Sunyi adalah pilihan. Sukses adalah tujuan. Sunyi dan Sukses beda alam. Tulisan ini, medio antara keduanya.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
aku kesepian dan sakit. merajuk kalau katamu terakhir kali. tapi ini nyata. aku kesepian dan sakit.
0 notes
Text
Saat sendu memecah pilu
Ada dua pilihan yang benar benar ada
Dia yang ada karena cinta cinta cinta
Atau dia yang sekedar harta harta hart
0 notes
Text
Aku pernah membunuh mimpi
Mencintaimu membekaliku dengan sekotak imaji.
Saat kita terpisahkan oleh cita-cita
Dari antara Solo dan Paris
Disana aku menderita lahir batin
Aku tahu dirimu juga
Itulah akar mimpi itu jadi buyar
Bahwa rindu adalah benalu
Sakit memang
Bahwa mencintaimu saat itu l
0 notes
Text
Kau yang sebentar lagi 34. Ada waktu 10 tahun untuk tegak berdiri menentukan kebahagiaanmu sendiri.
0 notes
Text
Sudah sejak sebelum tahun baru aku ingin menulis ini:
Jalan, pergi, terbuang. Hilang, datang mengenang. Muslihat itu dari antara siluet-siluet hitam. Kelihatan.
Kesana! ketempat dia! Tak kan kamu temukan jawaban atas pertanyaan mu.
Seekor gagak bertengger diatas makam pujangga baru. Namanya Nilam. Dia yang membuat puisi yang kemudian di dramatisasi oleh pejuang-pejuang. Sayangnya Nilam mati sebelum melihat kemerdekaan hakiki. Gagak itu bukti bahwa makamnya masih keramat. Arwahnya masih sering menjelma karena ia lupa ia telah mati. Gagak itu yang mengingatkannya, selalu, saat dia bangkit dari kubur. Nilam, kau telah mati! Pekik gagak antara jam 6 sore hingga arwah Nilam kembali. Berulang!
Kamu tentu tak sadar. Berkat arwahmu yang dikurung di dalam satu lahad dengan Nilam. Saat Arwah kalian keluar. Gagak itu hanya tau Nilam.
0 notes
Text
avi lupa punya anak 2
punya anak 2 lagi
aku sedih dia lupa
sedihku dia amggap aku iri bahagianya
padahal sedihku membekas dalam pilu membau haru
0 notes
Text
orang yang mencintaiku adalah dia.
yang tak menggurui
yang ajaib
yamg ingat masa lalu
0 notes
Text
Cinta
Cinta bukan sesuatu yang di seni-seni kan
Atau muslihat kata yang di rawikan sedemikian rupa
Cinta itu abadi
Dia rasa-rasa alam untuk kebahagiaan
0 notes
Text
Jalan Orang-Orang Malang
Membelaimu membangkitkan ingatan membelah bumi
Kuingat karang yang keras di laut yang hitam
Rasanya pantas aku caci diriku sendiri
Sejak kucium keningmu di perpisahan itu
Aku bertanya kepada seorang tua disana
Sedang apa diriku?
Ia berkata aku sedang bingung
Malam telah tiba
Saat bintang-bintang mulai berkata-kata
Aku mendenger salah satunya berbisik
Kita adalah orang-orang yang malang
Harus terus menapaki jalan
Melupakan kenangan-kenangan
Kita... adalah orang-orang malang.
0 notes
Text
Narasi Kita dalam Eksponensialmu (seharusnya)
Kecenderungan berbicara dan berpikir adalah akar watakmu selama ini. Aku mengetahui itu hampir 18 tahun yang lalu. Nyatanya itu tidak setimpal dengan pola dugaanku yang terlalu eksponensial. Harusnya aku memakai deret hitung saja. Cara itu praktis. Faktornya hanya satu saja. Tidak perlu bersusah payah mengangkat tangan sebagai tanda aku bertanya kemana jalanmu? Perpindahan ideologimu menuju karakter yang konservatif bukan dipengaruhi oleh kemampuanmu bernarasi atau kemampuanmu berpikir. Itu lebih kepada lingkungan yang terus menerus menjajah kemampuan berpikirmu untuk bertahan. Tentu saja lama kelamaan kamu hanyut. Luluh lantah silogisme andalanmu diterjang badai cerita-cerita tentang keyakinan semu. Sisanya? pondasi berpikirmu terganti oleh keyakinan yang nir logika bahkan kadang-kadang hanya kehebohan semata. Fear of Missing Out. Tidak orisinil khas gaya berpikirmu dulu.
Saat itu aku tahu hidupmu berat. Masalah ekonomi, masalah kepercayaan diri, masalah keluarga, bahkan masalah-masalah cinta yang aku timbulkan. Tentu saja pelarianmu adalah menghunus cinta. Itu hal yang paling mudah dikorbankan. Tidak perlu peristiwa empiris, tidak perlu kehilangan kapitalisasi, tidak perlu mengorbankan harga diri, justru itulah jalan keluar yang paling minim resiko.
Pilihanmu salah. Karena dari cinta itu pondasi berpikirmu tidak merusak masa depan. Tentang perempuan yang dapat mengubah manusia-manusia seperti temanmu yang mati akibat penyakit otaknya menjadi manusia-manusia yang tidak kadaluwarsa. Sayangnya kini, otakmu telah digerogoti virus keyakinan non fundamental. Menjual kata, memanipulasi aksara, menciptakan kreasi suka cita. Semuanya palsu. Membohongi nuranimu tanpa kamu tahu kamu telah berbohong padanya. Mengelabuhi otakmu tanpa ia sadar telah berada di jalan yang kesasar. Aku menyerang alter egomu dalam tulisan ini untuk berkata lantang. Sayang, mustinya dirimu bisa menjadi bu Nur dengan eksponensial faktor tujuh.
0 notes
Text
Kembalilah Terbang
Kita adalah kata untuk meluapkan cita cinta dalam cerita. Begitupun dirimu yang selalu merangkai kata dalam bias-bias makna. Kadangkala aku mengerti namun kadangkala aku masih saja meyakini itu ada arti. Bahwa utasmu itu adalah cita dalam cerita. Memang kelihatan janggal. Seorang penyair datang dari Petra Yordania masih saja mencela kata-katamu. Dia bilang masih ada makna di balik semua cerita yang aku utarakan padanya. Siapa bilang penyair selalu benar. Al Khawarizmi saja sering meilhat astronomi dari sudut pandang yang tidak semestinya. Apalagi kamu yang masih belajar kebaikan dari seorang dokter yang belum tentu bijak nalarnya. Saat aku membaca bukumu itu. Aku terkekeh mengingat masa SMA kita yang menyelami mimpi-mimpi. Bukumu menjual mimpi. Itu sudah tidak relevan dengan dunia yang serba matematis. Bukannya aku menghilang dari nalarmu. Aku hanya sinis pada keyakinanmu yang sampai saat ini masih di luar nalarku. Dengarkan aku. Dunia masih bisa kita genggam. Saat kita sepakat bahwa keyakinan adalah nomor dua dan matematika adalah nomor satu. Jangan terus membodohi logikamu. Itu akan menjadi penyakit yang kritis saat dunia telah dan sedang meninggalkanmu. Saat ini kamu masih memiliki alasan untuk mengelabuhi nalarmu. Keluargamu atau anak-anakmu yang bukan dariku. Saat mereka satu persatu mengepakkan sayapnya menjelajahi dunia yang lebih matematis. Suamimu akan mencintai dunia dan nafsu-nafsu yang selama ini dia tahan. Sedangkan anak-anakmu akan berpetualang mencari jalan-jalan yang sebelumnya tak pernah kamu tahu. Disaat itulah kamu akan sadar bahwa duniamu adalah khayalan-khayalan. Hanya mimpi-mimpi tentang etika dan moral yang berbasis dugaan-dugaan. Itu adalah hipokrisi tingkat lanjut. Sadarlah. Mumpung matahari masih terus terbit dari barat. Biarkan logika liarmu kembali. Mencari jalan untuk kebenaran yang hakiki. Karaktermu itu. Kecerdasanmu itu. Ambisimu itu. Kembalilah ke duniamu. Menjadi pejuang yang memekikkan semangat nalar yang logis. Membentangkan panji perang pada kemunafikan. Dan menjadi dokter untuk kemaslahatan bukan tipu daya untuk menutupi kesalehan-kesalehan yang sebenarnya amoral. Terbanglah kupu-kupu biruku. Jadilah seperti itu.
Kita memang tak akan pernah bersatu tapi paling tidak duniamu akan menyembuhkan luka-luka lama akibat perang kepercayaan. Daripada suamimu, aku lebih tahu dirimu dari hati sampai ujung rambutmu.
0 notes
Text
Meminjam Rindu
Rindu, kamu tak pernah sadar aku pernah membawamu seberat itu
Mengelilingi duniaku yang besar di kala duniamu masih selemparan dadu
Tapi, kamu pernah lupa bahwa prasangka bukan ilmu
Ia ada dari antara pengalaman dan pikiran-pikiran
Tak ada bukti
Apalagi kebenaran yang hakiki Rindu, memang syahdu
Suaranya indah, di ruang-ruang hati yang tersakiti
Seolah tanpa tanda tanya
Ia menjawabnya tanpa menyudahinya
Kamu memang lupa bahwa sejarah ditulis untuk di kenang
Bahwa kita ada untuk dunia yang hilang
Meminjam Rindu
Aku menyudahi tulisan ini
Agar kamu ingat
Kita pernah satu ikat
0 notes
Text
Dia dan Kerikilnya
Aviaddina datang dengan kerikilnya. Tajam, tulus, empati, tapi ada kata-kata yang menusuk hati. “Jangan merajuk, aku telah hafal sifatmu”. Itu yang membuatku ingat peristiwa itu. Tiga puluh hari menentukan jalan atau kembali.
Avi, aku tahu kau masih mencintaiku secinta itu. Walaupun hatimu telah kau kelabuhi dengan dasar kehidupan: oleh anakmu, suamimu, atau malumu; paling tidak oleh egomu. Tapi aku paham dirimu sampai ke akar-akar hatimu yang kau pendam dalam di tropikal petra Jordania.
Aku tahu kau akan datang pada masanya. Masa dimana cinta itu kembali di benakmu. Hampir 10 tahun kau telah mengelabuhi otakmu, mengedepankan ego hatimu, membelakangi kesadaran faktualmu, sampai menipu pasanganmu. Tak apa, cinta ada karena kita berbeda. Kau dengan egomu yang membuatmu sakit. Aku dengan otakku yang membuatku menggigil nyeri. Cinta tak akan pernah kembali. Tapi hati tak akan mungkin kau kelabuhi. Aku melantunkan lagu jundullah, memimpin perang ego antara kepercayaanmu dan logika kulturalku. Ibu memang sudah tidak ada. Tapi dia membaca kita.
0 notes
Text
jika memulai, maka jalani,
jika berkata boleh dipungkiri
hati tidak pernah lupa pada takdir
seperti saat kau memberiku waktu 30 hari
itu satu-satunya jalan takdir
tapi cinta dan penyesalan tidak pernah memiliki jalannya
bahkan setelah puluhan tahun
kau kupu kupu biruku
0 notes
Text
Malam Panjang di Antara Mati Berkepanjangan atau Hidup Sebentar
Aviaddina Ramadhani. Seringkali kau terlihat tidak nyata. Seperti fatamorgana. Tapi lebih banyak kau terlihat sungguh nyata semacam menampakkam diri sebagai bagian dari hidupku yang suka tidak suka harus aku jalani.
Malam ini, bersama burung gereja yang belum menemukan Tuhannya. Aku bicara tentangmu padanya.
Dua hal:
pertama, kau yang selalu menghantui pikiranku untuk kembali ke masa lalu.
kedua, anakku juga anakmu yang selalu kumimpikan tiap tidurku. Itu tak pernah gagal di kenang tak pantas di hilang buangkan dari nalar yang binar.
Bagimu adalah duniamu, bagiku adalah duniaku.
Tapi ada satu tali yang tak pernah bisa putus. Itu cita cinta dalam cerita dan anak kita yang mati sengsara.
Kemarilah, mari kita berdebat lagi. Tentang egoku, tentang ideologimu, tentang caramu berpikir yang menurutku keliru, tentang kesialan yang selalu mengikatmu karena sifatku, tentang ilmu-ilmu yang bahkan Da Vinci tak pernah tahu itu rupa masalah atau rupa ibadah.

0 notes
Text
Pokok-Pokok Keteladanan Bagiku
Ada orang yang menghabiskan waktunya bekerja dari pagi hingga petang
Ada orang yang menghabiskan waktunya untuk menggeliatkan keinginannya untuk bersenang-senang semalaman
Ada orang yang hanya berdiam diri sepanjang hari tanpa suatu apapun
Bagiku itu sama saja
Itu pilihan hidup yang menjadi hak manusia dalam setiap perjalanan langkah demi langkah selama nafasnya masih ada
Aku tak pernah memperdulilkan apa yang di lakukan orang
Aku juga tak pernah memperdulikan perkataan orang
Aku hanya ingin menulis catatan ini untuk dirimu
Bahwa aku masih seperti dulu
Seratus berlian tak akan membuatku takjub
Setinggi la tour eiffel tidak membuatku takut
Senada Libera tak akan membuat telingaku terngiang
Masih sama seperti dulu
Seorang selalu datang dan pergi
Itu pasti
Kebenaran tentang itu absolut
Tak ada pepatah dari negeri manapun yang membelah itu menjadi sebuah kebenaran terminal
Sangat epistemis, empiris, historis, dan algoritmik
Bahwa kemudian ada janji sehidup semati
Itu juga kebenaran
Saya bukan kalian
Memegang itu sebagai buah kekalahan logika pada misteri alam yang Hawking mungkin masih memberinya ruang dugaan
Isac yang mungkin masih tidak dikenali kereligiusannya pun masih bertanya dengan kepala dingin tentang kemungkinan bahwa logika mungkin saja memiliki keterbatasan
Sehingga janjiku yang nir-logika tentu saja logis dalam kacamata ini
Bahwa sesuatu yang telah dipersatukan tidak akan pernah di cerai beraikan
Bahkan oleh apapun
Aku percaya itu.
0 notes
Text
Lama Aku Membaca
Aku masih takut menukiskan kata aviaddina Ramadhani pada setiap portal pencarian.
Masih ada ketakutan
Luar biasa
Anak-anakku masih terus menyapaku dalam mimpi-mimpi sepanjang malam
Mereka tak pernah bercerita tentang apa yang mereka lakukan disana
Tak pernah menyebut Ibunya
Atau jangan-jangan mereka takut pada Ibunya
Karena mereka tahu, ayahnya yang masih terus memegang wacana
Tentang petra, dunia, dan cinta.
0 notes