anotheroom
anotheroom
Another Room
13 posts
just another room
Don't wanna be here? Send us removal request.
anotheroom · 5 years ago
Text
Senin, 18 November 2019
Kebersamaan dinikmati ngga harus dengan obrolan. Mulai tersadar ketika baca tweet "i like being alone together", kalo ga salah begitu kalimatnya.
Awalnya gue selalu nyesel kalo weekend ngga banyak ngobrol sama keluarga. Mamah yang tidur atau gue yang tidur seharian di bawah.Tapi ternyata, memang ngga harus selalu ngobrol. Asal bersama, gue seneng berada deket mamah. Tidur itu enak sih, walaupun sampe seharian asalkan mandi. Tidur dengan badan bersih, nikmatnya tidur nyaman dan nyenyak.
Mungkin nanti, ngga semua yang gue mau bisa dilakukan. Dana memang ada, tapi terbatas. Mungkin yang paling pengen itu ngajak mamah pulang kampung..
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Senin, 20 Jan 2020
jumat kmrn gue nginep dikantor, untuk pertama kalinya haha. begini karena ada temennya aja si. tahun kemarin load kerjaan lebih parah, tp ya pulang. masa nginep bedua doang sama cowo.
gapapa kerjaan banyak, badan memang capek. tapi ga sepusig dan se-stress tahun lalu. itu yg bikin gue masih merasa beruntung walopun kerjaan bertubi2. seenggaknya tahun ini banyak yg bantu, banyak jg yg nemenin. jadi kmrn walopun kerja begitu, hati masih adem.
malah suasana dikantor kmrn enak. subuh2 bangun hujan deres, walaupun badan ga seger tp moodnya enak. bangun, solat, berak, duduk megang air hangat di gelas, sambil mandangin ujan. hem.
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
16 Juni 2019
Takut dan canggung, semua terlalu baik-baik saja. Ketika bahkan gue banyak tertawa dan menyelesaikan pekerjaan, gue takut.
Takut lupa diri, takut kehilangan kewaspadaan dan kesadaran. Takut hilang kehati-hatian, takut ada yang terlewat karena berkurang kepekaan. Gue takut sebenarnya punya masalah tapi ngga terdeteksi. Yang sampai pada waktunya ia akan meledak dan membangunkan gue dari mimpi ini. Kembali menemui kenyataan yang sudah gue kenal. Kembali berhadapan dengan segala kerumitan dan keruwetan itu.
Gue takut yang terjadi saat ini membuat gue lupa diri dan lupa akan apa yang telah dialami apalagi bagaimana menjalaninya. Lupa yg membuat gue kembali menjadi nol. Takut sampai gue mengap-mengap lagi berenang di laut persoalan. Gue takut akan mengalami "habis nangis ketawa makan gula jawa", tapi versi kebaliknya. Ketawa2 dahulu, nangis kemudian. Sekarang sedang punya kekhawatiran ini.
Bersyukur sudah mengalami itu semua, juga bersyukur semua sudah berlalu. Walau kalo ditawarkan, gue gamau kembali dan menjalaninya lagi. Tapi gue bersyukur itu sudah terjadi, sudah. Membentuk gue jadi seperti sekarang.
Semoga semua selalu menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Berharap semua ini perjalanan berlanjut ke depan. Semoga sedang menapaki tangga kehidupan, bukan roda kehidupan. Roda kehidupan yang terus berputar, seperti kiasan yg diucapkan orang. Semoga tidak sedang berputar, apalagi hanya diporosnya. Semoga benar semua memang baik-baik saja.
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
16 Januari 2019
Di saat lelah, rasanya manusia begitu keras padamu. Mana ada ruang untuk berkeluh, kalaupun minta dianggap mengiba.
Tapi ketika kamu menguatkan diri sendiri, menopang dirimu sendiri, barulah padamu mereka bersikap lembut. Berempati.
Sekali lagi, asa jangan terlalu dipaksa.
Sekali lagi, jangan ngoyo.
Walau belum tau sejauh mana, tapi batas itu pasti ada. "Sekeras-kerasnya benturkan, bentuklah dirimu."
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Minggu, 11 Februari 2018
Sehari-hari
Senin saya pura-pura tegar
Selasa berjalan setengah sadar
Sampai di Rabu, puncak penat membakar
Tumbang di hari Kamis
Hari Jumat menangis,
minta hari itu secepatnya habis
Sabtu mengatur napas
Minggu sembunyi dari waktu
Refleksi setiap pagi
Melibatkan setengah kepala,
selagi berkendara
Lelah bukan karena susah perkara
Tapi terus berputar di roda berbeda
Waktu kutempuh di meja kerja
Bergelora hanya di sela-sela
Belajar di waktu sisa
Sumur ilmu dangkal, tapi katrol mahal harganya
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Kamis, 7 Mei 2020
Pokoknya nanti sore popmie rasa soto.
Pake saos ABC 2 saset sama pakai telor. Pakai sedikit nasi juga, tapi nasi dimakannya di awal bukan di akhir pas mie nya udah sedikit. Tadinya gue ngiler banget liat orang korea makan mie rebus dan pas mie sama kuahnya tinggal sedikit, dia masukin sedikit nasi. Tapi pas gue coba ternyata enakan makan nasi di awal. Nasinya di mangkok kecil, terus ambil mie dan sedikit kuahnya buat taro di nasi. Bukan sebaliknya. Begitu lebih enak.
Kayaknya sih ini bukan tulisan yang nantinya ingin gue baca lagi. Tapi meski begitu, ada hal yang ingin gue bicarakan terus menerus. Mengulangnya berkali-kali pasti membosankan untuk didengar telinga manusia lain. Baguslah gue pernah beli ipad dan keyboard bluetooth ini. Beruntunglah ngga sia-sia pembelian kedua barang ini.
Diam-diam gue sudah memutuskan. Bahwa gue akan mengulang mata kuliah metodologi penelitian. Bahwa gue menerima penyesalan yang mungkin ada, atas kesulitan yang mungkin ada di semester yang selanjutnya, karena ngulang matkul ini. Bahwa kali ini kuliah bukan untuk diselesaikan dengan cepat. Tapi untuk dijalani hari-harinya. Untuk bisa merasakan perjalanan menuju dan dari kampus. Untuk bisa melewati pintu masuk kampus dan diucapkan salam oleh Pak Satpam. Atau membalas senyuman dan anggukan sopan Pak Satpam di gerbang keluar kampus. Untuk bisa jajan bakso bakar di inkubator bisnis kampus, meski jarang. Untuk bisa duduk di depan mushollah sembari nunggu kelas. Untuk bisa ngobrol waktu jalan menuju lift, menuju pintu keluar, dan menuju parkiran. Untuk bisa pulang ke rumah di atas jam 9 malam. Untuk bisa nyempet-nyempetin ngobrol sama orang tua sambil makan sesampainya di rumah. Untuk bisa merasa sangat lelah dan istirahat jadi terasa amat-amat nikmat. 
Pokoknya nanti sore pakai popmie rasa soto. Ngga mau kalau bukan rasa soto. Minumnya mau cuma pakai air putih dingin sama es kopi capuccono bikin sendiri. Bukan dalgona, ngga mau. Bukan karena capek bikinnya, bukan karena ngga enak. Karena semua orang senang minum itu sekarang. Nanti baru mau bikin dalgona ketika semua sudah lupa dan bosen. Lebih enak sih kalo beli kentang potong yang tinggal goreng. Tapi harus pakai baju celana panjang dan kerudung, ke rumah kontrakan, ngeluarin motor, terus ke pasar impres dulu buat beli. Terus harus pulang lagi, masukin motor, lepas baju celana panjang, ngadem di depan kipas, baru goreng kentang, baru makan di depan kipas.
Pemikiran selalu berjalan cepat, kalau muncul hanya selewatan aja. Melayang-layang di atap kepala. Dan menulis adalah menariknya ke dasar. Membuatnya menetap. Menempatkannya pada dudukan yang pas, sehingga menjadi jelas.
Hari-hari yang panas membekukan pemikiran. Sedangkan cuaca yang dingin menghangatkannya, membuatnya bersedia mengalir. Mudah sekali mengalir dan tidak ada yang tau kemana dia menuju. Tujuan tidak penting sekarang. Yang jelas, aliranlah yang membuat dia bersih dari jernih. 
Astagfirullah, wangi makanan manis. Ngga mungkin cuma khayalan gue aja.
Rasanya selalu ingin melepas tulisan-tulisan ke tempat yang terlihat. Tapi takut dan malas selalu menang tanpa banyak debat. Udah hapal kan ? Memikirkan apa yang akan dipikirkan orang lain, ada hal-hal yang malu kalo ga dibuang tapi males ngedit (lagian percuma juga kalo di edit), senang kalau ada tanggapan yang baik-baik tapi malas menanggapi balik. Perlu sedikit lagi keberanian untuk posting terus tinggalkan.
Jam 2 siang, berarti 4 jam lagi. Kurang lebih. Kamu bilang kita benci menunggu. Menunggu adalah yang paling membosankan. Ngga juga, gue suka menunggu waktu buka puasa.
_______________________________________________
Malam, setelah buka puasa.
Kayaknya kali ini gue akan sedikit berani. Beberapa curhatan yang pernah gue tulis mau diupload ke blog. Mari kita pakai lagi, buat tulisan yang panjang-panjang gini.
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Senin, 23 September 2019
Gue merendahkan seseorang. Dengan pikiran dan dengan perbuatan yang jelas. Dan gue direndahkan oleh orang. Orang lain yang berbeda. Benci sekali rasanya. Gue sangat merasakan ketidaksukaannya terhadap gue, dan gue sangat sangat terganggu. Gue ngga suka keberadaannya, membuat gue ngga nyaman.
Gue ngga menemukan satu pun yang menyenangkan gue. Hari ini aja deh, ngga ada. Hanya ada hal-hal yang bikin gue kecewa, kesel, geregetan, hal-hal negatif lainnya. Itulah yang gue rasa hari-hari ini.
Udara dan cuaca kaya ngga berguna keberadaannya. Ngga memberi rasa apapun yang menenangkan.
Nyetel musik.. lumayan.
Rasanya banyak berita membuat gue sedih, kebakaran hutan. Kebakaran di gunung. Para pemimpin negeri yang ngga gue mengerti tingkah dan buah pikirnya. Bermain-main dengan nasib keluarganya satu Indonesia. Rasanya benci sekali sengga serius itu, sengga sungguh-sungguh itu mereka dan gue sendiri mengurus rumah tangga yang sangat besar ini. Yang butuh banyak tangan dan peran untuk turun membantu. 
Pandangan yang jauh dari optimis, bahkan tercermin dari guru-guru akan cita-cita bangsa ini. Dosen muda yang rendah sekali memandang  harapan yang dimiliki negara ini. Sebodoh itu kah, semalas itu kah, sebobrok itu kah, se menyedihkan itu kah kami sebagai bangsa ? Serba aneh disini. Permasalahan yang sudah lama teratasi di negara lain, susah sekali selesai di negara ini. Semua kegagalan sudah jadi kewajaran. Seperti semua sudah menebaknya.  Keberhasilan adalah hal aneh dan langka. Apa ga bisa kita pergunakan kepala sendiri untuk selesaikan segala persoalan ini? Dari mulai yang sebenarnya bukan hal besar, kebersihan. Sumpah berpuluh tahun, susah sekali rumah kita ini menjadi bersih. Apa memang jorok sekali kita sebagai manusia ? Apalagi bicara soal indah, pengen menangis aja.
Dan gue mulai ngantuk. Susah juga ya merasakan semangat.
Hari ini suasana hati tidak menyenangkan. Senin ini, senin yang tidak gue senangi.
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Senin, 2 September 2019
Bulan september sudah dimulai. Sekarang ini pagi, jam 7 lewat 11 menit ketika gue memulainnya. 
Hari ini gue cuti, jatah bulanan. Mau ke kampus sih rencananya, buat minta ttd rencana studi semester ini. Oiya hari ini juga hari pertama masuk kuliah setelah libur panjang dari akhir mei kemarin.
Elsa kemarin datang, dan bercerita banyak hal. Kepala gue agak pening setelahnya, tapi sekarang udah gapapa. Mamah sama bapak lagi ke rumah sakit, berangkat pagi tadi.
Sekarang gue duduk dibawah jendela kamar, diteras depan kamar. Sambil dengerin musik dari film2 studio ghibli. Belum mandi.
Duh gue nahan-nahan, tapi ingin lagi dan lagi berkata ini. Kalo gue udah ngga antusias pergi kerja. Udah pengen selesai aja, tapi masih 6 bulan. Duh lama ya. Lama ngga sih ya. Tapi inget ga sih, gue sudah menjalani yang satu tahun. Jadi itu udah berlalu, gue udah melewati 1 tahun loh. Alhamdulillah. Dan alhamdulillah ini seenggaknya udah mendekati akhir tahun. Jadi gue berharap akan banyak turun hujan. Semoga hujan bisa menemani perjalanan, menyenangkan hati. Supaya ngga terlalu menghitungi hari. Karena semakin ditunggu akan semakin lama terasa. Perlu menyibukkan fokus ke hal lain kali ya. Tapi jangan kerjaan, hhh yang ada malah makin ngga enak hatinya.
Beberes kamar
Duh gue agak nervous, hari pertama masuk dan baru mau minta ttd krs. Semoga lancar-lancar semua. Gue juga ada 2 kelas yang beda dengan teman-teman gue. Semoga berjalan baik, semoga gue bisa mengikuti perkuliahan di semester ini.
Rencana gue hari ini apa aja ya.. to do list..
Mandi
Maskeran
Gunting kuku
Nonton film my neighbor totoro / the whisper of heart
Print KHS dan KRS
Minta ttd ke PA dan cap ke TU
Pesen bubble tea
Kuliah
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Minggu, 9 Juni 2019
Aneh tapi orang lain sama juga ga sih, mukanya suka pegel ?
Muka gue, seringnya pipi, sering berasa pegel tegang gitu. Kaya otot kurang peregangan. Apalagi kalo lagi konsentrasi kerja.
Kalo lagi kerja, gue kaya punya mode tersendiri buat full konsentrasi. Bisa tuh gue fokus kerja, orang ngomong kenceng disamping juga ga didengerin. Sebenernya kalo habis kerja maksimal tuh suka muncul aftertaste tersendiri. Seperti perasaan mangapresiasi diri sendiri, udah memberikan yang terbaik. Perasaan-perasaan macem gitu yang bikin gue ga kapok walaupun kala itu tiap bulan pasti ada 1 hari yang pulang sampe jam 2 pagi. Ketika pulang kantor, di perjalanan naik motor, sambil berpikir dengan sisa energi di hari itu, melihat lekat-lekat jalan raya yang akan gue lewati. Memandang tikungan di cempaka putih, yang ada kaca cembungnya di antara pohon dan lampu jalanan. Was-was dan sepinya jalanan. Di saat seperti itu gue merasakan bahwa gue lebih dari orang lain. Gue memberikan usaha lebih, gue memberikan nilai lebih dalam pekerjaan gue daripada orang lain. Walaupun rutinitas lembur sampe jam segitu mungkin juga karena gue bekerja dengan kurang efektif dan efisien, tapi yah gue merasakan yang tadi itu. Bahwa gue memberikan nilai lebih dan bahwa gue maksimal dan mengusahakan yang terbaik untuk pekerjaan gue. Itu yang bisa gue nikmati dari pekerjaan saat ini. Larut dalam setiap kesulitan dan kerumitan, tanpa gangguan dari pikiran-pikiran tentang esensi.
Tapi disisi lain, gue kehilangan diri gue tiap kali gue di mode bekerja. Hilang arti penting akan tujuan-tujuan pribadi. Rasanya hampir semua tersingkirkan, yang jelas hanya satu yaitu membuat semua pekerjaan itu selesai tepat waktu dan diusahakan dengan seakurat mungkin. Yang penting selesai dulu, yang lain jangan ganggu dulu. Tapi hey, itu pekerjaan berulang. Setiap bulan dia akan datang. Dan setiap bulan pula, gue akan membuang diri sendiri. Malah kadang di waktu-waktu senggang, ketika diri mulai memanggil dan memancing kesadaran akan keberadaannya, gue seringkali ngga bisa menghadapinya. Gue kalah dihadapannya, ketika dia mulai memaparkan segala yang belum gue selesaikan. Pertanyaan yang belum berusaha gue jawab. Mengangkat ketakutan yang gue lupakan. Semua serba masalah, sehingga mungkin membuat gue kurang nyaman berhadapan dengannya. Sampai dengan tidak masuk akalnya, gue pernah berpikir kalo gue butuh kesibukan-kesibukan lagi untuk mengambil alih ruang yang sedang digunakan oleh si (apa ya gue nyebutnya?) .. si jati diri ini.
Dia adalah jati diri, warna karakter, dan ialah diri gue sendiri. Yang udah lama  terpinggirkan dan dinomorduakan. Itulah yang paling gue sayangkan. Tidak ada ruang untuk kepentingan pribadi. Dan gue pun ngga yakin apa yang gue perjuangkan dari pekerjaan ini. Apakah ujung dari semua ini sebagian besar hanya demi kekayang pemilik perusahaan ? Rasanya ga ada niai-nilai penting yang dipegang dan dianut oleh perusahaan gue. Entah itu social impact, yah seenggaknya organization improvement pun ngga. Seperti ngga ada itikad untuk membuat perusahaan menjadi besar dan hebat. Menjadi platform dimana setiap manusia bisa tumbuh dan bekermbang bersama perusahaan. Dimana manusia bisa mengaktualisasi potensinya. Atau setidaknya mempunyai tujuan yang tidak hanya membangun kekayaan pemiliknya. Gue sama sekali meragukan untuk apa setiap energi dan usaha yang gue berikan. Sama sekali ngga punya keyakinan dalam hati gue bahwa yang susah dan sulit ini untuk menciptakan manfaat yang tepat. Untuk diri sendiri ngga, untuk karyawan2 perusahaan ngga (perusahaan gue bekerja termasuk ngga mementingkan staff, ngga ada training atau upgrade skill yang penting), apalagi untuk masyarakat luas.
Sedikit banyak pekerjaan gue mulai berubah dari ketika itu semenjak gue menerima tanggung jawab atas jabatan baru. Sekarang ini, yang agak memuakan adalah berhadapan dengan sikap dan tingkah2 manusia. Gue banyak belajar sih, tapi ya belajar itu memang melelahkan (dan kali ini sering menyebalkan). Karena perasaan gue ngga bisa ngga terseret-seret ketika berurusan dengan manusia. Ketika arahan ngga digubris, ketika harus mengatur sikap sebagai seorang leader tim sekaligus bawahan bagi atasan gue. Rasanya aduh dan arghhh. Sungguh ini pelajaran mengelola rasa, sikap, pola pikir, tindakan, dan cara-cara. Mengelola itu ada kalanya harus menahan, ada kalanya harus melepaskan dengan sedikit ngerem-ngerem, ada kalanya ah bodo lepaskan aja semua. Sudah memasuki bulan ke 10 gue menjalani peran ini, gue membuat banyak kesalahan dan menemukan banyak cara yang ngga berhasil. Walau begitu, setidaknya ada pelajaran yang bisa diambil.
Begitulah pekerjaan gue saat ini. Tanggung sih gue bilang. Gue punya wewenang tapi hanya mungkin 40%. Ketika gue menemukan yang apasih aneh, belum tentu juga gue bisa mengubahnya. Yang gue rasakan adalah gue diberi tanggung jawab 90% tapi diberi wewenang 40%. Gue sendiri ga menemukan pola atas keinginan2 atasan gue. Perlakuan untuk setiap hal berbeda. Seperti ngga ada satu prinsip yang sama selalu dipegangnya. Kadang dia suka konsistensi, mau semua diseragamkan. Kadang dia suka fleksibilitas, disesuaikan dengan kebutuhan setiap persoalan. Dan hah! Ngga ada garis yang jelas mana yang sebaiknya gue pilih ketika ingin menggunakan 40% kewenangan itu. Disitulah kadang gue capek sama kesalahpahaman. Bagaimanapun, terlihat jelas dia ingin gue menjadi bebek yang dibimbingnya di internal tapi gue menjadi elang di eksternal. Maksudnya dalam melakukan pekerjaan2 tim, pengennya dia gue ikutin maunya. Seusai koridornya dalam mengelola, dalam menentukan cara. Tapi ketika berhadapan dengan masalah atau berhadapan dengan pekerjaan yang harus dideliver ke costomer, gue diharapkan mandiri dan selesai semua tanpa harus banyak dia terbelit. Cukup laporan sebagai informasi saja. Yah begitu yang gue tangkap. Gimana ? Memainkan perasaan kan, pintar-pintar membaca..
Tapi jujur aja bagian melelahkan itu ga ada apa-apanya dibanding menyebalkan. Tekanan terhadap mental dan perasaan itu yang paling cepat terasa menyakitkan. Ah tiba-tiba gue jadi ingat quote yang tadi susah banget gue ingat. The pain is real, but i know its temporary. Itu dipost oleh pemilik akun tempatbercakap di akun instagram pribadinya. Balik lagi.. jadi gitu pekerjaan gue sekarang. Dan entah kenapa ya, gue kurang terpacu untuk make all of me lagi dalam pekerjaan saat ini. Bisa dibilang ritme gue sedikit lebih santai sekarang. Saat ini gue ngga menggunakan energi sendiri aja untuk menyelesaikan pekerjaan, tapi gue membantu tim untuk menyelesaikan pekerjaan2 ini. Memberi arahan, menjadi filter terakhir sebelum mendeliver sesuatu ke customer. Gue berusaha sih untuk tetep seserius mugnkin kalo terkait pekerjaan2 tim ini. Tapi untuk pekerjaan terkait pengelolaan tim, gue mudah lelah dan masih berusaha untuk menghandle nya dengan hati terbuka. Dengan hati terbuka. Hfff...
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Minggu, 26 Mei 2019
Masih siang, jam setengah 3. Gatau mau ngapain. Kok gue resah begitu ya, buat apa ?
Kalo memang ngga ingin make uangnya, kalo emang ga ada yang mau dibeli.. harusnya ngga apa-apa ya. Gue kayaknya tuh takut uangnya abis-abis juga, tapi ngga buat sesuatu yang gue ingin. Takutnya malah jajan-jajan doang.
Siang-siang gini, panas, bulan puasa.. enaknya ngapain ?
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Minggu, 19 Mei 2019 (Malam)
Ini malam Senin, jam 22.16. Tadi habis buka puasa lagi-lagi gue ketiduran. Pas bangun liat hp, ada ucapan ngga ngenakin dari teman kantor yang sudah resign. Gue gatau gue yang sensitif karena bangun tidur atau emang bener ngeselin si manusia ini. Yang jelas, gue rasanya kesel dan ingin bales aja menggunakan kata untuk balik menyakitinya. 
Hah, manusia. Ngga ada hentinya menggores luka pada sesama. Pula ga ada hentinya merasa sakit oleh kata-kata. Cukup kali ya. Mungkin harus menahan diri atau apalah. Ngga perlu diteruskan perkara yang saling menyakiti, walaupun dorongannya lebih besar daripada saling menyayangi.
Jadi besok Senin, gue masih menghadapi soal yang sama. Tadi sih ngga mood dan ga ada motivasi buat kerja karena males banget harus berinteraksi sama si atasan. Gue belum sepenuhnya merdeka ya. Masih dipengaruhi orang lain apa terjadi dalam diri gue ini. Orang lain leluasa sekali membuat gue merasakan ini itu. Sedang gue kesulitan menahan diri dan memahami setiap situasi. Bener-bener, harusnya gue kebas seperti lidah yang habis kena kuah popmie panas. Harusnya gue yang mencipta berbagai rasa, kaya liriknya Payung Teduh. “Mengapa takut pada lara, sementara semua rasa bisa kita cipta”.
Mungkin itu jawaban Nya. Nurani gue bersedia untuk menyelesaikan soal-soal lain mengenai pekerjaan. Tapi soal perasaan yang berantakan karena manusia lain ini, gue rasa ga perlu lagi dilanjutkan. Hanya Tuhan dan gue yang seharusnya punya kuasa, yang menentukan apa yang mau dan gamau gue lakukan. Jangan karena manusia lain, jadi muncul rasa enggan, ngga mau atau males atau ngga mood melakukan apa yang sebenarnya gue ingin lakukan. Jangan karena manusia lain.
Merdeka lahir dan batin. Bodo amat lah ya, kurang-kurangi peduli untuk yang ngga perlu.
Sulitnya mendapatkan sehabat dan betapa mudah melepaskannya. Semoga tercipta lagi kesempatan baik untuk merasakan persehabatan lagi dengan tri miskin. Kenapa mau aja ya pake nama tri miskin, haha. Padahal gue pengennya jadi orang berkecukupan.
Ahiya, membayangkan atas rumah gue dicor dan jadi rooftop. Dari kamar gue sampai mushollah, itu ngablak. Enaknya dijadiin kebun, bapak kan demen merawat tanaman. Disitu jadi tempat kumpul, jadi tempat melalui berbagai rasa bersama keluarga, saudara, dan sehabat. Ah enak ya. Tapi kapan ada rezeki untuk merealisasikannya, apakah 5 sampai 10 tahun lagi.. ah terlalu lama.
Project hidup gue sekarang adalah resign dengan nyaman di tahun 2020. Lalu gue berharap untuk benar ada perubahan dan memulai sesuatu. Terus gue pernah berpikir, mungkin project selanjutnya adalah beli sepetak sawah atau kebun. Terus sekarang gue berpikir satu project lagi yang biayanya lebih besar :’) Mahal untukku tapi tidak untuk Nya yang Maha Kaya. Tapi aku tiada pernah meminta, di antara sepertiga malam atau pun di waktu dhuha :’)
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Minggu, 19 Mei 2019
Tengah malam, jam satu kurang delapan menit gue memulai tulisan ini.
Sejujurnya gue merasa perlu nulis sekarang, karena perasaan gue lagi ngga enak. Berharap bisa mengurai sampai dapat akar masalahnya.
Satu dulu, hati yang paling jujur harus mengakui kalo aslinya gue itu memang bukan manusia yang baik dan ramah tamah. Seringkali gue berasa lagi kerja kalo terpaksa bersikap baik dan bersopan santun. Capek hati dan pakai energi banget. 
Gue defaultnya egois. Malas mementingkan kepetingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan pribadi, untuk hal yang gue rasa ga perlu. Sesimple kalo lagi ngga dalam mood yang pas, gue males membangun percakapan sama orang yang baru dikenalin atau sama tamu yang datang. Rasanya gue ga punya atau hanya sedikit sekali punya jiwa menjamu. Tapi jatohnya gue jadi merasa dianggap ngga sopan karena tidak melakukannya. Akhirnya terpaksa gue lakukan juga. Tapi berlawanan dengan keinginan pribadi, jadi ujungnya gue kesel kenapa juga gue harus pura-pura. Apalagi kalo sama manusia yang ngga gue suka. Aduh anjir, ngga enak banget sama diri sendiri. Kasian harus bermunafik seperti itu. 
Tapi tentu kalo untuk manusia yang gue senangi, tanpa harus diajarin gue pasti dengan sendirinya menikmati bercengkrama sama doi. Eh tapi ngga juga si, tergantung mood juga. Kalo gue lagi pengen sendiri, gue lagi-lagi suka terjebak di keadaan tertuntut untuk beramah-tamah. 
Gue rasa ini sifat alami diri gue. Gue ngga menilai sifat ini baik atau buruk. Jadi sebaiknya ga usah membuat pembelaan untuk membenarkan sifat ini. Cukup akui saja kalau memang ini sifat ada dan secara alami lahir dalam diri gue. Kalaupun ngga baik, ada akal dan pikiran yang bisa mengarahkan. Watak kan bisa berubah, katanya. Mungkin bukan berubah ya. Tapi dikontrol,  oleh akal.
Kaya misal, watak alami manusia itu kalau ditampar pastinya muncul naluri untuk nampar balik. Sekenceng-kencengnya. Tapi kan kita bisa berpikir rasional. Kita bisa memilih menuruti dorongan itu atau ngga, bisa berpikir panjang kedepan akibatnya, dan seterusnya.
Ya, satu gue harus menerima bahwa sifat itu ada dalam diri gue. Sulit menjaga silaturahmi memang jadinya, karena hanya yang benar-benar mengenal gue yang memaklumi dan menerimanya juga. Yang selow aja menghadapi gue yang males basa-basi menampilkan kesan baik hati. Tuh kan, gue emang dasarnya ga baik hati kali ya.
Dua, jangan sampai terkecoh dan menilai diri gue dari sikap orang lain. Jangan, sekali-kali jangan. 
Sejak kecil, kita dibiasakan untuk memperbaiki diri, introspeksi diri kalo orang lain bersikap tidak menyenangkan sama kita. Dia yang bersikap buruk, gue yang harus mawas diri. Padahal, paling sering masalahnya kan bukan di gue. Banyak kemungkinan, mungkin kaya sifat gue diatas, emang doi orangnya begitu. Atau mungkin doi lagi mengalami hal ngga menyenangkan. Jadi pastinya bisa aja sikap buruknya kepada gue bukan karena gue malakukan hal yang salah. Mungkin malah doi yang bermasalah.
Yang sebenerya terjadi adalah, gue lagi kesel sama atasan gue. Kesel juga sama salah satu tim gue. Kesel juga karena sikap pura-pura gue.
Asli gue lama-lama males sama atasan gue ini. Jelas sekali dia ingin dihargai dan ingin orang merendahkan diri dihadapannya. Gue ngga seneng akan hal ini. 
Awalnya gue merasa kayaknya diri gue mulai jumawa, karenanya gue instrospeksi dan pengen belajar untuk tetap saling menghargai. Gue ingin menghargai orang lain dan juga diri sendiri. Tapi pada akhirnya gue sadar, dia hanya ingin gue menghargai orang lain. Dia ingin gue tetap merasa rendah, tidak percaya diri, dan selalu membutuhkan bimbingannya. Dan kalau gue udah bersikap seperti itu, barulah dia menghargai gue. 
Gue rasakan dia sama sekali ngga menghargai kemandirian. Ketika gue berusaha menjadi mampu, anehnya gue selalu dicari kurangnya dicari celahnya yang sudah pasti ada. Iyalah, udah pasti ada. Lu aja yang senior ngga sempurna bertabur kritik, apalagi gue. Ngga heran kalau banyak cela nya, kalo sampe yang kecil-kecil aja dicari. Tapi kalo dulu ketika gue masih ga masalah bersikap sok bego, ngga gini sikapnya. 
Gue bukan mau menunjukkan bahwa hasil pekerjaan gue sempurna tanpa cacat dan udah ga butuh arahan doi sebagai atasan. Yang gue lakukan hanya semampunya gue berusaha bisa. Berusaha dan belajar semandiri mungkin menjalankan peran gue. Gue lagi dalam proses belajar, belajar leadership. Kok malah dianggap ‘mentang-mentang’.  
Bukan gue ga sadar kekurangan. Gue sedikit banyak paham apa yang diharapkannya, setelah sekian lama kerja bareng. Gue tau dia mengharapkan gue mengucap atau bersikap sebagai si bersalah dan si bodoh. Lalu dia memakluminya dan lalu membimbing. Adalah suatu syarat bersikap membegokan diri sendiri untuk dapat diarahkan. Adalah suatu syarat untuk merasa tidak yakin sama diri sendiri. Untuk selalu meragukan diri sendiri. Dia tidak membentuk orang untuk menjadi pemimpin, dia membentuk orang untuk menjadi pengikut yang baik.
Ya, itu gue rasakan minggu lalu. Gue rasa sih berawal dari salah perhitungan pesangon itu. Memang terlewat juga sama gue kesalahan itu, ngga mungkin gue ga sadar itu. Tapi toh terlewat juga sama dia juga tentunya, dan dia yang lebih paham sama customer satu itu karena itu tanggungannya. Tapi dia tetep ingin gue yang mengakui kesalahan. Gue tau itu yang ditunggu-tunggu keluar dari lisan gue. Tapi gue gamau, karena itupun gue mengerjakan yang seharusnya bukan tanggung jawab gue. Hei, itu pekerjaan dia yang dengan sukarela gue bantu. Dia sendiri yang ga punya andil mengambil alih pekerjaan bawahannya yang resign, malah tertumpu ke gue yang jadinya overload. Dan masih mulut gue yang harus membuat pernyataan bersalah? 
Terus gue juga kesel sama anggota tim gue. Disini gue bener-bener bicara apa yang gue rasa dan pikirkan. Tanpa filter baik atau buruk perkataan gue. Ga mungkin gue bilang begini dihadapannya langsung, disini saja seaslinya gue bisa ditampilkan.
Jadi gue merekomendasikan salah seorang untuk dipromosikan. Eh ternyata zonk. Gue rada nyesel juga, gue lupa kalo ternyata dia separah itu. Bisa gue bilang sangat mengecewakan gue orang ini. Ngga salah kalo gue bilang bodoh, dudul. Karena memang kenyataannya memang masih belajar, masih bloon. Tapi yang gue sesali dia bener-bener lambat banget, malu gue jadinya. 
Semua serba keteteran, kerja ga ada fokusnya. Cara kerjanya amburadul. Pemahamannya, awarness nya, inisiatifnya, daya analisanya jelek. Melakukan kesalahan yang sama, berulang-bulang. Keledai. Astagfirullah. Nyesel dan malu memilih orang ini untuk menempati posisi itu. Memang ngga ada lagi, kita kekurangan kandidat. Tapi kenapa performance nya seburuk ini. Bebal.
Sudah puas belum menghina-hina manusia.. memang ga baik, tapi gue perlu mengungkapkannya. Gue muak bersabar, gue kesel dan kecewa. Gue harus meringankan hati. Dan yang salah adalah kalo gue melampiaskan ke orangnya langsung. Jadi gue rasa lebih baik menjadi iblis disini, tapi gue bisa bersikap benar dihadapan manusia ini. Karena gue perlu membuat keadaan lebih baik, bukan hanya menuntaskan masalah perasaan pribadi.
Gimana gue harus memperlakukan masalah ini ? 
Ada manusia yang ga mampu mengemban tugas, yang lambat beradaptasi dan membentuk diri. Ada pekerjaan yang menuntut diselesaikan. Ada atasan yang menuntut pertanggung jawaban gue dan sengaja menukil-nukil gue bahkan atas kesalahan si anak yang dipromosikan ini. Hadeh memang wajar kalo hati gue kembang kempis dibuatnya, masalah yang tai kucay memang. Haha tapi sekarang gue bisa mentertawainya. Karena rasanya mulai jelas sumber keempetan dihati yang gue rasakan.
Ada lagi satu karyawan baru untuk masuk tim gue. Ini juga parah, ketidaktahuannya 100%. Tapi pribadinya gue rasanya bisa membantunya sih. Hanya saja, gue belum bisa mengukur kemampuan nalar dan akalnya. 
Gue merasa tanggung jawab gue untuk menjadikannya bisa kerja, ya dengan proses training dan latihan. Tapi hasil tes kemarin, lagi-lagi gue kecewa. Rasa-rasanya kantor gue ini ga mampu meyediakan personil yang tangguh. Tapi kalau mau mikir idealis, ini harusnya menjadi kesempatan gue untuk membantu manusia sih. Untuk membentuk dirinya, untuk menciptakan kualitas dirinya. Dan bagaimanaa caranya, berhasil atau tidak, itu adalah pekerjaan gue. Sebuah tantangan yang disediakan oleh Tuhan. Ujungnya kembali untuk gue juga, sebagai bahan belajar kepemimpinan dan manajemen. Itu kalo mikir idealis. Disini boleh berpikir idealis sekaligus menyuarakan sumpah serapah atas kekesalan dan kekecewaan gue.
Wah udah mau saur. Terus yang terakhir sebenernya gue mau cerita ketika gue datang ke Ramadhan Java Jazz. Pengalaman ga enak yang ngga gue sesali sih. Setidaknya gue bertemu manusia baru, yang baik. Gue menghargainya dan gue seneng sama pribadinya. Ini temennya teman gue. Mungkin gue bersikap kurang menyenangkan, tapi gue seneng ketika itu ngga dipermasalahkan. Artinya gue dipersilakan menjadi seperti apapun. Sebaik ataupun seburuk apapun. Malah teman gue nya yang bikin gue males.
Kok kayaknya masalah gue saling berkaitan ya. Yang satu kaya ingin memberi pemahaman untuk permasalahan lainnya. Segini dulu kali ya.
0 notes
anotheroom · 5 years ago
Text
Mencapai Titik Nol
Berantakan, capek. Baru tenang sedikit, walaupun ga istirahat. Capek sekali rasanya.
Gue ga bisa. Berat dan melelahkan. Gue ga mengeluh karena sedikit capek, tapi karena ini sangat capek. Gue ga bisa handle. Ga kepegang. Menyerah pun ngga mudah, ga bisa.
__
5 Januari 2019
0 notes