Tumgik
archvafsymhd · 1 month
Text
Reply 2018
0 notes
archvafsymhd · 4 months
Text
Jika akhirnya apa yang sedang ku usahakan tak bebubah manis, maafkan jika prosesnya tak berjalan cepat. Aku akan tetap bangga atas pelajaran, kebahagian, kehadiranmu yang pernah kurasakan saat sedang bersamamu.
0 notes
archvafsymhd · 4 months
Text
Sering kali kita melewatkan pencapaian-pencapaian kecil demi mengejar ekspektasi yg lebih besar, padahal dengan merayakan hal-hal sederhana akan membiasakan kita agar terhindar dari kekecewaan yg amat menyakitkan. Hargai hal-hal sederhana yg selama ini luput kita rayakan.
0 notes
archvafsymhd · 4 months
Text
Maybe I’m not ready yet
0 notes
archvafsymhd · 5 months
Text
Pada sebuah pilihan yang telah engkau tetapkan; waktu, kesempatan, peluang lebih padanya, aku bisa apa selain berterima dan menunggu hingga waktuku tiba?
0 notes
archvafsymhd · 6 months
Text
Sampai pada titik ketika mawar sedang ranum ranumnya, kuncupnya membuncah begitu indah, kita kadang lupa bahwa ada duri yang kadang luput kita sadari keberadaannya. Ia berupa ego dan ambisi yang tanpa sadar melukai bunga yang sedang kita rawat.
0 notes
archvafsymhd · 2 years
Text
Lose, hope and running again. So much pain.
8 notes · View notes
archvafsymhd · 4 years
Text
Sore tadi La Natu, Ario dan Sabang divonis bersalah oleh hakim pengadilan negeri watasoppeng. Mereka adalah petani tradisional dituduh merusak hutan. Putusan ini berbahaya bagi ribuan petani soppeng yang tanahnya diklaim sepihak oleh negara.
Hujan mengguyur kabupaten soppeng sejak malam hari. Saya tiba keesokan harinya saat sidang belum dimulai. Pengadilan negeri watasoppeng sudah ramai saat saya tiba. Di parkiran, beberapa petani duduk diatas kendaraan yang terparkir agar tak terkena air hujan. Salah satu petani itu adalah Ario, satu diantara tiga petani yang akan mendengar putusan hakim hari itu.
Ario, La Natu ayahnya dan Mahdi kerabatnya, terpaksa harus berurusan dengan hukum. Mereka dituduh telah merusak hutan. Empat belas sidang sudah mereka lalui. Hari itu hakim akan membacakan putusan.
Kasus ini bermula saat La Natu ayah Ario ingin membikin rumah untuk anaknya. Ia berencana membangun rumah dengan mengambil kayu jati dari kebun yang sudah ia tanam puluhan tahun yang lalu. Menggunakan mesin senso, La Natu di bantu Ario dan Mahdi mulai menebang pohon jati di kebunnya. Mereka berbagi tugas, La Natu Menebang, Mahdi memotong menjadi balok dan Ario memindahkannya dari kebun.
Kegiatan mengumpulkan kayu mereka lakukan berhari-hari. Sekitar 50 puluhan pohon berhasil mereka tebang. Merasa sudah cukup untuk membikin rumah, mereka menghentikannya untuk beberapa waktu.
Entah siapa yang melaporkan aktifitas penebangan itu, Dinas kehutanan dibantu polisi datang kerumah La Natu. Awalnya hanya untuk mempertanyakan kebenaran adanya aktifitas penebangan pohon. La Natu tak berkelit, ia mengatakan dengan jujur bahwa ia bersama tiga kerabatnya yang melakukan penebangan jati di kebun sendiri.
Pun saat mereka diperiksa oleh kepolisian, jawaban mereka konsisten. “Saya tebang pohon jati dari kebun milik sendiri yang ku tanam sejak puluhan tahun yang lalu,” cerita Natu di beranda rumahnya setelah kami pulang mengikuti sidang sore itu.
Beberapa menit sebelum sidang dimulai, pagawai pengadilan memasang layar lebar di ruang tunggu. Disana puluhan petani duduk berharap cemas menanti putusan hakim. Layar itu terbentang disudut ruang tunggu pengadilan. Didepannya LCD Proyektor menyorot mantap kearah layar. Gambar ruang sidang ditampilkan. Pengeras suara mulai berbunyi saat hakim membuka jalannya sidang.
Banyaknya petani yang hadir tidak mampu menampung ketersediaan ruang pengadilan yang dibatasi akibat pandemic. Pemandangan seperti ini disaksikan setiap sidangnya. Mereka yang berasal dari desa-desa dekat kawasan hutan ini berduyun-duyun memberi dukungan kepada La Natu, Ario dan Mahdi. Jarak desa mereka saling berjauhan. Biasanya mereka datang lebih dulu ke rumah La Natu di desa Sewo berkumpul lalu bersama-sama berangkat menuju pengadilan.
Sembari menunggu sidang dimulai, saya ngobrol dengan beberapa petani. Nasrun salah satu petani dari desa Coppo liang bercerita kedatangannya didasari atas rasa kesamaan nasib. Kampung dan kebunnya juga di klaim oleh negara sebagai hutan lindung. Ia rela menempuh jarak cukup jauh dengan medan yang tak mudah. “Tidak tau dari mana itu pemerintah tentukan mana hutan negara, na lebih duluan kami tinggal hidup disitu dari pada Surat Keputusan kawasan itu ada,” gerutunya.
Sa`bang menimpali “Justru ini kawasan yang masuk di kampung kami, bukan kami yang masuk kawasan,” tukasnya melanjutkan penjelasan Nasrun. Penetapan kawasan hutan sejak awal tidak tersosialisasikan kepada masyarakat sekitar kawasan. Masyarakat sekitar tidak pernah terlibat dalam proses penentuan kawasan hutan. Seperti penjelasan Sa`bang tentang batas-batas kawasan yang warga sendiri tidak mengetahuinya. Ia berasal dari desa Ale Sewo, tetangga La Natu.
Ruang tunggu tetiba hening. Semua orang mengatur posisi duduk menghadap ke sudut ruangan. Di sana, layar yang sudah terpasang menampilkan hakim memulai sidang.
Keheningan itu bertahan cukup lama. Hakim membacakan putusan selama sejam lebih mendaras posisi kasus, keterangan para saksi hingga menyimpulkan putusan. Saya mengamati air muka orang-orang yang ada disekitarku. semuanya tegang.
Di ikuti ketukan sekali, Hakim memutus kasus La Natu dengan menghukumnya selama tiga bulan penjara. Ia di anggap telah merusak hutan. Saya menyingkir dari kerumunan, saya sedih mendengar putusan ini. Sungguh ketidak adilan ini menyayat hati.
Putusan hakim tidak hanya menentukan nasib La Natu dan kerabatnya tetapi putusan ini turut memengaruhi nasib ribuan petani yang sumber penghidupannya diperoleh dari hasil hutan. Bagaimana mungkin hutan sebagai identitas historis mereka dicerabut oleh klaim kawasan hutan negara.
Putusan ini juga mengangartikan bahwa kelak akan ada La Natu, Ario dan Mahdi lainnya yang harus dihukum karena dituduh merusak hutan. Keberadaan mereka tidak dilihat secara historis. Jauh lebih dulu hidup berdampingan dengan hutan sebelum aturan yang tidak ramah petani itu hadir.
Saya pulang dengan dada yang sesak, langit masih saja mendung.
2 notes · View notes
archvafsymhd · 4 years
Text
Alat ujinya sederhana; keadaan.
1 note · View note
archvafsymhd · 4 years
Text
Pada deru ombak tak hentinya menyisir bibir pantai
Mengulum riak hati orang-orang gusar yang terusik damainya
Sementara itu,
Di tengah samudra sana;
Penghisap pasir milik sang puan ratu kokoh mengobrak abrik dapur para nelayan
Pada ibu yang membasuh lapar dengan air mata
Dijerat hutang agar tetap bertahan,
Dan si anak yang tak lagi mampu bertahan di bangku kelas
Aku menemui diriku tak berdaya
Ditodong moncong senjata si bapak biru penjaga laut
Sementara itu,
Dibalik kokohnya tembok kekuasaan
Si tuan besar disumpal mata, telinga dan hatinyas oleh modal kotor bernama pembangunan
1 note · View note
archvafsymhd · 4 years
Text
Kiranya enam tahun lalu kami dipertemukan tanpa kesengajaan. Tiada yang mengira ketertarikanku muncul padanya. Gerak waktu benar tak bisa ditebak, yang awalnya hanya sebatas mengagumi hingga menyerahkan penuh hatiku padanya. Benar saja adagium romansa yang fenomenal itu berlaku padaku. Katanya kau tidak akan tahu kepada siapa cintamu akan jatuh.
Suara ketukan itu berirama. Pelan-pelan membuka kembali lembaran ingatanku selama enam tahun belakangan ini. Ingatan yang coba ku simpan rapat di sisi terdalam kedirianku. Berharap lamat-lamat segara beranjak dari kekalutan peristiwa panjang itu.
Tiap malam, kala badan ini kurebahkan. Aku seperti ditarik mundur jauh kebelakang. Menghentak kesadaranku. Seutuhnya aku belum benar-benar pulih. Hingga menyisakan satu penyesalan yang oleh diriku sendiri tak mampu kumaafkan.
Aku bersyukur kian hari beberapa hal perlahan membaik. Aku berhasil keluar dari titik terpatah yang pernah kurasakan. Meskupun butuh waktu bertahun-tahun untuk keluar dari titik itu. Aku tahu hal yang sama berlaku padamu juga. Kita sama-sama telah menusuk hati masing-masing dengan belati yang sama. Tiada yang salah dari kejadian itu, hanya aku saja yang belum mampu memaafkan apa yang telah kulakukan padamu.
Kau tahu aku bukan orang yang dengan mudah menceritakan apapun kepada orang lain kecuali kepadamu saja. Dan itu masih berlaku padaku hingga saat ini. Hari demi hari kujalani dengan beban masa lalu yang hanya kusimpan seorang diri. Kau bisa membayangkan mengerami luka yang berdarah-darah dengan senyum atasnya kepada semua orang yang kutemui.
Sungguh betapa bersyukurnya aku saat mendengar kabar tentangmu. Kabar bahagia bahwa kau sedang mengadu kasih dengan orang dekatmu juga. Sesekali mendengar cerita tentangnya darimu, aku yakin ia adalah orang yang baik dan aku percaya padamu bahwa kau tak mudah menaruh hati pada seseorang.
Begitupun dengan pertemuan terakhir kita di bukit sore itu. Memandangi sore yang akan jatuh pada pelukan malam, aku terasa terlahir kembali. Jingga mentari yang telah lama pergi kini duduk kembali di sisiku. Pelukan hangat mengantar kepulangan kita, aku tahu kau sedang tidak dalam keadaan yang baik sore itu.
Hingga beberapa waktu lalu, di platform media sosialmu, foto kalian berdua terlihat mesra berdampingan. Dugaanku ternyata benar, orang yang sedang dekat denganmu saat ini adalah ia yang pernah kutanyakan padamu. Tak perlu menjawab, aku telah tau jawabannya saat ini. Sekali lagi aku turut berbahagia sebab luka yang kugoreskan padamu telah sembuh.
Tidak usah mengkhawatirkan tentangku, aku pantas menerima keadaan ini. Toh atas kesadaranku berangkat dari pengetahuan yang kumiliki saat ini, aku sadar apa yang telah kulakukan padamu adalah kesalahan fatal. Relasi yang sama sekali tidak sehat dan menjadi keputusan terbaik untuk segera mengakhirinya semata-mata agar kau bisa meraih kebebasanmu.
Aku meminta maaf atas sikapku dimasa lalu. Aku yakin tidak mudah memaafkannya. Dan atas apa yang telah kulakukan dahulu menjadi beban penyesalan terbesar yang hingga hari ini belum berhasil kuselesaikan pada diriku sendiri. Pengetahuan mengantarkanku menyadari segala keburukan yang pernah kulakukan atasmu.
Semua orang berhak atas kebahagiaannya maka berbahagialah dengannya. Harapanku tetap sama, kepada siapapun yang sedang dekat denganmu semoga ia adalah orang yang baik. Biarkan ketukan ini kuselesaikan sendiri, dengan diriku sendiri hingga aku mampu memaafkan atas apa yang telah kulakukan padamu. Dariku bahagia selalu.
0 notes
archvafsymhd · 5 years
Text
Amatlah mudah mengangkat beban ke pundak seseorang, yang sulit adalah menyemainya hingga garis akhir
0 notes
archvafsymhd · 5 years
Text
Siang hari saya mendapat ajakan bertemu dengan Arnold belau pimpinan redaksi suarapapua.com dari kawan melalui sambungan telepon. “habis isya saya ajak dia ke sekretariat, tolong kabarkan ke kawan-kawan yang lain,” serunya di ujung telephone. Bergegas saya mengontak kawan satu persatu perihal kabar baik ini. Semuanya mengiyakan akan datang malam nanti.
Saya sendiri mengenal suarapapua.com pasca medaknya aksi rasisme di westpapua agustus lalu. Media yang langka ditengah pertarungan politik media dewasa ini yang di otaki oleh oligark media sebagai corong rezim. Suarapapua.com muncul denga perspektif yang berbeda dan media yang seperti ini hanya bisa di hitung jari di Indonesia. Selain suarapapua.com, tabloid jubi salahdua dari tempat saya mengupdate situasi konflik yang tengah terjadi di papua.
“saya Arnold,” ucapnya sembari kami bersalaman. Saya mengenalnya setelah ia mendapat doxing di media sosial oleh buzzer politik NKRI Harga Mati. Mungkin banyak pemberitaan yang tidak disetujui oleh rezim menjadi alasan mengapa ia mendapat intimidasi dalam bentuk doxing di media sosial. Di twitter saya mengikuti akun pribadinya yang kerap mengupdate situasi terkini di westpapua. saya tak menyangka akan di bertemu beliau di dunia nyata.
Kami berdiskusi banyak hal hingga larut malam. Mulai dari situasi politik di westpapua, pelanggaran HAM, hingga posisi media di tengah konflik dan bagaimana Indonesia mempersulit akses informasi di tanah westpapua.
Meskipun kami tak berdiskusi lama, saya berkesimpulan bahwa Arnold adalah sosok dengan prinsip yang teguh, cerdas dan pandai memposisikan diri sebagai jurnalis. “sebagai jurnalis saya harus independent, tapi sebagai orang papua, saya merasakan betapa perihnya penindasan yang terjadi,” tegasnya.
Saya tak bisa membayangkan membangun media dan survive tanpa donor selama empat tahun lamanya. Laku seperti ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki prinsip jelas. Memulainya ketika ia menjadi mahasiswa semester dua ketika itu.
Awalnya media yang ia dirikan bersama kawan-kawannya hanyalah media alternatif dengan dasar bahwa orang-orang asli papua tidak banyak mendapat ruang untuk bicara di media-media mainstream. Menurutku ini adalah bentuk perlawanan kepada industri media dewasa ini yang kerap mengenyampingkan kepentingan masyarakat luas alih-alih menjadi corong kekuasaan atau modal. Selain itu, ini juga adalah bentuk menjaga prinsip jurnalisme yang mengabdi pada masyarakat.
Tak lupa kami juga menanyainya terkait pengalaman beliau mendapat intimidasi. Sayangnya ia tidak ingin menceritakan itu, ia hanya membagi pengalaman ketika media tempatnya bekerja di blokir oleh Negara selama dua bulan lamanya. Menurutnya penyebab pemblokiran itu terjadi karena dua artikel yang dimuatnya dan membuka fakta keterlibatan petinggi militer dalam sebuah kasus dan mendapatkan promosi jabatan oleh Negara.
Kami juga banyak bersepakat menyoal pendekatan yang di lakukan Indonesia selama ini. Mulai dari mengirim bala tentara bertajuk operasi trikora, aneksasi yang sangat tidak demokratis lalu menjadikan westpapua sebagai daerah operasi militer yang menyisahkan rentetan pelecehan harkat dan martabat manusia. Hingga hari ini pendekatan yang sama terus dilakukan Indonesia meskipun status DOM telah dicabut duapuluh satu tahun silam. Meskipun pendekatan ekonomi mulai dilakukan Indonesia tapi tetap saja sering kali mengenyampingkan hak bicara orang papua. Perampasan tanah adat, alih fungsi hutan demi kepentingan industri perkebunan dan ekstraktif tambang.
“Mau sampai kapanpun jika indonesia tidak mengubah pendekatannya kepada orang papua maka orang papua akan tetap merasa bukan bagian dari Indonesia,” jelasnya tegas dan di iyakan oleh kami semua. Sebelum Arnold kembali ke penginapan, kami berfoto bersama mengabadikan kehangatan pertemuan kami malam itu. Sampai bersua dilain hari, semoga hal baik menyertai kita semua.
Makassar, 8 Desember 2019.
1 note · View note
archvafsymhd · 5 years
Text
BELOK KANAN AGNEZ MO
Ada dua corak kanan: yang berlandaskan agama dan yang berlandaskan nasionalisme. Keduanya sama-sama berdiri di atas kebenaran absolut: yang satu Kitab Suci, yang lainnya Negara.
Dalam politik Indonesia kiwari, keduanya tampak bersitegang, mungkin memang berseteru betulan. Tengoklah yang terjadi dalam kampanye politik beberapa bulan lalu: tuduhan anti-Islam dan anti-NKRI saling sikat, saling sikut. Yang satu diejek Kadrun, yang satunya lagi diledek Togog — versi advance dari: kampret dan cebong.
Sebagai sesama kanan, keduanya mudah curiga kepada “yang lain”. Karena sama-sama menghendaki absolutisme, kebulatan, keutuhan, kemunculan sosok “yang-lain” lekas mengaktifkan syaraf bertempur keduanya. Bagi yang pertama, kafir adalah “yang-lain” itu; sedangkan separatisme adalah “yang-lain” bagi pihak kedua -- separatisme berlandaskan ideologi sekuler maupun religius seperti kekhalifahan.
Gerakan perlawanan di Papua mempertemukan keduanya. Bagi pihak pertama karena Papua mayoritas adalah kafir, sehingga jika merdeka maka akan berdiri negara kafir yang baru. Bagi pihak kedua karena Papua hendak memisahkan diri dari Indonesia, sehingga menodai absolutisme NKRI Price Die.
Di situ pula letak Agnez Mo. Bagi kelompok pertama, sosok seperti Agnez Mo memang sudah lama disyakwasangkai. Bermata sipit, kafir pula. Dialah sesempurna-sempurnanya sosok “yang-lain” bagi kelompok pertama. Segala macam tudingan yang lama disorongkan kepada orang seperti Agnez, menemukan afirmasinya lewat ucapan “tidak berdarah Indonesia” itu.
Normalnya, Agnez akan dibela oleh kelompok kedua yang — selama kampanye— memang fasih mengulang-ulang retorika kebhinekaan. Namun begitu Agnez berbicara tentang “tidak berdarah Indonesia”, serentak ia pun dianggap “yang-lain” oleh kelompok kedua ini. Coba cek salah satu akun yang paling awal mencuatkan klip Agnez Mo yang kontroversial itu. Posisi dia sangat jelas dalam kampanye politik kemarin, tentu getol pula ia memuntahkan retorika kebhinekaan.
Memangnya pernah ada persekutuan konkrit keduanya dalam politik? Ada, pernah ada, dan akan muncul lagi, bahkan sudah tampak. Di Eropa terjadi di banyak tempat. Trump adalah cerita sukses persekutuan itu.
Dalam 8 tahun terakhir kekuasaan Soeharto, ditambah setahun di era Habibie, keduanya bersekutu. Salah satu buah persekutuan dua corak kanan sepanjang periode tersebut masih tampak batang hidungnya hingga sekarang. Namanya: FPI.
57 notes · View notes
archvafsymhd · 5 years
Text
Untukku, untukmu, tetap semangat, berkonsultasilah, saling bercerita dan menguatkan. Kamu berharga.
0 notes
archvafsymhd · 5 years
Text
“Semoga ketiadaanmu menjadikanku lebih tegar dari sebelumnya,” bisiknya pada diri sendiri.
0 notes
archvafsymhd · 5 years
Text
Terbanglah dan nikmati kebebasanmu
Setelah sekian lama terbekam tak bergerak
Berterima kasihlah padanya
Atas segala kesan yang membekas
Duka yang perlahan terobati
Gelapnya mulai memudar
Dan padanya yang membawa terang
Terimakasih telah memberi jalan
2 notes · View notes