Tumgik
archiveofkalua · 2 months
Text
"Heartbreak and time are inevitable allies, one wears down the heart and the other erases its traces."
203 notes · View notes
archiveofkalua · 1 year
Text
"Heartbreak and time are inevitable allies, one wears down the heart and the other erases its traces."
203 notes · View notes
archiveofkalua · 1 year
Text
Tentang Biru dan Kalua.
Januari. Tulisan pertama untuk Kalua.
Selamat pagi, Kalua. Kalau di satu saat kamu lupa, aku ingin kamu ingat bahwa kamu tidak sedang menulis ini dalam pengaruh alkohol. Setidaknya 90% dari pengarmu telah hilang. Jika sampai baris ini kamu mengingat dengan utuh apa yang membawamu pada tulisan ini, tolong jangan sesali apapun dan jangan bicara jahat soal dirimu sendiri. Sudah lebih dari cukup, bukan?
Kalua, rasanya kita sudah terlalu lama larut dalam bayangan seorang manusia yang semunya mengalahkan senja. Ia bahkan jauh lebih semu dari sebuah pelangi yang muncul setelah hujan di musim kemarau. Jauh lebih semu dari tangis anak-anak yang memaksa meminta satu batang cokelat.
Kalua, aku enggan berbasa-basi. Biru telah lama pergi.
Sudah terlalu lama sejak Biru melangkahkan kedua kakinya tanpa sekalipun kembali menengok ke belakang, ke arahmu. Terlampau lama sejak Biru mematri isi kepalanya dengan sejuta kalimat “mulai sekarang tidak akan ada lagi Kalua”. Maka aku tak banyak ingin darimu selain setitik kesadaran bahwa semua yang kamu beri sampai detik ini adalah sebuah kesia-siaan.
Bangun.
Kamu bahkan tidak pantas menyebut dirimu sendiri untuk sudah “tidur” terlalu lama. Atau “Menutup mata” terlalu lama. Yang kamu lakukan adalah membunuh dirimu sendiri terlalu lama.
Kalua, dengar.
Biru sudah bertemu dengan titik paling bahagianya. Biru sudah menemukan orang yang ia rela beri hidup dan matinya. Biru sudah bisa menentukan apa yang harus ada dan tidak ada dalam masa depannya. Biru sudah sampai di tujuan akhirnya. Biru sudah tahu kemana ia harus pulang. Biru sudah menetap dan tidak akan lagi berpindah kemana pun.
Bukan kamu.
Bukan kamu.
Sekali lagi, bukan kamu.
Maka dengan segala sisa-sisa asa yang aku punya untukmu, tolong pergi, Kalua. Tetes akhir dari sabarku adalah kemauan untuk menoleransi dua hal yang paling sia-sia.
Satu, Biru.
Dua, dirimu.
0 notes
archiveofkalua · 1 year
Text
Tentang Biru dan Kalua.
Desember. Tulisan terakhir untuk Biru di tahun 2022.
Saat ini, langit tengah memberi tanda bahwa hari akan segera berganti malam kala aku menulis ini untukmu. Selamat datang di tulisan terakhir milikmu tahun ini.
Biru, bersamaan dengan waktuku menuliskan tiap huruf disini, kamu tepat berada di belakangku. Kita baru saja menghabiskan satu malam penuh helaan nafas frustrasi akan sesuatu yang harus kita selesaikan bersama. Lagi. Aku lagi-lagi menjadi si paling bodoh, impulsif, dan mengabaikan sekitar kalau itu berurusan denganmu. Aku kembali mendatangimu dengan banyak dalih, dengan banyak “aku tahu batasku, aku hanya membantu, aku hanya mencoba berbuat baik” di kepala. Nyatanya yang ku lakukan hanyalah percobaan menghancurkan diri untuk kesekian ratus kalinya.
Biru, semakin sering aku memendekkan jarak denganmu, semakin berjatuhan pula alasan-alasan bagiku untuk seharusnya tidak pernah “kembali” padamu sampai sejauh ini. Salahku mengacuhkan perkataan orang-orang terdekat yang dengan tak kenal lelah beri peringatan bahwa semua yang kembali ku berikan untukmu itu adalah sebuah kesalahan fatal. Tapi Biru, tolong mengerti bahwa sampai hari ini semua yang ku lakukan datang dari sisi diriku yang menginginkan hanya ada hal-hal baik di sekelilingmu. 
Aku ingin kamu jauh dari kata gagal dan sesal. Aku ingin dirimu di masa depan bisa berterimakasih pada kamu yang sekarang karena memilih untuk tidak menyerah dan menyelesaikan apa yang sudah kamu mulai. Aku ingin kamu nantinya percaya bahwa kamu mampu menggenggam begitu banyak hal dengan tanganmu sendiri. Sesederhana itu mauku.
Naif, ya?
Aku secara sukarela mengabaikan berbagai rasa yang kembali berantakan setiap berpapasan mata denganmu karena aku ingin jadi “teman yang baik” untukmu. 
Aku secara sukarela mengesampingkan pahit yang harus ku telan paksa kala kamu kembali lari padaku di waktu-waktu terlemahmu sementara kamu, tidak pernah mengembalikan perlakuan yang sepadan untukku.
Aku secara sukarela menjadi objek pelampiasan atas berbagai emosi dan hasrat yang berkecamuk di pikiran dan perasaanmu sementara kamu, jadi satu-satunya yang selalu pergi saat aku berusaha menerjemahkan bagianku.
Naif sekali.
Akhir-akhir ini aku sering sampai di waktu dimana aku berpikiran untuk sepenuhnya pergi darimu. Aku berpikir tentang begitu banyak kemungkinan tentang kita, namun sinyal yang membawa pertanda bahwa kita memang tidak diciptakan untuk jadi bagian dari hidup satu sama lain terus menguat.
Bukan sesal, tetapi aku pikir, kita bahkan seharusnya tidak perlu memulai apapun lagi kalau pada akhirnya hanya melahirkan belenggu sepihak seperti ini. Benar kan, Biru?
Biru, hari ini, aku dipertemukan semesta dengan hal-hal baru yang kembali menyadarkanku bahwa kamu, adalah sebuah sumber terdalam dari luka. Aku diingatkan bahwa garis akhir semakin dekat, maka peranku di hidupmu akan sepenuhnya selesai. Aku diberitahu untuk berlaku baik secukupnya, untuk tidak melanjutkan kekacauan yang terlanjur dibuat, untuk tidak melewati batas diri hanya demi dirimu. Hanya demi seorang Biru.
Karena kamu, milik orang lain.
Maaf karena aku secara tidak langsung berdalih untuk menahanmu di sisiku selama mungkin. Maaf karena aku secara lancang masuk ke ruang antara kalian, tanpa mengingat bahwa kamu telah dengan susah payah membangun dan mempertahankan apa yang kamu punya sampai saat ini. Maaf karena aku terus menerus lupa bahwa kamu telah sepenuhnya menyerahkan hatimu untuk orang lain. Maaf karena aku dengan arogan dan sok tahu terus berpikir “seharusnya kamu tetap denganku”. Maaf karena aku pernah berharap bahwa akan datang waktu dimana kamu menyesali keputusanmu walau hanya sekali. Maaf karena aku terus abai pada kenyataan bahwa kamu, jauh lebih jatuh dan mencinta pada orang lain yang bukan aku. Maaf karena aku terus mengesampingkan kemungkinan bahwa kamu, pada akhirnya telah sampai pada tujuan akhirmu.
Maka sebagai wujud tulus permintaan maaf, setelah ini aku akan kembali menguatkan diri untuk tidak menembus batas-batas yang diizinkan antara kamu dan aku. Aku akan kembali menguatkan perasaan untuk tidak lagi turut andil dalam hidupmu di luar kapasitasku sebagai seorang teman.
Terima kasih, Biru. Untuk sudah mencintai wanitamu dengan cara yang jauh lebih baik dari yang pernah kamu lakukan untukku dulu. Untuk sudah memberinya begitu banyak bunga. Untuk sudah membawanya ke tempat-tempat impianku. Untuk sudah, menjadi seseorang yang tahu cara mencintai dengan benar, seperti yang selalu aku harapkan.
Semoga setelah waktuku benar-benar kedaluarsa, Biru benar-benar bisa hidup dengan baik tanpa seorang Kalua.
Aku menyayangimu.
0 notes
archiveofkalua · 1 year
Text
“I loved many before you, and I’ll see many after you, and I met many when I was with you, but you are outside of the geometry of repetition. أحببت قبلك الكثير، و بعدك سأرى الكثير، و معك قابلت الكثير، و لكن أنت خارج هندسة التكرير.”
— Nizar Qabbani
776 notes · View notes
archiveofkalua · 1 year
Text
Tentang Biru dan Kalua
November 2022.
Dari Kalua: Tulisan ke- (aku lupa, mungkin dua puluh satu?) di hari setelah bertemu Biru.
Delapan ratus dua puluh dua hari pasca perpisahan.
Biru, selamat malam. Kamu mungkin tengah beristirahat saat ini. Mungkin juga tengah bertelepon mesra dengan wanitamu. Yang manapun, aku harap di antara keduanya sama-sama memberimu tenang.
Biru, belakangan ini aku jadi terlalu sering bertemu dengan netramu. Aku jadi terlalu sering berada di jarak yang tak sampai tiga puluh sentimeter darimu.
Lagi. Aku jadi terlalu sering menyebut namamu: "Biru".
Nyatanya lagi-lagi segala frekuensi ini bertumbuh di luar kuasaku. Aku tak lagi bisa mengendalikan ribuan perasaan yang berebut masuk. Tidak ada ruang barang satu inci buatku mendikte isi kepala yang kerap menolak untuk bersinkronisasi dengan hati. Tetapi setelah mengambil lebih dari sepuluh hitungan nafas panjang, jelas ku ingat bahwa senangmu ada pada konklusi bahwa aku terlampau menyayangimu. Sepenggal rasa yang tak lagi boleh berbuah asa.
Kamu kian menempatkan diri sejauh mentari di hari-hari setelah netra kita beradu. Segala tentangmu setelah itu selalu terasa fana. Kamu terus menggambar di atas hitam atau putih, sementara aku terus dipaksa untuk berdiri di atas abu-abu. Sebuah posisi dimana aku takkan pernah mampu memilih satu di antara dua. Sebuah posisi dimana aku akan selalu berada di perbatasan.
Biru, di malam-malam dimana kamu meninggalkan begitu banyak tanya, aku berangan agar diberitahu semesta soal isi kepalamu. Aku harap kamu tahu kalau kamu telah sekali lagi menggores bekas luka yang hampir sepenuhnya mengering. Aku harap kamu tahu kalau kamu telah sekali lagi bertindak seperti aku tidak berjiwa. Aku harap kamu tahu kalau kamu telah sekali lagi merusak segala keping yang ku tata.
Biru, aku harap kamu tahu kalau kamu telah sekali lagi merenggut sembuh yang sudah delapan ratus dua puluh dua hari lamanya ku jaga.
1 note · View note
archiveofkalua · 2 years
Text
Lima ratus delapan puluh delapan hari.
Dari tak hingganya jumlah hari yang disediakan Tuhan untuk manusia, nyatanya aku dan kamu saling ada hanya dalam kurun lima ratus delapan puluh delapan hari. Jauh lebih singkat bahkan dari hitungan hari yang aku butuhkan untuk sepenuhnya melepas namamu dari dalam diri. Semua malam yang ku lalui tanpa pejam, jadi saksi atas riuhnya isi kepala demi menemukan ujung dari keinginan untuk menepikan segala tentang kamu. Hadirmu terlampau lekat di tiap jengkal ingatan.
Lambat laun, menanggalkan segala hal yang secara tak langsung berwujud dirimu bertransformasi jadi bagian dari keseharian yang dengan paksa ku lakukan bahkan sejak aku bangun di tiap paginya. ‘Hancur’ tidak akan pernah bisa jadi pendeskripsi sempurna untuk menggambarkan bagaimana relungku terseok jauh di dalam sana selepas kepergianmu.
Naifnya aku kerap berpikir bahwa kamu ada untuk selama mungkin. Bahwa kita, diizinkan ada sepanjang mungkin. Nyatanya waktu tidak pernah bersifat suka-suka. Nyatanya waktu tak berpemilik; maka ia tidak akan pernah mengikuti mau siapapun.
Naifnya aku kian menaruh asa bahwa tangan yang setiap hari ku genggam, suara yang setiap hari ku dengar, nafas yang setiap hari berhela di sisi daun telinga, dan tubuh yang setiap hari ku rengkuh akan benar-benar selalu ada sedekat nadi. Sampai sini, hadir prasangka bahwa Tuhan justru menertawakan aku yang berani berangan sebegitu sombongnya.
Di rentang lima ratus delapan puluh delapan hari yang pernah diperbolehkan, aku membagi begitu banyak naik dan turunnya hidup bersamamu. Angka depan usiaku pun turut berubah selagi denganmu. Maka aku ingin kamu tahu bahwa tiap keping terkecil dariku, sudah ikut dibawa pergi oleh kamu sejak masa lima ratus delapan puluh delapan hari tersebut dinyatakan kedaluarsa.
Tanpa pernah kamu tahu dan tanpa aku sendiri berhasil sadari, setiap milimeter dariku yang pernah kamu sentuh telah hidup juga telah mati bersamamu. Ketidakhadiranmu terus berdenging dan menolak reda barang sejenak.
Selepas darimu, aku menjadi pribadi yang pernah ku bilang bahwa aku tidak akan jadi seperti itu. Aku menjadi pribadi yang mungkin kamu benci, karena aku sendiri turut membenci versi diriku yang sekarang. Kamu tak lagi ada, dan ketidakberadaanmu mendorongku ke begitu banyak pilihan jurang untuk ku jatuhi. Berkali-kali aku coba meletakan kesadaran di ambang batas dengan harapan wajahmu akan semakin samar di tiap jarak pandang. Tetapi aku salah. Keangkuhanku saat memilikimu justru menuntun pada kekosongan dan ruang sesak yang enggan menipis meski sudah menahun.
Netramu tak lagi boleh ditatap dengan bebas. Setiap bagian dari dirimu bahkan tak lagi bisa disentuh. Namun kamu masih di sana. Kamu berserakan di terlalu banyak sudut di kepala. Kamu ada di setiap makanan manis yang aku suka. Kamu ada di setiap lagu yang aku putar. Kamu ada di setiap jalan yang aku lewati. Kamu ada di setiap bangku yang ku duduki. Kamu ada di setiap kedai es krim yang aku singgahi. Kamu ada di setiap huruf yang ku tulis di sini. Kamu terlampau di mana-mana.
Kamu tidak akan pernah memiliki prakiraan yang tepat tentang seberapa besar namamu mengambil alih lebih dari setengah bagian hidupku sebagai manusia. Tidak akan pernah.
0 notes
archiveofkalua · 2 years
Text
Tentang Biru dan Kalua
Dari Kalua: Hal-hal yang tidak akan pernah sampai kepada Biru
 Agustus, 2022.
Tujuh ratus tiga puluh satu hari pasca perpisahan.
Selamat pagi, Biru. Ku harap harimu selalu berjalan baik dan langit di atas kepalamu selalu cerah. Kalau kamu ingin dengar kabarku, akhir-akhir ini aku kembali tidur di atas pukul 1 pagi padahal pekerjaan di kantor begitu buat lelah. Aku rutin minum jus buah sebelum tidur walau setiap pagi aku juga rutin mengonsumsi kafein. Aku kembali bersosialisasi dengan baik walau dalam satu minggu setidaknya aku butuh empat hari menjadi penyendiri karena energiku mudah habis. Terakhir, sampai tengah tahun ini, aku sudah dua kali memendekkan rambut sebatas pundak.
Biru, satu tahun belakangan aku jarang menulis tentangmu lagi karena magisnya kita kembali berbicara. Dulu dengan naifnya aku manganggap bahwa hal itu merupakan sesuatu yang baik. Nyatanya begitu banyak pahit-manis sampai hari ini yang terus memberi pertanda bahwa kamu dan aku bahkan seharusnya tidak boleh memulai kembali semua percakapan itu. Seharusnya kamu dan aku tidak lagi memulai komunikasi lewat tengah malam yang menarik kita lebih jauh ke dalam palung kesalahan. Seharusnya kamu dan aku tidak pernah memulai kembali segala tautan yang membawa kita pada temu yang selalu bermuara pada sakit dan sesal.
Kamu seringkali terasa sangat dekat ketika kamu justru berada di jarak terjauh. Ketidakhadiranmu terus menjadi penguat dan pengingat akan tidak tergapainya dirimu. Intensitas yang sama-sama kita ciptakan kerap membawa kecewa berkelanjutan yang terus terjadi secara sepihak. Waktu dan usaha terus berbuah jadi dalih. Lalu pada satu hari, aku kembali bertemu dengan titik lelah yang membuatku tak lagi goyah kala kamu menyentuh semua bagian terlemahku. Pada satu hari, aku bangun dengan kesadaran bahwa aku tak lagi bisa menyayangimu tanpa pamrih.
Hampir genap empat tahun sejak namamu terpatri dengan baik dalam hidup dan seharusnya aku sudah sampai di tempat dimana aku tak lagi menanti balasan atas semua pesan atau mengiyakan semua wacana temu yang kamu tawarkan. Segala hal yang kembali dimulai satu tahun belakangan kian membangun asa, sementara ‘kita’ seharusnya tidak lagi ada. Harapan bahwa relasi yang entah apa namanya ini memiliki masa depan bahkan jika harus bertahan pada strata pertemanan, justru menghadirkan jenis lain dari luka yang sebelumnya tidak bisa ku kenali. Dukungan yang saling diberi pun tidak lagi mampu menyentuh satu sama lain sejak makna kehadiran terus terikikis di antara kita. Tak ada lagi hangat yang melekat karena ketika itu tentang kita, seharusnya segalanya telah membeku dan terabai.
Nyatanya segala hal yang ku anggap kembali, tidak pernah kembali. Kamu tidak kembali. Kita tidak pernah kembali.
Yang kembali hanyalah kesimpulan perihal akhir dan kehilangan yang tak kunjung ku kuasai, meski sudah ku pelajari selama tujuh ratus tiga puluh satu hari lamanya.
 Aku kembali kehilangan, Biru. Dua kali.
0 notes
archiveofkalua · 2 years
Text
“Pulang?”
Tentang Biru dan Kalua
Desember 2021
Empat ratus sembilan puluh hari pasca perpisahan.
Setelah lebih dari 400 hari, Biru, bahkan pasang matamu masih terasa seperti rumah.
Ilusi nostalgia.
Harum cedar menguar, rasanya seperti pulang. 
Tetapi tetap, kamu asing. Dan berjarak. Dan tidak lagi bisa digenggam. Dan jauh. Dan tidak kembali.
Tumblr media
0 notes
archiveofkalua · 2 years
Text
Tumblr media
0 notes
archiveofkalua · 2 years
Text
“Semesta tahu caranya bekerja secara adil, katamu?”
Tentang Biru dan Kalua.
September, 2020.
Tiga puluh hari pasca perpisahan.
Genap tiga puluh hari setelah cerita menahun Biru-Kalua selesai. Yang satu masih dalam kondisi terkacaunya, sementara yang satu sedang dalam kondisi terbaiknya. Dimabuk asmara, kelihatannya. Satu dunia harus tahu. Satu dunia harus tahu siapa pemilik dirinya sekarang. Berbanding jauh dengan Kalua yang merasa dirinya bukan siapa-siapa, penggantinya kini benar-benar seperti trofi kemenangan yang menaikan harga diri pemiliknya. Maka bagi laki-laki itu, satu dunia harus tahu. Isi kepala perempuan yang sudah memotong habis rambut panjangnya itu mendidih kala mengingat perlakuan dan segala pengakuan yang selama ini ia dambakan justru diberikan kepada figur pengganti itu tepat di depan matanya.
Bajingan, Biru.
Segala sumpah serapah yang ingin ia lontarkan selalu berhenti tepat di tengah dadanya, tanpa pernah sempat satu kata pun keluar dari bibirnya karena tidak mungkin baginya mengutuk laki-laki yang masih sangat dicintainya itu.
"Berhenti, Kalua. Kamu harus tetap hidup."
Tiap siang dan malam ada perang yang tak kunjung usai dalam diri seorang Kalua. Semua dorongan untuk tetap bangun di hari-hari berikutnya dan segala usaha menyingkirkan keinginan untuk mati ia telan lambat-lambat. Harus bahagia, katanya. Tapi bahagia Kalua hari itu masih ada pada Biru.
Semesta tahu caranya bekerja secara adil, katamu?
Ia benci setengah mati melihat seorang Biru melempar tawa kesana-kemari tapi bukan dengannya. Ia benci setengah mati untuk dijejalkan segala publikasi dan pengakuan terbuka perihal hubungan baru laki-laki itu. Ia benci setengah mati sementara ia menata semua acak yang ditinggalkan, pelakunya sedang mengukir memori baru dengan penggantinya di luar sana. Ia benci setengah mati untuk harus bangun tidur dengan keadaan yang tidak layak disebut hidup, sedang Biru bangun dengan perasaan hangat akan pesan bersambut sapaan selamat pagi yang menemani awal harinya. Ia benci setengah mati untuk terus menghabiskan hari-harinya menangis di sudut kamar sementara Biru mengunjungi ruang-ruang baru yang tak pernah ia datangi bersama Kalua—atau bahkan sesungguhnya tempat-tempat yang tadinya ingin Kalua datangi bersama Biru namun waktu mereka terlanjur habis.
Pembohong. Katamu perlu waktu dan jarak sebelum bisa menemukan jalan kembali ke rumah. Nyatanya kamu tidak pernah pulang, Biru. Tidak akan pernah lagi pulang.
Tumblr media
0 notes
archiveofkalua · 2 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
0 notes
archiveofkalua · 2 years
Text
“Kalau kita kembali jadi teman, bagaimana?"
Tentang Biru dan Kalua. 
Agustus, 2020.
Satu hari pasca perpisahan.
Bincang panjang di telepon tepat 24 jam yang lalu itu sampai pada satu konklusi pertanyaan: “kalau kita kembali jadi teman, bagaimana?”
Dingin.
Suara laki-laki yang ia sayangi lebih dari hidupnya itu jauh di seberang saluran telepon, namun nada dinginnya menusuk telinga siapapun yang mendengar kalimat pembuka perpisahan itu. Tiga jam empat puluh menit berlalu dengan sua yang diikuti tangis keras kedua insan yang sama-sama dirundung pertanyaan, “ini benar yang terbaik, kan?”
Pertanyaan-pertanyaan yang selama satu bulan terakhir terus terlintas di kepala keduanya diselesaikan tanpa satupun jawaban. Hilang rasa, katanya. Sudah dicoba untuk dikembalikan tapi nihil hasil, katanya.
“Kita… kalau lulus nanti, masih bisa foto pakai toga bareng?”
“Bisa. Pasti bisa.”
“Kalau waktu wisuda nanti ternyata kamu lebih dulu punya pengganti, masih bisa?”
Dia tertawa. Parau setelah menangis selama lebih dari dua jam.
“Kenapa khawatir banget sih? Harus tetap bisa. Yang bantu aku, yang nemenin aku, yang ada pas jatuhnya aku selama kuliah ini kan memang cuma kamu?”
“Kasih aku bunga waktu wisuda nanti, juga bisa?”
Dia diam sepersekian detik.
“Aku… ngga pernah kasih kamu bunga, ya?”
“Iya, Biru. Ngga pernah.”
“Maaf. Aku brengsek kan, Kal? Kita selesai tanpa kamu pernah sekalipun terima bunga dari aku. Tapi kalau nanti kita lulus bareng seperti apa yang selalu kita rencanakan, aku bakal kasih kamu bunga kelulusan. Lalu kalau nanti ternyata kamu yang lebih dulu punya pengganti aku juga ngga apa-apa. Aku bisa kasih itu sebagai ucapan selamat dari teman, ya kan?”
“Janji?”
“Janji.”
“Meskipun nanti ternyata di hari itu kamu yang punya pasangan, janji?”
“Janji.”
0 notes
archiveofkalua · 3 years
Text
Tumblr media
I dream about you and wake up to wish you bliss. I dream about you and hope you are happy. I hope the sun shines brightly at your place, yet it’s not too hot since I know sunny weather depresses you. and I hope the flowers bloom. and I hope the sound of rain tides calmly in your ears. and I hope the wind greets you through its softness. and I hope the fallen leaves send you the quietude you need. and I hope the moon brings you every message and letters I failed to send.
and I hope it’s a beautiful day. and I hope something reminds you— you wish you had stayed. and I hope I’d never forget to not texting you “I can’t sleep” again. and I hope I’d never let my thoughts send you a telepathy to ask you “have you fallen in love to a new song yet?” again. and I hope you win the battle with your own demons. and I hope you don’t sleep too late. and I hope you drink less caffeine and consume less nicotine. and I hope you talk kinder about yourself. and I hope you know you deserve the world with no hurt inside. and I hope you treat yourself better. and I hope you recognize joy in every little thing. and I hope you feel the warm in every cold. and I hope the fireflies guide you light in every darkness. and I hope you forgive yourself for the things you thought unforgivable. and I hope you understand that you are not a mess nor a burden. and I hope you always surrounded by the ones who would never stop giving you value, appreciation, love, and validation you deserve, so you won’t forget that no matter how messy you think yourself are, your existence is still loved, needed, and highly valued.
and I hope in another lifetime, I’ll accidentally meet you again on a streetwalk when the lights turn red. and I hope you find the home you’ve been looking for.
I hope you find the home you’ve been looking for.
—happy birthday, sunshine🌻
0 notes
archiveofkalua · 3 years
Text
“sejak saat itu, rumah tidak lagi pernah jadi tempat untuk kembali. penghuninya pergi; sesat akan jalan pulang. gagang pintu yang makin usang menandakan ketiadaan hari atas kepulangannya lagi. bangku-bangku besi mendingin. menandakan kekosongan atas hangat yang tadinya lekat. bantalan kapas yang biasa jadi saksi atas segala peluk dan genggam, menguning. menandakan hilangnya isi dua kepala manusia yang suka bicara dan berandai, seperti takdir mereka yang tulis.
sejak saat itu, rumah tidak lagi pernah jadi tempat untuk kembali. yang dinanti tidak pernah pulang. ia tidak akan pulang; dan tidak akan kembali jadi tempat untuk pulang.”
0 notes
archiveofkalua · 3 years
Text
Tumblr media
0 notes
archiveofkalua · 3 years
Text
Tumblr media
“and people are oftenly do silly things just to have sex,”
“like what?”
“like fall in love.”
0 notes