19:37:30, 3. Oktober 2015
3 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Photo
Tumblr media
Source: thebeautyofislam, via IslamicArtDB
150 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
“All of this: The sadness, accidents, smiles, peace, pain, love, loss, and sacrifice: it’s not for nothing. It is not without purpose.”
— Yasmin Mogahed
395 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
“Don’t let your definition of success, failure, or self-worth be anything other than your position with Him (Qur’an, 49:13). And if you do this, you become unbreakable, because your handhold is unbreakable. You become unconquerable, because your supporter can never be conquered. And you will never become empty, because your source of fulfillment is unending and never diminishes.”
— Yasmin Mogahed
152 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
“Sins to a heart are like oil drops on a cloth—unless you wash it immediately and vigorously, it will permanently stain.”
— Ibn al-Jawzi
125 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
“The body’s weakness comes from illnesses, while the heart’s weakness comes from sins. And just as the body does not taste the delights of food when it is ill, the heart does not taste the delights of worship when it is sinful.”
— Dhul-Nun al-Misri
172 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
“O Friend, the cloth from which your burial shroud will be cut may have already reached the market and you remain unaware.”
— Abu Hamid al-Ghazali
274 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
It's easy to forget that the pain you feel and the hardships you through in life are meant to bring you closer to Allah. There is beauty in a heart that is torn but finds comfort in sujood, nothing standing between them and their du'as to Allah.
363 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Text
rezeki yang berbeda
beberapa hari lalu di Twitter, seorang teman dekat saya berujar soal anak yang dibelikan rumah oleh orang tuanya. beban finansial anak yang dibelikan rumah oleh orang tuanya, menurutnya, terangkat 50%. ini privilese yang sangat luar biasa.
saya menimpali cuitan itu dengan apa yang terjadi pada saya dan mas y--kami tidak dibelikan rumah, tetapi mendapatkan banyak sekali rezeki dari keempat orang tua kami. mulai dari biaya pernikahan, tempat tinggal (rumah kontrakan), bahkan biaya rumah sakit atau susu mbak yuna. saya bilang, pada keadaan lain, bisa jadi 80% beban finansial yang terangkat.
kalau ditanya mengapa begitu, jawabannya panjang sekali dan mungkin tak semua orang akan mengerti. mulai dari resepsi pernikahan yang adalah hajatan orang tua alih-alih hajatan kami berdua. atau mas yunus yang masih residensi sehingga belum berpenghasilan dan mengandalkan uang saku beasiswa--sehingga sejak awal menikah, kedua orang tua mas yunus terkesan ingin memastikan bahwa saya ternafkahi dengan baik, paling tidak untuk urusan mendasar dan keperluan-keperluan besar.
tanpa saya duga, ternyata cuitan teman saya itu viral luar biasa. balasan saya pun menjadi tempat diskusi. beberapa juga membully, tapi sudahlah, mereka tak tau yang sebenarnya terjadi. banyak pasangan yang keadaannya seperti kami, tidak bisa menolak pemberian orang tua karena tak mau menyakiti perasaannya. banyak juga yang menentang, urusan rumah tangga seharusnya diatur tanpa melibatkan orang tua.
apa pun itu, yang ingin saya sampaikan adalah setiap keluarga punya prinsip dan nilai hidup masing-masing yang tidak perlu diperbandingkan. sekarang, kuping saya sudah sangat tebal dari omongan orang akan bagaimana saya dan mas yunus menjalani rumah tangga. selama kami berdua sepakat dan mau menerima segala konsekuensinya, mengapa pusing dengan kata orang?
kedua, setiap keluarga pasti ada rezekinya, bentuknya bisa berbeda-beda. ada keluarga yang rezekinya dapat rumah dari orang tua. ada keluarga yang rezekinya berjuang agar bisa membeli rumah atau mengontrak rumah. ada keluarga yang rezekinya dipinjamkan uang oleh orang tua untuk membeli rumah. ada keluarga yang rezekinya tinggal di rumah orang tua. ada keluarga yang rezekinya menempati rumah dinas. ada juga yang justru memberikan rumah untuk orang tua. ini baru urusan tempat tinggal, belum urusan lain-lain.
yang saya percaya, rezeki itu paling nikmat apabila kita menjemputnya. meskipun apa saja yang menjadi rezeki kita sudah ditakdirkan, kita tetap harus berjuang dan berupaya. kadang saya berpikir bahwa letak rezeki yang sesungguhnya tidak terdapat pada apa atau berapa yang didapatkan, melainkan bagaimana sesuatu itu didapatkan.
lalu yang saya juga percaya, rezeki tak melulu datang dari arah yang kita tuju atau duga. ini sudah berkali-kali kita dengar dari cerita zam-zam bunda hajar dan ismail. lagi-lagi, tugas kita adalah berupaya, Allah yang akan mencukupkan.
oleh karena itu, kalau masih sendiri, buatlah prinsip untuk diri sendiri. kalau sudah menikah atau sudah ada calon, bicarakan prinsip itu. bicara artinya juga mendengarkan dan terkadang berkompromi.
selebihnya, tetaplah berupaya untuk menjemput rezeki dengan sebaik-baiknya. tak perlu iri dengan rezeki yang didapat orang lain. jika mulai ada perasaan tak senang melihat rezeki orang lain, letakkanlah rezeki bukan pada apa dan berapa, melainkan pada bagaimana.
bagaimana rezeki didapatkan. bagaimana rezeki dibelanjakan. itulah yang kelak akan kita pertanggungjawabkan.
562 notes · View notes
adriarizka · 4 years
Photo
Tumblr media
اللهم إرزقني قلبًا قنوعًا
O Allah bless me with a content heart.
Source: a-floral-vision, via IslamicArtDB
608 notes · View notes
adriarizka · 5 years
Photo
Tumblr media
حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
God is sufficient for me; nothing deserves worship besides Him. I have put all my affairs in His hands, and He alone is the Lord of the Most Magnificent Throne. (Surat at-Tawbah 9:129)
Source: arabiccalligraphy.co, via IslamicArtDB
Check out our book Learning Quranic Arabic for Complete Beginners.
155 notes · View notes
adriarizka · 5 years
Photo
Tumblr media
الله أعلَم
Allahu a`lamu: God knows best. (The Quran, verse 18:26)
Source: nissahdine, via IslamicArtDB
234 notes · View notes
adriarizka · 5 years
Text
“My heart is at ease knowing that what was meant for me will never miss me, and that what misses me was never meant for me.”
— Imam ash-Shafi`i
226 notes · View notes
adriarizka · 5 years
Text
Tumblr media
36K notes · View notes
adriarizka · 5 years
Text
"That trust in Allah, is what saves you."
Shaykh Hamza Yusuf
417 notes · View notes