Tumgik
andika-ir · 2 years
Quote
Sekelas Ibrahim yang telah mendengar suara Tuhan, masih ingin Allah memperlihatkan padanya bagaimana Dia menghidupkan orang mati. Sekelas Musa, ingin melihat wajah Allah. Semoga yang selama ini kusembah adalah sebenar-benarnya Allah, bukan tuhan yang kuberhalakan di dalam pikiranku.
2 notes · View notes
andika-ir · 3 years
Text
Tuntun aku, Tuhan.
261121
1 note · View note
andika-ir · 3 years
Text
Aku mengistirahatkan mata, dari semua pandang di dataran. Dari semua warna-warna. Dari semua kejadian. Dari semua yang indah. Dari semua yang tak seharusnya dilihat. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar tak selalu mendongak. Agar tunduk pandangku.
Aku mengistirahatkan telinga, dari semua hingar di dataran. Dari semua bunyi-bunyi. Dari semua suara. Dari semua yang tak seharusnya didengar. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar tak selalu menguping. Agar terjaga gendang telingaku.
Aku mengistirahatkan hidung, dari semua harum di dataran. Dari semua wangi-wangi. Dari semua bau. Dari semua yang tak seharusnya dicium. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar tak selalu busuk wanginya bunga. Agar tak selalu wangi tai kucing. Agar terjaga daya endusku.
Aku mengistirahatkan lidahku, dari semua manis di dataran. Dari semua asin pahit asam manis. Dari semua rasa. Dari semua yang tak seharusnya dicicipi. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar tak selalu berkata-kata. Agar tak selalu menjilat. Agar terjaga lidahku.
Aku mengistirahatkan tangan, dari semua hangat di dataran. Dari semua panas dan hangat kuku. Dari semua rangsang. Dari semua yang tak seharusnya diraba. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar tak selalu meraba-raba. Agar tak selalu menyentuh. Agar terjaga jemariku.
Aku ingin mengistirahatkan otak, dari semua panik di dataran. Dari semua perlombaan. Dari semua gagasan. Dari semua yang tak seharusnya dipikirkan. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar tak selalu berprasangka. Agar tak selalu berinterprestasi. Agar tak selalu beropini. Agar tak selalu menuduh. Agar tak selalu selalu memikirkan sesuatu yang tak seharusnya dipikirkan. Agar tenang kembali otakku.
Aku ingin mengistirahatkan hati, dari semua kebencian di dataran. Dari semua cinta kasih. Dari rasa ingin mendominasi. Dari rasa ingin menang sendiri. Dari rasa paling ingin menguasai. Dari rasa ingin semua termiliki. Dari semua iri dengki. Dari semua dendam. Dari semua amarah. Dari semua lawamah. Dari semua gagal kontrol diri. Dari semua yang tak seharusnya dimasukkan hati. Aku tak kuat berpuasa, dari itu aku ke puncak. Agar agar tak selalu hasud. Agar tak membusuk. Agar seluas laut. Agar istirahat dari netralisasi racun. Agar teguh. Agar tau ketinggian. Agar tenang jiwaku.
LALU, APA YANG KUDAPATKAN DI PUNCAK? TIDAK ADA!
Tuhan, ampuni hamba. Hamba hanya ingin melihat yang sepantasnya, mendengar yang sepatutnya, mencium yang sewajarnya, meraba yang semestinya, merasakan yang selayaknya, memikirkan sejernih-jernihnya, merenungkan setenang-tenangnya.
Tuhan, jangan marah pada pendosa ini.
Menulis sebisanya, 09:08 WIB, 15/06/2021
3 notes · View notes
andika-ir · 3 years
Text
366/366, there's no end for my life journey.
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
VII/XXX
Saya mendengarkn QnA seorang narasumber di yutub, dan mendapatkan hal ini.
Kita berada dalam tiga lingkar.
Lingkar pengaruh, adalah lingkar di mana kita mampu memberikan pengaruh seutuhnya. Sebagai contoh dalam perjalanan menaiki mobil, lingkar pengaruh berada di posisi sopir. Dia yg bisa memberi kontrol penuh berapa kecepatan kendaraan, ke arah mana berbelok, kapan harus ngegas ngerem. Kefektifan perjalanan bergantung pada kehandalan sopir.
Lingkar kepedulian, adalah lingkar di mana kita tak punya kontrol penuh, hanya bisa mengingatkan. Misal kenek mobil tadi, ia hanya bisa mengingatkan, 'mas, di depan lampu merah'. Tapi keputusan berhenti di lampu merah atau tidak, ada di tangan sopir. 'Mas, di depan belok kiri', keputusan belok atau tidak, sopir yg menentukan. Kenek hanya bisa peduli dan mengingatkan.
Lingkar perhatian, adalah lingkar di mana kita sama sekali tak punya kontrol terhadap suatu hal. Contohnya adalah penumpang. Dia hanya bisa pasrah ke mana sopir mengajak. Kita membaca koran tentang suatu peristiwa, kita hanya bisa memperhatikan, tak bisa peduli bahkan mempengaruhi.
Kita mau melakukan suatu hal, cek di lingkar mana hal tersebut berada. Jika ia ada di dalam lingkar pengaruh, lakukan yang terbaik. Harus yang terbaik, tidak setengah-setengah. Berada di lingkar peduli, cari cara apakah ada bagian dari hal tersebut yang masuk dalam lingkar pengaruh. Di lingkar perhatian, tetap dengan cara yang sama.
Kita sibuk memperhatikan berita tentang kerumunan massa di tengah pandemi covid-19, apa yang bisa kita lakukan? Sedangkan hal itu hanya ada dalam lingkar perhatian kita. Kita tak bisa mengontrol massa agar tak melakukan kerumunan. Lingkar pengaruh yg bisa kita perbuat adalah mempengaruhi diri kita. Jadi, kita tak perlu melakukan kerumunan. Kita bisa kontrol diri kita untuk itu. Di lingkar kepedulian, kita bisa mengingatkan orang-orang terdekat. Jika masing-masing orang paham di mana letak lingkar pengaruh masing-masing, kerumunan tak kan terjadi.
Memperhatikan terlalu dalam lingkar perhatian adalah hal tak efektif. Kita sibuk memperhatikan teman yang telah berpenghasilan dua digit, menikah, menimang anak, study di luar negeri, sedangkan kita hanya debu-debu beterbangan di tengah gurun. Semua hal itu berada di lingkar perhatian. Memperhatikan, boleh. Terlalu dalam, jangan. Bahkan jika hal-hal di lingkar perhatian malah menyusahkan atau membuat stres, lebih baik hal itu kita tinggalkan. Toh tak ada manfaat apapun yang bisa kita petik dari itu. Lebih baik tidak tahu semua hal daripada dengan mengetahui malah memberikan beban.
Melakukan yang terbaik di lingkar pengaruh dapat meningkatkan secara drastis efektifitas kerja, ibadah, dan lain-lain. Kita punya kontrol penuh di sana. Lingkar peduli dan perhatian, nanti dulu. Masih terlalu banyak PR di lingkar pengaruh.
Mengetahui mana lingkar pengaruh, peduli, dan perhatian membutuhkan sesuatu yang disebut kebijaksanaan. Hal ini mirip dengan postingan saya beberapa tahun lalu tentang doa di sosmed:
Tuhan,
Berilah hamba kemampuan, untuk dapat melakukan sesuatu yang bisa hamba ubah
Dan berilah hamba kesabaran, untuk dapat menerima sesuatu yang tidak bisa hamba ubah
Serta berilah hamba kebijaksanaan, untuk dapat membedakan keduanya.
Rintik rindu, 15-12-2020, 12:47
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
Aku cemburu pada tissue, karena dia berpotensi menggantikan tanganku untuk menyeka air matamu, kekasih~
2 notes · View notes
andika-ir · 4 years
Text
Sejauh-jauh perenungan, selalu berujung pada untuk apa Tuhan mengangkat kami menjadi kholifah.
13-12-2020, 17:16
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
Sedang terpejam mata kiriku, tertopeng sepi telinga kananku, tersaku tangan kiriku, terkunci kaki kananku,
Halus sebelah alisku, bolong sebelah gerahamku, bengkok sebelah rahangku, patah sebelah selangkaku,
Tinggal lima jemariku, tinggal satu ginjalku, tinggal kiri otakku, telah kutaruh sebentar rusukku,
Tubuh tak lagi utuh, jiwa tak sepenuh biasanya, otak setengah isi, hati bergandeng sebelah ikatan,
Dia yang sedang berbenah, menemaniku dalam jauhnya jarak, dalam dekatnya rasa, di tengah pahit-manisnya pragma,
Selang tiga masa, kita berjanji akan bertatap dalam sua, tatap yang selalu tertumpahi asa, sua yang masih juga dalam maya,
Sedang berbenah separuh bagian hidupku, setengah tubuh dan jiwaku, setengah segalaku, Yasmin-ku❤️.
3:20, 9-12-2020, berdoa kepada Tuhan untuk selalu kuatkan kita.
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
Akulah sang gagak hitam
Yang berparuh setajam parang
Yang menari di tengah badai
Yang siap menerjang segala rintang
Kulihat merpati putih di sebrang
Kian menarik bulu siulnya
Melambai-lambai bak pelepah enau
Membuatku tertarik tuk mendekatnya
Angin kencang berhembus
Aku bergerak tanpa mauku
Dalam sepertiga jam, sudah didekatnya aku
Merinding getar seluruh tubuh
Kupandangi ia
Begitu putih sampai tak satupun elektron berani sentuh
Merpati sesuci itu, layakkah kuterbang bersamanya?
Sedang diri penuh lumpur, perut penuh bangkai cacing tanah
Akhirnya dengan sangat sengaja, kita terbang bersama
Kita lewati lika-liku udara dengan tekanan berbeda
Sembari mendengar nyanyi angin
Kuucapkan sumpah setia, menjaganya walau nyawa taruhannya
Hingga suatu ketika, makin kentara amplitudo nyanyi itu
Diiringi angin yg makin mengamuk
Rontok, lepas semua bulu-bulu putih, murung sang merpati, ia kehilangan segalanya
Si gagak ternganga, sumpah setia percuma sahaja, membisiki merpati pun tak bisa dilakukannya.
bermandi dosa, mendekat ke Tuhan
0:40 8-12-20
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
Mengutip kata Sujiwo Tejo, kurang lebih seperti ini, "Dalam bahasa lama, cinta itu pengorbanan. Padahal tidak, sehinga saat kita datang ke rumah kekasih sampai kehujanan, tidak pernah merasa berkorban. Kan sudah cinta. Yang ada pengorbanan itu kalkulasi."
Saya akan mencoba sebodoh orang yg mengambil informasi mentah-mentah dan langsung mempraktikannya tanpa perlu pertimbangan. Seperti apakah rasanya?
Saya juga akan mendukung perbuatan bodoh saya dengan kalimat dari Emha ketika saya maiyahan di ITS, "... langsung loncat, lakukan. Begitu kamu mulai mempertimbangkan, tak akan dilakukan".
-No sleep sleep club, 23:44, 25-10-2020 Lumajang.
1 note · View note
andika-ir · 4 years
Text
Dirimu
Adalah manifestasi terindah
Dari seluruh alinea
Yang selalu kutulis di saat-saat palung dan puncakku
Deras hujan lereng Mahameru, 10:54, Oct 6th 2020
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
Merpati putih
Badannya berisi dan berparuh runcing. Bola matanya coklat dan siulannya merdu. Bulu-bulu tubuh dan sayapnya halus. Sering terlihat terbang menukik di pegunungan. Dengan kecepatannya yg berorde kecepatan cahaya, ia tembus berbagai lapisan waktu. Andai ia menembus sampai waktu ketika ia baru ditetaskan, bahagia selalu terpancar dari mata coklatnya. Namun, ada yg disebut sebagai realita kehidupan, bahwa bayang-bayang dalam gua terkadang tak seideal kenyataan yg ada di dekat api unggun.
Dialah yg tercantik, terindah, dan selalu terindukan. Yasminku❤️
Lumajang, 30 Aug 2020, 8:58 a.m.
1 note · View note
andika-ir · 4 years
Text
VI/XXX
"Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa." —Socrates
Seberapa banyak yang kita tahu tentang kehidupan setelah kematian, yaitu alam bernama akhirat?
Tidak. Terlalu jauh. Kita tidak tahu apa-apa tentang itu kecuali dogma-dogma yang telah tertanam, atau katanya-katanya.
Seberapa banyak yang kita tahu tentang dunia ini?
Tidak. Kita tidak banyak tahu. Jauh lebih banyak yang kita tidak tahu daripada yang kita tahu. Makin kita mendalami suatu topik, kita hanya berenang-renang dipantai dari suatu samudera ketidaktahuan. Kita tidak banyak tahu tentang dunia ini. Terlalu jauh.
Seberapa banyak yang kita tahu tentang diri kita sendiri?
Jika kita tahu banyak, mengapa masih sering kecewa, marah, sakit hati, timbul perasaan tidak nyaman akan sesuatu, dll? Seharusnya jika kita tahu banyak tentang diri kita, maka kita tak perlu memunculkan hal-hal tersebut. Jika tak mampu menahan, cukup menghindarinya. Beres.
Namun, kenyataannya kita (setidaknya saya) pernah mengalaminya. Artinya, saya tak banyak tahu tentang diri saya sendiri.
Jika kita tahu banyak/ mengenal diri kita, kita akan selalu sukses, setidaknya sukses menurut definisi pribadi. Kenyataannya, sukses tak selalu mendatangi kita. Planning kita banyak, target kita dari A sampai Z, tetapi hanya sedikit yang tercentang. Bukti, bahwa ambisi kita lebih besar daripada pengetahuan kita pada kemampuan diri sendiri. Kita belum pernah tahu siapa diri kita. Kuliah mengenali diri-sendiri adalah kuliah seumur hidup.
Apa pentingnya mengetahui? Sebenarnya, pengetahuan itu apa?
Kata Socrates, pengetahuan sejati muncul dari dalam. Saya tidak tau pengetahuan (sejati) seperti apa yang dimaksud Socrates, apakah pegetahuan yang secara umum kita kenal sekarang atau pengetahuan dalam arti khusus. Yang jelas, pernyataan tersebut masuk akal. Tidak ada guru yang memandaikan, tidak ada buku yang membukakan jendela dunia. Mereka hanya teman belajar. Semua bergantung kepada diri kita, yaitu sesuatu yang di dalam. Kalimat-kalimatnya terlalu 'belibet', ya?
Seorang dokter tidak menyembuhkan orang sakit. Dia menerima keluhan, menganalisa, memberi obat. Obatnya, untuk meredakan nyeri, menambah imunitas, dll. Yang menyembuhkan tubuh adalah tubuh itu sendiri. Dia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri. Siapa yang memberi tubuh kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri?
Seorang bidan tidak mengajari pasiennya melahirkan. Dia hanya menemani dari awal hingga akhir proses, menyediakan apa yang dibutuhkan, dll. Kemampuan untuk melahirkan telah ada dalam diri manusia. Jangankan manusia, bahkan hewan bisa melahirkan tanpa bidan. Kemampuan melahirkan seakan sudah "dari sananya". Siapa yang memberi kemampuan itu?
Ilmu pengetahuan modern menyebut "dari sananya" itu sebagai insting atau naluri. Kalau saya bertanya insting itu apa? Jawabannya balik lagi, yaitu insting adalah sesuatu yang sudah ada "dari sananya". Ia terlalu malu untuk menyebut itu semua adalah pemberian Tuhan.
Godwits bercerita
Burung Godwits (Limosa laponicca) adalah burung dengan kemampuan terbang paling kuat. Mereka hidup di Alaska. Tetapi pada bulan September ketika datang musim gugur di belahan bumi utara, mereka akan terbang NON-STOP menuju tempat yang lebih hangat, yaitu New Zealand, yang jaraknya sekitar sebelas ribu kilometer. Menurut ilmuwan, dibutuhkan waktu sekitar seminggu untuk melakukan perjalanan terbang NON-STOP ini, tanpa istirahat, tanpa makan.
Bagaimana mereka melakukan ini?
Di tahap persiapan, yaitu waktu musim panas di Alaska, mereka melakukan diet dengan memakan serangga. Terkadang juga makan biji-bijian atau beri-berian. Tentu mereka makan tak terlalu banyak agar badan mereka tak terlalu berat, namun juga tak terlalu sedikit agar cukup untuk cadangan energi. Kemudian mereka mulai mengurangi gerakannya agar makanannya bisa menjadi lemak.
Lalu mereka terbang di hari yang telah mereka tentukan. Entah bagaimana mereka menentukan hari yang tepat, karena mereka terbang bersamaan, tidak ada yang saling susul, ada yang kemarin atau besok lusa. Mereka terbang di saat yang bersamaan.
Di waktu terbang, mereka juga membentuk formasi yang tak sembarangan. Mereka membentuk formasi seperti huruf V yang (tentunya) secara aerodinamis adalah formasi paling efisien: mungkin, seimbang dalam menghadapi angin, hemat dalam konsumsi energi. Yang paling kuat, berada di ujung depan. Jika mulai kewalahan, yang belakangnya menggantikan. Begitu seterusnya.
Mereka tak ada jadwal istirahat atau makan di tengah perjalanan. Ketika tiba waktunya mendarat, mereka mendarat tepat di pantai. Benar-benar tepat di pantai (jarang ditemui mereka gagal dan jatuh di laut). Setelah itu mereka kelelahan dan berhenti. Mereka tak bisa bergerak untuk beberapa saat. Kemudian sambil beristirahat dalam diam, mereka re-gain energi mereka. Kemudian di tempat hangat itulah mereka mulai mencari makan dan memulai kembali kehidupannya. Hingga bulan Maret nanti ketika datang musim gugur di belahan bumi selatan, mereka kembali bersiap untuk terbang kembali ke Alaska. Begitu seterusnya.
Bagaimana mereka bisa berperilaku seperti itu? Bagaimana mereka bisa melakukan persiapan, menentukan jadwal terbang, menentukan formasi, hingga tiba di tempat tujuan? Bagaimana mereka melakukan semua perhitungan ini: porsi makan, energi yang dibutuhkan, hingga bisa tepat mendarat di pantai? Karena tanpa perhitungan yg matang, mereka yg tak diet dan terlalu gemuk tidak akan bisa terbang lama karena kelelahan, dan mereka yang kurang makan juga tak bisa terbang lama karena kehabisan energi. Perhitungan yang sangat pas oleh seekor burung. Apakah mereka menghitung? Atau, Siapa kira-kira yang mengatur agar mereka berperilaku seperti itu?
Jawaban insting/ naluri, saya tak terlalu suka. Saintus menciptakan label insting untuk sesuatu yang mereka sebenarnya tak bisa jelaskan. Apakah terlalu malu untuk menyebut kata Tuhan?
Cukup. Gatau mau menutup tulisan ini dengan apa. Berakhir ngambang.
Jemuah Paing, 5 Juni 2020, 13:00 WIB.
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
IV/XXX
Untingan Serat
Jangan jadikanku malaikat,
Tuhan
Agar tak terevaporasi cintaku
Jangan jadikannya bidadari,
Tuhan
Agar tak teresidu rinduku
Kitalah dua titik berjarak
Yang terpisahkan selusin kurvatur
Yang terhubungkan medan vektor
Dalam gumpalan mobius rindu
Tak perlu ragu
Kan kutemuimu
Sembari kujinjing tensor rinduku
Melintasi sunyinya geodesik ruang-waktu
Kita terpisah tapi tak terpisah
Kita berjarak tapi tak berjarak
Percayalah
Kita masih di manifold yang sama
Lumajang, 6 Ramadhan 1441 H, 03:57 WIB.
Katanya, kemarin hari puisi.
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
III/XXX
"Destiny is a funny thing. You never know how things are going to work out. But if you keep an open mind and an open heart, I promise you will find your own destiny", —Uncle Iroh on Avatar: The Last Airbender.
Dari mana segala sesuatu berasal?
Fajar menyingsing. Memandangnya begitu menyegarkan. Alirannya pelan. Tanaman dan bunga-bunga indah tumbuh di tepiannya. Dia mengalirkan sesuatu yang darinya segala sesuatu berasal. Ia bernama sungai Nil. Adalah Thales, di abad ke-6 sebelum Masehi, yang menganggap bahwa air adalah sumber dari segala sesuatu, dan tempat dari kembalinya segala sesuatu.
Senja menghampar. Memang, semua zat di dunia ini pasti berasal dari suatu zat dasar. Zat dasar tersebut—yang merupakan sumber dari segala sesuatu—tentu sangat jauh berbeda daripada zat yang ada di dunia ini. Segala sesuatu yang ada di dunia ini terbatas, maka sumber dari segala sesuatu tentu sesuatu yang tak terbatas (infinitas). Dengan demikian, jelas zat dasar itu bukan sesuatu yang sangat sederhana seperti air. Begitulah kira-kira hatinya berkata, ketika Anaximander sedang menikmati kopi senjanya, saat pagi di hari yang sama ketika Thales seenaknya menyebut segala sesuatu berasal dari air.
Malam pekat disertai rintik hujan. Sumber dari segala sesuatu adalah udara atau uap. Air? Itu hanyalah udara yang diperas. Tanah? Adalah air yang diperas lebih keras lagi. Api? Hanyalah udara yang dijernihkan. Jadi, udara adalah zat dasar dari segala sesuatu. Begitulah Anaximenes berpikir dalam sleeping bag di tendanya untuk melawan dinginnya udara malam.
Lalu sumber dari segala sesuatu itu berasal dari mana?
Segala sesuatu pasti telah ada dan selalu ada. Tak mungkin sesuatu yang ada berasal dari ketiadaan. Tak mungkin sesuatu yang ada menjadi tiada. Sesuatu itu abadi. Begitu pikir Parmenides.
Tetapi, ia pun tahu banyak terjadi perubahan di alam. Siang berganti malam. Air menguap. Batu menjadi lapuk. Bahkan ia telah melihat ini semua dengan mata kepalanya sendiri. Dalam hal ini, dia berkata bahwa bahkan dengan indranya sekalipun, ia tidak percaya. Hanya satu yang ia percaya dan yakini, akalnya. Dari situ, kita bisa sebut bahwa dia seorang rasionalis.
Heraclitus, mengatakan bahwa segala sesuatu terus mengalir. Perubahan terus menerus terjadi. Tidak dapat kita berada di keadaan yang sama lebih dari satu kali. Misal kita melompat ke kolam, kemudian melakukan untuk kedua kalinya. Lompatan pertama dan kedua adalah keadaan yang berbeda: jenis lompatannya berbeda, keadaan kolamnya berbeda, dll.
Dunia tercipta dengan kebalikan. Kita tak merasa sehat jika tak pernah sakit. Tak mengerti apa itu kenyang sebelum tau rasanya lapar, dsb. Tanpa kebalikan, dunia takkan pernah ada.
Logos adalah siang dan malam, musim salju dan musim panas, kelaparan dan kekenyangan. Dialah akal universal yang menuntun segala sesuatu yang terjadi di alam. Di tengah terjadinya segala perubahan dan pertentangan di dunia, terdapat suatu entitas yang menyebabkan semua itu, yang merupakan sumber dari segala sesuatu, dia menyebutnya Tuhan.
Sejauh ini,
"Tidak ada sesuatu yg dapat berubah, persepsi indra tak dapat dipercaya",—Permenides,
"Segala sesuatu berubah, persepsi indra dapat dipercaya",—Heraclitus.
Mereka berdua sebenarnya ngomongin apa sih? Gaada kerjaan lain apa? Saya juga, gaada kerjaan lain apa daripada nulis ginian?
Bodo amat. Lanjuttt.
Empat elemen dasar di alam.
Dia setuju pada satu dari dua hal yang dikemukakan oleh dua orang di atas. Dia setuju air tidak dapat berubah menjadi ikan, tanah tidak dapat berubah menjadi kecoak. Di saat yang sama, dia percaya dengan persepsi indra. Dan yang dilihatnya, alam mengalami perubahan. Dari sini, dia berpendapat bahwa zat dasar bukanlah sesuatu yang tunggal seperti yang dikatakan oleh orang-orang di atas. Terdapat empat elemen dasar—yang mana semua entitas di dunia memilikinya—yaitu tanah, air, udara, api. Zat dasar yang satu tak dapat berubah menjadi zat dasar yang lain. Air tak mungkin berubah menjadi api, dst. Jadi, yang dimaksud dengan perubahan adalah penyatuan atau pemisahan dari empat elemen dasar tersebut, begitu Empedocles berkata dengan PD-nya.
Dengan demikian, tak ada sesuatu yang berubah, yang ada adalah penggabungan atau pemisahan dari empat elemen tersebut. Ia menyebut kekuatan yang menyatukan itu adalah cinta, dan kekuatan yang memisahkan disebut perselisihan. Jangan baper dulu, ada contoh. Misal kita hanya punya warna biru, kita tak bisa membuat warna hijau. Tetapi jika kita memiliki tiga warna dasar yaitu merah, kuning, biru, bahkan ratusan warna kita bisa buat dengan mengkombinasikan warna dasar tadi dengan takaran yang sesuai. Cinta yang menyatukan warna-warna dasar tersebut.
Mata kita mengandung empat elemen dasar tersebut. Saat melihat sesuatu, unsur tanah di mata kita melihat unsur tanah di objek tersebut, unsur api di mata kita melihat unsur api di objek tersebut, dst. Jika mata kita tak mengandung salah satu dari empat elemen dasar tersebut, kita tak dapat melihat seluruh alam semesta.
Tetapi, Anaxagoras tak percaya itu. Dia tak percaya bahwa air, tanah, udara dan api adalah unsur dasar. Bagaimana mungkin sepotong daging terbentuk dari empat unsur dasar itu? Dia berpikir, pasti unsur dasar itu sesuatu yang jauh lebih kecil yang jumlahnya sangat banyak. Bahkan air, tanah, udara, api juga terbentuk dari susunan zat-zat yang sangat kecil tersebut.
Jika kita memotong sedikit saja kuku kita, maka informasi yang dibawa kuku bukan hanya bagian kuku yang lain, tapi ia dapat menginformasikan ciri-ciri pemiliknya: apa warna kulitnya, apa warna bola matanya, dll. Maka ada sesuatu dari segala sesuatu pada tiap potongan kuku itu. Sains modern—kalau saya tak salah sebut—menyebutnya DNA. Anaxagoras, menyebutnya benih-benih. Yang menyatukan mereka bukanlah cinta, dan yang memisahkan bukanlah perselisihan. Dia membayangkan "keteraturan" ini, dan yang menyatukan atau memisahkan disebutnya sebagai akal (nous).
Apakah benih-benih itu sebenarnya?
Dia sepakat bahwa perubahan adalah penggabungan dan pemisahan dari zat-zat dasar. Sebagai zat dasar, maka benih-benih itu tidak dapat dibagi-bagi lagi menjadi zat-zat yang lebih kecil. Dialah zat terkecil di alam, zat dasar. Dia menyebut zat yang tak bisa dibagi lagi sebagai a-tom yang berarti "tak terbagi".
Dia—yang pertama kali manamai zat kecil sebagai atom—bernama Democritus. Dia tak percaya dengan konsep "jiwa". Satu-satunya entitas yang ada di dunia hanyalah atom dan ruang hampa. Atom menempati ruang hampa. Karena dia tidak mempercayai apapun selain benda-benda material, boleh dibilang dia seorang materialis.
—Time skip—
Kelak, di abad XIX, kita akan bertemu dengan John Dalton yang mengemukakan teori atomnya sendiri yang berbentuk bola padat. Kemudian di abad XX Joseph John Thomson yang menemukan elektron dengan teori atom kismis. Ernest Rutherford yang menemukan inti atom dengan teori atom tata surya. James Chadwick menemukan neutron sebagai bagian dari inti atom. Niels Bohr dengan teori atom orbit stabil. Wolfgang Pauli dengan teori spin elektron. Erwin Schrodinger dengan teori atom mekanika kuantum. Lebih jauh, proton dan neutron yang mengisi inti atom bisa dipecah menjadi quark. Kemudian quark-quark ini saling berinteraksi, menggunakan pegas yang disebut gluon. Dst capek ngetik kalau diteruskan woi.
Selanjutnya dalam perumusan Standard Model, quark sebagai zat dasar berjumlah enam bernama up, down, charm, strange, top dan bottom. Quark tak sendiri, dia ditemani zat dasar lain yaitu enam buah lepton dan empat buah gauge boson. Dan yang membangkitkan massa mereka, adalah satu zat yang pada tahun 2012 lalu pernah viral di dunia fisika, yaitu ditemukannya Higgs Boson/ God Particle/ Partikel Tuhan. Tanpa partikel tuhan, massa partikel-partikel dasar lainnya tak dapat dibangkitkan. Dst. Dst. Kisah ini masih berlanjut sampai sekarang...
Udahan dulu, niatnya mau ngebahas avatar Aang, malah nyampe ke fisika. Sekian.
Lumajang, 3 Ramadhan 1441 Hijriah. 00:00 WIB.
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
II/XXX
"Dongeng adalah medium terindah dalam tradisi lisan Nusantara."—Lentera Dipantara dalam Cerita Calon Arang oleh Pramoedya Ananta Toer.
Marmarti, kakang kawah, adi ari-ari, getih, puser kang metu soko margo ino, sing metu bareng sedino. Aku njaluk... (Sebutkan permintaan).
Itu adalah mantra sakti yang diajarkan bapak ketika masih kecil. Mau melakukan apapun, punya tujuan apapun, sebut mantra itu. Akan banyak terkabul. Katanya.
Saya akan coba terangkan maksudnya sejauh yang saya dengar, 'dengar', karena ini hasil penjelasan bapak angkat saya secara lisan kapan hari. Marmarti, artinya saudara. Kita memanggil saudara kita yang menemani kita lahir, ada empat, yaitu kakang kawah (kakak kawah/air ketuban), adi ari-ari (adik ari-ari), getih (darah, sebagai saudara sulung) dan puser (tali pusar, sebagai saudara bungsu). Kang metu soko margo ino (yang keluar dari liang peranakan ibu), sing metu bareng sedino (yang keluar bersama dalam sehari).
Orang Jawa, terutama yang masih memegang tradisi kejawen, atau masyarakat yang masih konservatif tentu akrab dengan kalimat "sedulur papat limo pancer". Sedulur papat adalah empat saudara di atas, limo pancer (yang kelima, pancer). Pancer artinya pusat, yaitu diri kita sendiri. Peletakkannya, jika kita berada di titik pusat, maka ari-ari berada di timur, getih di selatan, kawah di barat dan puser di utara. Yang terakhir ini banyak maunya dan paling berbahaya. Saking bahayanya, dia bisa mengajak kita untuk membunuh orang lain. Di sini, kita meminta bantuan tiga saudara kita yang lain untuk menenangkan si bungsu. Seperti ini kurang lebih arti sedulur papat limo pancer yang saya dengar dan pahami.
Satu lagi. Pancer, diri kita, memiliki satu lagi kawan yang selalu ikut, yang disebut moloikat ayang-ayang (malaikat bayang-bayang) yaitu bayang-bayang kita sendiri. Dia yang selalu menemani kita. Kita duduk, dia duduk. Kita berdiri, dia berdiri. Kita makan dia makan. Dia melakukan apa yang kita lakukan. Dialah refleksi diri kita. Kepadanya kita bercermin. Jangan sekali-sekali mengkhianatinya, mengkhianati refleksimu sendiri.
Dalam tasawuf—yang saya dengar dari bapak kandung saya (saya pribadi tidak pernah belajar secara khusus mengenai tasawuf, hanya mendengar)—terdapat empat elemen dasar yang selalu menyertai hidup menusia—yang mana kita tak bisa lepas darinya—yaitu Lawamah (Aluamah), Supiyah, Amarah dan Mutmainah.
Lawamah adalah sifat yang mengajak manusia untuk berbuat kejam, nafsu ingin memusnahkan/membunuh yang lain. Sifat ini melekat dalam diri manusia yang selalu ingin menjadi superior, lebih tinggi dari yang lain. Tidak ada manusia yang lepas dari sifat ini, sesedikit apapun sifat ini, pasti dimiliki oleh setiap manusia. Lawamah terletak di utara (mirip puser, saudara bungsu), berwarna hitam, melambangkan unsur tanah. Secara fisik, tanah adalah bagian dari tubuh manusia. Kita gosok kulit kita, lama-lama akan muncul tanah (sekarang, saya menyebutnya daki, hehe).
Supiyah adalah sifat yang mengajak manusia untuk mencintai harta benda/ cinta duniawi. Dia termasuk godaan utama manusia. Manusia modern, dari kita bangun hingga tidur lagi, pasti kebanyakan adalah untuk mengurus perihal kebutuhan duniawi. Supiyah terletak di barat (mirip kawah, kakak), berwarna kuning, dan melambangkan unsur angin, nafas kita.
Amarah adalah sifat yang mengajak manusia untuk menguasai panggung kepemimpinan dan politik, keinginan untuk menjadi cerdas agar bisa sombong ke yang lain. Dia identik dengan sifat manusia yang menggebu-gebu, tidak sabaran, dll. Amarah terletak di selatan (mirip getih, saudara sulung), berwarna merah yang melambangkan unsur api, darah kita.
Mutmainah adalah sifat yang mengajak untuk selalu mendekat kepada Tuhan. Ia identik dengan sifat baik yang ada pada manusia. Mutmainah terletak di timur (mirip ari-ari, adik), berwarna putih yang melambangkan air, darah putih dan unsur-unsur cair lainnya yang ada dalam tubuh kita.
Dari empat korespondensi itu, kita dapatkan bahwa puser~lawamah (utara, mengajak membunuh), kawah~supiyah (barat, mengajak cinta duniawi), getih~amarah (selatan, mengajak sombong, takabur, dan paling menguasai), ari-ari~mutmainah (timur, mengajak ke kebaikan menuju Tuhan).
Seperti yang saya singgung di atas—kata bapak angkat saya—yang paling berbahaya adalah puser, dalam hal ini dia berkorepondensi dengan lawamah (nafsu membunuh) sampai-sampai kita meminta tolong kepada tiga saudara kita yang lain.
Entah karena berbahaya atau ada alasan lain, puser tetap dijaga dan disimpan, yang tiga lainnya dikembalikan ke alam (ari-ari dikubur, getih dan kawah dicuci di sungai). Sampai sekarang, saya masih punya puser saya, disimpan dalam kotak bedak di lemari. Dulu ketika saya masih kecil, kalau sakit selalu diberi minum dari air hasil rendaman puser untuk digunakan sebagai obat.
Hidup kita akan aman, damai, sentosa dan bersahaja jika kita selalu mengingat empat saudara kita, berikut mengendalikan empat nafsu itu. Kita tak bisa menghilangkan beberapa dan mengambil yang lain sesuai kebutuhan, kita hanya bisa berusaha mengontrolnya seberapa besar porsi lawamah, supiyah, amarah dan mutmainah yang akan kita pakai, walaupun itu tak mudah.
Dalam mengingat-ingat sedulur papat, biasanya tiap hari lahir kita (tiap selapan, yaitu tiap tiga puluh lima hari sekali) dibuatkan jenang (bubur) berjumlah lima piring kecil. Warnanya ada yang merah, putih, ada juga yang kombinasi keduanya. Rasanya sebagian manis, sebagian asin, sebagian ada yang hambar. Ini melambangkan empat saudara lahir kita, masing-masing untuk mengingat mereka, dan memberinya makan.
Ngomong-ngomong, tau kan kenapa tiap tiga puluh lima hari sekali? Karena weton lahir itu kombinasi hari dan pasaran, contoh minggu pon, kamis pon, dll. Hari jumlahnya tujuh, pasaran jumlahnya lima, jadi KPK dari tujuh dan lima adalah tiga puluh lima. Artinya, weton lahir muncul tiap tiga puluh lima hari sekali (disebutnya selapan, lap adalah satuan sekali putar—dalam hari-pasaran—tiap tiga puluh lima hari, jadi setelah se-lap-an ada rong-lap-an (dua lap), telung-lap-an (tiga lap), dst).
Lebih jauh lagi, sifat-sifat manusia juga disebabkan oleh hari kelahirannya. Dalam jawa, ini disebut pasaran. Terdapat lima pasaran berikut letaknya, yaitu legi (timur), pahing (selatan), pon (barat), wage (utara), kliwon (pusat). Berdasarkan hari lahir itu, serta hubungan dengan letak empat sedulur tadi, sifat-sifat manusia bisa ditebak. Begitu pula bagaimana nasib mereka kelak—bagaimana keberuntungan dan kenaasan berpengaruh ke kehidupan mereka—dari segi rejeki, pangkat, tempat tinggal, sampai ke kecocokan jodohnya.
Dan seterusnya...
Udahan dulu nulisnya. Mau istirahat. Lanjut kapan-kapan kalau mood nulisnya baik lagi.
Percaya atau tidak, itu urusan anda masing-masing. Saya hanya menulis apa yang pernah saya dengar tanpa pernah mempelajarinya dengan serius. Saya menulis, bukan berarti saya percaya dengan semua itu. Sekali lagi, saya hanya menulis apa yang pernah saya dengar tanpa pernah mempelajarinya dengan serius. Saya hanya menganggap itu semua sebagai bagian dari kayanya mitologi Jawa. Benar tidaknya, saya tidak tau.
Lmj, 2 Ramadhan 1441 H, 00:00 WIB.
—Terinspirasi untuk menulis ini setelah melihat serial kartun avatar Aang (pengendali empat elemen: angin, air, tanah, api) yang kembali tayang di GTV tiap sore, hehe.
0 notes
andika-ir · 4 years
Text
1/xxx
"Orang yang tidak bisa mengambil pelajaran dari masa tiga ribu tahun, hidup tanpa memanfaatkan akalnya"
-Goethe
Siapa kita?
Dari mana asalnya dunia ini?
Mengapa kita berada di dalamnya?
Untuk apa kita hidup?
Kemana kita semua menuju?
Adakah kehidupan setelah kematian?
Apakah Tuhan sedang iseng, Dia menciptakan jagad raya untuk dihancurkan di hari kiamat, Dia menghidupkan manusia kemudian mematikannya?
Saya pribadi masuk di usia produktif. Pagi sekali, kita telah bersiap-siap untuk menyambut datangnya hari. Kita mulai memasak, mandi, ganti baju, sarapan, berangkat kerja, pulang sore, tidur. Tentu ada kegiatan lain yang tidak ditulis secara detail, juga berbeda versi untuk individu yang lain. Kita menyebutnya rutinitas. Begitu saja terus-menerus, hingga akhirnya kita mati.
Dulu, kata pembina pramuka saya, "orang yang tidak memiliki cita-cita adalah orang yang tidak memiliki semangat hidup". Tetapi kita tahu bahwa hakikat hidup adalah proses menuju kematian. Lalu apa gunanya menggantung cita-cita—yang akan membuat kita bersemangat hidup—yang akan membuat kita begitu begitu bersemangat untuk bergerak menuju kematian? Sesemangat itukah kita untuk berproses menuju mati?
Dan kenapa saya nulis ginian? Hidup—mati.
Beberapa pertanyaan yang ditulis di awal, adalah beberapa pertanyaan mendasar manusia. Mungkin tak banyak orang tertarik dengan pertanyaan itu, karena itu bukan pertanyaan biasa yang bisa dijawab dengan cara yang biasa. Pertanyaan "apakah kamu sudah makan?", bisa dijawab "sudah" atau "belum". Singkat. Pertanyaan biasa. Pertanyaan di atas, tak biasa, karena hanya orang-orang tertentu yang bersedia merenung untuk terus mencari jawabannya, walaupun mungkin tak berujung dengan jawaban yang memuaskan. Namun, bukankah yang paling penting adalah proses pencarian itu?
Matahari terbit dari timur, sinarnya hangat, sehangat hubungan kita. Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah, berlawanan dengan cintaku padamu yang bergerak dari yang rendah dan makin lama makin tinggi. Batu jatuh ke bawah, api menyala ke arah atas. Hampir semua orang menganggap itu hal biasa, hal yang wajar. Seberapa banyak dari kita yang bertanya mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa matahari terbit di timur? Mengapa batu jatuh ke bawah? Jika kita mulai berani mempertanyakan hal-hal di atas—dan hal mendasar lainnya—maka bersiap-siaplah untuk menuju babak kehidupan kita yang baru, yaitu perjalanan untuk mencari jawaban soal-soal di atas. Sekali lagi, tak banyak orang yang tertaik dengan soal-soal itu. Jika kita tertarik, berbahagialah kita karena kita menjadi bagian dari yang sedikit itu, orang-orang yang mau berpikir. Orang-orang yang tak menganggap itu wajar. Ingat-ingatlah, 'wajar' adalah kata yang kurang saya sukai. Jika sesuatu wajar, ia diterima oleh semua, dan orang menjadi malas mempertanyakan kenapa hal itu bisa terjadi? Tak akan ada perubahan selama suatu hal dikatakan wajar. Dia adalah jawaban akhir, dari orang yang menyerah dalam pencarian. Wajar.
Di jaman sekarang, orang yang mulai mempertanyakan itu—dan kemudian melakukan penelitian untuk mencarinya—bisa disebut sebagai ilmuwan. Jadi, ilmuwan bukanlah orang yang berilmu, tetapi orang yang bersedia mencari jawaban dengan meneliti atas semua pertanyaan yang ia resahkan. Ingat ya, meneliti. Jadi ilmuwan itu orang yang terlibat dalam proses, bukan yang hanya ikut mengetahui pada bagian akhir. Paham?
Saya ambil contoh. Newton ilmuwan, karena dia terlibat dalam perumusan tiga hukum gerak di alam dan juga hukum gravitasi universal. Einstein juga ilmuwan, dia mengoreksi perumusan gerak benda di alam beserta hukum gravitasi Newton. Mereka ikut berproses dalan pencarian dan penelitian tentang gerak dan gravitasi. Mereka ilmuwan. Kita yang hanya membaca hasil penelitian mereka—walaupun akhirnya mengetahui hal yang sama dengan mereka/ mempunyai ilmu atau pengetahuan yang sama dengan mereka—bukan ilmuwan. Jadi, sama-sama mengetahui, tapi nilainya tak sama. "Try not to become a man of succes, rather try to become a man of value" —Einstein.
Pertanyan-pertanyaan tak biasa di atas bisa disebut sebagai pertanyaan filosofis. Lebih mudah mengajukan pertanyaan filosofis, dari pada menjawabnya. Tetapi, jawaban/ hasil akhir bukan sesuatu yang paling penting, yang paling penting adalah proses pencariannya. Dengan terus bertanya secara filosofis, kemudian mencarinya, kita akan menjadi bagian dari orang-orang yang sedikit itu, orang-orang dengan langkah kaki yang sepi di jalanan yang sunyi, orang-orang yang kehidupannya benar-benar hidup.
Lumajang, 1 Ramadhan 1441 Hijriah. 6.03 WIB.
—Mungkin, Tuhan tak menanyakan seberapa banyak orang yg kita islamkan, seberapa banyak pengikut kita. Yang Dia tanyakan adalah apakah kita berdakwah atau tidak. Proses.
1 note · View note