s.`17❤ Rasa dan karsa teramu dalam satu cangkir semesta
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Secangkir Semoga
Kita pasti pernah ngalamin hal konyol. Yang semestinya kita hindari, malah melingkari kehidupan kita. Dalam hidup apapun yang kita rencanakan boleh jadi itu akan menetap menjadi rencana. Bagaimanapun manusia tidak punya hak atas rencana menjadi nyata begitu saja. Sebagai mana rasa. Sesuatu yang bahkan mustahil menjadi rencana pun harus turut meramaikan isi cerita. Mungkin kita juga bingung bagaimana bisa semua ini berjalan secepat rasa itu tumbuh subur dengan sendirinya. Semuanya berkembang secara alami, secara sadar. Namun tetap saja kita masuh saja sulit menerima.
-----------------------------------
Kali ini aku punya cerita.
Kalian boleh dengerin boleh ninggalin, atau boleh komen kalau punya cerita yang sama.
Sebenernya cerita ini cukup privatif sih. Tapi terlalu berat jika aku simpan sendirian. Tapi tenang, nggak lupa aku sisipin beberapa fiktif sebagai pemanis. Agar yang bersangkutan nggak curiga, dan yang nggak tau nggak bakal cari tau. Intinya jangan percaya deh keseluruhan cerita. Jika ada kesamaan alur atau ciri2 tokoh itu cuma bonus.
Kita nggak pernah tau, kejadian apa yang bakal kita hadapi. Detik itu, menit itu, hari itu, waktu itu. Mengalir begitu saja. Mulanya kami sangat dekat, dalam hal jarak. Setiap hari bahkan sering ketemu dalam satu ruang. Dan itu terjadi selama tiga tahun. Pernah suatu ketika aku ingat, malam-malam, sebelum paginya aku harus presentasi buat mata kuliah esoknya. Aku bener-bener kebingungan dengan materi bagianku. Sudah berhari-hari kugeluti tapi tak kunjung dapat jalan keluarnya. Aku bertanya kepada teman-temanku yang kemarin dapat materi yang sama. Nyatanya beberapa nggak terlalu paham juga, apalagi buat ngejelasin ke aku. Aku hampir nyerah waktu itu, pasrahlah. Mungkin nanti cuma dapet nilai minus sama diketawain temen sekelas. Ahhh, ya mau gimana lagi. Pas mata kuliah yang nggak aku suka sih. Emm suka sih, suka kalau bisa. Kalau pas nggak bisa sama aja mengganggunya.
Tiba-tiba temen sekelompokku bilang pas kita lagi belajar. Eh, mil. Aku barusan dapet nama-nama kelompok yg tadi abis presentasi. Ini aku juga lagi nanya, kamu nanya sekalian aja kebetulan temannya juga paham sama materimu. Ahhh.. Bener-bener lega. Buru-buru aku dia, aku bilang mau minta tolong ajari materi ini. Dan dia bilang oke. Berjam-jam dia jelasin dengan suara yang enak didengar. Jelas banget. Waktu itu, aku masih biasa saja. Aku memahami setiap kata yang dia bilang dengan sangat antusias. Dia sabar banget. Nungguin sampai aku bener-bener paham. Sampai waktu bilang, udah malam nih. Dan kita masih sibuk telponan belum beranjak menyudahi. Akupun memutuskan untuk sudah aja, bersyukur udah beberapa materi aku pahami. Berkat dia. Berkat Tuhan kirim dia di detik-detik paling akhir aku memasrahkan diri. Yaudah, bilang terimaksasih dengan balasan sama-sama. Katanya nggak usah sungkan kalau lain waktu kesulitan. Dan akupun mengiyakan. Normal kan.
Setelah itu, aku nggak pernah lagi ngobrol macam-macam. Di kampus pun kita hanya saling sapa sekedarnya. Ya emang gitu. Kita nggak dekat. Hanya jarak yang mendekatkan. Dan aku biasa saja. Nggak ada yang istimewa. Dia juga pernah chat aku perihal mata kuliah yang berbeda, yang mungkin dia ngira aku paham dan bisa diajak sharing bareng. Yaa nggak masalah, justru aku seneng kalau aku bisa bantu. Waktu itu, emang nggak ada apapun aku nggak rasa apapun. Dan bener-bener biasa saja. Ya emang diantara kita nggak ada yang perlu dibilang ada apa-apa. Sampai suatu kesempatan, mataku benar-benar dibuat terbuka. Hatiku digedor-gedor tanpa ampun. Berusaha mendobrak. Berusaha menyusup masuk seenaknya. Aku benar-benar kelabakan sendiri. Bingung, kenapa tiba-tiba seperti ini setelah sekian lama aku baik-baik saja.
Ya. Hari itu. Aku ingat betul. Dan bakal ingat dalam waktu lama. Kita terlibat perjalanan panjang. Aku ngrasa nanti perjalanan kita bakal terasa membosankan. Menikmati bisu ditengah malam. Menikmati dingin menghancurkan pertahanan. Dan kita diam saja. Tak ada sepatah suara. Namun ternyata, perkiraanku hanya bertahan di awal. Aku memang nggak banyak bicara orangnya. Mungkin akan memulai sekedarnya. Pertanyaan-pertanyaan ringan dan nggak penting untuk dijawab. Misal tanya tentang jarak, berapa kali, dan melewati medan apa saja. Aku memang baru tentang itu. Tentang tracking yang menantang, medan yang terjal dan curam, udara yang dingin mencekam. Dan itu pertama kalinya, aku lalui sama dia. Orang asing. Orang lama yang nggak aku prioritaskan keberadaannya. Dan kini duduk berdua bersamaku, dan aku mulai nggak nyaman.
Dia adalah manusia paling formal yang aku temui. Manusia visioner kata orang-orang. Dan manusia dingin tapi nggak berasal dari kutub utara. Aku nggak ngebayangin gimana perjalananku nanti sama dia. Aku takut ngrepotin kalau-kalau aku yg menyerah ngntum dan dia sibuk ngebangunin. Sebab nggak ada sama sekali perbincangan menarik.
Dan akhirnya..
Dia membuka pintunya. Dia mulai bercerita. Di belakang, aku kaget. Akhirnya dia terbuka. Memulai semua cerita yang ingin dia sampaikan. Lurus, runtut, panjang. Dan kini aku adalah pendengar setia. Yang siap menunggu beberapa part lagi yang jarus aku dengar. Sampai pada ia menceritakan tentang dirinya.
Aku ingin menolak sebenarnya. Aku merasa nggak berhak. Aku merasa dia bercerita kepada orang yang kurang tepat. Kita baru bersalaman memulai perjalanan beberapa menit yang lalu. Itu artinya adalah baru. Dan dia membuka cerita privat kepada orang baru. Aku nggak percaya, benar-benar nggak habis pikir waktu itu.
Dia bercerita mengapa hidup melemparnya sampai pada titik ini. Tentang keluarga, keterpaksaan, dan semua ketidaksukaan dia dengan masa lalu meskipun berusaha di terima. Tidak ada cara lain selain mengubur impiannya demi keluarga, dia sangat menyayangi keluarganya. Sangat. Dan itu mutlak. Dan aku paham itu.
Aku kira kita akan jadi sepasang yang menunduk diam. Diselimuti bisu sampai terbit fajar. Nyatanya, kitalah yang paling riuh diantara pasangan dan menunduk sibuk dengan pikirannya sendiri. Kitalah yang paling siap menyambut kelam dengan sapuan dingin yang siap menyakiti. Nampaknya aku mulai menyukainya. Menyukai perjalanan ini. Tidak tau bagaimana dia waktu itu.
Aku tidak peduli. Aku terlanjur nyaman dibuat keadaan. Tidak ada yang berhak mengusik. Aku egois waktu itu.
Tak hanya berhenti disitu. Perjalanan kita didepan masih panjang. Tanjakan turunan. Hutan belantara dan seluruh bintang gemintang menyambut kita. Malam itu sangat cerah.
Dia mulai membuka lagi. Pengalaman. Tentang suatu hal yang dia impikan, tentang perjalanan yang telah ia tempuh, dan tentang hal baru yang pertama kali dia lakukan. Aku sangat antusias sekali-kali kutimpali. Sekali-kali kuberi kalimat motivasi. Kadang suaranya terdengar, ia tengah menertawakan dirinya sendiri. Aku merasa ada sepotong dari dirinya yang rapuh, namun sepotong yang lain masih berusaha menguatkan. Tidak ada yang salah. Dia orang yang kuat memang. Hebat, kuakui. Dia nggak pernah bilang nyerah meskipun hidup berusaha mengapitnya pelan-pelan.
Selepas perjalanan itu. Anehnya aku merasa kehilangan. Entah tentang berlalunya pemandangan. Atau perihal bermulanya keakraban. Mungkin dua-duanya. Kesempatan memang nggak pernah mau mengulang. Pun memaksa, peristiwa yang sama mustahil kejadian. Aku benar-benar dibuatnya kecanduan. Kecanduan dengan perjalanan semenyenangkan itu. Andai bisa terulang aku sangat bersyukur sama Tuhan dan mencabut kata2ku barusan perihal kemustahilan hehehe.
Sebelumnya kita emang sering main bareng. Namun jarang kontakan. Setelah itu, semua terasa tipis. Kita jadi sering komunikasi. Nggak tau lagi apapun yang dirasa, aku nggak mau sembarangan menerkan. Karena bagaimanapun definisi nyaman nggak hanya seputar suka, cinta pun sayang. Ia lebih daripada itu, lebih luas daripada itu.
Agar lebih terjaga. Aku nggak ingin diantara kita saling menerka, sehingga menimbulkan kecurigaan2 kecil yang membuat renggang. Sudah cukup waktu sebegitu lamanya dihabiskan untuk saling menunggu kesempatan. Datang sekali, di akhir cerita.
Bagaimanapun dia teman yang baik. Aku nggak ingin mengecewakannya. Nggak ingin membuatnya berpikir macam-macam. Toh kalau ada yang tidak sesuai, itu memang salahku yang kelewatan. Aku yang kurang bisa menjaga diri. Dia nggak salah apa-apa.
Sampai detik ini aku suka berdoa sama Tuhan. Biar dia selalu baik-baik saja. Biar dia mampu berdamai dengan kekesalan di masa lalunya. Pun biar dia suatu saat nanti tetap bahagia. Kalian pasti berpikir aku berdoa agar bisa seiringan dengannya, merajut yang lebih dari sekedar cerita, menggenggam untuk saling menguatkan di masa-masa sulitnya. Enggak. Aku benar-benar nggak seeogois itu dengan rasa.
Aku cukup berterimakasih. Karenanya mataku terbuka. Karenanya sosok yang selama ini kuanggap hanya pernak pernik semestar ternyata beneran nyata.
Poin pentingnya, kita nggak ada apa-apa juga nggak apa-apa. Asal selalu jaga komunikasi dan saling menyemangati sebagai kawab yang baik sudah poin yg ternilai harganya.
Maaf yaa.. Kalian pasti bosen ndengerin cerita yang belum tau endingnya kayak gimana.
Ya. Aku takut kalau aku yang nentuin endingnya nanti jadi nggak seru lagi.
Yaudah yaa sekian dulu cerita dari aku. Nggak ada kesimpulannya sih. Sebab semua peristiwa sayang klo hanya diambil intinya. Semuanya penting. Dan bergarga untuk diingat.
Meskipun kadang menurut kita buruk, tapi percaya deh nggak seburuk itu kok.
😁
TA, 20 April 2020
2 notes
·
View notes
Text
Ramadhan 1441/2020
Jauh dilubuk hati ada rindu menggebu. Tradisi. Ritual sakral. Pengabdian diri. Intropeksi. Menu berbeda setiap hari. Suguhan manis untuk pembuka. Sorak gembira ketika adzan tiba. Lantunan ayat di waktu-waktu mustajab. Ibadah tidur. I'tikaf di malam-malam ganjil. Qunut dimalam lima belas. Ngaji kilatan. Lalaran grombolan. Dan semuanya yang tidak didapatkan di bulan-bulan biasa.
Mungkin akan berbeda. Jika ramadhan datang di waktu yang tak biasa. Disaat dunia masih riuh dengan ketidakstabilan. Disaat manusia tak lagi nyaman dengan wacana ibadah bisa dimana saja. Terbatas. Berbatas. Terintimidasi oleh dunia sendiri. Terisolasi. Teringkuk. Menyendiri. Harus sendiri tanpa mereka yang seharusnya boleh menemani sepi. Berjarak. Tak ada lagi sapa salam. Hanya sebatas senyum. Pun kurang rasanya. Terlihat tak punya nurani. Seperti mati di tubuh sendiri. Berpasrah. Menikah dengan ketakutan dengan serba serbi kegelisahan. Sulit untuk mensugesti aman. Jauh. Jauh dari kata baik-baik saja.
Semuanya memang berjalan selayaknya. Puasa seperti biasa. Namun tidak dengan itu semua. Tidak ada buka bersama. Sahur bersama. Meramaikan malam bersama penghuni jalanan. Membagikan kebahagiaan menjelang buka sampai sahur paginya. Justru. Semakin kesini. Semakin jauh dari bahagia. Lapar dahaga tidak lagi bisa dibendung pasca adzan berkumandang. Banyak darinya menahan. Lebih lama. Lebih haus. Daripada biasanya. Sebab. Tak ada lagi persediaan. Bak sesendok pun. Segelas pun. Sekecer uang disakupun. Pikiran kosong. Pun perut menyusul kosong.
Di Kamar, 1 Ram 1441/ 24 April 2020
2 notes
·
View notes
Text
Tanda Tanya
Pagi itu, suasana sedang santai-santainya. Di luar tak begitu terik. Tidak banyak aktivitas yang dilakukan beda dengan biasanya. Sampai ada kesempatan kami duduk berdua, dengan gadget di tangan.
"Sudah punya cowok belum?"
Satu pertanyaan melesat tepat sasaran. Entahlah, nggak ada angin nggak ada hujan. Aku menanggapinya dengan bercanda. Beliau bukan tipikal orang yang suka bertanya perihal privasi selama ini. Jika ingin, akulah yang pertama kali membuka suara.
"(Pura-pura tertawa soalnya ngrasa lucu aja) Ngapain nanya kek gitu"
Akupun mendadak cemas. Tatapan beliau nampak serius. Nampak sedang mencoba menjelaskan sesuatu. Ah, entahlah aku tak tahu pasti apa yang akan keluar selanjutnya. Mendadak aku takut, tidak siap mendengarkan lagi.
"Ada yang nanyain kamu, kalau belum ada"
Deg. Maksudnya apa ini. Tatapan beliau benar-benar membuatku lemas. Membuatku bungkam tanpa bisa menelan kata-kataku sendiri. Aku bingung kudu jawab apa.
"Gimana kriterianya? Pasti kamu sudah punya pandangan. Pasti punya kan?"
Aku mencoba menelan ludah berkali-kali. Siapapun tolong aku.
"Ada buk. Tapi akupun belum yakin. Bukan belum yakin sama orangnya. Aku yang belum siap dengan segala kemungkinannya. Dia yang sudah siap. Pernah nanyain aku juga, udah deket lama. Dia baik, kriteria aku. Tapi semua keputusan ada di aku. Aku yang belum siap. Jadi aku anggap kita belum apa-apa juga"
Beliau seperti sedang menyusun sesuatu untuk menampik jawabanku barusan.
"Dia orang baik. Nasabnya baik. Kemarin abah ditanyain temannya. Katanya dia tiba-tiba merasa cocok"
"Buk. Aku belum siap"
"Iya. Tau. Selesaikan dulu sekolahnya. Dipikir sambil jalan. Jangan dipikir terlalu dalam. Ibu cuma menyampaikan gambarannya. Biar kamu juga nggak menghadirkan orang baru lagi"
"Aku nggak tau buk. Aku belum punya jawaban apa-apa. Membayangkannya saja aku nggak ada. Aku udah ada pandangan siapa. Tapi belum klik. Nggak tau lagi nanti"
"Iya. Insyaallah nanti Allah tunjukkan jalan terbaik. Sekali lagi fokus sama sekolahmu dulu. Jangan terlalu dipikirkan. Ibu juga udah ngomong sama orangnya. Jangan dulu ke rumah. Biar kamu selesai dulu semuanya. Nanti dibicarakan lagi kalau udah waktunya"
Ibupun berlalu. Aku berusaha menghapus apa yang barusan aku dengar tapi nggak bisa. Sungguh ini kejutan apa.
Bagaimana dengan nasib perasaanku sekarang. Orang yang selama ini terbenam dalam khayalanku. Yang kujaga hatinya, yang kujaga hatiku untuknya. Aku masih benar-benar tidak bisa jika ada orang lain hadir sekarang. Aku harus apa selanjutnya.
Entahlah. Aku hanya berharap Tuhan menunjukkan yang terbaik. Memang, aku memilih kepada siapa aku jatuh cinta. Tapi, jodoh tak bisa ditolak meskipun tak suka.
Tapi bagaimanapun, aku nggak bisa langsung menyimpulkan begitu saja. Kutunggu hatiku membaik. Atau paling tidak bisa mempertimbangkan siapa yang harus aku prioritaskan. Padahal aku tau, ornag yang ada di hatiku sekarang sama sekali tak menaruh hati padaku. Tapi aku belum menyerah, aku masih punya cintanya penuh. Aku maaih ingin bertahan, sekali lagi. Atau perlu berkali-kali. Sampai aku benar-benar menyerah. Dan mencoba membuka hati untuk lelaki pilihan takdir.
Egoiskah aku?
Munafikkah aku?
Terserah. Aku hanya berusaha. Aku tidak bisa menerima orang baru begitu saja. Orang yang tak kukenal apalagi. Aku khawatir dia menyukaiku sebab hanya kelihatannya menarik.
Aku ingin bertahan sekali lagi.
-------------------------------------------------
Cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan cerita atau tokoh, alur dan latar 100% hanya untuk hiburan.
T.A, 27 Maret 2020
0 notes
Text
Untuk aku dimasa depan
Hai, aku..
Hari ini kamu tengah duduk di tepi ranjang, menunggu pesan dari seseorang. Sembari membaca e-book yang sangat ingin kamu baca dari dulu. Sesuatu yang mengajarimu bahwa setiap detik hari ini memiliki arti yang besar untuk hidupmu nanti.
Hari ini, sudah hampir dua bulan penduduk negeri ini riuh dengan satu wabah yang terlihat kecil namun mampu membunuh ribuan nyawa. Nggak tau lagi, semua dunia tengah membicarakan, semua berita berlomba-lomba mencari keakuratan, semua media sosial bersebaran. Ramai, ricuh, entah kau mengingatnya atau tidak. Karena mungkin ini akan menjadi catatan sejarah nantinya. Doaku, semoga engkau tetap sehat selalu. Tidak patah berjuang. Bertahanlah.
Beberapa tahun ke depan. Kau duduk membaca ini. Mungkin ponselmu sudah ganti, mungkin kau sibuk dengan banyak kerjaan dan situasi, dan yang pasti kau pasti sudah tidak lagi sendiri. Ah, aku penasaran gimana kamu nanti. Sebagai saksi perjalananmu sampai detik ini, aku cukup bangga dengan pencapaianmu. Kau cukup berani meskipun belum sepenuhnya, meskipun kamu bisa lebih dari ini. Tapi aku tau, setiap langkah tidak ada yang mudah. Kamu sudah berusaha, dan teruslah berusaha.
Oh iya, aku ingatkan satu hal tentang sebuah rahasia kecil. Hatimu yang berkecamuk, tentang resahmu yang mengganggu tidurmu, tentang rindu yang harus kau kubur dalam-dalam. Semua itu karena, sebuah perjalanan singkat pertamamu, dengan manusia yang selama ini ada namun kau anggap asing di mata. Dia adalah sosok yang tak kau sadari akan menjadi bagian ceritamu, masuk ke dalam rasa dan curahan hatimu. Mengendap-endap setiap malam dalam tidur nyenyakmu. Entahlah, apakah nanti ia masih ada dihatimu. Aku tau, kau begitu menyukainya meskipun kamu tau air dan minyak gak bisa jadi satu. Meskipun kamu sadar, percakapam dengannya terasa kering dan haus. Yang kau butuhkan tak kaudapatkan darinya, yang kau harapkan tak kunjung dikabulkan.
Aku berharap, semoga nanti kau mendapat yang lebih daripada yang kau butuhkan. Meskipun tentang rasa kita tak pernah berhak dan selalu mengalah. Kau saja sanggup menyimpan rasa ini sembunyi-sembunyi. Siapapun tak menyadari, siapapun tak menyangka kau dengan berani mengubur rasa itu empat bulan lamanya. Sampai ia menjadi tunas dan menunggu tumbuh entah sampai apa. Semoga yang terbaik.
Eh, yang kau tunggu sudah datang. Balasan. Ia baru saja mengirimu pesan. Ah, hatimu bergejolak. Meskipun isi dari pesan itu semuanya hanya gurauan. Sebatas pengisi jemu dikala #dirumahsaja. Kamu mencoba memberi dia semangat, meskipun kamu tau dia nggak segegabah itu. Dia paham betul apapun resikonya. Dia lebih dari yang kamu tau. Tapi kamu selalu berusaha mencari tema agar kamu punya alasan untuk bisa tau tentangnya lebih banyak. Dan kamu masih berharap. Ah, entahlah. Apakah kamu akan menyerah atau tidak, kutunggu ceritamu nanti di masa depan.
Dan lagi, tentang misi. Kau tengah bingung merajut mimpi, harapan dan pernak-pernik kecil untuk mengiringmu ke masa depan. Banyak yang sudah kau persiapkan. Tapi sedikit yang kau terapkan. Aku tau, kau masih berpikir panjang akan membuat bekal apa sebagai teman perjalanan panjang. Tenanglah, istirahatlah jika lelah. Jangan dipaksakan. Semuanya butuh proses. Semoga peruntungan baik menyertaimu.
Sebagai anak pertama, kau punya tanggungjawab untuk adikmu. Kau baru sadar sekarang, sebab penerimaan juga butuh waktu. Masalalu yang pernah terjadi tak lantas kau kubur dalam-dalam. Itu sebagai pembelajaran, dan kau mengakuinya sekarang. Tak apa, belum terlambat. Kau sangat mencintai keluarga kecilmu, keluarga sederhanamu dengan semua canda yang menjadi renyah ketika kumpul sama-sama. Mereka adalah pelengkapmu, mereka adalah hasil rindu yang kau simpan seumur hidupmu. Bahagiakan mereka, jangan membuat kecewa. Semoga kelak, apapun yang kau impikan akan membuat mereka lega dan bangga. Semangat untukmu.
Untuk beban yang ada dipundakmu sekarang. Cobalah untuk tegap, tetap tegar. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Selesaikan meskipun sedikit. Jangan dilepaskan. Biarkan mereka mengendur perlahan. Mengerjakan skripsi memang butuh ketlatenan, istiqomah, nggak bisa tiba-tiba kebut semalam selesai. Bersabarlah. Semua akan selesai pada waktunya, tunggu saja. Kerjakan, kerjakan.
Hati yang tengah kau jaga bisa jadi hanya untuk kau jaga sementara. Tidak untuk stay denganmu dalam waktu lama. Aku tau gimana rasanya menjaga sendirian, bertahan sendirian, mencintai sendirian. Tapi, yasudah nikmati saja. Toh kamu senang, meskipun tanpa balasan. Adakalanya cinta tak harus memiliki, tapi cinta adalah yang mampu membuatmu nyaman dan lega dalam waktu yang sama. Kau memilikinya, cinta itu. Bukan raganya. Tidak penting saat ini. Kalaupun kau mendapat balasan darinyapun, kau mau apa setelah itu? Mau langsung nikah? Hahahaha. Jangan bercanda.
Kamu hanya butuh waktu. Suatu hari nanti kamu akan berpikir ulang untuk mempertahankan. Dan memilih untuk menenggelamkan perasaanmu. Sebab keadaan tak pernah merestui. Dan orang yang kau cintaipun tak menaruh hati. Itulah saatnya kamu yang beranjak. Bukan berarti kamu kalah, tapi kamu telah memenangkan pertarungan rasa. Mengalahkan egomu, bahwa tidak semua rasa harus ada imbal baliknya. Semangat untukmu sekali lagi.
Tuhan memang suka bermain-main dengan kita. Ya, tugasnya kita mengontrol permainan itu jangan sampai terlena. Nikmatin. Syukuri. Semua pasti ada pesan-pesannya. Kamu tau, semua perasaan yang sempat mampir membuatmu lebih terbuka, membuatmu lebih dewasa dan membuatmu tidak lagi takut pada rasa kecewa. Mereka pasti akan selalu hadir. Meskipun dihindari, meskipun ditinggal lari. Semua akan cepat hilang, ketika kau berbalik dan menghadapi.
Aku yakin, kau akan dipertemukan dengan orang yang tak biasa. Manusia yang mampu melengkapimu, menyempurnakanmu. Kau membuat dunia iri melihat keharmonisan hubunganmu dengannya. Luar biasa. Saling memiliki, saling mencintai, saling menjaga, saling terbuka. Ayolah, jangan terlalu larut dengan suka sementara. Kau tidak selemah itukan, mendadak jadi bucin. Ah, itu bukan kamu. Persilahkan hati yang datang, ikhlaskan jika ingin pergi. Hidup ini, hanya perihal siklus. Kamu bisa apa.
Ah, aku di masa depan. Kuharap kamu mampu menyusun jalan hidupmu dengan matang. Aku ingin menjadi lebih baik lagi, kau juga kan. Mari kita sama-sama bersatu untuk kehidupan baru yang menakjubkan. Semoga umur kita panjang. Semoga Tuhan merestui rencana kita meskipun banyak yang absurd. Yuk, berjuang sama-sama. Bertahan sama-sama. Semangat untuk kita.
Dari aku:
Kamu dimasa lalu
Tulungagung, 24 Maret 2020 21:36
0 notes
Text
Dari cerita malam, aku terbangun.
Ternyata, kita buta mengira kita hidup sendirian. Ternyata tak hanya kita yang punya beban. Justru selama ini kita mengira mengemban beban paling berat, namun nyatanya banyak yang mati-matian ingin bangkit sebab digerus keputus asaan.
Malu sebenarnya, ternyata kita. Tidak ada apa-apanya.
Curcol malam, 1 Mar 20
0 notes
Text
Sejauh ini, memang aku yang takut bergerak, takut melangkah, takut mengambil resiko, takut membuat orang lain terdampak, takut membuat semuanya kacau.
Aku terlalu banyak berpikir seberapa banyak takut yang harus aku idap, dibanding bagaimana aku mencari satu penawar untuk membunuh rasa takut itu.
Self help, 1 Mar 20
0 notes
Text
" Piye judulmu di trimo a?"
" Yawes coba maneh"
" Aku bingung mbe teorine lho "
" Objekku enek sing podo siji. Sing loro gak podo"
" Yo opo gawe latbel e urutane?"
" Jal critanono mulai opo"
" Mbuh pasrah aku sesok konsul"
" Aku rung opo-opo. Nyetorne indone ae"
" Heh kok gak dikoreksi"
" Pengen dicoret-coret ae rasane"
" Sesok setor Arab e"
" Lhoh, kok gak di delok. Mek judul e tok"
" Yoh wes lip daftar, bene wes timang gak daftar-daftar podo wae awak e ngnteni sok yo panggah ngene"
" Lip sesok konsul, nek kampus batu"
" Wkwkwkwkk. Sepurane sing akeh lip, lekku moco kliru. Lha tas tangi turu moco chat lho. Tibak e kampus satu"
" Sumpah Acc iki?"
" Lemess"
" Ben dioret-oret penguji ae wes, pasrah"
" Wes mari kabeh lekmu ngeprint?"
" Kurang apa punyamu, nis. Nitip ta jilid pisan?"
" Sek lip, beberapa tak benahi"
" Udah minta ttd kajur?"
" Iku lho nggon jilid sandinge mak tar, sun"
" Konsul iku sing butuh awak e.. Yo awak e kusu siap barang dosen e njaluk kapan. Sesok budal rodok awal"
" Nis gak ada cita-cita ke perpus a?"
" Koreksiin latbelku dong, ruh"
" Nggak paham. Trus marine fenomena opo. Kan nekku pemerintahan mari kui langsung njabarne keadaan?"
" Kau udah cari referensi a, ayok sekalian"
" Semua orang ingin diperlakukan sama. Tapi tidak semua orang mau memerlakukan sama"
" Nggak usah nangis. Besok ngulang bareng aku"
" Rtf iku gak mesti stagnan tulisane. Klo komputere gak dukung ya tetep aja berubah"
" Sini mana cepetan tak pdf in"
" Fotokopi lima aja wes, sampingan"
" Nis, kau tidur a?"
" Aku rebahan tok ndredeg"
" Alhamdulillah lega"
" Jangan lupa revisian"
NKCTSHI, 28 Feb 20
0 notes
Text
Hari ini, adalah waktumu untuk melawan rasa takut. Sejatinya iya muncul sebab dirimu sendiri, pikiranmu sendiri, dan perasaanmu sendiri.
Wahai diri, mari berdamai.
Prosem, 28 Feb 20
0 notes
Text
Diantara banyak titik, ini yang paling aku khawatirkan. Paling membuatku berpikir ulang. Bahwa terkadang hidup tidak bisa bila hanya dibuat gurauan. Kita harus open sama sesuatu hal yang bahkan tidak kita kenal ataupun suka. Hanya karena untuk bertahan. Bertahan dari serangan dunia luar yang tidak bisa kita kendalikan.
Besok, barangkali kamu bisa bertahan dengan dirimu sendiri. Sekuat apapun. Namun jika itu lusa, tidak ada yang bisa menjamin kamu masih stay di posisi sekarang.
Berhati-hatilah. Apapun bisa saja terjadi, meski tidak diinginkan.
Dont Worry, 26 Feb 20
0 notes
Text
Apapun bisa terjadi. Rencana yang matangpun kadang harus mengalah sebab waktu selalu punya hak untuk membuatnya kalah.
Tinggal diri, tinggal bagaimana mempersiapkan perkara yang serba mendadak ini. Yang mulanya tersusun harus berantakan dimaju mundurkan. Entah bagaimanapun caranya untuk siap.
Crash, 25 Feb 20
0 notes
Text
Waktunya berhenti
Wajar. Akan ada masanya seorang manusia sampai pada titik dimana dirinya merasa tak punya apa-apa lagi. Sehingga menyerah adalah pilihan paling tepat untuk menyudahi.
Tidak seorangpun ingin rapuh ditengah-tengah perjuangan panjang. Menguras lebih dari separuh pengorbanan. Membiarkan waktu menggerus halus jejak perjalanan.
Benar. Kata takdir memang selalu benar. Selalu semau selalu tak terbantahkan. Tangan siapapun menjadi tak punya daya. Itulah, sebaiknya.
Pemberhentian ini, kurasa pada penantiannya. Tanpa terpaksa, tanpa berusaha. Tidak ada waktu paling tepat untuk mengakhiri selain berangkat dari diri sendiri.
Berhenti, 23 Feb 20
#sebatascuap#today#sunshineday#inspiration#selamatpergi#inspiring quotes#life quotes#menyudahi#relationship
1 note
·
View note
Text
Menghadapi hari-hari yang menegangkan. Hari specialpun terasa biasa saja.
Dizzy, 22 Feb 20
0 notes
Text
Banyak peristiwa penting dalam hidup yang tak bisa kurapikan begitu saja untuk aku kenang dan kesampingkan. Karna justru, semakin lama ia muncul dan selalu ingin bertemu lagi dan lagi.
Friday, 21 Feb 20
0 notes
Text
Aku tahu kamu sibuk. Waktumu untuk pegang gadget pun jarang ada. Tapi kemarin pun hari ini kamu lihat storiku. Seperti dapet shodaqoh durian montong rasanya. Ngefly..
Sesederhana itu bahagiaku
Setengah jumat, 21 Feb 20
#sebatascuap#nci#inspiration#inspiring quotes#life quotes#cuwitan#malamjumat#bukangalau#nomelow#happiness
0 notes
Photo







Short comic, while I work on something bigger on the side. It is nevertheless a very important topic. A lot of seabirds die because they eat plastic. They feed their chicks with the waste. It’s really tragic.
181K notes
·
View notes
Text
Seberat apapun hidup, tidak ada yang mampu ditukar. Sebahagiapun hidup hanya akan menjadi milik satu orang.
Nikmati porsimu, jangan menjadikan orang lain sebagai alasan untuk menunda kebahagiaan. Life is yours.
Nongkrong pagi, 20 Feb 20
#sebatascuap#inspiration#inspiring quotes#life quotes#relationship#morning#thursday#becameyou#interestingoflife#love#quotes
1 note
·
View note
Text
Bahagiamu itu Perlu
Standarisasi hanya milik manusia. Tuhan, hanya akan melihat keistimewan dari seberapa berat ujian yang mampu diterima lapang, ikhlas, jauh dari kata putus asa.
Kamu tidak butuh dipuji hanya karena parasmu cantik atau tampan. Kamu tidak butuh dihormati hanya karena keturunan bangsawan. Kamu tidak butuh diagungkan hanya karena hartamu tak habis tujuh turunan. Namun, kamu butuh menghidupkan jati diri dalam jiwamu agar kau bisa merasakan hakikat keberadaan.
Tuhan menjamin semuanya selagi kau masih di dunia. Tak perlu takut merangkak, asal kau bahagia. Tak perlu merasa terhina, ketika tak punya apa-apa. Tak ada hakikat sempurna bagi siapapun makhluk Tuhan.
Kamu tidak perlu perfect untuk bahagia.
Sleep, 19 Feb 20
3 notes
·
View notes