annisalidramaribeth
annisalidramaribeth
Annisa Lidra Maribeth
359 posts
-i'm growing up, i'll grow up always.- Hamba Allah - Pendamping hidup @rialtahamda -@MINANGfkunpad - @fkunpad2010 - @S2IKMUI @kesehatanreproduksi - Learner - Publichealth.doctor.teacher.motivator. insya'allah -
Don't wanna be here? Send us removal request.
annisalidramaribeth · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Secangkir kopi dingin. Menemani siang hari. Memulai menyicil tugas satu persatu Mengejar ketertinggalan. Bismillah💪💪
2 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Semangaat selalu jaganyaa misua😘 Semoga lelahnya Allah balas dengan keberkahan dari Nya. Semoga semua kegiatannya bisa jadi Ibadah Aamiin 🤗 Jakarta, 19 Feb 2018
2 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Photo
Tumblr media
Teruntuk suamiku, Rialta Hamda. Semoga lancar selalu sekolahnya. Allah berkahi langkah-langkahnya. Jakarta, Februari 2018
0 notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Tumblr media
Bismillah. Setelah melepas penat sejenak di kampung halaman. Saatnya kembali ke kehidupan nyata. Menghadapi tantangan di depan mata. Bismillah💪
1 note · View note
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Pulang kampung sejenak
Pulang sejenak ke kampung halaman. Bahagia akan segera bertemu sanak saudara, tapi ada perasaan khawatir meninggalkan suami.
Suami saya tak pernah keberatan terhadap apapun pilihan hidup saya, apapun yang saha inginkan, baginya, yang penting saya bahagia dan hal tersebut tak melanggar perintah-Nya.
Tapi saat ini, ia sedang berada disituasi yang cukup melelahkan, pergi dini hari dan pulang tengah malam. Frekuensi kami bertemu dalam sehari sangatlah sedikit, jika saya tak mengatur jadwal tidur saya sesuai dengan suami, mungkin kami tidak akan bisa bertemu dan berkomuniasi efektif.
Mengurus dirinya saja kadang ia tidak sempat, jika ada waktu luang sedikit saja, ia pasti akan langsung terlelap ditengah letihnya. Melihatnya begitu, kadang saya merasa sedih meninggalkan suami sendiri selama seminggu, tapi suami meyakinkan saya, bahwa ia akan baik baik saja.
Selalu teriring doa untukmu, semoga Allah selalu menjagamu, dikala bangun dan tidurmu, Allah ganti lelahmu dengan rahmat dan berkahnya, dan semoga Allah senantiasa kuatkan langkah langkahmu.
-Bandara Soekarno Hatta, 28 Januari 2018
2 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Menjadi istri residen #4
Hari ini hari ke 3 suami menjalani residensi. Duile
Sebenarnya kalo kehidupan yang saya hadapi mulai biasa saja saat ini. Mulai melakukan kegiatan kegiatan rumah tangga dan bekerja saat suami tak dirumah. Dan beristirahat sejenak sebelum suami pulang. Agar ketika suami pulang, bisa menemani suami menyelesaikan PR PRnya yang terus datang silih berganti.
Mulai membiasakan tidur jam 12an dan bangun pagi jam 3 untuk menyiapkan bekal suami.
Hari hari mungkin akan terasa semakin panjang, tapi semoga banyak hal yang dapat saya lakukan untuk mengimbangi kesibukan suami. Biar ga dependen lagi. Jd bisa mandiri kemana mana.
Dan setelah melihat kesibukan suami saat ini, saya semakin yakin untuk tidak jadi spesialis, karena kalo saya sekolah spesialis, saya takut tidak bisa mengurus rumah tangga dan melayani suami selayaknya.
Tp kalo suami yang sibuk, insyaAllah, saya masih berusaha untuk memback up semua hal, dan berperan double sbg suami dan istri sekaligus.
Dan oleh sebab itulah, saya semakin yakin untuk melalui pendidikan pascasarjana di publichealth saja, karena pendidikannya masih sangat rasional ditempuh oleh wanita, istri atau ibu ibu.
17 Januari 2018
Foto kartu tanda mahasiswa saya dan suami. Doakan kami kuat ya.
Tumblr media
0 notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Menjadi istri residen #3
Pagi ini saya harus mulai belajar mandiri. Pergi kepasar ga bareng suami lagi, pergi ke sana kemari ga bareng suami lagi. Padahal sebelumnya, kemana mana udah kaya perangko sama suami. Jadi kangen sama suami? Pasti. Tapi saya masih bersyukur karena masih bisa tahu kondisi suami diluar sana via chat. Walaupun suami slow respon, minimal saya tahu kalau diluar sana suami saya berada dalam kondisi baik baik saja.
Dan memang harus mulai membiasakan, bahwa fokus utama suami saat ini adalah pendidikannya. Jadi saya yang harus belajar banyak untuk mengerti keadaan suami seutuhnya.
Semangaat suamiku, semoga Allah mengganti lelahmu dengan nikmat dan keberkahan yang banyak. Aamiin.
*Masih menunggu suami pulang😅 sembari mempersiapkan kondisi terbaik menyambut kedatangannya*
Bagi teman teman yg menikah dengan sesama dokter, jangan pernah khawatir kalo suami/istri kita sekolah lagi, karena mencari ilmu bs menjadi salah satu jihad nyata yang ia lakukan dan semoga itu bs membawanya menuju ridha Allah dan saat diakhirat kelak semoga bs menjadi memberat amalnya menuju Jannah. Allahumma aamiin.
#16 Januari 2018
2 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Menjadi Istri Residen #2
D : apa yang kamda harapkan dari dinca selama kamda melalui sekolah nanti?
K : Kamda hanya berharap dinca bahagia ditengah kesibukan kamda
D : selain itu kamda mau apa lagi?
K : kamda pengen dinca jangan nangis kalo kamda lagi capek capek nya. Karena kalo dinca nangis, nanti kamda ikutan sedih dan akan bikin kamda makin error ditengah capeknya kamda. Kalo dinca mau nangis, nangisnya pas sendiri aja ya atau pas weekend, jadi kamda punya waktu panjang buat memahami apa yang dinca rasakan
D : hmm..tapi kalo kamda mau nangis, nangis aja depan dinca yaa..dinca pengen jadi tempat kamda menumpahkan seluruh lelah letihnya kamda.
K : makasii yaa sayang
D : terus kamda mau apa lagi dari dinca?
K : mau disiapin teh es kalo kamda pulang jaga dan senyum indah dari istrinya dan besok paginya disiapin bekal sama istrinya
D : insyaAllah. Ada lagi sayang?
K : sisanya kamda cuma pengan dinca bahagia 😊
Percapakan singkat pasutri dimalam hari,sebelum kehidupan tanpa matahari menyerang.
14 Januari 2018
2 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Menjadi Istri Residen #1
Hari ini, hari pertama bagi suami saya menjalani pendidikannya di sekolah spesialis anastesi Universitas Indonesia.
Dan hari ini, suami langsung jaga 24 jam plus plus. Kenapa 24 jam plus plus?
Karena tadi pagi suami berangkat jam 6 pagi dan baru akan pulang esok hari sekitar jam 10 malam (kalau urusan disana cepat selesai). Dan selain jaga 24 jam, ada pembagian tugas untuk piket, tunggu gawang, stempel dan follow up serta pre op pasien
Dimana kegiatan sehari hari akan dimulai sekitar jam 4 pagi dan baru akan selesai sekitar jam 10 atau 11 malam. Dan itu berlangsung setiap hari. Kalau ditambah jaga 24 jam, berarti hampir 2 hari hari on terus di rumah sakit.
Kebayang gimana capeknya?
Saya aja ngebayanginnya udah ga kuat, apalagi suami yang beneran ngejalanin hal itu setiap harinya.
Sehingga dengan kondisi suami yang super duper sibuk seperti itu, saya harus mulai belajar untuk mengesampingkan ego saya. Dan ini ga gampang, karena menjalani hal yang baru dalam hidup pasti butuh perjuangan dan butuh adaptasi, dan saya pun ga tau butuh waktu berapa lama untuk beradaptasi dengan hal ini.
Apalagi sebelum sekolah, suami cenderung santai pekerjaannya, dimana hal itu membuat perhatian suami banyak tercurah untuk saya. Dan saat ini, saya kembali harus belajar untuk tidak menuntut banyak hal kepada suami, termasuk perhatiannya. Berkali kali saya meneteskan airmata karena saya harus kehilangan perhatian suami, saya harus kehilangan banyak waktu bersama suami dan kekhawatiran lainnya yang terus berkecamuk dalam pikiran saya.
Tapi kemudian saya mencoba untuk merefleksikan diri saya, bukankah ini terjadi dengan izin Allah? Ketika Allah memberikan takdir bagi hambanya, bukankah saat itu Allah yakin bahwa hambanya akan mampu melaluinya?
Dan saya masih terus mencoba belajar dan belajar, agar hati saya tentram dan ketentraman itu lahir ketika saya mendekatkan diri saya kepada Allah. Karena jika cinta saya pada suami tidak disandarkan kepada Allah, maka kehampaan dan kesia siaan lah yg akan saya temui.
Dan sampai saat ini saya masih belajar untuk kuat menghadapi rintangan didepan mata, dengan memohon kekuatan dari Allah.
Setelah mempasrahkan diri saya kepada Allah, saya mencoba untuk memberikan kepercayaan yang tinggi kepada suami, meyakini bahwa diluar sana ia sedang berjuang dg sekuat tenaga, pasti karena keinginannya untuk bermanfaat dan bisa membahagiakan keluarga, dan salah satunya membahagiakan saya. Dan suami juga sudah berpesan sebelumnya, bahwa jika kesibukan ini membuatnya terkesan cuek atau tak seperti dulu lagi, tapi cintanya pada istrinya tidak akan pernah berkurang. Semoga Allah menjaga cinta kita selalu dalam ridhanya. Aamiin.
Sehingga saya harus mencoba untuk mensetting otak saya bahwa, jika esok suami pulang dalam keadaan sangat letih, maka saya harus menjadi tempat baginya beristirahat dan menghilangkan letihnya, mencoba untuk menyambutnya dalam keaadan bahagia dan memberikan kebahagiaan serta semangat untuk terus berjuang dan tidak berbalik arah. Dan tetap saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Saat ini kami mencoba untuk menjaga dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, karena hanya hal inilah yang akan mampu menjaga saya dan suami untuk tetap kuat berdiri menghadapi kehidupan yang tidaklah mudah didepan sana.
Semoga Allah senantiasa menjaga hati kita dalam kebenaran dan membimbing kita di jalan lurus menuju Jannah-Nya. Aamiin.
#hanyarefleksi #random #istriresiden #kuatdalamiman #hanyauntukAllah #sekolahlagi #bismillah #haripertama #suamikupastibisainsyaAllah #15januari2018
3 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Bismillah🤗😊💪
A Journey to A New Beginning
Postingan ini berkisah tentang berbagai proses yang saya tempuh hingga menjadi seorang Residen Anestesi FKUI-RSCM. Tertrigger oleh banyak pertanyaan teman-teman, ��Kok bisa anestesi, bukannya dulu mau rehab medik, bukannya dulu mau radiologi, gimana ceritanya?”. Postingan ini agak panjang, selain berbicara proses dan nilai, dalam tulisan ini saya juga menjabarkan beberapa hal teknis. Berharap, semoga tulisan ini dapat bermanfaat (dengan sifat broad spectrum) dan menjadi pelajaran bagi kawan-kawan sekalian (duile, gaya bener, wkwk).
Dari duluu sekalii, saya sudah bercita-cita untuk menjadi seorang spesialis. Ketika masih mahasiswa, saya pernah tertarik dg SpKFR (Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi / Rehabilitasi Medik). Namun, di akhir koas saya merasa Rehab Medik kurang pas untuk saya karena kesannya terlalu santai dan kurang menantang. Technically, saya anaknya senang tindakan.
Kenapa tidak Bedah? Saya realistis. Bedah itu sekolahnya lama. Semakin lama sekolah, semakin besar biaya yang dibutuhkan. Dengan kesibukan ppds bedah yang seperti itu, sepertinya sulit untuk punya penghasilan sampingan selama sekolah. Dan ketika nanti sekolah, saya tidak mau merepotkan orang tua lagi. Di samping, memang tidak feasible juga untuk merepotkan mama yang sudah tidak ada papa dari bertahun-tahun yang lalu. Saya puter otak, “Apa ya spesialisasi non Bedah yang masih ada tindakannya dan saya tertarik dengannya?”. Terbersitlah, “Radiologi”. Kebetulan ketika koas saya sering terpapar dengan seorang senior yang namanya Kang Donny karena beraktifitas bareng di Mesjid Asy-Syifaa’ RSHS. Di samping itu, beliau adalah guru khitan saya. Beliau FK Unpad angkatan 1995. Saat saya koas, beliau di tengah menuju akhir PPDS radiologi. Saya beres koas, beliau beres juga PPDS nya. Beliau sering banget cerita, kenapa dia yang seneng khitan (tindakan) milih radiologi bukan bedah. Beliau bilang, di Radiologi itu ada yang namanya Radiologi Intervensi. Radiologi Intervensi dapat melakukan tindakan-tindakan yang seperti bedah lakukan, tapi dengan cara yang less invasive. Tidak dapat menggantikan bedah memang, karena dia tidak mampu mengekslpore seluas bedah. Saya membayangkan, semakin canggih teknologi, akan semakin canggih pula radiologi intervensi ini. Dan di kampung saya, Sumatra Barat, belum ada yang expert akan hal ini. Radiologi sekolahnya relatif singkat dibanding bedah, tidak sesibuk bedah pula. Jadi, secara kasar, dibanding bedah, biaya yang dibutuhkan lebih sedikit dan lebih bisa mencari penghasilan sampingan (entah dengan khitan, baksos, dll) selama sekolah. Akhirnya, sejak akhir koas, saya mengubah minat saya menjadi Radiologi.
Ngapain sih ribet-ribet mikirin biaya? Kan ada beasiswa. Unpad ada beasiswa rektor (dan kamu anak Unpad), Kemenkes ada PPDS BK, dan Kemenkeu ada LPDP. Bagi saya, beasiswa Unpad bukan pilihan, karena dengannya saya harus mengabdi N tahun (sesuai lama pendidikan) di Jawa Barat, sedangkan saya ingin hidup setelah lulus spesialis di Sumatra Barat. Terlalu lama merantau, saya khawatir semangat untuk mengabdi di kampung halaman perlahan surut. PPDS BK? Big No. PNS saja belakangan katanya sudah sulit untuk mendapatkan beasiswa ini, apalagi jika saya bukan PNS. Lalu, LPDP? Setahu saya LPDP juga ada masa pengabdian 1 tahun dan sebenarnya cukup bisa diatur pengabdiannya dimana, yang penting bekerja di Indonesia. Akan tetapi, tetap saja ada risiko terasingkan dulu setahun entah ke negeri mana, sangat mungkin sekali saya bisa berubah pikiran (terkait pulang kampung) selama setahun itu. Dan hal penting yang juga harus dipikirkan, “Yakin lulus LPDP?”. Bukan bermaksud pesimis. Tapi saya merasa harus mempersiapkan skenario kalau-kalau nanti ternyata saya sekolah hanya dengan mengandalkan keuangan sendiri. Jadi, Radiologi adalah pilihan yang tepat dan aman menurut saya saat itu.
Saat internship, minat saya masih Radiologi. Di akhir internship saya menikah, minat terhadap Radiologi pun belum berubah. Memasuki kehidupan pernikahan, satu prinsip yang selalu saya pegang: “Jangan LDR! Jika harus LDR pun, minimalisasi dengan sekuat-kuatnya usaha!” Di awal pernikahan, saya diharuskan LDR karena saya masih harus menyelesaikan internship yang tersisa sekitar 1,5 bulan lagi di Purwakarta, Jawa Barat sedangkan istri saya masih internship 9 bulan lagi di Sijunjung, Sumatra Barat. Selesai internship, alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai Dokter Perusahaan di Sijunjung. Yeey! Ga LDR-an! Saya bisa menyusul menemani istri hingga akhir internshipnya di Sijunjung. So Happy :) 6 bulan berjalan di Sijunjung, istri saya sudah selesai melaksanakan internshipnya. Saat itu saya membayangkan, saya tidak mau cepat-cepat sekolah. Saya ingin merintis klinik khitan dulu di Padang bersama istri, sambil bekerja di Rumah Sakit untuk menjaga kemampuan klinis dan menambah pengalaman. Beberapa tahun setelah klinik berdiri dan klinik dirasa establish untuk ditinggal, baru deh sekolah lagi. Harapannya, klinik itulah yang akan menopang biaya kehidupan selama sekolah nanti.
Istri saya tertarik menjadi dosen dan di akhir masa internshipnya kami mendapat informasi bahwa FK Baiturrahmah di Padang sedang butuh dosen. Istri masukin lamaran kesana dengan pikiran bahwa nanti bekerja dulu disana beberapa tahun menjadi dosen tutor atau skills lab (karena belum S2) dan saya bekerja sesuai dengan rencana yang dijabarkan di atas.  Di saat istri mendaftar dosen, saya pun juga sedang mendaftar salah satu RS swasta di Padang. Kami berdua diterima. Namun, takdir berkata lain. Dekan FK Baiturrahmah menyarankan istri saya untuk langsung lanjut sekolah S2 dengan beasiswa full covered (biaya pendidikan, pelatihan, thesis, dan biaya hidup). Salah satu pilihan bidang studi yang ditawarkan dekan sesuai dengan minat istri, yaitu Public Health. Disarankan untuk ke UI atau UGM. Kami pun galau, karena ini akan merubah arah hidup dari yang sudah kami rencanakan. Kami berkontemplasi:
Istri saya memang bercita-cita persis dengan yang ditawarkan dekan FK Baiturrahmah. Lumayan banget istri disekolahin, tinggal mikirin cita-cita saya.
Jika tidak sekarang, di waktu yang akan datang belum tentu datang kesempatan baik yang sama.
Jika tawaran dekan kami terima, pilihan yang feasible adalah UI karena Jakarta lebih familiar untuk kami dan lebih dekat dengan Padang.
Jika istri berangkat ke Jakarta, maka saya juga harus kesana supaya tidak LDR. Rencana di atas pupus sudah. Lalu saya di Jakarta ngapain? Bekerja sajakah? Saat itu saya merasa sayang saja jika ke Jakarta 1,5 sampai 2 tahun menemani istri hanya dengan bekerja. Istri lulus S2, pulang ke Padang dan saya masih harus mengejar cita-cita spesialis di luar Padang (Jakarta, Bandung, atau kota lainnya) karena di Padang tidak ada PPDS Radiologi. Semakin lama dan besar potensi untuk kami LDR. Akhirnya, dalam waktu yang sangat singkat, saya memutuskan untuk mendaftar PPDS Radiologi UI, supaya istri sekolah saya juga sekolah, jika harus LDR pun karena istri selesai duluan, maka lama waktu LDR tidak terlalu lama dibandingkan jika LDR full selama saya PPDS.
Februari 2017, kami sudah 9 bulan menikah dan belum dikaruniai anak. Kami berpikir, mungkin memang Allah menyuruh kami untuk melanjutkan sekolah dulu.
Akhirnya, dalam waktu yang sangat singkat (sekitar 2 minggu), arah hidup kami berubah drastis. Istri daftar S2 IKM UI dan saya daftar PPDS Radiologi UI. Akhir Februari kami bergegas berangkat ke Jakarta, karena saya belum TOEFL di LIA Pramuka atau LBI UI Jakarta untuk melengkapai persyaratan Radiologi. Saya tergopoh-gopoh mempersiapkan persyaratan Radiologi yang cukup banyak dalam waktu yang singkat, karena pertengahan Maret pendaftaran sudah ditutup. Kalau mau liat apa saja requirement PPDS Radiologi UI, boleh lihat di gambar ini:
Tumblr media
Apa saja proses yang saya hadapi dalam seleksi PPDS Radiologi ini?
Simak (Seleksi Masuk) UI di awal April (apa saja konten Simak dan tips menghadapinya saya jelaskan di bawah) di Depok.
Dua atau tiga hari setelelah Simak, Psikotest dan MMPI di Gedung IMERI RSCM-FKUI.
Pekan depannya, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik oleh penyakit dalam di RSCM.
Setelah itu, Radiologi mensyaratkan tes Bahasa Inggris lagi di LBI UI.
Pekan depannya lagi, pemeriksaan kesehatan Mata di RSCM Kirana.
Beberapa hari setelahnya, ujian jurnal Bahasa Inggris Radiologi.
Besoknya,  tes tulis pilihan ganda dan true false tentang Radiologi dilanjutkan ujian baca rontgen.
Dua minggu kemudian, wawancara dengan konsulen Radiologi dan Psikiatri. Di Radiologi, semua calon PPDS dipanggil wawancara.
Di tengah proses di atas, istri saya sudah pengumuman (2 Mei 2017), karena S2 hanya ujian Simak, tidak ada proses lain serumit PPDS, dan alhamdulillah istri saya lulus. Pengumuman seleksi PPDS dijadwalkan 21 Juni. Dan selama itulah saya deg-degan menanti pengumuman yang akan menentukan arah hidup saya kelak. Yak, sampailah ke saat-saat yang ditunggu, 21 Juni, dan hasilnya adalah
Tumblr media
Pilu rasanya. Mau nangis, tapi ga bisa. Hal yang diharap-harapkan selama ini, gagal. Satu hal yang menguatkan namun banyak orang yang mengingatkan akan hal ini, “Mungkin Allah berkehendak lain, ada hal lebih baik yang sedang dipersiapkan untuk Hamda”.
Sekitar 3 minggu, saya mencoba menjalani kehidupan sebiasa mungkin (lebaran, silaturahim dengan keluarga serta karib kerabat, lanjut kerja, ngaji, dll) agar rasa sedih terobati. Ketika rasanya sudah kuat untuk bangkit kembali, saya bangkit dengan kebingungan, “Apa yang akan saya lakukan setelah ini di Jakarta?”. Opsinya:
Langsung daftar lagi Radiologi UI di periode berikutnya (setahun ada dua kali pendaftaran, per enam bulan). Tapi, jika opsi ini saya tempuh, ada hal lebih yang harus saya lakukan untuk menambah alasan Radiologi UI menerima saya. Sejauh saya mengevaluasi proses seleksi sebelumnya, mungkin saya kurang di: a. Ujian-ujian yang saya hadapi secara nilai (entah di Simak atau tes tulis Radiologi), b. Berkas (sepertinya yang cukup signfikan adalah rekomendasi balik dari daerah, sebelumnya saya cuma menyantumkan rekomendasi dari Kang Donny yang bukan lulusan UI dan juga bukan Radiolog senior Sumatra Barat yang menjadi target tempat kembali saya), c. Wawancara (terlalu banyak pertanyaan yang saya jawab dengan polos dan pertanyaan yang cuma butuh jawaban A namun saya jawab dengan A B C D hingga membuat saya berada dalam keadaan yang makin sulit ~ gali lobang sendiri).
Daftar Radiologi, tapi tidak langsung di periode berikutnya. Agar dapat mempersiapkan kekurangan-kekurangan di atas dengan lebih baik. Tapi, konsekuensinya, lama dan potensi LDR saya dengan istri akan semakin besar.
Saya merasa, opsi 1 dan 2 akan berani saya tempuh jika saya dapat rekomendasi daerah yang menguatkan dan berkesempatan magang langsung dengan konsulen Radiologi UI. Jika, hal itu tidak memungkinkan (tidak kunjung terlihat hilalnya) dan saya harus mendaftar PPDS segera demi mengurangi lama dan potensi LDR, terpaksa saya harus banting stir ke bidang spesialisasi lain.
Sudahi saja cita-cita mendaftar PPDS dalam waktu 1,5 - 2 tahun ini. Lanjut bekerja sebagai dokter umum di Jakarta. Istri lulus pulang ke Padang bikin klinik khitan disana (kembali kepada rencana awal). Beberapa tahun kemudian, liat situasi. Jika masih memungkinkan PPDS coba daftar lagi entah daftar apa dan dimana. Atau jika dirasa tidak perlu lagi PPDS, sepertinya menjadi dokter umum saja tidak terlalu buruk. Toh rezeki tidak mesti dijemput sebagai spesialis.
Di tengah-tengah kebingungan tersebut, saya mengubungi salah seorang kakak kelas di Unpad, angkatan 2001. Beliau perempuan, saya kenal baik dengan suaminya. Namanya Uni Rini, Beliau SpAn staf Departemen Anestesi di FK Universitas Andalas. Saya bertanya, “Ni, Hamda bingung, setelah gagal Radiologi kemarin, baiknya gimana ya Ni?”. Uni itu menjawab, “Udah Hamda, daftar Anestesi aja, Sumatra Barat masih butuh banyak, nanti coba aja dulu ketemu sama Kadept. Anestesi sini, beliau welcome banget orangnya. Beliau S1 dan PPDS Anestesinya di UI, mana tau bisa kasih tips yang lebih jitu buat nanti persiapan daftar”. Saya pun berpikir, “Betul juga ya, Anestesi. Kenapa selama ini tidak terpikir? Banyak tindakan, menantang, gue banget. Sekolahnya tidak selama Bedah. Di Padang belum ada PPDS nya (automatically, kebutuhan terhadap SpAn di Sumatra Barat masih cukup tinggi)“. Dan setelah bertanya-tanya dengan senior yang sudah menempuh PPDS Anestesi di UI, sekolah PPDS disana generally recommended. It means, bukan santai ya, capek banget malah, tapi capek yang rasional karena pendidikan dan pelayanan bukan bully. Bully dalam bentuk apapun terlarang, apalagi bully uang. Ga ada biaya-biaya siluman. Yang ada malahan junior ditraktir senior. Bahkan anestesi termasuk yang paling bisa berpenghasilan dibanding banyak PPDS lain di UI. Kekhawatiran terhadap finansial lumayan terobati. Lalu, saya coba tengok-tengok requirement apa saja yang dibutuhkan untuk daftar Anestesi UI:
Tumblr media
Menurut saya, persyaratannya lebih simpel daripada Radiologi. Saya berpikir, “Sepertinya feasible untuk saya langsung daftar lagi”. Namun, saya tidak mau hanya mempersiapkan yang tertulis saja.
Saya awali perjuangan dengan pulang ke Padang menemui Kadept. Anestesi yang disarankan Uni Rini. Betul, beliau welcome sekali. Menyemangati saya untuk sekolah lagi. Beliau malah menyarankan, “Nanti magang dulu ya di RSUP M DJamil, ga perlu lama-lama, sekitar seminggu juga cukup, yang penting nanti kamu pas ditanya udah pernah magang atau belum, kamu bisa jawab sudah pernah. Dan selama magang usahakan kenal dengan konsulen-konsulen sini, karena setiap wawancara suka ada yang datang ke UI. Nanti kalo wawancara, hadapi dengan tenang, jangan grogi, tunjukkan kita yakin dan layak untuk diterima oleh mereka”. Surat keterangan magang aman, support moril dari senior Anestesi juga ada, alhamdulillah.
Sembari magang, saya juga coba kontak seorang Spesialis Patologi Anatomi di di salah satu RSUD di Sumatra Barat, Uni Sisil namanya yang kebetulan beliau adalah orang sekampung saya dan kenal baik sejak saya kecil. Beliau nanya, “Hamda mau balik ke daerah? Kalo mau, insyaAllah rekomendasi RSUD aman, nanti Uni coba hubungi Direktur, karena kita masih butuh Anestesi”. Besoknya saya izin ga dateng magang, meluncur ke RSUD bertemu Direktur dengan ditemani Uni Sisil. Direktur acc, alhamdulillah. Sewaktu mengurus surat rekomendasi, ternyata dokter di bagian struktural yang bantuin bikin surat juga orang sekampung yang masih ada hubungan keluarga. Hitungan jam, surat rekomendasi RSUD jadi.
Sekitar 10 hari di Padang, alhamdulillah dua ceklis kelengkapan berkas berhasil didapat (surat keterangan magang dan rekomendasi daerah). Tinggal menambah pengalaman pelatihan. Karena ACLS sudah, saya merasa yang urgen untuk saya ikuti segera adalah ATLS dan PTC (katanya ini highly recommended untuk yang mau daftar Anestesi UI). Dan alhamdulillah dua-duanya bisa saya ikuti dengan timeline yang pas dengan seleksi Simak dan Departemen Anestesi UI. Sejauh saya menempuh proses untuk Anestesi ini, saya merasakan banyak kemudahan yang tidak disangka-sangka. Saya merasa, segala faktor X yang dapat mepengaruhi hasil, sudah diperjuangkan dengan sebaik-baiknya. Sisanya, tinggal berjuang dengan kemampuan terbaik di seleksi nanti.
Secara garis besar, proses yang dihadapi di Anestesi hampir mirip dengan Radiologi. Namun, menurut saya di Anestesi lebih simpel. Diawali dengan regisrasi online di penerimaan.ui.ac.id hingga tengah September, lalu dilanjutkan:
Beda dengan seleksi sebelumnya yang diawali Simak UI, kali ini ujian pertamanya adalah MMPI dan Psikotest, seminggu setelah penutupan pendaftaran online. MMPI dan Psikotest sangat besar pengaruhnya terhadap hasil ujian, karena Departemen yang bersangkutan dapat menilai dari hasil MMPI dan Psikotest apakah calon PPDS tsb tepat untuk Departemen mereka atau tidak. Saran saya, pada ujian ini, jadilah waras (agar tidak jelek MMPI nya) tapi jangan merekayasa. Karena, jika direkayasa, akan ketahuan bahwa itu adalah false. Di UI, alhamdulillah ada remedial ujian MMPI (tapi psikotest tidak). Jika di remedial masih false, maka itulah hasil akhirnya. Fyi, di radio saya tidak remed, pas seleksi anes malah remed karena sempet nyoba bikin hasil MMPI seakan-akan bagus semua, wkwk.
Beberapa hari setelah MMPI dan Psikotest, waktunya untuk Pemeriksaan Kesehatan, hanya laboratorium, rontgen, dan pemeriksaan dari Penyakit Dalam. Tidak serumit Radiologi, ada pemeriksaan kesehatan mata yang bisa memakan waktu seharian.
Secara mendadak saya dan teman-teman calon PPDS Anestesi diberi tahu bahwa ujian tulis diadakan awal Oktober. Timeline seleksi kali ini sangat membingungkan karena berbeda dengan sebelumnya. Udah disaranin oleh senior-senior untuk baca Buku Ajar Anestesi UI. Al hasil baru namatin setengah udah ujian tulis. Yasudahlah, saya kaget, semua kaget, semua juga merasa kurang persiapan, manfaatkan momentumnya. Asik. Jaman saya, ujian tulis terdiri dari 50 soal pilihan ganda, Bahasa Inggris.
Pertengahan November, Simak UI di Depok. Mekanismenya persis dengan yang sebelumnya. Saran saya, di Simak UI, kalo ga yakin bisa dateng jam stgh 7 pagi disana, lebih baik menginap di sekitaran UI Depok. Jika akan menginap di Makara UI, usahakan booking H-1 bulan. Simak UI terdiri dari dua bagian, yaitu: - TPA (Tes Potensi Akademik). TPA terdiri dari tiga bagian: a. Verbal (40 soal, 30 menit), b. Matematika (35 soal, 50 menit), c. Logika (25 soal, 40 menit). Ada alokasi waktu khusus di per bagian soal TPA nya. Misal, lagi di Verbal, ya cuma boleh kerjain verbal aja, ga boleh kerjain Matematika, jika ketahuan ya pelanggaran. Hati-hati dengan TPA karena ada sistem +4 -1. Belajarlah dengan baik dari soal-soal bimbel masuk UI yang banyak merk-nya ~ tidak saya sebut satu per satu merk nya apa (entah kalian langsung les disana atau minjem soal dari mereka yang les, secara saya anaknya pelit, saya sih pinjem soal temen yang udah keterima PPDS aja, wkwk). Jangan bahas soal Bappenas, tingkat kesulitan Simak UI jauh melebihi itu, ntar bakal kaget kalo cuma bahas soal Bappenas aja. Jika latihan soal, maka usahakan bisa mengerjakan dengan cepat, jangan sekedar bisa. Karena ujian Simak itu disettingnya sulit tapi waktunya singkat. Jika stuck satu soal, lebih baik loncat ke soal lain. Jangan kaku harus mulai dari nomer awal, terkadang soal-soal nomor akhir lebih mudah. Jadi, lebih baik skimming soal dulu baru ngerjain. - Bahasa Inggris: Structure (40 soal) dan Reading (50 soal) dalam 90 menit. Bagi saya, pitfalls di Bahasa Inggris adalah structure, seakan-akan bisa, lalu mikir lama, padahal belum tentu bener. Reading Simak UI emang panjang banget, tapi jika bisa memahami dengan baik, jawabannya lebih besar kemungkinan benarnya daripada structure. Ini saya loh ya, yang kemampuan bahasa inggrisnya pas-pasan. Pelajaran penting dari pengalaman saya. Simak pertama (sewaktu Radiologi), di ruangan saya tidak ada jam dinding. Dan itu sangat menyulitkan, karena kita tidak boleh pakai jam tangan. Sulit untuk estimasi waktu dan mengatur kecepatan pengerjaan soal. Di ujian kedua (sewaktu anestesi), saya mensurvey terlebih dahulu ruangan, memastikan ada jam dan berjalan dengan baik. Alhamdulillah ada. Jika tidak ada, saya berniat bawa jam dinding sendiri dan mengajukan kepada penguji untuk dipasang ke depan kelas. I think it’s fine, karena ujian itu harus adil. Ruangan lain ada jam dinding, kenapa ruangan kita tidak boleh ada? Right?
Wawancara. Untuk Departemen Anestesi, wawancara merupakan proses penyaringan dari proses-proses sebelumnya. Sekitar 2 atau 3 hari setelah Simak, kami diberitahu Sekretariat Anestesi apakah kami lolos untuk mengikuti wawancara atau tidak, Alhamdulillah saya lolos untuk mengikuti wawancara. Jangan lupa, sebelum wawancara (semua rangkaian ujian sih kalo bisa, hehe), minta doa orang tua, istri/suami, orang-orang shalih dan sahabat terbaik, kita tidak tahu doa-doa mana yang akan memudahkan kita dan diijabah oleh Allah. Beberapa saat akan wawancara, tangan kami diperiksa oleh PPDS Anestesi apakah ada bekas luka atau tidak karena Departemen Anestesi sangat mengantisipasi penggunaan obat-obatan terlarang. Setelahnya, kami menunggu giliran untuk diwawancara. Sampailah pada saat nama saya dipanggil dan benar ternyata saat itu ada konsulen tamu dari FK Universitas Andalas. I don’t know if it helps or not karena beliau hanya menjadi observer saat wawancara. But for me, kehadiran beliau cukup menghadirkan rasa nyaman dan percaya diri. Saya tidak akan membahas secara detil isi percakapan wawancara (kalau kepo banget dengan detil, japri aja ya, hehe). Secara garis besar, wawancara bertujuan untuk mengenal si calon PPDS apakah mereka tepat untuk bergabung atau tidak. Jadi,akan sangat mungkin ditanyakan: Kenapa pilih Anestesi? Bagaimana kesiapan finansial? Bagaimana rencana setelah lulus nanti? Persiapan apa saja yang sudah dilakukan? Atau bahkan hal-hal yang sifatnya personal untuk mengonfirmasi informasi-informasi yang sudah mereka dapat dari berkas-berkas atau mmpi dan psikotest. Saran saya, jawablah dengan jujur, terus terang, apa adanya. Tapi jangan polos, jangan gali lubang sendiri dengan jawaban yang berbunga-bunga! Berikan jawaban lugas yang menguatkan namun rasional dan tidak muluk-muluk. Percaya diri, hindari sebisa mungkin rasa grogi, tunjukkan rasa yakin, namun tetap rendah hati. Attitude is number one!
Overall, saya merasa persiapan Anestesi (meski secara waktu persiapan tidak jauh beda dengan Radiologi bahkan turnovernya lebih cepat) lebih matang daripada Radiologi. Istikharah sudah dilalui, usaha-usaha sudah dilakukan, sekarang waktunya untuk bertarung dengan calon PPDS lain melalui kiriman-kiriman doa ke langit. Jangan berjuang sendiri, as I said before, minta doa dari orang-orang shalih yang banyak (orang tua, istri/suami, sahabat, karib kerabat).  Setelahnya, waktunya berserah diri kepada Yang Maha Berkehendak. Jika berada dalam kondisi seperti ini, teringat akan perkataan salah seorang kakak terbaik, “Fight like a winner and feel nothing to lose”. Sampailah pada Senin, 11 Desember 2017
Tumblr media
Hasil yang mengharu-biru, sontak menggerakkan tubuh untuk bersujud mengucap syukur. Ternyata, inilah kehendak Allah yang dulu tak disangka dan kini menjadi kenyataan. That’s the journey that I’ve been going through in the last few years. Semoga mampu menghadirkan hikmah dan manfaat bagi kengkawan semua. 2 hari lagi, waktunya bagi saya untuk menjajaki kehidupan baru di FKUI-RSCM in full version. Doakan, saya kuat menapaki awal yang menantang ini dan menyelesaikannya hingga akhir untuk menapaki awal fase lain setelahnya :)
49 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Selamat memulai kehidupan baru di dunia Parastesi @rialtahamda Semoga Allah senantiasa kuatkan langkahmu, Allah kuatkan hatimu, jiwamu, ragamu dan juga imanmu. Semoga Allah senantiasa menjagamu dimanapun engkau berada. Semangat untuk kembali menjadi “The Learning Man”, kembali menemukan berbagai tantangan dalam hidup yang kelak akan kau takhlukkan. Semoga menjadi pemenang, dalam iman dan taqwa kepada Allah. Doa istrimu selalu mengirimu, dimanapun engkau berada.💏💑
0 notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Perencanaan Finansial PPDS
Sebenarnya dalam tulisan sebelumnya, hal ini sudah sempat saya bahas, akan tetapi tidak terlalu fokus dan detil, lebih ke salah satu pertimbangan kenapa saya memilih spesialis A, bukan yang B, dst.
Sedikit review. Saya tidak bisa daftar PPDS BK karena saya bukan PNS. Beasiswa Unpad tidak memungkinkan juga untuk saya yang bercita-cita kembali ke Sumbar. Yang paling feasible adalah LPDP, karena tempat kembalinya cukup fleksibel. Namun LPDP begini pun tidak berjalan mulus.
Pada tahun 2016, saya tidak sempat mendaftar LPDP karena saat itu belum terpikir untuk sekolah. Tahun 2017 ada sekali pembukaan pendaftaran LPDP, tapi saat itu bentrok dengan saya yang daftar Radiologi. Sebenarnya, bisa saja saya daftar LPDP dan Radiologi simultan in case saya tidak lulus Radiologi dan LPDP lulus, beasiswa LPDP bisa saya gunakan untuk rencana pendaftaran PPDS selanjutnya. Tapi, saya merasa tidak bisa multi tasking untuk dua hal yang butuh fokus itu. Di sisi lain, saya merasa jika saya daftar LPDP, seakan-akan ada sisi lain diri saya yang mengharapkan untuk saya tidak lulus Radiologi saat itu. Alih-alih supaya fokus dan lebih optimis untuk lulus, saya tidak daftar LPDP. Eh, ternyata beneran Radiologi ga lulus, wkwk 😅
Nyesel sih. But life must go on. Nah, setelahnya saya sempat galau kan mau daftar langsung atau tahun depan-depannya lagi supaya lulus LPDP dulu baru daftar PPDS (krn LPDP tidak bisa utk pendidikan yang on going dan PPDS secepat-cepatnya 6 bulan post LPDP). Tapi, prioritas saya adalah mengurangi potensi LDR dengan istri yang sudah mulai S2 di UI Depok. Jadi pilihannya adalah saya harus segera daftar, tidak boleh ditunda lagi.
Lalu, biaya dari mana? Supaya kebayang kebutuhan finansial PPDS berapa, saya coba ceritakan berapa besaran uang kuliah PPDS UI. Untuk Radiologi, uang pangkal 16 juta dan semesteran 7,5 juta. Anestesi termasuk departemen yang agak mahal, 26 juta uang pangkal dan semesteran 10 juta. Dan kerennya UI, itu semua resmi, dibayarkan ke UI dan tidak ada biaya siluman apapun (seperti setoran ke Departemen di luar biaya sekolah resmi yang terjadi di beberapa kampus lain). Jadi, anggap lah sekolah Anestesi UI sekitar 8-9 semester, berarti uang sekolah yany dibutuhkan sekitar 106-116 juta. It much cheaper dibanding sekolah-sekolah FK swasta jaman sekarang.
Kembali lagi ke pertanyaan sebelumnya, biaya dari mana? Ya ga dari mana-mana, karena ga mau repotin siapa-siapa, mau ga mau dari keuangan sendiri (biaya mandiri). Ada yang nanya, “Uang segitu bener-bener literally nabung sampe kekumpul segitu?”. Yes! Tapi, jujur, sampe saya saya diterima dan bayar uang sekolah pun, tabungan saya belum sampe segitu kok. Baru bisa bayar uang setoran pertama (pangkal + semester) dan simpenan untuk semesteran 2 dan 3.
Next question, biaya hidup bagaimana? Biaya sekolah setelah semester 3 apa kabar? Disinilah saya bersyukur dikaruniai istri yang luar biasa berlapang dada dan baik hatinya. Alhamdulillah, istri bersedia membackup keuangan selama sekolah nanti.
Lah, bukannya istri sedang sekolah? Yes. Tapi alhamdulillahnya lagi istri sekolahnya full covered bahkan diberikan uang bulanan oleh institusi tempat dia bekerja. Plus, istri cuma kuliah beberapa hari (sekitar 3 hari) dalam sepekan, sisanya istri mau bersusah payah banting tulang untuk membantu suaminya sembari mengurusi rumah tangga.
Bukannya biaya hidup di jakarta mahal? Betul. Teman seangkatan saya di anestesi bahkan ada yang apartemennya 40 juta an per 6 bulan (full furnished), ada juga yang per bulannya sekitar 3 juta an, kalikan saja sendiri. Eh tapi ada juga sih temen yang kosannya deket RSCM 800 ribu per bulan. Lagi-lagi disini saya harus bersyukur, dikaruniai keluarga yang baik hati mau menampung saya dan istri di rumahnya di Jakarta. Posisinya pun dekat dari RSCM (Kampung Ambon, sekitaran Rawamangun). Saya dan istri tinggal di rumah peninggalan kakek yang sekarang ditempati Om saya (adik Mama). Om sudah berkeluarga dengan anak tiga. Namun, semua (terutama bocah-bocah) malah happy dengan kami tinggal disana. Om sekarang jobless, jadi kami hidup satu atap saling bahu membahu.
Biaya makan? Alhamdulillah, di anestesi kalo lagi jaga makan tiga kali sehari dikasih rscm atau dibayarin senior. Hehe. Kalo lagi ga dapet jatah makan, ya bekel aja kali, kan ada istri yang siap mendampingi suaminya sekolah dan bantu nyiapin bekel di pagi hari. Hehe.
Satu hal lagi yang lumayan membuat optimis terkait perihal finansial, seperti yang sempat saya singgung juga di tulisan sebelumnya bahwa PPDS di UI itu digaji. Besarnya sesuai dengan besar tanggung jawab yang diemban. Dan anestesi termasuk yang bisa mempunyai penghasilan tambahan di luar gaji pokok dari UI. Alhamdulillah.
Iya sih, life cost udah ditekan dengan sedemikian rupa, biaya sekolah cenderung rasional, nanti bisa punya gaji, tapi emang cukup? Gimana kalo thesis membengkak, istri tiba-tiba hamil dan punya anak, atau ada kejadian-kejadian di luar dugaan? Hei! Jangan kaya orang yang ga punya Tuhan! Ada Allah yang sudah mengatur semuanya. Rencanakan dengan baik dan tidak perlu khawatir dengan hal yang belum pasti. Dibalik kesulitan, ada kemudahan. Allah Maha Tahu dan Maha Mendengar. Tinggal bagaimana kita berikhtiar sekuat tenaga sembari bersyukur atas nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan.
Bukan berarti saya bilang, “Yaudah ke UI aja”. Kalo kamu anak Bandung, sekolah ke Unpad juga oke kok, karena life cost itu gede banget. Lumayan kan bisa tinggal di rumah sendiri selama 4 tahun an sekolah. Dan ada hal lain juga kan yang mesti dipertimbangkan selain finansial, yaitu besaran chance diterima di almamater sendiri atau like and dislike suatu kampus terhadap kampus swasta lain. Tapi, misal, kamu anak Sumatra, kamu ga punya rumah di Jakarta ataupun Bandung. Tanpa menghiraukan chance diterima, saya lumayan menyarankan UI sih, karena biaya sekolah lebih rendah dan biaya hidup Jakarta-Bandung menurut saya bisa diakal-akalin (tergantung lifestyle).
Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan pesan kepada sejawat teman-teman saya yang mungkin sekarang sedang dalam perencanaannya menempuh PPDS di masa depan. Jangan galau, jangan merasa kecil, jangan merasa bahwa itu tidak mungkin. Sekolah PPDS itu sangat rasional untuk ditempuh, entah dengan beasiswa ataupun biaya sendiri. Tinggal bagaimana menekan gaya hidup yang tidak perlu atau berlebihan, manajemen finansial yang baik, rajin menabung, berikhtiar sebaik-baiknya, berdoa, sisanya serahkan kepada Allah. Saya bukan darah biru dan bukan anak bangsawan, alhamdulillah sejauh ini masih mampu untuk bayar uang sekolah pertama dan tetap optimis nanti insyaAllah akan ada saja rejeki dari Allah lewat pintu mana pun yang dikehendakinya. What about you?
7 notes · View notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
11 januari 2018
Dear @rialtahamda
Bukan anniversary, bukan hari ulang tahun ataupun hari spesial lainnya.
Tapi tetiba pulang kerja, masuk kamar, langsung ketemu kado ini terletak manis diatas kasur.
Dan pas liat ternyata kadonya dari suami, lgsg meleleh😭😭😭
Karena ga nyangka tetiba di so sweetin dan anaknya lemah banget kalo udh diginiin. Langsung mewek.
Apalagi isi kadonya yang selama ini dipengenin istrinya, dan suami dalam diamnya masih inget sama hal hal yang dipengenin dan dibutuhin istrinya.😢😢
.
Terimakasih banyak untuk semua hal yang telah diberikan selama ini, sebentar lagi kan kau masuki masa masa berat dalam hidupmu, tp waktu itu kamda pernah bilang kalo ini adalah masa yang kita sebut dengan "growing pain"
Rasa sakit yang harus kita hadapi untuk bertumbuh. Pastinya tidak mudah dan mungkin akan terasa berat, tapi semoga Allah mampukan kita untuk menghadapi setiap ujian didepan sana.
.
Kadang masih sering denial tentang apa yang akan terjadi didepan, denial kalo nanti ga bakal bisa menye menye lagi sama suami lebih banyak, bakal banyak banget waktu bersama yang berkurang, mungkin suami pulang sayanya udah tidur, saya bangun suami udah berangkat😢 .Dan pulangpun mungkin suami bakal langsung bablas tidur karena lelahnya.
Tapi mungkin disini kita akan diuji untuk bisa memanfaatkan sedikit waktu kita menjadi waktu yang begitu berkualitas, tidak hanya tentang kuantitasnya.
.
Ingat nasihat salah satu guru, bahwa jika salah satu pasangan sekolah, maka berarti kedua duanya yang sekolah, karena tak mungkin tanpa pengertian istri, suami akan lancar melalui sekolahnya, begitupun sebaliknya.
Semoga Allah lapangkan hati kita, Allah kuatkan kesabaran kita dan Allah berkahi setiap langkah kita serta Allah hindarkan kita dari berkeluh kesah. Dan semoga kita bisa menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur.
.
. * Bukan bermaksud untuk pamer kemesraan dipostingan ini, tapi saya hanya ingin momen ini terabadikan dan bisa menjadi pengingat disaat masa masa sulit yang akan dihadapi didepan sana.
.
Dan mohon doanya, agar Allah senantiasa membimbing kami menjadi hamba yang lebih baik hari ke hari.
Jakarta, sebelas Januari 2018
(Tetiba kalo liat tanggal ini inget sebuah lagu).😅
Tumblr media Tumblr media
0 notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Selamat memulai kehidupan baru di dunia Parastesi @rialtahamda Semoga Allah senantiasa kuatkan langkahmu, Allah kuatkan hatimu, jiwamu, ragamu dan juga imanmu. Semoga Allah senantiasa menjagamu dimanapun engkau berada. Semangat untuk kembali menjadi "The Learning Man", kembali menemukan berbagai tantangan dalam hidup yang kelak akan kau takhlukkan. Semoga menjadi pemenang, dalam iman dan taqwa kepada Allah. Doa istri selalu mengirimu, dimanapun engkau berada.💏💑
0 notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Sekolah lagi 🤗
Tumblr media
Setelah simak dilaksanakan tanggal 2 April 2017. Dag dig lah menunggu hasilnya sebulan kemudian.
Dan Alhamdulillah ditanggal 2 Mei 2017, jeng jeng jeng. Allah berikan kelulusan di Pasca Sarjana Ilmu kesehatan Masyarakat UI, dengan peminatan kesehatan reproduksi.
Kenapa kesehatan reproduksi? Karena ketertarikan yang lebib terhadap dunia reproduksi dan obgyn. Sepertinya lebih menyenangkan dalam otak saya saat itu. Dan alhamdulillah memang menyenangkan.🤗
suami saya tidak lulus di ujian masuk spesialis radiologi, yang ujian simaknya barengan sama saya. Tapi alhamdulillah suami di berikan kelulusan di SIMAK yang kedua setelah berpindah haluan memilih spesialis Anastesi.
Sebenarnya saya dan suami ga kebayang sekolah secepat ini, tapi saya berpikir, pasti Allah jauh lebih tahu apa yang terbaik untuk saya dan suami saat ini.
Mohon doanya agar sekolah lagi saat ini, Allah berikan kelancaran dan kemudahan. Aamiin.😊😊
Tumblr media
0 notes
annisalidramaribeth · 7 years ago
Text
Simak UI Cont'
Lama banget ya jarak dari sambungan tulisan sebelumnya😅
Intinya kalo mau ujian SIMAK, harus rajin rajin bahas soal TPA yang susah susah, kalo ada temen yang les di tempat ujian masuk simak, bisa pinjem bukunya dan bahas. Karena soal TPA di simak ga segampang soal soal TPA di buku buku latihan TPA kaya yg dijual di Gramed**
Pas ngerjain TPA, hati saya langsung hancur, karena susah buanget😭😭😭
Tapi kalo ga ngisi lebih ga menjamin apa apa lagi, akhirnya saya nekad untuk isinya aja walopun ragu ragu.
Kalo untuk verbalnya perbanyak kosa kata aja. Kosa kata yang ga lazim kita denger. 😅
Untuk matematika dasarnya, perbanyak bahas soal kaya kita zaman smp dan sma. Biasanya ada tentang aritmatika lagi, asa tentang geometri, ruang, peluang, dll.
Kalo logika, soalnya bertingkat tingkat bikin pusingnya. Hehe. Biasanya kaya soal meja bundar, ada a b c d e f g, dst. Sama ada tentang hotel dan kamar kamarnya.
kalo untuk bahasa inggris, insyaAllah standar kaya toefl aja.
Yang penting pandai memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Karena soal readingnya panjang beuts.
Trus kalo pas simak kita ga boleh pake jam tangan, jadi H-1 pas ngecek lokasi ujian, liat apakah ada jam dinding di ruang itu atau engga. Kalo ga ada, bawa jam dinding atau kabarin satpamnya. Hehe
Alhasil setelah saya dan suami melalui ujian SIMAK di 2 April 2016, kami berdua merasa awan hitam menutupi langit. Eh ternyata emang hujan. Sepertinya langit memahami hati kami saat itu yang mendung menghadapi sulitnya ujian SIMAK😅😅
Tapi bagi yang mau daftar SIMAK UI, jangan takut. InsyaAllah dengan latihan optimal, bisa dilalui🤗
1 note · View note
annisalidramaribeth · 8 years ago
Text
SIMAK UI
Alhasil saya mencoba untuk mendaftar S2 di IKM UI, bermodal semangat menggapai mimpi dan cita. Hari ini, tanggal 2 April, berlangsunglah ujian SIMAK UI. Tapi ternyata jumlah pesertanya jauh lebih ramai daripada dugaan saya. Baru mau masuk UI saja macetnya dahsyat. Untung saya dan suami dapet kosan gratis, tebengan dari temen ( walaupun akhirnya kami membuat kekacauan karena menghilangkan kunci kamarnya, huhu) Ujiannya terdiri dari TPA dan B. Inggris TPA berjumlah 100 soal, dibagi menjadi 3 bagian : - verbal 40 soal dikerjakan dalam 30 menit - matematika 35 soal dalam 50 menit - dan logika 25 soal dalam 40 menit
Sedangkan bahasa inggris 90 soal dalam 90 menit, terdiri dari 40structure dan 50 reading.
Dalam TPA ada sistem +4, -1 kalo bahasa inggris ga ada.
Awalnya saya berharap dari nilai TPA, karena saya aku kemampuan bahasa inggris saya ga terlalu bisa dihandalkan, wew. Walopun pernah toeflnya 557, tp saya juga ga tau dapet hidayah apa waktu mau naik tingkat dua dulu, ilmunya juga udh nguap semua kayanya.
Bersambung
0 notes