Tumgik
Text
DAHSYATNYA DO’A
https://www.maahaadzaa.com/dahsyatnya-doa/Review Kajian Maa Haadzaa Senin, 14 Maret 2016 Masjid Manarul Amal, Universitas Mercu Buana Ust. DR. Khalid Basalamah, MA DAHSYATNYA DO’A ================
Dari sisi bahasa, do’a adalah memohon,meminta. Dari sisi istilah, do’a adalah memohon, meminta, menyampaikan hajat hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Do’a ini disebutkan di dalam Al-Qur’an Surat Fathir ayat 60 :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku [berdoa kepada-Ku] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS al-Mu’min/40: 60)
Allah subhanahu wa ta’ala yang telah menciptakan segala macam yang ada di dunia ini. Segala isi dan yang ada di langit dan bumi adalah ciptaan-Nya. Maka memohonlah kepada-Nya, karena Allah subhanahu wa ta’ala sangat menyukai hamba-Nya yang manja dan meminta kepada-Nya
Seorang Mukmin tahu bahwa doa adalah suatu bentuk curhat seorang hamba kepada Rabbnya. Ada doa yang sudah disesuaikan tempat dan waktunya ada doa yang bebas dilakukan kapan saja dan dimana saja
Doa yang disesuaikan tempat dan waktunya seperti doa sebelum makan, doa sebelum tidur, doa saat keluar rumah, dan berbagai bentuk keseharian hidup yang kita jalani. Kebanyakan sekarang manusia memahami doa hanyalah dikerjakan di saat-saat darurat, seperti saat sakit, terkena musibah, dan yang lainnya
Pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat selalu berdoa walaupun dalam keadaan yang tidak bersifat darurat. Sebagai contoh, saat sandal yang sahabat pakai putus, mereka langsung berdoa  “Ya Allah, sandal saya putus. Perbaikilah atau gantikanlah ”
Saking mengingatnya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, para sahabat hanya berkeluh kesah kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Dapat diambil pelajaran bahwasanya keluhan yang kita punya baiknya diceritakan kepada Allah semata
Terkadang do’a yang kita ucapkan belum terjawab di saat itu juga. Tujuan Allah subhanahu wa ta’ala melakukan hal itu untuk mengikat hamba-Nya bergantung hanya kepada Allah saja. Banyak juga orang berdoa justru setelah ikhtiar. Padahal hakikatnya doa itu dimulai saat kita akan memulai suatu aktifitas agar diberikan kemudahan saat mengerjakannya
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Do’a adalah inti dari ibadah “( H.R Bukhari)
Dari hadits tadi, bisa kita ambil contoh adalah shalat. Keseluruhan shalat adalah berisi do’a, baik ketika ruku’ atau saat sedang bersujud
Do’a yang mustajab ketika shalat adalah ketika sedang bersujud dan tahiyat akhir. Sujud adalah keadaan dimana seorang hamba sangatlah dekat dengan Rabbnya. Ketika bersujud hati berada di atas otak kita, sehingga berdo’a ketika bersujud sangat mustajab, wallahu alam
Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghoiri haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Daud no. 4043, Tirmidzi no. 3458, Ibnu Majah no. 3285 dan Ahmad 3: 439. Imam Tirmidzi, Ibnu Hajar dan ulama lainnya menghasankan hadits ini sebagaimana disetujui oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali dalam Bahjatun Nazhirin, 2: 50). Hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:َ “مَنْ لَمْ يَسْأَلْ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ” (رواه الترمذي).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang tidak memohon (berdoa) kepada Allahmaka Allah justru akan murka kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi).
Janganlah meminta kepada manusia, karena saat kita memintanya lagi, dia akan marah. Berbeda dengan Rabb kita, Allah subhanahu wa ta’ala akan murka jika kita tidak meminta kepada-Nya
Dijelaskan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
Ada beberapa poin penting tentang do’a. Mari kita perhatikan baik-baik
——————————————–
1. Pahamilah bahwa do’a itu adalah ibadah. Baik hasilnya kelihatan atau tidak,tunggu saja hasilnya
2. Do’a adalah tanda ketaatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka orang yang sudah berdo’a, dianggap sebagai orang yang sudah menjalani ketaatannya
Hadits riwayat Bukhari :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ ، وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ ، إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ : إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الآخِرَةِ ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا : إِذًا نُكْثِرُ ، قَالَ : اللَّهُ أَكْثَرُ.
“Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan sebuah doa yang tidak terkandung di dalamnya dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali Allah akan memberikannya salah satu dari ketiga hal berikut: Allah akan mengabulkannya dengan segera, mengakhirkan untuknya di akhirat atau memalingkannya dari keburukan yang semisalnya.”
3. Nikmati prosesnya, ketika Allah menerlambatkan do’a kita. Jika Allah subhanahu wa ta’ala mendengar do’a yang indah, santun, dan lembut, maka Allah pun menerlambatkan ijabahnya. Betapa besarnya kasih sayang yang Allah berikan kepada kita hingga Allah mencintai orang-orang yang suka meminta kepada-Nya
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan dikabulkan do’a seseorang di antara kalian sepanjang ia tidak tergesa-gesa. Ia berkata, ‘Aku telah berdo’a dan berdo’a, namun aku tidak melihat terkabulnya do’aku’, sehingga ia pun tidak lagi berdo’a” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Ada beberapa cara Allah kabulkan do’a-do’a kita Diberikan langsung pada saat itu Allah hilangkan  kesusahan yang akan menimpa meskipun tidak ada relevansinya dengan do’a tersebut
Sebagai contoh, jika seorang anak kecil sakit selama 10 tahun tidak sembuh-sembuh, maka itu adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala karena Allah sedang mengurangi kesusahannya, Banyak kita yang su’udzan kepada Allah karena do’a kita tidak dikabulkan. Allah akan hilangkan kesusahan kalau kita rajin berdo’a kepada-Nya
4. Allah akan simpan dalam bentuk pahala di hari kiamat nanti
Hadits shahih yang menjelaskannya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا
“Dari Abu Said bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung unsur dosa atau pemutusan silaturahmi melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal, yaitu; (1) Allah akan menyegerakan pengabulan doanya, atau (2) Allah menjadikannya sebagai simpanan baginya di akhirat, atau (3) Allah menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya”. (HR. Ahmad III/18 no.11149. dan hadits ini derajatnya Hasan Shohih sebagaimana dinyatakan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib II/128 no.1633).
Ada sebuah riwayat tentang seorang sahabat di kancah peperangan yang begitu semangat bertakbir dan yakin bahwa pasukannya akan menang. Lalu ada salah seorang sahabat lain bertanya kepadanya,
“kenapa engkau begitu bersemangat saat engkau bertakbir, dan apa yang membuatmu yakin akan menang ? ” Lalu ia menjawab, “di rumah masih ada ibu saya, dan saya selalu minta doa kepada ibu saya agar kita menang. Dan saya meyakini doa ibu saya akan Allah ijabah, karena itu saya bertakbir dan semangat dan yakin akan menang ”
Jika ada do’a yang belum terjawab, maka jangan meminta dengan tergesa-gesa. Justru seharusnya kita senang, do’a yang tidak terjawab di dunia akan menjadi pahala bergunung-gunung di hari kiamat nanti. Sesungguhnya jika seorang hamba sudah mengucap  “Allahumma… “maka dia sudah mencapai garis finish dari doa yang dia panjatkan
Allah subhanahu wa ta’ala lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Kadang-kadang Allah tidak kabulkan doa karena Allah tahu doa itu mungkin akan membawanya ke dalam bahaya. Ujian dan cobaan adalah jalan pintas Allah subhanahu wa ta’ala untuk memaksa hamba-Nya beribadah
Sebagai contoh, ada kisah seorang laki-laki shaleh yang ingin melamar seorang wanita yang sudah sesuai dengan kriterianya. Bahkan temannya yang seorang Syekh mengatakan dia dekat sekali dengan Allah. Saat menjelang 2 bulan pernikahannya, kemudian wanita membatalkan pernikahannya, Laki-laki ini shaleh ini terus berdo’a sepanjang waktu sampai menjelang hari pernikahannya doa nya tidak terkabul.
Kemudian wanita ini menikah setelah ada yang melamarnya lagi. Sebulan setelah pernikahan wanita itu, wanita itu terserang kanker ganas di payudara sebelah kanannya hingga harus dipotong. Dua bulan berjalan wanita ini kembali terserang kanker ganas hingga payudara sebelah kirinya juga harus dipotong. Tiga bulan berjalan ada syaraf wanita ini terjepit hingga setelah 4 bulan wanita ini meninggal dunia
Syeikh itu berkata,”betapa besarnya kasih sayang Allah kepada teman saya. Seandainya doa nya dikabulkan dan mereka menikha, sungguh teman saya hanya akan jadi pelayannya selama 4 bulan tanpa menikmati indahnya pernikahan”
Dari cerita di atas kita bisa memahami bahwa Allah memberikan yang terbaik menurut Allah, dan menghindarkan kita dari doa yang mendatangkan bahaya
======================
SYARAT DITERIMANYA DO’A
* IKHLAS
Apapun do’a yang kita panjatkan kepada Allah harus ikhlas semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah Maha pemalu dan pemurah. Dia malu bila seorang lelaki mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 1488 dan At-Tirmidzi no. 3556 dan beliau mengatakan hasan gharib. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan”. Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri) mu di setiap salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepada-Nya)”. (Q.S Al-A’raf :29)
—————————————
* MEMBUKA DOA DENGAN TAHMID DAN SHALAWAT
Setiap kita akan berdo’a, ada baiknya kita memuji Allah subhanahu wa ta’ala dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
“Doa yang dipanjatkan seseorang di antara kalian akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa. Dirinya berkata, ‘Aku telah berdoa namun tidak juga terkabul.’” (H.R Bukhari dan Muslim)
Hadits yang lain juga menjelaskan :
Dari Sayyidina Anas bin Malik R.a, dari Nabi S.a.w; “Tidak satu doa pun kecuali antara do’a itu dan langit terdapat suatu hijab, sehingga dibacakan shalawat kepada Nabi S.a.w. Kalau dibacakan shalawat kepada Nabi S.a.w, maka terkoyaklah hijab itu dan masuklah doa itu. Dan bila tidak dibacakan shalawat, maka kembalilah doanya.”.
Ada do’a yang tanpa membaca tahmid dan shalawat adalah do’a yang sudah disesuaikan waktu dan tempatnya seperti do’a sebelum tidur, do’a sebelum makan, atau do’a sebelum masuk kamar mandi
—————————————-
* DIIKUTI RASA TAKUT DAN KHAWATIR KEPADA ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Rasa takut disini adalah merasa khawatir jika do’a nya tidak terkabul. Maka perbanyaklah berdo’a dan selalu berharap kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Ulama berpendapat bahwa seseorang lebih afdhol mempertahankan rizkinya daripada meminta dibangkitkan dari kebangkrutan, wallahu a’lam
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”(Q.S Al-A’raf : 56)
—————————————–
* MENGGUNAKAN ASMAUL HUSNA SAAT BERDOA
Selalu memuji Allah subhanahu wa ta’ala di kala berdo’a dengan menyebut nama-nama baik yang Allah miliki
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”(Q.S Al-A’raf : 180)
—————————————
* MENJAGA DIRI DARI MAKANAN DAN MINUMAN YANG HARAM
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan dalam sebuah hadits:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi seraya berdoa: Ya Rabbi, ya Rabbi (Wahai Tuhanku), sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya bisa terkabulkan?.” (HR. Muslim II/703 no.1015).
Ada beberapa tingkatan tidak diterimanya doa ~ tahu kalau itu pasti haram ~ tahu atau tidak tahu dari orang lain
————————————-
* TIDAK MEMINTA YANG HARAM
Maksudnya adalah Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengabulkan do’a yang buruk. Seseorang yang berbuat maksiat yang dikabulkan do’anya, sebenarnya bukan terkabul do’anya. Itu hanyalah kesenangan dunia yang Allah berikan karena terjebak dalam kemaksiatan
Allah subhanahu wa ta’ala hanya mengabulkan doa yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah adalah Maha Suci, tidak menerima kecuali sesuatu yang baik/suci… (H.R. Muslim)
—————————————–
* MUSLIM
Tidak akan diterima doa orang yang kafir.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
…Dan do`a orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (QS. Ghafir [40]: 50).
—————————————
* TIDAK TERGESA-GESA
Tidak dikabulkan do’a jika yang meminta ingin disegerakan do’anya di ijabah oleh Allah subhanahu wa ta’ala
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Doa seseorang senantiasa akan dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa ataupun untuk memutuskan tali silaturahim dan tidak tergesa-gesa. ” Seorang sahabat bertanya; ‘Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan tergesa-gesa? ‘ Rasulullah Saw menjawab: ‘Yang dimaksud dengan tergesa-gesa adalah apabila orang yang berdoa itu mengatakan; ‘Aku telah berdoa dan terus berdoa tetapi belum juga dikabulkan’. Setelah itu, ia merasa putus asa dan tidak pernah berdoa lagi.’ (H.R.Muslim)
————————————-
* MAKSIMALKAN TEMPAT DAN WAKTU DITERIMANYA DOA
Tempat yang mustajab do’anya dikabul seperti di Arafah, di dekat pintu ka’bah, atau di sumur zam-zam
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tempat di antara sudut Ka’bah dan maqam Ibrahim adalah Multazam. Setiap orang sakit yang berdoa di sana pasti akan sembuh.” (HR. Ahmad).
Waktu-waktu yang doanya mustajab untuk di ijabah ; ~ di sepertiga malam, bahwa sesungguhnya pada waktu itu Allah subhanahu wa ta’ala turun kebumi yang paling rendah
~ di saat sujud. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482)
~ sebelum salam di tahiyat akhir dalam shalat ~ saat seseorang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)
~ seorang musafir ~ saat hujan turun. Disaat hujan turun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan rambutnya basah dan membuka sedikit dari bajunya agar air hujan masuk ke dalam bajunya kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa di kala itu
~ Antara Adzan dan Iqamah ~ doa orangtua kepada anaknya ~ doa anak shaleh kepada orangtuanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
ﺇِﺫَﺍ ﻣَﺎﺕَ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥُ ﺍﻧْﻘَﻄَﻊَ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣِﻦْ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﻣِﻦْ ﺻَﺪَﻗَﺔٍ ﺟَﺎﺭِﻳَﺔٍ ﻭَﻋِﻠْﻢٍ ﻳُﻨْﺘَﻔَﻊُ ﺑِﻪِ ﻭَﻭَﻟَﺪٍ ﺻَﺎﻟِﺢٍ ﻳَﺪْﻋُﻮ ﻟَﻪُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR.Muslim no. 1631)
~ doa Muslim kepada Muslim lainnya ~ berdoa di hari Jumat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Hari Jumat (siangnya) ada 12 waktu, tidak ada seorang hamba yang muslim meminta kepada Allah sesuatu kecuali akan diberikan, maka carilah saat tersebut di waktu terakhir setelah shalat ‘Ashar.”(Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i dan Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi
=========================
KISAH NABI DENGAN DOA
NABI ZAKARIYA A.S
Nabi Zakariya alaihis salam meminta anak kepada Allah subhanahu wa taala dimana umur Zakariya alaihis salam yang sudah tidak produksi lagi dan istrinya yang mandul. Nabi Zakariya alaihis salam meminta anak saat berumur 40 tahun, dan doa Nabi Zakariya alaihis salam  “Ya Allah, karuniakan saya anak dari wanita ini(istrinya). ” Lalu Allah memberikan anak saat beliau berusia 100 tahun, dan Allah tidak hanya memberikan seorang anak, tapi memberikan banyak kelebihan yang lain dari doanya
Firman Allah subhanahu wa taala :
{وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ (89) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90) }
Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris yang paling baik.” Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Q.S Al-Anbiya : 89-90)
————————————-
NABI AYUB A.S
Nabi Ayub adalah seseorang yang paling tampa, kaya raya, beliau seorang raja dan kehidupannya luar biasa. Beliau juga dianugrahi seorang Istri yang cantik. Beliau menikah ketika usianya 30 tahun.  Selama 20 tahun  Nabi Ayub alaihis salam merasakan nikmat yang tiada hentinya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala mengujinya dengan penyakit kusta dan menular sehingga para kaumnya menjauhinya
Di hari kedua, anak-anaknya yang berjumlah 12 orang meninggal seluruhnya. Di hari ketiga, seluruh kebun dan kekayaannya habis seketika oleh hama dan badai. Nabi Ayub alaihis salam tidak bisa mengucap satu kalimatpun dan selalu bersabar akan kehidupannya sekarang
Kemudian Istrinya berkata kepada Nabi Ayub alaihis salam, “wahai Nabiyullah, mengapa engkau tidak berdoa meminta kepada Allah subhana wa ta’ala untuk mengakhiri semua penderitaan ini ?”
Selama 18 tahun Beliau mengalami cobaan, kemudian Beliau berkata, “saya masih malu kepada Allah. 20 tahun saya merasakan kenikmatan tiada hentinya, maka 20 tahun juga saya harus menanggung cobaan ini”
Betapa mulianya beliau yang malu kepada Allah subhana wa ta’ala. Tidak lama setelah 20 tahun berlalu penderitaannya, Allah subhana wa ta’ala mengganti semua apa yang sudah hilang dari beliau. Allah subhanahu wa ta’ala memancarkan mata air dan kemudian Nabi Ayub alaihis salam mandi dengan air itu hingga bersih semua badannya dari penyakitnya. Bahkan beliau kelihatan lebih segar dan kekar dari 20 tahun yang lalu. Kemudian Allah subhana wa ta’ala menganugrahkan 24 anak untuk beliau menggantikan yang telah meninggal 20 tahun lalu. Setelah kaumnya mendengar kesembuhan beliau, mereka berdatangan dan memberikah hadiah kepada beliau sehingga terkumpul lagi semua kekayaan yang dulu pernah lenyap. Semua berkat doa beliau yang diijabah oleh Allah subhana wa ta’ala.
Firman Allah subhanahu  wa ta’ala :
{وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ (83) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ (84) }
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”
INTI BAHASAN
Kadang-kadang allah subhanahu wa ta’ala menerlambatkan doa kita karena ingin menguji ketulusan hamba-Nya dalam beribadah kepada-Nya. Ingat, Allah tidak pernah memberikan satu, justru lebih. Setiap apa yang kita minta Allah subhanahu wa ta’ala menggantinya berlipat-lipat banyaknya nikmat kepada kita. Maka husnudzan lah kepada Rabb kita Allah subhanahu wa ta’ala yang selalu mau mendengar keluh kesah kita. Maka perbanyaklah berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebagai bukti ketaatan kita kepada Allah dan sebagai suatu jalan berkomunikasi dengan Allah subhanahu wa ta’ala
Dodi – Maa Haadzaa
https://www.maahaadzaa.com/dahsyatnya-doa/
0 notes
Text
hidayah untuk seorang wahabi
Pertamakali saya tahu kajian-kajian salafi (wahabi–red) itu sekitar 2006. Pas kuliah di Jogja. Sebelum itu saya fanatik dengan agama lokal dari kampung halaman di Situbondo. Jadi, pas awal pindah ke Jogja dan tinggal di rumah nenek, saya nggak mau jumatan di mesjid dekat rumah, sebab adzannya 1x, nggak kayak di kampung halaman, adzan 2x, khotibnya pegang tombak, dan sebelum khotbah biasanya ada salah 1 jamaah yang berdiri terus bilang “Yaa ma’syarol muslimin…” dst.. Ketika tahu mesjid dekat rumah nggak seperti itu, saya nggak mau jumatan di situ, memilih jalan jauh ke mesjid kampus UGM, padahal ya sama saja adzannya juga 1x, tapi saya sudah terlanjur “alergi” dengan orang-orang di mesjid deket rumah itu, mereka pakai celana cingkrang, jenggotan. Hih. Ogah, mending ke mesjid kampus UGM yang jamaahnya lebih umum, masih ada yang pake celana jin. Waktu itu saya tahunya mereka yang cingkrang itu Muhammadiyah… Dan menurut ajaran dari kampung, Muhammadiyah itu nggak tahlilan, sementara kita NU tahlilan. Gitu aja definisinya, tanpa ada niat nyari tahu kok bisa beda? Kan pasti ada alasannya? Lalu yang lebih mendekati kebenaran yg mana? Nggak ada pikiran semacam itu. Pokoknya kalau sudah lahir di keluarga NU ya sudah ikut saja. Apalagi sejak kecil sudah dibangun sentimentalisme kefanatikan seolah Muhammadiyah itu aneh. Ke-alergian terhadap orang-orang di mesjid dekat rumah itu berlangsung sekitar 2 tahun. Sampe suatu masa, di Jogja lagi rame kasus mahasiswa yang tiba-tiba direkrut oleh semacam gerakan baiat gitu, sehingga tiba-tiba nggak mau ngobrol sama orangtuanya karena orangtua dianggap kafir (naudzubillah). Pokoknya entah aliran apa namanya, NII apa ya? Wuih itu ngeri. Teman sekelas saya, cewek, ada yang kena gerakan itu. Bahwa Indonesia bukan negara islam, kita harus bikin negara islam, bla bla bla… Saya lalu berhati-hati. Kalau kebetulan ke kampus MIPA selatan, di seberang kampus ada masjid Al Hasanah, di mesjid itu perempuannya pakai cadar hitam-hitam, saya sering bilang, “Itu pasti yang aliran sesat.” 
Di periode itu, model ikhwan-akhwat dalam sebuah wadah bernama liqo’ juga mulai menjamur di kampus. Ada seorang sahabat yang keren digandrungi akhwat-akhwat, dia kalo lagi nggak ada jam kuliah nongkrongnya di musholla, ngobrol sama akhwat di balik hijab. Saya iri, kan kepingin juga didekatin cewek-cewek. Apalagi waktu itu ada akhwat yang cantik sekali, yang membuat saya tahu diri, siapalah saya ini, jenggot tipis aja nggak punya, nggak ada potongan seorang ikhwan…. Namun demi mendapat perhatian, itu jadi semacam titik tolak untuk berniat belajar agama (nggak ikhlas banget niatnya…) Saya segera rajin lihat papan pengumuman yang terpajang di musholla. Lihat ada poster acara apa yang berhubungan dengan agama. Nyari yang gratisan.
Maka, acara agama yang pertama saya datangi itu acaranya Hizbut Tahrir, dalam keadaan saya awam tentang kelompok ini, yang penting kan datang aja biar keren dan kelihatan alim dapat sertifikat. Waktu itu acaranya di Aula Fakultas Pertanian. Jadi bukan mesjid, melainkan kayak seminar, duduk di bangku-bangku kuliah, ada meja-meja melingkar dibikin kelompok, lalu ada layar proyektor, slide, gitu-gitu, endingnya pesertanya dapat CD. Saya gak paham apa yang disampaikan, tiba-tiba disuruh diskusi, ada makan siang, yang penting datang aja biar keren.
Esoknya di kampus, saya tunjukkan CD dan sertifikat ke sahabat saya yang digandrungi akhwat itu, pamer: nih saya juga tahu datang seminar islam… Dia malah kaget, “Lho, kamu datang ke acaranya HTI?” Mendengar pertanyaan itu, saya balik kaget, “Lho kenapa ya emangnya?” Sejak itu, saya tahu kalau ada banyak kelompok-kelompok kaum muslimin, saya kira cuma Muhammadiyah dan NU. Ternyata ada HTI, ada Ikhwanul Muslimin (IM), NII, LDII, MTA.. Nah yang liqo’ ini ujungnya saya tahu afiliasi mereka ke IM.
Saya mulai mempelajari masing-masing perbedaan antar kelompok, mengenal tokoh-tokoh mereka. Jadi tahu oh ternyata HTI itu tujuannya gini, cirinya gini, IM itu gini, cirinya gini. Saya kadang datang ke obrolannya anak IM, kadang ngobrol dengan anak HTI, pokoknya yang obrolannya agama, ikut nimbrung.
Namun saya mesti berpikir rasional, bahwa pasti ada alasan kenapa kelompok ini begini, kelompok itu begitu, mesti diuji materi, sehingga bisa ketahuan mana yang setidaknya paling bisa saya percaya. Bukan lantas tidak mau repot-repot, ya sudahlah mereka bisa benar, kita bisa benar, yang tahu kebenaran hanya Allah. Wis, lalu jadilah paling toleran, simsalabim, islam nusantara… Nggak gitu, kalo gitu sih nggak perlu ada dakwah saja, nggak perlu diutus Nabi dan Rasul, nggak perlu diturunkan AlQur’an, biar aja setiap manusia percaya dengan keyakinan sendiri-sendiri…
Dalam dunia eksak, selama segala hal yang berbeda bisa dicari pemecahannya, mana yang lebih valid, maka dicari. Bahkan kalo bisa yang berbeda-beda itu diajak bersatu. Sehingga logikanya, bersatu di atas landasan yang kokoh. Bukan sengaja berbeda lalu pura2 bersatu saling toleransi padahal saling sikut. “Kau sangka mereka bersatu padahal hati mereka berpecah belah,” kata ayat dalam Al Qur’an.
Sekarang kan apa-apa ditoleransi, ada kelompok yang penentuan Idul Fitrinya berdasarkan pasang surut air laut, ditoleransi, ada orang ngaku jadi Nabi, ditoleransi, besok ada yang sholat dhuhur 8 rokaat pun pasti ditoleransi. Lha ya udah rusak dakwah ini, tiap mau bilang, “eh ini nggak boleh,” dibales, “kamu merasa bener sendiri, menyesat-nyesatkan orang. Mau memonopoli surga.” Ya sudaaah repot.
Karena itulah pengusung paham buram: saya bisa benar, kamu bisa benar, semua bisa benar, toleran, liberal, itu biasanya datang dari mereka yang kuliah di fakultas non-eksak. Filsafat terutama. Karena sudah dibiasakan berpikir seperti itu. Selama masih bisa ngeles ya ngeles terus. Bermain-main opini saja. Mana yang kelihatan paling keren opininya, paling satir, ya wis, itu yang juara! Nggak urus itu ngawur apa nggak.
Balik ke cerita. Setidaknya satu sisi positif dari hasil bergaul dengan teman-teman HTI dan IM adalah, saya mulai tidak alergi dengan penampilan celana cingkrang dan jenggot. Sebab sebagian teman ada yang begitu. meski saya belum tahu alasannya. Mungkin tren.
Nah, kemudian muncullah sebuah pertanyaan besar: Lalu, kalau orang-orang yang di mesjid dekat rumah, yang cingkrang, jenggotan, itu aliran apa ya?
Mulai deh. Sehabis maghrib biasanya kan ada kajian. Sesekali saya coba duduk di teras mesjid, dengerin yang diomongin si ustadz… Oh, ternyata ustadz itu bicaranya tentang tauhid, syirik, sunnah, bid’ah… Kok kayaknya menarik? Belum pernah nih di kampung ada ceramah kayak gini
Kemudian lain waktu saya mulai masuk deh ikut kajian itu biarpun nggak ada sertifikat. Sehabis maghrib, malam selasa dan malam sabtu. Asli, saya jatuh cinta. Cara ustadznya menjelaskan, terus banyak hal baru yang saya ketahui dan bikin, “Oh, gitu ya? Oh ternyata gitu?” Berbeda dengan seminar yang kebanyakan seperti bertele-tele, ustadz di mesjid ini langsung ke poinnya. Dan setelah beberapa kali saya ikuti, ternyata bisa disimpulkan tujuan dakwahnya mereka ini sederhana banget: cuma gimana biar bisa ibadah dengan bener, tahu landasannya, bukan ikut-ikutan. Gimana biar kita terasa hidup dekat dengan Nabi dan para sahabat. Udah. Gitu. Simpel banget. Terlalu simpel malahan.
Nggak ada tujuan bikin negara islam, bikin gerakan rekrut orang, bai’at, kartu anggota, tur ziarah.. Nggak ada. Cuma diajarkan, udah meng-Esa-kan (mentauhidkan) Allah dengan bener belum? ibadah kita selama ini udah sesuai dengan tuntunan Rasulullah belum? Wis, tok, til, itu aja
Mereka tidak punya penamaan seperti IM atau HTI, sebab konon memang nggak punya nama, cuma berdakwah mengajak pada islam yang murni dan lurus.
Adapun kemudian saya dengar dari orang-orang, bahwa mereka dinamakan wahabi… Ketika saya baca artikel tentang wahabi, itu wuh sadis banget! Konspirasi dengan Inggris, temennya Mamarika, menghancurkan makam Nabi, radikal, ngajarin pegang senjata. Apalagi kalau levelnya sudah utak-atik sejarah, ada buku judulnya Sejarah Berdarah Sekte Wahabi. Kok sangar temen? Padahal realitas yang saya datangi sendiri, nggak ada itu
Maka terjadi pergolakan besar dalam diri saya. Dimasuki banyak hal-hal yang terasa baru. Wahabi ternyata tidak merayakan maulid, alasannya: soalnya Rasul tidak merayakannya. Simpel banget! Tapi wahabi justru mengajarkan cinta Rasul dengan meneladani beliau. Akhirnya saya tahu, oh, jadi Rasul memerintahkan kain celana di atas mata kaki, pantesan mereka cingkrang.mehehesyariahSaya ragu, apa mau cingkrang juga ya? Duh, nggak keren lagi dong kalau ke kampus. Antara menuruti jiwa muda untuk tampil modis atau menuruti perintah Rasul? Yah kok Rasul nyuruh gini sih? Berat hati. Sebenarnya kalau saya mau menolak, ada jalannya, yaitu embusan dari orang-orang bahwa cingkrang itu ciri teroris, bahwa itu sebetulnya nggak wajib, bahwa jangan terlalu kaku lah dengan dalil, memahami hadits harus dari sudut pandang modern…
Pokoknya opini-opini yang sifatnya menolak dengan cara ngalor-ngidul dulu mencari-cari pembenaran. Sementara wahabi itu simpel banget: Ada dalil, sahih, kerjakan. Tidak ada, tidak perlu dikerjakan. Tapi yang sederhana begini, masyaAllah… Dihujat di mana-mana. Apalagi di kalangan penulis intelektual filsafat satiris posmodern, seperti jadi musuh bersama.
Wahabi dibilang anti-maulid, tidak cinta Rasul. Padahal saya lihat mereka yang paling meneladani perilaku Rasulullah. Selama di kampung saya nggak tahu kalo Rasul memerintahkan kain celana di atas mata kaki
Wahabi dibilang tidak mau shalawat. Padahal saya lihat mereka cuma mencukupkan shalawat yang diajarkan Rasul, yaitu shalawat yang biasa dibaca di tahiyat akhir dalam sholat, bukan shalawat hasil ide-ide kreatif.
Wahabi dibilang melarang ziarah kubur, padahal mereka cuma melarang minta-minta sama orang mati meskipun itu wali, bukan ziarahnya yang dilarang.
Juga dibilangnya wahabi mau bikin mazhab baru, padahal pas kajian mereka tetap mengutip pendapat Imam Syafi’, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad. Bahkan mereka selalu mengkaji, jika 4 pendapat imam itu berbeda, maka mana yang lebih mendekati sunnah, itu yang diikuti, tanpa merendahkan keilmuan salah satu dari imam mazhab. Jadi nggak asal, kita mazhabnya syafi’i, lalu fanatik, sampai ada yang nggak mau nikah dengan mazhab lain
Dan semua yang wahabi lakukan, itu karena ada dalil dari Rasulullah. Bukan karena ingin memecah belah atau tampil beda atau merasa benar sendiri yang lain sesat.mehehesyariahBahkan saya lihat, wahabi itu yang paling banyak mengalah dari keinginannya. Gimana gak ngalah? Perempuannya bercadar, jilbab lebar hitam. Padahal kalo dipikir-pikir, kan enakan islam yang ditawarkan kaum liberal, beragama tapi bebas nggak terikat apa-apa. Nggak mesti jilbaban, dll.
Jadi kalau ingin berislam tapi nggak mau disuruh ini itu, saya sarankan ikut liberal, selalu dikasih solusi untuk ngeles. Anda males pake jilbab, tenang, jadilah liberal, baca Quraish Shihab, ada solusinya, jilbab itu nggak wajib kok, anaknya aja nggak berjilbab. Bahkan Anda akan bisa merasa lebih jumawa dari mereka yang pakai cadar…. Lha perempuan wahabi, udah cadaran, sumuk, kehilangan kesempatan bersolek, eh malah jadi bahan olokan. Kalau bukan karena kecintaan terhadap sunnah, dijamin mereka gak akan sibuk merepotkan diri seperti itu.
Sejak itu saya gak terpengaruh lagi dengan opini orang tentang wahabi, mau dibilang gak cinta Rasul kek, dibilang suka membid’ahkan orang kek, suka mengkafirkan orang, merasa masuk surga sendiri yang lain masuk neraka. Karepmu! Sebab saya tahu, realitasnya tidak seperti itu. Dan memang kalau ikut opini orang, nggak bakal selesai.
Masih ingat kan kisah bapak, anak, dan seekor onta? Ketika anaknya naik onta, sementara bapaknya jalan sambil nuntun tali onta, orang-orang bilang, “Anak durhaka, enak-enakan di atas, Bapaknya disuruh nuntun.” Mendengar itu, anaknya turun, lalu ganti, bapaknya naik onta, anaknya nuntun. Orang bilang, “Bapak gak tahu kasihan, enak-enakan di atas onta, anaknya malah disuruh jalan.” Maka sekarang, anak dan bapak berdua sama-sama naik onta. Orang-orang bilang, “Gak tahu kasian sama binatang, onta kurus gitu kok dinaiki berdua.” Ujung-ujungnya bapak dan anak sama-sama jalan nuntun onta. Eh orang masih bilang, “Mereka berdua itu kok goblok banget, punya onta tapi gak dinaikin malah dituntun aja.” Gitulah, di mana-mana, opini orang gak bisa dijadikan acuan. Apalagi opini dari ahlul pelintir bahasa, wuh, hebat-hebat, yang insecure lah, sesat sejak dalam pikiran lah, ini lah, itu lah. Berbeda dengan wahabi ketika mengomentari sebuah aliran tertentu, itu bukan pakai opini pelintir bahasa, tapi langsung ke akarnya.
Ketika mengomentari syiah misalnya. Pengusung toleransi semu akan menyeret opini bahwa syiah dan sunni cuma perbedaan mazhab, politis, diseret tentang hak asasi, minoritas, dst.. Kalau wahabi langsung ke kitab induk syiah. Bahwa syiah ini menyimpang karena mengkafirkan mayoritas sahabat, menyebut Abu Bakar & Umar sebagai dua berhala Quraisy, menganggap Aisyah sebagai pelacur, menghalalkan darah nashibi (ahlus sunnah), memiliki Al Qur’an 3x lebih tebal, syahadatnya berbeda, adzannya beda, menghalalkan kawin kontrak, malam kawin pagi cerai… Itu. To the point. Kalau alasan itu diterima, mereka memuji Allah. Tidak diterima, tetap memuji Allah.
Saya pun mulai rajin mengikuti kajian wahabi, bahkan yang jauh-jauh dan ustadznya sampai dari Arab. Semakin banyak perbedaan yang bisa ditangkap secara kasat mata:
Pertama. Di kampung saya, kalau kiyai/ustadz datang, itu kadang tangannya jadi rebutan, dicium-cium sama jamaahnya. Bahkan cara cium tangannya itu bisa dramatis sekali ada teknik-teknik tersendiri. Apalagi kalo yang datang itu level syaikh pondok ini, atau anak keturunan syaikh itu, wuh tambah jadi rebutan.
Berbeda dengan kajian wahabi. Biarpun penceramahnya level ulama paling senior dan sepuh pun, sewaktu ulama itu datang dan jalan ke depan, jamaahnya biasa aja duduk.
Kalau pakai opini orang, kesannya wahabi tidak menghormati ulama. Padahal saya melihat, mereka menghormati ulama ya karena ilmunya, bukan karena fisiknya atau keturunan siapa, jadi tidak lebay rebutan cium tangan, apalagi seolah mengkultuskan rebutan air liur, diyakini mustajab, hiii.
Wahabi itu nggak pernah nyebut-nyebut syaikh siapa jadi doa berjamaah, bikin haul. Nggak pernah. Sebab mereka beneran cuma menghargai ilmu, tidak berlebihan terhadap tokoh… Beda di kampung saya, fatihah ila hadarotin syaikh ini, syaikh itu, diulang-ulang tiap ada selamatan, tapi orang-orang nggak tahu syaikh itu siapa sih? Buku kitabnya apa? Nggak ada. Pokoknya kiyai nyebut syaikh itu tiap selamatan, ya sudah sampe turunannya tetap nyebut syaikh itu. jamaahnya ya amin-amin saja terus makan rawon.mehehesyariahYang kedua. Yang namanya pengajian, di kampung saya biasanya identik dengan nyanyi-nyanyi, baca Al Fatihah, awal Al Baqoroh, ayat kursi, sholawat apa gitu panjang, baru setelah itu ada ceramah. Kalo di wahabi, ustadznya datang, duduk, langsung membuka materi dg khutbatul hajah, lalu mengajar, ada istirahat, tanya jawab, abis itu selesai, pulang. Nggak ribet.
Yang ketiga. Kalo di kampung saya, segala jenis ibadah wis tinggal nyontoh saja, kalo ngaji maghrib itu kadang ada pelajaran sholat dari kiyai, ya sudah langsung baca aja rame-rame dari usholli sampai salam. Tapi di wahabi itu ilmiah sekali, tidak asal ikut ustadznya, melainkan diajari memahami bahwa setiap gerakan sholat itu dilakukan karena ada contohnya, kita melakukan ibadah karena memang ada riwayatnya dari Rasul. Kalau nggak ada riwayatnya, ya nggak perlu repot-repot dikerjakan. Sehingga ketika sholat, setiap gerakan kita terasa dekat dg Rasulullah sebab tahu ada rantai yang bersambung.
Hal lain juga. Saya jadi tahu, misalnya, Allah mengampuni semua dosa kecuali dosa syirik. Dosa syirik tidak akan diampuni kalau pelakunya mati sebelum sempat bertobat. Sebab dosa syirik itu paling besar, paling bahaya, sehingga kita mesti tahu cabang-cabangnya. Bahwa perdukunan itu syirik, meyakini hari sial itu syirik, minta-minta ke orang mati itu syirik, jimat itu syirik, ada syirik besar dan syirik kecil, harus waspada dan selalu mengoreksi diri sendiri.
Sejak itu, ngeri lah karena ternyata banyak keyakinan saya selama ini tergolong syirik, seperti keyakinan kalo nabrak kucing berarti sial, pergi gak boleh hari jumat, dst…. Kalau di kampung saya, yang dimaksud syirik ya menyembah patung berhala. gitu aja. Mana ada hari ini orang islam sekonyol itu nyembah patung? Kalau dosa syirik cuma sebatas nyembah patung, alangkah mudahnya itu dihindari?
Apalagi pas tahu banyak hal yang selama ini biasa saya lakukan, ternyata bid’ah, tidak diajarkan Rasul. Saya yang sudah telanjur ngefans dengan sholawat nariyah dan hapal di luar kepala sejak ngaji jaman SD, kaget lho jadi sholawat nariyah itu bid’ah? Sempat gak terima. Tapi tumbuhnya kecintaan untuk mengenal, “Jadi, islam yang aslinya sesuai Nabi itu gimana?”mehehesyariahItu membuat saya rela untuk melepas atribut kefanatikan dan segala hal yang sudah diyakini sejak kecil. Seandainya saya sudah anti sejak awal, kan bisa dengan mudah mudah langsung saya cap, “Wo, wahabi itu menyalah-nyalahkan orang, masak sholawatan aja nggak boleh.” Saya lalu menyadari, faktor penting orang sulit menerima kebenaran, adalah karena kebenaran itu menghantam keras pada apa yang sudah diyakininya selama ini sebagai kebenaran.
Sama, di masa jahiliyah dahulu, Sebelum Muhammad diangkat sebagai Nabi, beliau sudah digelari Al Amin (yg bisa dipercaya) oleh kaumnya, sebab memang sangat dipercaya, sampai-sampai jika Muhammad berkata, “Ada pasukan musuh di balik gunung ini.” Maka mereka percaya. Tapi setelah mendapat wahyu, mengajak untuk menyembah Allah saja, yang mana itu menghantam keras pada keyakinan kaum Quraisy saat itu, langsung berubah mereka menjuluki Rasulullah jadi Majnun, tukang sihir…
Maka dari itu, ketika ada yang bilang wahabi merasa benar sendiri, itu aneh. Sebab wahabi itu justru orang yang mau mencari kebenaran meski konsekuensinya berat karena harus meninggalkan kebiasaan masa lalu yang sudah dianggap sebagai kebenaran… Kalau sejak awal merasa sudah yakin paling benar, tentu mereka akan tetap dengan keyakinan agama kakek moyang selama ini, nggak mau diingatkan tentang syirik, bid’ah dan lain sebagainya.
Nah. Pada akhirnya, saya salut terhadap mereka ini, yang ikhlas mengajak masyarakat untuk kembali ke agama yang murni, mengingatkan orang bahaya syirik, bahaya bid’ah, meskipun dihujat banyak orang, dituduh sesat, macem-macem. Terserah orang lain menamai mereka wahabi, atau seburuk apapun, itu cuma nama saja, tidak mengubah hakikat…
Tapi anggap saja penamaan wahabi diterima. Coba cek di media netral seperti wikipedia.https://id.wikipedia.org/wiki/Wahhabisme, lalu baca, di mana penyimpangannya? Kenapa kok dimusuhi banget?
Saya juga ingin terus belajar. Semoga kita semua mendapat petunjuk untuk mencari hidayah. Hidayah datang dari Allah. Kita mencari kebenaran bukan untuk menyalah-nyalahkan orang.
Selama seseorang ikhlas untuk terus mencari agama Allah yang lurus dan menempuh jalan-jalannya, maka akan disampaikan ke tujuannya.
Kiriman @fajrin0890
0 notes