Tumgik
anarchivec · 2 years
Text
Semesta, saya ingin membuat laporan.
Selamat pagi semuanya.
Tiba-tiba hari ini saya ingin membuat suatu laporan. Bukan laporan formal, hanya laporan berisi tulisan saya tentang beberapa orang yang hadirnya sangat berarti untuk saya. Bukan tuan, tapi tentang teman.
Bulan Maret 2022 menjadi bulan terakhir saya dan seluruh teman seangkatan menempuh pendidikan jenjang menengah atas. Cepat sekali waktu berjalan dari Juni 2019 sampai saya lulus di tahun 2022. Tidak terasa saya kembali mengalami perpisahan.
Perpisahan waktu itu cukup menyesakan, entahlah. Rasanya berbeda dengan saat perpisahan di masa SMP. Padahal namanya sama-sama perpisahan. Tapi kemudian saya paham kenapa rasanya lebih sesak, perpisahan kali ini adalah perpisahan yang cukup serius. Karena di waktu setelahnya kami semua belum tentu memiliki waktu untuk kembali berjumpa.
Iya, setelah ini untuk bertemu kembali akan sulit diagendakan. Karena banyak di antara kita yang mulai meninggalkan rumah. Meninggalkan tempat tinggal entah untuk mengejar mimpi atau untuk mencari pengalaman bekerja sebagai bentuk usaha untuk memenuhi kebutuhan diri. Beberapa di antaranya juga memilih menempuh kehidupan lebih serius bersama pasangannya.
Perbedaan pilihan ini tentu akan menjadi satu alasan yang membuat perpisahannya cukup berat. Hal ini terjadi ada saya, entah teman lain merasakannya atau tidak. Tapi bagi saya berat. Berpisah dengan teman kelas, guru favorit, dan teman dekat itu berat.
Ah terlalu banyak membahas perpisahan saya jadi lupa inti laporan kali ini apa. Baiklah, akan saya pusatkan lagi pembahasan pada blog kali ini. Tentang tiga orang yang hadirnya memberikan kesan indah untuk masa putih abu saya.
Kita sebut saja mereka Sasa, Nana, dan Meme. Namanya saya samarkan karena saya belum izin untuk menulis blog ini pada mereka. Kami dekat karena ketidaksengajaan. Dulu Nana yang memulainya, dia mengajak saya belajar bersama dengan mengajak Sasa. Kemudian seingat saya Sasa mengajak Meme agar bergabung untuk belajar. Ternyata kedekatanannya memanjang sampai sekarang. Ketidaksengajaan yang membawa keberuntungan, mungkin?
Jika ditanya seperti apa sosoknya maka akan saya jabarkan satu per satu apa arti mereka untuk saya. Kita awali dari Sasa, ya. Si pendiam, penyuka kucing, suka Johnny NCT, dan pendengar yang baik. Dulu kalau ada cerita atau ada niatan berkumpul pasti rumahnya menjadi pilihan. Alasannya tentu karena dekat sekolah, dekat tempat jajan, dan strategis pokoknya. Si pendiam ini memiliki banyak kelebihan yang tersembunyi. Dia punya sisi menariknya sendiri, dan dia punya rasa peduli yang tinggi. Ah, saking tingginya kadang dia terlalu memikirkan orang lain dibanding dirinya sendiri. Sama seperti orang lain, dia juga suka menyimpan rahasia, entah perihal bahagia atau pun lukanya. Semoga lain waktu bisa menjadikan saya tempat berbagi ya.
Di sekolah memang jarang berbincang, tapi kalau berkumpul bahasannya akan satu jalan. Katakanlah kami sefrekuensi meskipun kadang-kadang saja. Sasa ini tempatku biasa berbagi cerita, mulai dari cerita yang penting sampai topik bahasan yang sepele pun kami jadikan topik diskusi di chat. Haha seru sekali, meskipun sekarang sudah jarang. Tapi momen yang terkenang ternyata indah sekali, ya.
Selanjutnya Nana, orangnya seru dan ceria, suka Haechan NCT, sulit ditebak suasana hatinya. Orangnya cukup tertutup, bukan tertutup dalam artian buruk. Hanya saja dia terlalu pandai untuk menyamarkan luka dan rasa di hatinya. Temanku kelahiran bulan juni ini memang suka sekali memendam rasanya, suka denial terhadap lukanya, dan selalu berusaha agar selalu ceria. Manusia hebat ini terlalu banyak rahasianya. Aku sering bercerita dengannya, tapi ada pembatas yang dia bangun dan tak bisa ku abaikan begitu saja. Semoga lain kali bisa memercayai saya dan mau bercerita lebih banyak ya, Na.
Orang ketiga ini namanya Meme, penggemar Taehyung ini bisa saya sebut teman belajar. Alasannya karena topik bahasan kami selalu saja seputar tugas dan perintilannya. Meskipun kadang diisi halu dan ghibah tapi momen terbaiknya adalah kita selalu bisa berbagi pikiran dan perasaan kapan saja. Kita selalu satu pemikiran tentang sesuatu hal. Hanya saja, Meme ini sedikit keras kepala, selalu meminta saran tapi akhirnya pendirian sendiri yang dijalankan. Kadang kesal tapi saya tidak punya hak untuk mengatur kehidupan seseorang. Apapun pilihannya semoga selalu berakhir dengan kebahagian.
Oke, terakhir kami berempat dekat. Tapi tidak terlalu dekat, kenapa? Karena tetap saja sedekat apa pun pasti memiliki ruang privacy yang tidak bisa kita saling ketahui. Ketiga teman saya punya sisi tersembunyi masing-masung. Kadang kala karena saya tidak tahu, saya jadi overanalisis terhadap mereka. Padahal itu tidak boleh karena melanggar privacy.
Sekarang kami dipisahkan jarak, berpencar untuk menapaki jalan masing-masing. Saling berkabar untuk menjaga tali pertemanan meskipun tak seintens biasanya. Tapi guys, jangan lupa untuk terus jadikan kpopeni ini sebagai tempat kalian bercerita. Sekalipun sudah menemukan rumah baru, tolong jangan lupakan saya ya. Jangan saling melupakan, karena bagi saya kalian berarti sampai sekarang.
Saya sendiri menganggap mereka rumah ketiga setelah Tuhan dan rumah keluarga. Banyak hal yang sudah kita jalani bersama tapi sekarang hanya bisa dikenang saja. Lain waktu semoga ada kesempatan kita bisa dekat dan berkumpul seperti waktu lama ya.
Sekian laporan pertama saya, saya akan datang lagi dengan laporan lain di waktu yang akan datang. Terima kasih sudah berkenan membaca.
— di salah satu belahan semesta, sedang rindu dengan kenangan lama. Garut kota, 13 November 2022.
Tumblr media
6 notes · View notes
anarchivec · 2 years
Text
Tentang Adila dan Inginnya.
Tumblr media
Jika ditanya apa keinginan terbesarnya, Dilara akan dengan lantang menjawab bahwa ia ingin memiliki kehidupan adiknya, Divara. Yang bisa ia katakan cukup sempurna.
Selama 17 tahun mereka bersaudara, banyak hal yang Dila relakan menjadi milik sang adik. Banyak hal yang membuatnya terus mengalah untuk keinginan sang adik. Mereka memang saudara kembar, tapi jujur saja keduanya sangat berbeda.
Jika Divara hidup dengan penuh bahagia, maka Dila pun sama. Meski bahagianya tak sebanyak Diva, tapi itu cukup untuk membuat senyum terbit di ranum manisnya. Hanya saja, belakangan kondisi keluarganya cukup membuat Dila berpikir bahwa dia sedikit terasingkan.
Sejak dulu, Diva adalah yang pertama. Baik menurut Ayah, Bunda, atau pun Kakak laki-lakinya. Sesulit apa pun inginnya, selalu mereka usahakan meskipun dengan memaksa salah satu anaknya untuk kembali mengalah.
Untuk kakaknya, mungkin itu biasa saja. Karena dia juga dilimpahi banyak kasih sayang dari kedua orang tua mereka. Tapi bagi Dila, itu cukup menyesakan dadanya. Dia, tidak mendapat limpahan kasih sebanyak kakak dan adiknya.
Di ulang tahun ke 15, dua kembar itu mendapatkan kado sepatu dengan model yang sama tetapi warna yang berbeda. Dila memilih kotak dengan isi sepatu warna hijau army kesukaanya. Dan Diva, memilih kotak yang berisi sepatu berwarja cokelat. Warna kesukaannya juga. Tapi saat itu dengan rengekanya, Diva meminta untuk menukar hadiah mereka dengan alasan bahwa ia sudah memiliki sepatu berwarna cokelat.
Dila tentu saja menolak, tapi ayah, bunda, dan kakaknya meminta Dila untuk menerima permintaan adiknya. Maka ia menurutinya.
Tidak sampai di sana saja, Adila banyak merelakan hal kesukaanya untuk sang adik. Tentu dengan banyak perdebatan dengan kedua orang tuanya. Tapi Adila bisa apa? Ia hanyalah seorang anak yang masih diurus oleh orang tua, mau membantah pun rasanya tak enak.
Dila tahu kenapa orang tuanya berlaku berbeda kepadanya, meskipun mereka kembar tapi Adila tidak secantik dan sepintar Diva. Sekali lagi kukatakan, bahwa mereka berbeda, segala hal tentang mereka berbeda.
Sejak Sekolah Menengah Pertama Adiva sudah menunjukan kecerdasan yang sangat membanggakan, mengikuti lomba di mana-mana dengan tittle juara tentunya. Sedangkan Adila, dia sama. Bakatnya di bidang seni juga tidak bisa diabaikan, tapi pandangan orang tuanya tentu berbeda. Bagi mereka akademik harus selalu diutamakan.
Karena itu, Adila meninggalkan hobi bernyanyinya demi bisa membanggakan orang tua dengan prestasi akademik seperti yang dilakukan Adiva. Menerima perintah bahwa ia harus pintar di akademik dengan melakukan les privat setiap pulang sekolah dilanjut dengan belajar dan tes oleh ayahnya sendiri. Adila tidak apa-apa, ia percaya bahwa ini demi kebaikannya.
Adila tidak pandai bersosialisasi, dia tidak memiliki banyak teman dekat. Hanya satu orang, namanya Jendral. Seseorang yang selalu ada untuk menemaninya dalam banyak keadaan, yang selalu bisa diandalkan saat otaknya sulit mencerna pelajaran, pun yang bisa diandalkan ketika ia membutuhkan sandaran.
Tapi sekarang banyak rasa takut di benaknya, rasa takut bahwa Jendral akan kembali ia relakan untuk adiknya. Ia jelas saja tak akan mau merelakannya, sebab Jendral adalah satu-satunya orang yang mampu membuatnya nyaman seakan memiliki rumah kedua.
Adiva dengan segala kelembutannya, kecantikannya, kepintarannya, dan tentu dengan semua sifat yang ia miliki mampu membuat Jendral yang notabenenya cuek jatuh hati kepadanya. Padahal yang lebih dulu dekat adalah Adila, bukan Adiva.
Semesta seakan mengajaknya bercanda, setelah banyak pengorbanan yang ia lakukan, Adila kembali dipaksa merelakan. Merelakan rasanya untuk dihilangkan, merelakan seseorang yang dicintainya begitu dalam.
Tapi kali ini, ia ingin sekali sedikit berjuang untuk mempertahankan satu sumber bahagianya. Akan cukup sulit memang, tapi untuk berusaha itu tidak ada larangan, kan?
Adila ingin sebentar saja hidup dengan alur milik adiknya, kehidupan penuh kasih sayang, penuh perhatian, tidak ada paksaan, dan selalu diberikan apa pun yang diinginkan. Adila ingin seperti itu, tapi tentu dia sadar bahwa itu adalah ketidakmungkinan selama ia masih belum bisa membanggakan.
“Semangat Dila, kita perjuangkan bahagia ya. Ayo rajin belajar, ayo rawat diri kaya Diva, ayo jadi sosok selembut Diva biar banyak orang suka dan biar Ayah Bunda bisa kembali meluk lo. Sama biar Jendral suka sama lo, semangat,” gumam Diva sebelum terjun ke alam mimpinya.
©25115AN, 2022.
5 notes · View notes
anarchivec · 2 years
Text
SULUNG
Tumblr media
“Kak, jadi sulung itu berat, ya?” tanyaku pada lelaki yang sekarang duduk di sampingku, namanya Jenggala Ananta. Sosok bijaksana yang tidak pernah absen bertanya tentang bagaimana hariku berjalan, dia, kakak sulungku.
“Bukan berat, Ra, tapi cukup banyak yang perlu diusahakan.” Jawabnya saat itu.
Awalnya aku tidak mengerti, tapi kemudian dia kembali berkata, “Ra, jadi sulung itu perlu banyak hal yang dikorbankan. Contoh kecilnya adalah kasih sayang, jadi sulung itu harus bisa menerima ketika ayah dan bunda lebih mementingkan adik-adik. Terdengar kecil, tapi jujur ketika dilakukan akan benar-benar sulit. Dituntut menjadi teladan bagi adik-adik juga berat, Ra. Karena, menjadi sempurna agar menjadi teladan itu, sulit.”
“Jadi sulung itu harus berusaha untuk mengerti banyak keadaan. Karena ketika adik-adik memiliki masalah, pasti mereka akan bercerita pada kakak. Belum lagi ada Ayah dan Bunda yang kadang meminta pendapat kita tentang suatu hal, bingung, kan?” ucapnya terkekeh pelan.
Ah, aku jadi ingat saat salah satu temanku memasang wajah tertekuk kebingungan. Alisnya bertaut dengan tangan yang mengepal. “Kamu kenapa?” tanyaku. Dia menoleh dan tersenyum, “Tidak apa-apa, hanya sedang sedikit bingung. Orang tuaku meminta pendapat tentang sesuatu, tapi aku tidak tahu bagaimana cara menanggapinya.” Setelah mengatakan itu dia kembali berpikir dan akhirnya dia tertawa kecil, ‘sepertinya dia sudah menemukan jawabannya,’ pikirku.
“Anak sulung, kenapa cepat berubah pendirian?” tanyaku lagi.
Kakak tertawa, “Kami ini, memang punya pilihan lain selain mengalah?” jawabnya.
“Anak sulung, bisa merajuk pada siapa selain pada tembok di kamar? Daripada lama bertengkar, lebih baik kami kesampingkan emosi dan semuanya baik-baik saja,” lanjutnya.
Setelah itu aku paham, mereka bukan cepat berubah pendirian, mereka hanya harus cepat mengatur perasaan supaya kembali baik-baik saja.
“Lalu, kenapa beberapa orang bilang sulung itu keras kepala?” lagi-lagi aku bertanya.
Kakak merenung, “Sebenarnya, kami hanya takut gagal. Banyak hal yang sudah kami coba tapi berakhir dengan kegagalan. Kami hanya tak ingin melakukan kesalahan dan berakhir dengan memberi kekecewaan. Apa yang menurut kami benar, akan kami pertahankan sampai bisa kami buktikan agar bisa membanggakan.”
“Ego si sulung itu tinggi, seringkali tidak mau mengakui kesalahan. Mereka bukan denial, tapi butuh waktu untuk menyesuaikan dan mencoba menenangkan suasana.”
Dari jawaban kakakku, aku mengambil beberapa hal ;
Anak sulung itu terbiasa simpan banyak beban di Pundak; ekspektasi tinggi, amanat dan harapan besar dari orang-orang sekitar. Mereka terbiasa pikul semua hal dan buat semua sempurna. Jadi wajar, ketika salah satunya gagal, mereka akan begitu kecewa. Jadi anak sulung itu, belajar kuat seumur hidup.
© 25115AN, you can call me A or An.
1 note · View note